Anda di halaman 1dari 2

ANTI KORUPSI DI KEBIDANAN

Sebagai seorang tenaga kesehatan khususnya bidan kita harus bisa


menjalankan amanah dan janji yang telah disumpahkan kepada kita. Bukan hanya
itu, sebagai bidan kita harus bisa mempertanggung jawabkan tugasnya terhadap
kode etik kebidanan. Kode etik ini dibuat bukan hanya sebagai bahan bacaan saja
tetapi digunakan sebagai tolok ukur untuk bidan dalam memberikan pelayanan
kebidanan. Selain itu, Bidan harus menjadikan hati nuraninya sebagai pedoman..
Hati nurani mengetahui perbuatan individu yang melanggar etika atau sesuai
etika. Pelanggaran etika oleh bidan dapat bersifat fisik ataupun secara verbal.
Sedangkan untuk memecahkan suatu masalah dalam situasi yang sulit, bidan
dapat berpegang pada teori etika. Sekalipun teori ini telah tua, namun masih bisa
dipakai karena selalu disesuaikan dengan perkembangan saat ini. Bidan harus bisa
bersikap adil dan mengelola dana pembiyayaan dengan sebaik mungkin. Bidan
tidak boleh membeda-bedakan pasiennya. Misalnya jika pasien yang datang kaya
maka dia akan memberikan KIE dengan panjang lebar dan biyayanya dimahal-
mahalkan. Sedangkan jika pasiennya kurang mampu, dia malas memberikan KIE
jadi seperlunya saja. Jelaslah bahwa itu melanggar hak asasi dan termasuk
korupsi, baik korupsi materi ataupun jasa.

Itulah mengapa dalam kebidanan terdapat pembelajaran tentang anti


korupsi. Diharapkan seorang bidan mampu menjaga jabatan profesinya dan tidak
melakukan suatu bentuk penyelewengan baik materi ataupun jasa. Bukan tidak
mungkin, tahun demi tahun banyak penyelewengan tindakan korupsi yang
dilakukan oleh bidan. Mungkin anda sendiri pernah mendengar tentang kasus
yang berkenaan dengan korupsi dalam pelayanan kesehatan. Sebagai contoh
dalam kasus ini adalah di puskesmas. Saya mencoba mengungkap korupsi yang
dilakukan pihak puskesmas terhadap pelayanan kepada masyarakat yang saya
ambil dari berita elektronik yang terjadi di salah satu puskesmas ternama. Salah
satu indikasinya adalah dalam proses pengadaan obat untuk puskesmas itu sendiri.
Biasanya puskesmas akan mengadakan tender pengadaan obat puskesmas untuk
persediaan obat yang puskesmas butuhkan. Akan ada distributor ataupun sales
yang akan datang dan menawari obat yang mereka butuhkan. Tender diadakan
sesuai dengan prosedur pengadaan barang dan ini adalah sah menurut hukum dan
tidak terjadi penyimpangan. Namun biasanya pihak pemenang tender akan
memberikan bingkisan “terima kasih” kepada pihak yang telah memenangkan
tender itu. Dalam hal ini adalah kepala puskesmas yang berwenang untuk
memberikan keputusan terhadap pemenang tender yang dipilih. Setelah tender
dimenangkan oleh salah satu pihak, maka ucapan “terima kasih” ini akan
diberikan. Ucapan ini biasanya dalam bentuk bingkisan ataupun berupa uang.
Padahal dalam undang-undang dikatakan bahwa dilarang menerima bingkisan
apapun dari orang/ badan usaha tanpa tujuan dan maksud yang jelas.
Seperti yang tertera dalam UU RI No.21 2001 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi pasal 13, setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada
pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan/wewenang yang melekat pada
jabatan/kedudukannya/oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada
jabatan/kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah). Sehingga bagi pemberi hadiah atau bingkisan atau janji ataupun parcel
dapat juga dipidana atas pemberiannya kepada pejabat ataupun pegawai negeri
yang memiliki kekuasaan ataupun wewenang yang terdapat didalamnya.

http://melianacitra.blogspot.com/2014/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html

Nama : Luluk Puji Hastutik

NIM : P27224017097

Kelas : D3 Reguler Semester 2

Dosen Pengampu : Suroso, M.kes

Anda mungkin juga menyukai