Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anemia adalah penyakit yang sering ditemui pada masyarakat Indonesia.

Penyakit anemia merupakan suatu kondisi dimana tubuh kekurangan sel darah

merah atau eritrosit atau hemoglobin. Hemoglobin sendiri adalah protein kaya zat

besi yang memberikan warna merah pada darah dan berfungsi membawa oksigen

dari paru-paru ke seluruh tubuh dan mengangkut karbon dioksida dari seluruh

bagian tubuh ke paru-paru agar dapat dikeluarkan dari tubuh.

Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi

dan anemia merupakan kejadian yang paling sering terjadi di semua kelompok

usia di seluruh dunia. (1) Anemia gizi terutama yang disebabkan oleh defisiensi

zat besi merupakan kelainan gizi yang paling sering ditemui di negara

berkembang dan bersifat epidemik. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang

timbul akibat kosongnya cadangan zat besi tubuh sehingga penyediaan zat besi

untuk eritropoesis berkurang yang mengakibatkan pembentukan hemoglobin

berkurang. Anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel

darah merah yang terjadi secara berlebihan. (2) Kegagalan sumsum dapat terjadi

akibat kekurangan asupan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan

akibat penyebab yang tidak diketahui. (3)

1
2

Anemia merupakan suatu tanda dan gejala dari suatu penyakit namun

bersifat tidak spesifik, karena anemia banyak terjadi sebagai awal dari masalah

kesehatan. Anemia gizi umumnya terjadi pada perempuan dalam usia reproduktif

dan anak-anak. Keadaan ini membawa efek keseluruhan terbesar dalam hal

gangguan kesehatan. Anemia defisiensi besi terjadi pada remaja putri karena

meningkatnya kebutuhan zat besi selama masa pertumbuhan dan kehilangan darah

pada masa menstruasi juga meningkatkan risiko anemia. (4)

Anemia yang terjadi pada perempuan menyebabkan masalah kesehatan yang

serius terjadi di negara berkembang. (5) Penelitian Kaimudin, lestari, dan Afa

2017 menyatakan bahwa prevalensi anemia lebih banyak terjadi pada anak

perempuan lebih dari 14 tahun. Kasus anemia mengakibatkan terganggunya

mekanisme immun dan meningkatkan penyebab kematian di dunia. Program

WHO dalam menurunkan angka kejadian anemia pada remaja yaitu dengan

pemberian tablet IFA melalui koordinasi dengan institusi kesehatan di seluruh

dunia. (6)

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama

Negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia.

Anemia banyak terjadi pada remaja dan ibu hamil.Anemia pada remaja putri

sampai saat ini masih cukup tinggi. Menurut World Health Organization

prevalensi anemia dunia tahun 2013 berkisar 40-88%. Jumlah usia remaja (10-19

tahun) di Indonesia sebanyak 26,2% yaitu terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1%

perempuan. (7)
3

Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia

yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan

18,4% penderita berumur 15-24 tahun. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada balita sebesar

40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18

tahun sebesar 57,1% dan usia 19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai

resiko terkena anemia paling tinggi terutama pada remaja putri. (8)

Angka kejadian anemia di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2015

mencapai 57,1%, tahun 2016 sebanyak 54,5%, dan tahun 2017 meningkat menjadi

58,2%. Anemia pada remaja putri di Kota Medan masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat karena prevalensinya lebih dari 25%. Angka kejadian

anemia di Kabupaten Kota Medan didapatkan anemia pada balita umur 0-5 tahun

sebesar 40,5%, remaja putri sebesar 26,5%, Wanita Usia Subur (WUS) sebesar

39,5%, pada ibu hamil sebesar 43,5%.(9)

Remaja putri mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena anemia defisiensi

besi daripada remaja putra. Alasan pertama karena setiap bulan pada remaja putri

mengalami menstruasi. Seorang wanita yang mengalami menstruasi yang banyak

selama lebih dari lima hari dikhawatirkan akan kehilangan zat besi, sehingga

membutuhkan besi pengganti lebih banyak daripada wanita yang menstruasinya

hanya tiga hari dan sedikit. Alasan kedua adalah karena remaja putri seringkali

menjaga penampilan, keinginan untuk tetap langsing atau kurus sehingga diet dan

mengurangi makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan zat gizi tubuh

akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi yang penting seperti zat besi. (3)
4

Penelitian anemia pada remaja putri di SMP Negeri 8 Percut Sei Tuan

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pengetahuan (p=0,037),

pendapatan orangtua (p=0,017), status gizi (p=0.009) dan menstruasi (p=0,000)

dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMP Negeri 8 Percut Sei Tuan tahun

2018. (7) Penelitian lainnya mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan

dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMP Negeri 4 Banjarbaru

menunjukkan faktor yang berhubungan dengan anemia ialah lama menstruasi

(p=0,003), panjang siklus menstruasi (p=0,004), tingkat pendidikan orang tua

(ibu) (p=0,000), dan tingkat pendapatan orang tua (p=0,000).

Beberapa hasil penelitian di beberapa daerah di Indonesia juga menunjukkan

masih tingginya prevalensi anemia pada remaja putri. Penelitian tahun 2003 di

Kota Banda Aceh mendapatkan prevalensi anemia pada remaja putri yaitu sebesar

88%.(9) Penelitian tahun 2007 pada remaja putri SMK Amaliyah Sekadau

Kalimantan Barat mendapatkan prevalensi anemia yaitu 58,7%. Faktor-faktor

yang berhubungan dengan terjadinya anemia defisiensi besi ini adalah pendidikan

orang tua, pendapatan keluarga, pengetahuan dan sikap remaja putri tentang

anemia, tingkat konsumsi gizi, pola menstruasi, dan kejadian infeksi dengan

kejadian anemia pada remaja putri. (10)

Faktor lain yang dapat menyebabkan anemia adalah asupan zat gisi yang

tidak adekuat yaitu kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu

penyerapan zat besi seperti teh atau kopi yang bersamaan waktu makan, dan

kurangnya pengetahuan tentang anemia, sikap yang tidak mendukung, pendidikan

ibu maupun tingkat sosial ekonomi keluaraga. (11)


5

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada remaja putri Kelas

IX terhadap 10 remaja putri yang diperiksa Hb diperoleh hasil sebanyak 5 remaja

putri (50%) mengalami anemia, dan 5 remaja putri tidak anemia. Sebanyak 5

remaja putri (57%) ditanya apakah tanda-tanda anemia, sebanyak 5 remaja putri

menjawab lemah, letih dan lesu dan 5 remaja putri lainnya menjawab tidak tahu.

Dari 5 remaja yang mengalami anemia terdapat 2 remaja (40%) mempunyai status

gizi di bawah normal dan 3 remaja putri mempunyai status gizi normal. Oleh

sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti “faktor- faktor yang berhubungan dengan

kejadian Anemia pada Remaja Putri SMP AMPERA Kecamatan Hamparan Perak,

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2020”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan

permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan

dengan kejadian Anemia pada Remaja Putri SMP AMPERA Kecamatan

Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2020?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan pengetahuan remaja putri tentang anemia dengan

kejadian anemia remaja putri di SMP AMPERA Kecamatan Hamparan

Perak, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2020.

2. Mengetahui hubungan status gizi remaja putri dengan kejadian anemia

remaja putri di SMP AMPERA Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2020.


6

3. Mengetahui hubungan pendapatan orang tua dengan kejadian anemia remaja

putri di SMP AMPERA Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2020.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden

- Manfaat Teoritis

Hasil penelitian memberikan informasi kepada responden tentang

pentingnya pengetahuan tentang anemia pada remaja putri untuk mengurai

dampak anemia pada remaja putri.

-Manfaat Praktis

Hasil penelitian dapat digunakan remaja putri untuk menjada status gizi

yang normal agar terhindar dari anemia dan dampak yang ditimbulkan.

2. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai masukan dalam pembuatan program ada pelayanan kesehatan bagi

remaja terutama untuk mengatasi kejadian anemia remaja putri.

3. Bagi Institut Kebidanan Helvetia Medan

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi lebih dalam

mengenai anemia pada remaja putri.

4.Bagi Peneliti Selanjutnya

Memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya guna memperluas

wawasan dan elemen penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian anemia pada remaja putri.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian Fadylah tahun 2019 (12) bertujuan untuk mengetahui faktor –

faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMPN 1

Kokap, Kulon Progo tahun 2019 melaporkan bahwa faktor – faktor yang

berhubungan dengan kejadian anemia putri di SMPN 1 kokap, kulon progo

yaitu konsumsi Tablet Tambah Darah (p=0,033) dan aktivitas fisik (p=0,010).

Remaja yang mengkonsumsi Tablet Tambah Darah kurang dari 4 kali berisiko

3 kali lebih besar menjadi anemia daripada remaja yang mengkonsumsi Tablet

Tambah Darah lebih dari 4 kali dan remaja yang melakukan aktivitas fisik

sedang sedang/berat berisiko 12 kali lebih besar terjadi anemia daripada remaja

yang melakukan aktivitas fisik rendah. Faktor yang paling berpengaruh pada

remaja putri di SMPN 1 Kokap adalah aktivitas fisik sedang/berat dengan 12

kali lebih berisiko dibandingkan dengan aktivitas fisik rendah. Jadi peluang jika

konsumsi Tablet Tambah Darah kurang dari 4 kali, aktivitas fisik

sedang/tinggi, dan pendidikan rendah akan berpeluang menjadi anemia sebesar

75%.

Hasil penelitian Azzahroh tahun 2018 (13) faktor – faktor yang

Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri Di SMA N 2 Kota

Jambi Tahun 2017 sebanyak 88 responden Dari empat variabel di peroleh hasil

ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan (p-value = 0,001), motivasi

6
7

(p-value = 0,004), dukungan keluarga (p-value = 0,003), peran petugas

kesehatan (p-value = 0,005) dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA

N 2 Kota Jambi Tahun 2017, bahwa remaja putri yang memiliki pengetahuan

kurang, motivasi kurang, dukungan keluarga kurang dan peran petugas

kesehatan yang kurang, lebih banyak yang mengalami anemia.Variabel yang

memiliki peluang terbesar terjadinya anemia yaitu peran petugas kesehatan

dengan nilai OR 4,579 karena kurangnya perhatian petugas kesehatan.

Setelah dilakukan penelitian hubungan pengetahuan, peran keluarga,

tenaga kesehatan dan media informasi dengan pencegahan anemia pada remaja

putri di SMAN 4 Kota Jambi Tahun 2018 oleh Nurbaiti tahun 2018, yang

dilakukan secara analisis multivariat dengan uji statistic Chi Square maka dapat

di simpulkan ada hubungan yang signifikan pengetahuan remaja putri secara

parsial dengan perilaku pencegahan anemia di SMAN 4 Kota Jambi Tahun

2018; ada hubungan yang signifikan peran keluarga remaja putri secara parsial

dengan pencegahan anemia pada remaja putri tahun 2018; ada hubungan yang

signifikan peran keluarga secara parsial dengan pencegahan anemia pada

remaja putri di SMAN 4 Kota Jambi tahun 2018; Ada hubungan yang

signifikanmedia informasi dengan pencegahan anemia pada remaja putri di

SMAN 4 Kota Jambi tahun 2018. Variabel yang dominan berhubungan dengan

pencgahan anemia, adalah media informasi di SMAN 4 Kota Jambi tahun

2018. (14)

Hasil penelitian Ningsih tahun 2017 maka dapat disimpulkan beberapa

hal yaitu sebagian besar remaja putri di SMP N 3 Kecamatan Tebing


8

Kabupaten Karimun mengalami anemia, dengan tingkat pengetahuan tentang

anemia yang cukup baik, tapi pola makan mayoritas tidak sehat serta pola

menstruasi juga sebagian besar tidak normal. Dan dari analisis diperoleh hasil

bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan, pola makan dan pola menstruasi

dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMP N 3 Kecamatan Tebing

Kabupaten Karimun. (15)

Penelitian Martini tahun 2015 menyebutkan anemia merupakan masalah

gizi di dunia, terutama di negara berkembang.Angka kejadian anemia remaja

putri di Indonesia masih cukup tinggi. Prevalensi anemia di Lampung pada

remaja tahun 2007 sebesar 25,9%, masih lebih tinggi dibandingkan Nasional

sebesar 19,7%. Hasil pra survei pada remaja putri Kelas XI di MAN 1 Metro

Lampung Timur diperoleh 50% dari 10 remaja putri yang diperiksa Hb

mengalami anemia. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri Kelas XI MAN 1

Metro Lampung Timur. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional

dengan sampel remaja putri kelasXI berjumlah 115 responden. Sampel

diperoleh dengan teknik simplerandom sampling.Analisis data menggunakan

analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji chi square.Hasil

penelitian diperoleh kejadian anemia berjumlah 40% dari 115 responden. Hasil

uji statistik menggunakan chi-square menunjukkan factor-faktor yang

berhubungan dengan anemia adalah status gizi p=0,009), pengetahuan

(p=0,048), pendidikan ibu (p=0,036). Perlu upaya peningkatan pencegahan

anemia pada program UKS terhadap remaja putri di MAN 1 Metro Lampung
9

Timur bekerja sama dengan institusi terkait, seperti Puskesmas untuk

memberikan penyuluhan tentang anemia dan pemberian tablet Fe pada remaja

putri. (16)

Penelitian Shara tahun 2014 menyebutkan anemia merupakan suatu

keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) seseorang dala m darah lebih rendah

dari normal. Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang berisiko

menderita anem ia. Berbagai penelitian di beberapa daerah di Indonesia masih

menunjukkan tingginya prevalensi anemia pada rema ja putri. Berdasarkan

hasil skrining tahunan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Sawahlunto

tahun 2013 terhad ap siswa putri tingkat SMP dan SMA di Kota Sawahlunto

diperoleh prevalensi anemia yang juga tinggi. Prevalensin ya lebih banyak

ditemukan pada siswa SMA dengan persentase 57,9% dengan angka kejadian

tertinggi di SMAN 2 S awahlunto (71,8%) Tujuan penelitian ini adalah

menentukan hubungan antara status gizi dan kejadian anemia pada remaja putri

di SMAN 2 Sawahlunto. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan

rancangan cross sectional. Selama periode Agustus-Desember 2014 dilakukan

pengambilan data meliputi pengukuran berat b adan, tinggi badan dan

pemeriksaan Hb menggunakan meto de Cyanmethemoglobin terhadap siswa

remaja putri kelas X dan XI SMAN 2 Sawahlunto. Data diuji dengan chi-sq

uare. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p adalah 0,0 08 (p<0,05). Simpulan

studi ini ialah terdapat hubungan berma kna antara status gizi dan kejadian

anemia pada remaja putri di SMAN 2 Sawahlunto. (17)


10

2.2. Anemia

2.2.1. Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah kadar Hb (Hemoglobin),

hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal atau bisa disebut

juga penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi atau jumlah kadar

hemoglobin (Hb) dibawah batas normal.(18) Menurut American Society of

Hematology, anemia adalah menurunnya jumlah hemoglobin dari batas normal

sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen dalam

jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia ditandai dengan beberapa gejala

yaitu sering lesu, lemah, pusing, mata berkunang-kunang dan wajah pucat. Hal ini

dapat berdampak pada penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang

penyakit dan mengakibatkan menurunnya aktivitas dan kurang konsentrasi. (19)

Anemia defisiensi besi menjadi penyebab umum terjadinya anemia.

Anemia defisiensi besi adalah adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah

merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada

dibawah normal yang disebabkan karena kekurangan zat besi, terutama dalam

bentuk besi-heme. (19)

2.2.2. Jenis Anemia

Jenis- jenis anemia diantaranya sebagai berikut :

a. Anemia Defisiensi Besi.

Anemia defisiensi besi merupakan suatu penyebab utama anemia di dunia

dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan oleh
11

kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi

selama kehamilan. Menurut Almatsier anemia defisiensi besi atau anemia

zat besi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi yang

berperan dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan

konsumsi atau karena gangguan absorpsi. (20)

b. Anemia Defisiensi Vitamin C

Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin C yang berat dalam

jangka waktu lama. Penyebab kekurangan vitamin C adalah kurangnya

asupan vitamin C dalam makanan sehari-hari. Vitamin C banyak

ditemukan pada cabai hijau, jeruk, lemon, strawberry, tomat, brokoli,

lobak hijau, dan sayuran hijau lainnya, serta semangka. Salah satu fungsi

vitamin C adalah membantu penyerapan zat besi, sehingga jika terjadi

kekurangan vitamin C, maka jumlah zat besi yang diserap akan berkurang

dan bisa terjadi anemia. (21)

c. Anemia Makrositik

Anemia ini disebabkan karena kekurangan vitamin B12 atau asam folat

yang diperlukan dalam proses pembentukan dan pematangan sel darah

merah, granulosit, dan platelet. Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi

karena berbagai hal, salah satunya adalah karena kegagalan usus untuk

menyerap vitamin B12 dengan optimal.

d. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik terjadi apabila sel darah merah dihancurkan lebih cepat

dari normal. Penyebabnya kemungkinan karena keturunan atau karena


12

salah satu dari beberapa penyakit, termasuk leukemia dan kanker lainnya,

fungsi limpa yang tidak normal, gangguan kekebalan, dan hipertensi berat.

e. Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa pada

sel induk di sumsum tulang, yang sel-sel darahnya diproduksi dalam

jumlah yang tidak mencukupi. Anemia aplastik dapat kongenital, idiopatik

(penyebabnya tidak diketahui), atau sekunder akibat penyebab-penyebab

industri atau virus.(20)

2.2.3. Etiologi Anemia

Penyebab anemia antara lain karena gangguan pembentukan eritrosit

oleh sumsum tulang belakang, kehilangan darah (perdarahan), proses

penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis), kurangnya

asupan zat besi, vitamin C, vitamin B12, dan asam folat. (20) Menurut

Agragawal S, penyebab utama anemia adalah gizi dan infeksi. Masalah gizi

yang berkaitan dengan anemia adalah kekurangan zat besi. (2) Hal tersebut

karena mengkonsumsi makanan yang tidak beragam atau cenderung monoton

dan kaya akan zat yang dapat menghambat penyerapan zat besi (phytates)

sehingga zat besi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh.Kekurangan zat besi

juga dapat diperburuk oleh status gizi yang buruk, terutama yang berkaitan

dengan kekurangan asam folat, vitamin B12 dan vitamin A. Pola konsumsi

sumber penghambat penyerapan zat besi (inhibitor) dapat berpengaruh

terhadap status anemia. Sumber makanan yang mengandung zat penghambat


13

zat besi (inhibitor) atau yang mengandung tanin dan oksalat adalah kacang-

kacangan, pisang, bayam, kopi, teh, dan coklat.(21)

Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat

besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan

meningkatnya kapasitas pengikatan zat besi. Pada tahap yang lebih lanjut

berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin,

berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme dan akan diikuti

dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan

cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Hb. (22)

2.3. Faktor Risiko Anemia

Faktor-faktor yang menyebabkan anemia pada suatu populasi dapat

melibatkan interaksi kompleks dari faktor sosial, politik, ekologi, dan biologi.

Penelitian Pala K dan Dundar N di Turki menunjukkan bahwa faktor lama

menstruasi berhubungan dengan kejadian anemia. Di samping itu kondisi sosial

ekonomi rumah tangga juga berkaitan dengan kejadian anemia, beberapa

penelitian menunjukkan kejadian anemia cenderung lebih tinggi pada rumah

tangga miskin.(10) Pada anemia defisiensi besi dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai salah satu

sumber zat besi yang mudah diserap (heme iron), sedangkan bahan makanan

nabati (non-heme iron) adalah zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap oleh

tubuh sehingga diperlukan porsi yang besar untuk mencuckupi kebutuhan zat

besi harian. Faktor lain yang dapat mempengaruhi anemia defisiensi besi antara
14

lain pola haid pada wanita, pengetahuan tentang anemia dan status gizi.

Berdasarkan hasil penelitian di Meksiko, obesitas juga merupakan faktor risiko

anemia yang dapat meningkatkan risiko 2 - 4 kali pada wanita dan anak-anak.

(14)

2.3.1. Intake zat besi

Sumber besi yang paling baik adalah makanan hewani (besi heme)

seperti daging, ayam, ikan, dan telur. Zat besi heme (hewani) memiliki

bioavailabilitas tinggi dibandingkan dengan zat besi non heme seperti serealia,

kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Tetapi, karena zat

besi non heme dalam makanan lebih tinggi 80%, akhirnya penyerapan lebih

tinggi pada zat besi non heme dan jumlah zat besi heme menjadi lebih kecil.

Penyerapan zat besi juga dihambat oleh adanya kebiasaan mengonsumsi

minuman yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti teh dan kopi

secara bersamaan pada waktu makan. (7)

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penyerapan zat besi dipengaruhi

secara langsung oleh berbagai faktor. Daging dan vitamin C merupakan

perangsang kuat dalam penyerapan zat besi. Penelitian juga menunjukkan

bahwa siswi yang jarang mengonsumsi makanan peningkat zat besi dapat

terkena anemia 3,2 kali dibanding dengan siswi yang mengonsumsi makanan

peningkat zat besi. (3)

Tablet tambah darah adalah suplementasi zat besi yang mengandung 60

mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat (sesuai rekomendasi WHO). TTD
15

bila diminum secara teratur dan sesuai aturan dapat mencegah dan

menanggulangi anemia gizi. Dosis dan cara pemberian TTD: pada wanita usia

subur (WUS) dianjurkan minum TTD secara rutin dengan dosis 1 tablet setiap

minggu dan 1 tablet setiap hari selama masa haid. Penelitian juga menyatakan

bahwa suplementasi zat besi 1 minggu sekali lebih efektif dibandingkan dengan

suplementasi zat besi 1 hari sekali. (2)

Suplementasi TTD diberikan dengan tujuan menghindari remaja putri

dari resiko anemia. Konsumsi TTD sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan

kepatuhan remaja putri. Kesadaran merupakan faktor pendukung remaja putri

untuk mengonsumsi secara baik. Namun demikian, kepatuhan dipengaruhi oleh

adanya beberapa faktor diantaranya, bentuk tablet, warna, rasa, dan efek

samping dari TTD (nyeri lambung, mual, muntah, konstipasi, dan diare)

(WHO, 2014). Selain itu, tingkat pengetahuan juga berhubungan dengan

kepatuhan mengonsumsi TTD. (23)

Kebutuhan zat besi yang tinggi pada anak-anak dan remaja disebabkan

karena pertumbuhan jaringan yang cepat. Pertumbuhan dan perkembangan sel-

sel jaringan tubuh masih tetap berlangsung pada usia remaja. Hal ini ditandai

dengan perubahan bentuk tubuh (terutama pada bagian dada dan pinggul),

perkembangan organ reproduksi dan pembentukan sel-sel reproduksi yang bagi

wanita ditandai dengan menstruasi secara rutin. Hal tersebut mengakibatkan

kebutuhan zat besi pada perempuan 3 kali lebih besar daripada laki-laki. (24)
16

Tabel 2. Kecukupan Zat Besi untuk Remaja Menurut AKG Indonesia (5)

Usia Zat Besi (mg/hari)


Laki-laki
10 – 12 tahun 13
13 – 15 tahun 19
16 – 18 tahun 15
Perempuan
10 – 12 tahun 20
13 – 15 tahun 26
16 – 18 tahun 26

Tabel diatas menunjukkan bahwa kebutuhan zat besi pada perempuan

dengan usia 13 -15 tahun dan 16 – 18 tahun lebih besar daripada usia 10 – 12

tahun. Kebutuhan besi (yang diabsorbsi atau fisiologis) harian dihitung

berdasarkan jumlah zat besi dari makanan yang diperlukan untuk mengatasi

kehilangan basal, kehilangan karena menstruasi dan kebutuhan bagi

pertumbuhan.

Kesehatan seseorang merupakan refleksi keseimbangan proses tubuh

yang sangat bergantung pada asupan zat gizi baik dalam segi kualitas ataupun

kuantitasnya. Kekurangan suatu zat gizi dapat menyebabkan gangguan pada

pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak, juga

perilaku. Peradangan dan pemanfaatan hemoglobin oleh parasit memegang

peranan penting dalam etiologi anemia pada malaria. Penelitian yang dilakukan

di daerah endemik malaria menunjukkan bahwa zat besi dibutuhkan untuk

pertumbuhan dan reproduksi parasit. Para penderita malaria asimtomatik

memiliki konsentrasi hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan dengan yang

tidak menderita malaria. Walaupun persentase sel darah merah yang terinfeksi

malaria biasanya lebih sedikit, anemia dapat timbul akibat blokade penempatan
17

sel darah merah oleh faktor penghambat seperti hematopoiesis. Remaja yang

memiliki infestasi parasit dapat mengalami anemia 6 kali lebih besar daripada

yang tidak memiliki infestasi parasit. (20)

2.3.2. Tingkat Pengetahuan Tentang Anemia

2.3.2.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah orang yang melakukan penginderaan terhadap obyek

tertentu sehingga orang tersebut menjadi tahu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia, yaitu indera penglihatan (mata), indera pendengaran (telinga),

indera penciuman (hidung), indera perasa (lidah) dan indera peraba (tangan).

Sebagaian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan remaja

putri tentang anemia merupakan faktor yang dapat mempengaruhi sikap dan

perilaku terhadap pencegahan anemia, seperti makan makanan bergizi seimbang,

mengkonsumsi minuman yang dapat membantu penyerapan zat besi,

megkonsumsi tablet Fe jika perlu, dan menghindari hal yang dapat mengganggu

penyerapan zat besi seperti mengkonsumsi makanan dengan minum teh, kopi dan

susu. (25)

2.3.2.2. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang cukup dalam dominan kognitif mempunyai 6 tingkat

pengetahuan yaitu :
18

a) Know (Tahu) Tahu dapat diartikan dengan mengingat suatu materi yang telah

di pelajari sebelumnya dan mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang

di pelajari. (26)

b) Comprehension (Memahami) Mampu menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

(27)

c) Application (Aplikasi) Kemampuan untuk menerapkan materi yang telah

dipelajari pada situasi yang sebenarnya (riil), dengan menggunakan

hukumhukum, rumus, metode, prinsip dan lain sebagainya dalam konteks

atau situasi lain. (26)

d) Analysis (Analisa) Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

ke dalam komponen yang ada, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja.(27)

e) Synthesis (sintesis) Suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasiformulasi yang ada. (26)

f) Evaluation (evaluasi) Kemampuan untuk penelitian terhadap suatu objek.

Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria yang ada.

2.3.2.3. Faktor Yang Memengaruhi Tingkatan Pengetahuan

Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan diantaranya:

a. Tingkat Pendidikan
19

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perubahan perilaku positif yang meningkat. Pada remaja putri yang

memiliki tingkat pendidikan SMA akan memberikan jawaban lebih rasional

dibandingkan remaja putri yang pendidikan SMP.(26)

b. Informasi

Seorang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas. Informasi tentang anemia pada remaja

biasanya didapat dari teman, keluarga, tetangga, media sosial seperti iklan

TV, informasi melalui Hp, brosur dan spanduk dll.(27)

c. Budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan

meliputi sikap dan keperayaan, pada hal ini remaja putri akan percaya

dengan orang yang lebih di tuakan dan mengikuti kebiasaan yang sudah ada,

jika pada jaman orag tua dahulu mengkonsumsi makanan dengan seadanya

maka kebiasaan tersebut akan diikuti oleh remaja putri seperti makan asal

kenyang tanpa mempertimbangkan nilai gizinya.(26)

d. Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan

tentang sesuatu yang bersifat informal. Pada pengalaman ini remaja putri

akan mencontoh dari pengalaman baik dari pengalaman dirinya sendiri atau

juga didapatkan dari pengalaman orang lain. Misalnya pengalaman orang

lain yaitumengkonsumsi daging akan membuat tambah gendut, dari


20

pengalaman temannya tersebut remaja putri akan merasa takut

mengkonsumsi daging. (27)

e. Sosial Ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semakin

tinggi tingkat ekonomi akan menambah pengetahuan. Sosial eknomi ini

memperngarhi akan zat gizi pada remaja putri, jika sosial ekonomi semakin

tinggi bisanya akan semakin tinggi juga kualitas makanan dengan gizi

seimbang akan terpenuhi, sebaliknya jika sosial ekonomi rendah maka akan

enggan memenuhi gizi seimbangnya.(26)

f. Umur

Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan

pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik

tentang pentingnya kebutuhan zat gizi seimbang untuk remaja putri,

biasanya disini yang lebih berperan adalah ibu yang memasak untuk

anaknya.(27)

2.3.2.4. Hubungan Pengetahuan Dengan Anemia

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti

bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Hasil penelitian pada remaja

putri di kabupaten Kendal menunjukan pada umumnya yaitu 84% (Kendal) dan
21

81% (Boja) pengetahuan responden tentang pengertian, tanda, gejala,

penyebab, akibat dan upaya pencegahan anemia masih kurang. (25)

Hasil penelitian lainnya menyebutkan ada hubungan antara pengetahuan

dengan kejadian anemia, remaja dengan pengetahuan yang kurang mempunyai

risiko 2,3 kali mengalami anemia dibandingkan dengan remaja yang

berpengetahuan baik, perilaku remaja putri yang kurang kearah positif, teori

Green mengatakan perilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga

terbentuk perilaku positif yang selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap

positif. (25)

2.3.3. Status Gizi Remaja

2.3.3.1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi

dapat pula diatikan sebagai gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari

keseimbangan energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh. (19) Status

gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan

oleh tubuh. Status gizi dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang,

status gizi normal, dan status gizi lebih. (23)

2.3.3.2. Pengukuran Status Gizi


22

Penilaian satatus gizi Penilaian status gizi dengan pengukuran langsung

berupa: antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik, dan pengukuran tidak

langsung berupa surveikonsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi.(23)

a. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia, ditinjau dari sudut

pandang gizi, maka antropomerti gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur

dan tingkat gizi. (23)

1). Berat badan Berat badan dijadikan pilihan utama karena berbagai

pertimbangan, antara lain: pengukuran atau standar yang paling baik,

kemudahan dalam melihat perubahan dan dalam waktu yang relatif singkat

yang disebabkan perubahan kesehatan dan pola konsumsi, dapat mengecek

status gizi saat ini dan bila dilakukan secara berkala dapat memberikan

gambaran pertumbuhan. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi beberapa

persyaratan yaitu: mudah dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain dan

mudah digunakan, harganya relatif murah dan mudah diperoleh, skalanya

mudah dibaca dan ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg. (23)

2). Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi

keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang. Selain itu, faktor umur dapat

dikesampingkan dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan

(Quac stick). Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan menggunakan

alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm.(23)

b. Indikator Antropometri
23

Indikator antropomerti adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indikator

antropometri bisa merupakan rasio satu pengukuran terhadap satu atau lebih

pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur. Indikator antropometri

yang sering digunakan yaitu Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi

Badan Umur (TB/U), dan Berat Badan Menurut Tinngi Badan (BB/TB).

Perbedaan pengunaan indikator tersebut akan memberikan gambaran

prevalensi status gizi yang beda.25 Berikut penjelasan dari indikator

antropometri tersebut:

1) Indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Indikator BB/U memberikan

indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi

tentang masalah gizi yang sifatnya kronis atau pun berat badan berkorelasi

positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata itu berat badan yang

rendah dapat disebabkan karena anknya pendek kronis atau karena diare,

penyakit infeksi lainya akut.26 Indikator BB/U ini memiliki kekurangan yaitu

sesitif terhadap perubahan kecil, kadang umur secara akurat sulit didapat,

indilator status gizi kurang saat sedang. Sedangkan kelebihaanya yaitu growth

monitoring, pengukuran yang berulang dapat mendekati grwoth pailure

karena indikasi atau KEP.(23)

2) Indikator Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Indikator TB/U memberikan

indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang

berlangsung lama misalnya kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh

atau pemberian makan yang kurang baik dari sejak lahir yang mengakibatkan

anak menjadi pendek. Indikator TB/U memiliki kekurangan kadang umur


24

secara akurat sulit didapat. Sedangkan kelebihan indikator ini dapat dijadikan

indikator status gizi masa lalu dan indikator sejahtera serta kemakmuran suatu

bangsa. (23)

3) Indikator Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Indikator BB/TB

memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akurat sebagai akibat dari

peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat), misalnya terjdi

wabah penyakit dan kekurangan makanan (kelaparan) yang mengakibatkan

anak menjdi kurus. Disamping itu indikasi masalah kekurusan, indikator ini

dapat juga memberikan indikasi kegemukan.Indikator BB/U merupakan

indikator status gizi saat ini, indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui

proposi badan (gemuk,normal,kurus) dan kelebihan umur tidak diketahui.

(23)

2.3.3.3. Hubungan Status Gizi dengan Anemia

Salah satu cara untuk mengetahui status gizi seseorang adalah dengan

pengukuran antropometri. IMT merupakan cara pengukuran status gizi secara

langsung yang berkontribusi secara signifikan dalam anemia. IMT pada orang

dengan anemia secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan IMT pada

orang tanpa anemia. Remaja yang memiliki IMT kurus berisiko anemia 1,4 kali

lebih besar dibandingkan remaja yang memiliki IMT normal dan gemuk. Hal ini

menunjukkan bahwa ukuran antropometri berhubungan dengan risiko terjadinya

anemia defisiensi zat gizi pada remaja. (6) Adapun penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan

anemia pada remaja putri. Remaja putri yang memiliki status gizi yang kurang
25

akan mengalami anemia, hal ini disebabkan karena asupan gizi dalam tubuh

kurang dan juga menyebabkan kebutuhan zat gizi dalam tubuh tidak terpenuhi

terutama kebutuhan gizi seperti zat besi dimana zat besi merupakan salah satu

komponen terpenting dalam pembentukan hemoglobin, dengan kurangnya asupan

zat besi dalam tubuh akan menyebabkan berkurangnya bahan pembentukan sel

darah merah, sehingga sel darah merah tidak dapat melakukan fungsinya dalam

mensuplai oksigen yang akan mengakibatkan tejadinya anemia.

Asupan Gizi yang Tidak Adekuat meliputi asupan energi, protein,

karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral dalam tubuh. Asupan energi, protein dan

zink berhubungan dengan status gizi remaja putri. Semakin tinggi asupan zat gizi,

maka semakin tinggi pula kadar hemoglobin dalam eritrosit, karena protein, zat

besi dan vitamin mempengaruhi kadar hemoglobin dalam eritrosit, sehingga

kemungkinan seseorang terkena anemia akan lebih kecil apabila asupan zat

gizinya baik. Kecukupan asupan Fe dalam tubuh tidak hanya dipengaruhi oleh

konsumsi makanan sumber Fe, namun juga dipengaruhi oleh variasi penyerapan

Fe. Variasi penyerapan Fe dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh perubahan

fisiologis tubuh seperti hamil, menyusui, nifas dan menstruasi. (27)

2.3.4. Tingkat Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga yaitu pendapatan anggota keluarga dari hasil perolehan

yang di dapat dari sumbersumber pendapatan. Pendapatan rumah tangga

diklarifikasikan meliputi upah atau gaji bagi anggota keluarga yang bekerja

sebagai buruh ataupun karyawan, pendapatan dari usaha anggota keluarga, dan
26

penghasilan lainnya yang diperoleh anggota rumah tangga sebagai pendapatan

rumah tangga.5 Menurut Intha 6 pendapatan rumah tangga dapat diartikan sebagai

pendapatan dari seluruh anggota keluarga yang berasal dari sumber – sumber

pendapatan. Pendapatan keluarga merupakan salah satu peubah ekonomi yang

cukup dominan sebagai determinan konsumsi pangan. Pendapatan keluarga yang

memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat

menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun sekunder.

Pendapatan/ penghasilan yang kecil tidak dapat memberi cukup makan pada

anggota keluarga, sehingga kebutuhan keluarga tidak tercukupi. (12)

Penelitian gizi dan makanan oleh pusat penelitian dan pengembangan gizi,

konsumsi pangan berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi. Pendapatan dapat

menentukan pola makan, daya beli dan ketersediaan pangan. Semakin tinggi

pendapatannya, semakin besar persentase belanja, terutama sumber protein dan

buah- buahan. Dengan demikian, pendapatan merupakan faktor yang menentukan

kuantitas dan kualitas makanan. (12)

2.4. Dampak Anemia Pada Remaja Putri

Anemia remaja yang tidak tertangani dengan baik dapat berlanjut

hingga dewasa dan dapat meningkatkan kesakitan dan kematian terutama pada

perempuan. Perempuan hamil yang mengalami anemia defisiensi besi dapat

mengalami persalinan prematur dan berat bayi lahir rendah. Hal ini

dikarenakan zat besi yang dibutuhkan selama kehamilan digunakan utnuk


27

meningkatkan produksi eritrosit dan Hb yang disalurkan ke janin untuk

pemenuhan kebutuhan oksigen. (18)

Anemia defisiensi besi merupakan masalah umum yang dihadapi oleh

anak-anak dan remaja karena dapat menyebabkan efek negatif pada prestasi

akademik dan produktivitas kerja. Enzim-enzim di otak merupakan fungsi

pertama dalam tubuh yang dipengaruhi oleh defisiensi besi sehingga

berpengaruh dalam perilaku dan aspek kognisi. Efek karena defisiensi besi

pada masa pertumbuhan adalah ireversibel. Pada fase kehidupan selanjutnya,

defisiensi besi menyebabkan konsekuensi yang tidak diharapkan pada mental

dan aktivitas akademik. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa anak-

anak dan remaja yang kekurangan zat besi memiliki nilai IQ rendah, ketepatan

dan konsentrasi yang buruk. Disamping itu, kemampuan mengatur suhu tubuh

menurun, dapat menimbulkan sifat apatis, dan mudah tersinggung. (26)

2.5. Pencegahan Anemia

Cara mencegah dan mengobati anemia adalah (27):

1) Meningkatkan konsumsi makanan bergizi

Makan makanan yang banyak mengandung zat besi berasal dari bahan

makanan hewani (daging, ikan, ayam) dan bahan makanan nabati (sayuran

hijau, kacang-kacangan). Makan sayuran dan buah yang banyak mengandung

vitamin C (daun katuk, bayam, daun singkong, jambu, jeruk) sangat bermanfaat

untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

1) Menambah pemasukan zat besi dalam tubuh dengan minum


28

TTD Wanita mengalami hamil, menyusui, sehingga kebutuhan zat

besinya sangat tinggi yang perlu disiapkan sedini mungkin semenjak remaja.

Tablet tambah darah mampu mengobati wanita dan remaja putri yang

menderita anemia, meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan kerja dan

kualitas sumber daya manusia serta generasi penerus.

Sebuah kajian menunjukkan hasil yang positif antara konsumsi tablet

besi dengan nilai rata-rata akhir semester (p= 0,003). Ini berarti bahwa siswi

yang memiliki nilai rata-rata tinggi mengkonsumsi TTD lebih bagus daripada

siswi yang memiliki nilai rata-rata rendah dengan kecenderungan tidak

mengkonsumsi TTD . Suplementasi TTD efektif untuk mengurangi tanda-tanda

vertigo/pusing, mudah emosi, gejala depresi, dan tidak enak badan.

2) Mengobati penyakit yang dapat menyebabkan atau memperberat

anemia seperti: kecacingan, malaria, dan penyakit TBC.

Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi

yang tidak diinginkan. Jika terjadi infeksi parasit, tidak bisa disangkal lagi

bahwa cacing tambang menjadi penyebabnya. Parasit dalam jumlah besar dapat

mereduksi penyerapan zat besi, oleh karena itu parasit harus dimusnahkan

secara rutin. Bagaimanapun juga, jika pemusnahan parasit usus tidak dibarengi

dengan langkah pelenyapan sumber infeksi, reinfeksi dapat terjadi kembali.

Pemusnahan cacing itu sendiri dapat efektif menurunkan jumlah parasit, tetapi

manfaatnya di tingkat Hb sangat sedikit. Jika asupan zat besi ditambah seperti

suplementasi zat besi, kadar Hb akan bertambah meskipun parasitnya sendiri

belum tereliminasi.
29

Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan. Kandungan zat besi

dalam makanan berbeda-beda, dimana makanan yang kaya akan kandungan zat

besi adalah makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati dan

ayam). Makanan nabati (seperti sayuran hijau tua) walaupun kaya akan zat

besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus. (3)

Rendahnya asupan zat besi ke dalam tubuh yang berasal dari konsumsi

zat besi dari makanan sehari-hari merupakan salah satu penyebab terjadinya

anemia. Asupan zat besi kedalam tubuh remaja putri dipengaruhi : (23)

1. Konsumsi Zat Besi

Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme (40%) dan

besi non hem. Besi non hem merupakan sumber utama zat besi dalam

makanan. Terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya sayuran hijau,

kacang-kacangan, kentang dan serealia serta beberapa jenis buah-

buahan. Sedangkan besi hem hampir semua terdapat dalam makanan

hewani antara lain daging, ikan, ayam, hati dan organ – organ lain.

2. Sebagian besar penduduk di negara yang (belum) sedang berkembang

tidak (belum) mampu menghadirkan bahan kaya Fe di meja makan.

3. Dalam masa remaja, khususnya remaja putri sering sangat sadar akan

bentuk tubuhnya, sehingga banyak yang membatasi konsumsi

makanannya. Bahkan banyak yang berdiit tanpa nasehat atau pengawasan

seorang ahli

4. kesehatan dan gizi, sehingga pola konsumsinya sangat menyalahi kaidah-

kaidah ilmu gizi. Banyak pantang atau tabu yang ditentukan sendiri
30

berdasarkan pendengaran dari kawannya yang tidak kompeten dalam soal

gizi dan kesehatan, sehingga terjadi berbagai gejala dan keluhan yang

sebenarnya merupakan gejala kelainan gizi.

5. Banyak remaja putri yang sering melewatkan dua kali waktu makan dan

lebih memilih kudapan. Padahal sebagian besar kudapan bukan hanya

hampa kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi, selain dapat

mengganggu (menghilangkan) nafsu makan. Selain itu remaja khususnya

remaja putri semakin menggemari junk food yang sangat sedikit (bahkan

ada yang tidak ada sama sekali) kandungan kalsium, besi, riboflavin, asam

folat, vitamin A dan vitamin. (3)

Banyaknya zat besi yang ada dalam makanan yang kita makan yang dapat

dimanfaatkan oleh tubuh kita tergantung pada tingkat absorbsinya. Diperkirakan

hanya 5-15% besi makanan diabsorbsi oleh orang dewasa yang berada dalam

status besi baik. Dalam keadaan defisiensi besi absorbsi dapat mencapai 50%.

Penyerapan zat besi di dalam usus yang kurang baik (terganggu) juga merupakan

penyebab terjadinya anemia. Zat besi dari pangan hewani lebih mudah diserap,

yaitu antara 10-20 persen, sedangkan dari pangan nabati hanya sekitar 1-5 persen.

Oleh karena itu, mengkonsumsi zat besi dari pangan hewani jauh lebih baik

daripada pangan nabati. Besi-hem yang merupakan bagian dari hemoglobin dan

mioglobin yang terdapat dalam daging hewan dapat diserap oleh tubuh dua kali

lipat daripada besi-nonheme. (2)

Penyerapan zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu : (27)


31

1. Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang

dibutuhkan. Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan

meningkat.

2. Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan

penyerapan. Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih

mudah diserap oleh mukosa usus.

3. Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat

meningkatkan absorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri

4. menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan

melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam

askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar

25 – 50 persen.

5. Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentuknya

kompleks besi, fosfat yang tidak dapat diserap.

6. Adanya fitat dan oksalat dalam sayuran, serta tanin dalam teh juga akan

menurunkan ketersediaan Fe

7. Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe.

8. Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan

penyerapan Fe.

9. Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe.


32

2.6. Remaja

2.6.1. Pengertian Remaja

Menurut WHO (World Health Organization) remaja merupakan suatu

masa ketika individu berkembang pada pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual.(25) Individu

mengalami perkembangan psikologis dan pola dentifikasi dari kanak-kanak

menjadi dewasa dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang

penuh kepada keadaan yang relatif mandiri. WHO menetapkan batas usia 10

samapai 20 tahun sebagai batasan usia remaja.

Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki-laki yang berada

pada usia antara anak-anak dan dewasa. Selama proses tumbuh kembangnya

menuju dewasa berdasarkan kematangan psikososial dan seksual usia remaja

dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu masa remaja awal atau dini (early

adolescenes) usia 11 – 13 tahun, masa remaja pertengahan (middle adolescenes)

usia 14 – 16 tahun, dan masa remaja lanjut (late adolescenes) usia 17 – 20 tahun.

Pengertian lainnya menyebutkan remaja merupakan suatu masa kehidupan

individu dimana terjadi eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri.

Pada masa transisi dari masa anak-anak ke remaja, individu mulai

mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi lebih berbeda. Remaja

mulai memandang diri dengan penilaian dan standar pribadi, tetapi kurang dalam

interpretasi perbandingan sosial. (25)


33

2.6.2. Kebutuhan Zat Besi Pada Remaja

Kebutuhan zat besi pada remaja putri dipengaruhi oleh: (24)

1. Pertumbuhan Fisik

Pada usia remaja tumbuh kembang tubuh berlangsung lambat bahkan akan

berhenti menjelang usia 18 tahun, tidak berarti faktor gizi pada usia ini tidak

memerlukan perhatian lagi.Selain itu keterlambatan tumbuh kembang tubuh pada

usia sebelumnya akan dikejar pada usia ini. Ini berarti pemenuhan kecukupan gizi

sangat penting agar tumbuh kembang tubuh berlangsung dengan sempurna. Taraf

gizi seseorang, dimana makin tinggi kebutuhan akan zat besi, misalnya pada masa

pertumbuhan, kehamilan dan penderita anemia.

2. Aktivitas Fisik

Sifat energik pada usia remaja menyebabkan aktivitas tubuh meningkat

sehingga kebutuhan zat gizinya juga meningkat.

2.6.3. Kehilangan Zat Besi Pada Remaja Putri

Pendarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia, misalnya

pada peristiwa:

1. Pendarahan

Pendarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Setelah

mengalami pendarahan yang cepat, maka tubuh akan mengganti cairan plasma

dalam waktu 1 sampai 3 hari, namun hal ini akan menyebabkan konsentrasi sel

darah merah menjadi rendah. Bila tidak terjadi pendarahan yang kedua, maka

konsentrasi sel darah merah biasanya kembali normal dalam waktu 3 sampai 6

minggu. Pada kehilangan darah yang kronis, penderita sering kali tidak dapat
34

mengabsorbsi cukup besi dari usus halus untuk membentuk hemoglobin secepat

darah yang hilang. Kemudian terbentuk sel darah merah yang mengandung sedikit

sekali hemoglobin, sehingga menimbulkan keadaan anemia. (28)

2. Menstruasi

Menstruasi adalah runtuhnya jaringan epitel endometrium akibat pengaruh

perubahan siklik keseimbangan hormonal reproduksi wanita.

Ciri-ciri menstruasi normal:

1. Lama siklus antara 21-35 hari (28+7 hari)

2. Lama perdarahan 2-7 hari

3. Perdarahan 20-80 cc per siklus (50+30 cc)

4. Tidak disertai rasa nyeri

5. Darah warna merah segar dan tidak bergumpal

Pada remaja putri mulai terjadi menarche dan mensis yang disertai

pembuangan sejumlah zat besi. (21)

3. Cacingan

Kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit seperti

cacing tambang (Ancilostoma dan Necator), Scistosoma dan mungkin Trichuris

trichiura. Darah yang hilang akibat infestasi cacing tambang bervariasi antara 2-

100 cc/hari, tergantung pada beratnya infestasi. Kisaran jumlah darah yang

dihisap oleh Necator americanus ialah 0,031±0,015 cc per ekor. Perkiraan jumlah

cacing pada setiap orang yang terinfestasi rata-rata 350 ekor. Jika jumlah zat besi

dihitung berdasarkan banyaknya telur cacing yang terdapat dalam tinja, jumlah zat
35

besi yang hilang perseribu telur adalah sekitar 0,8 mg (untuk Necator americanus)

sampai 1,2 mg (untuk Ancylostoma duodenale) sehari. (29)

2.7. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Pada Remaja

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada dasarnya adalah

mengatasi penyebabnya. Pada anemia berat (kadar Hb < 8 gr%) biasanya ada

penyakit yang melatarbelakangi, yaitu penyakit TBC, infestasi cacing, dan

malaria, sehingga penanggulangan pada anemianya harus dilaksanakan

pengobatan terhadap penyakit-penyakit tersebut. Sedangkan upaya pencegahan

dan penanggulangan anemia akibat kekurangan konsumsi besi pada remaja

adalah: (30)

1) Pendidikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi besi dan

sumber alami, terutama makanan sumber hewani yang mudah diserap

seperti hati, ikan daging, dan lain-lain serta dari makanan yang

difortifikasi. Selain itu juga makanan yang banyak vitamin C dan vitamin

A (buah dan sayur) untuk membantu penyerapan besi dan membantu

proses pembentukan Hb.

2) Suplementasi besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu untuk

meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat.

3) Gerakan minum TTD bersama bagi semua siswi

SMP/MTS/SMA/SMK/MA seminggu sekali yang waktu pelaksanaannya

ditentukan oleh kebijakan masing-masing sekolah. Dengan demikian

suplementasi besi hanya merupakan salah satu upaya pencegahan dan


36

penanggulangan anemia yang perlu diikuti dengan cara lain. Ketentuan

dalam pemberian TTD untuk remaja putri dan WUS adalah tablet tambah

darah yang mengadung 60 mg elemental iron dan 0,25 mg asam folat

adalah sebagai berikut:

1) Pencegahan: diberikan kepada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan kadar

Hb, dengan dosis 1 tablet/minggu sepanjang tahun melalui program

Gerakan Minum TTD bersama.

2) Pengobatan: diberikan pada sasaran yang anemia (kadar Hb <12 gr%),

dengan dosis sesuai dengan anjuran dari dokter sampai dengan kadar Hb

mencapai > 12 gr%. Pemeriksaan Hb dilakukan setelah 1 bulan, bila kadar

Hb masih kurang dari 12 gr%, pengobatan diteruskan sambil mencari

penyakit yang menyertainya. Bila tidak ada perbaikan dirujuk untuk

pemeriksaan lebih lanjut.

← 2.8. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat

praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya . (27) Hipotesis dalam penelitian

ini adalah:

1) Ada hubungan pengetahuan remaja putri tentang anemia dengan

kejadian anemia remaja putri di SMP AMPERA Kecamatan Hamparan

Perak, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2020.


37

2) Ada hubungan status gizi remaja putri dengan kejadian anemia remaja

putri di SMP AMPERA Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2020.

3) Ada hubungan pendapatan orang tua dengan kejadian anemia remaja

putri di SMP AMPERA Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2020.


38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskritif analitik dengan menggunakan

pendekatan cross sectional untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan

dengan kejadian anemia pada Remaja Putri SMP AMPERA Kecamatan

Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2020.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP AMPERA, Dusun Emplasmen B, Bulu

Cina, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera

Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Oktober 2020 dimulai dari

pengajuan judul, penelusuran daftar pustaka, survei awal, bimbingan dan sidang

proposal.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau yang diteliti. Populasi

dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswi SMP Ampera Tahun 2020 kelas IX

berjumlah 46 siswa.
39

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel dalam penelitian ini akan

diambil secara purposive sampling dimana peneliti menentukan

pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan

tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.

Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 46 orang.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Responden adalah remaja putri di SMP Ampera Dusun Emplasmen B,

Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak kelas IX

b. Responden sudah mengalami menstruasi

c. Bersedia menjadi responden

d. Tidak mempunyai penyakit kronis yang berdampak pada anemia

Kriteria eksklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sampel, yaitu :

a. Siswi yang tidak bersedia menjadi responden.

3.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep “faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian

Anemia pada Remaja Putri SMP AMPERA Tahun 2020” adalah sebagai berikut:
40

Variabel Independent Variabel Dependent

Pengetahuan

Status Gizi Anemia Pada Remaja Putri

Pendapatan Orang Tua

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.5. Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran

3.5.1. Defenisi Operasional

Tabel 3.5.1. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Kategori Hasil ukur Skala


Ukur
Pengetahuan Segala sesuatu yang Kuesioner 1. Baik 8-10 pertanyaan Ordinal
diketahui oleh remaja (10 soal) 2. Cukup benar
tentang anemia 3. Kurang 5-7 pertanyaan
benar
1-4 pertanyaan
benar
Status Gizi Keseimbangan gizi TB=Mikr 1. Normal IMT=18,5-24,9 Ordinal
remaja yang diukur otoise 2. Tidak IMT=< 18,5
dari IMT BB=Timb Normal dan >24,9
angan

Pendapatan Penghasilan orang tua Kuesioner 1. UMR ≥UMR Ordinal


Orang Tua dalam 1 bulan 2. Dibawa <UMR
h UMR
Anemia Kekurangan zat besi Kadar Hb 1. Anemia <11g/dl Ordinal
Remaja pada remaja yang 2. Tidak ≥11 g/dl
ditegakkan Anemia
berdasarkan gejala
dan diagnose dokter
41

3.5.2. Aspek Pengukuran

1. Aspek pengukuran terhadap tingkat pengetahuan dapat diukur dengan

menggunakan skala pengukuran pengetahuan yang dapat dikategorikan sebagai

berikut:

a. Kategori baik yaitu jika 8-10 pertanyaan dijawab benar.

b. Kategori cukup yaitu jika 5-7 pertanyaan dijawab benar.

c. Kategori Kurang 1-4 pertanyaan dijawab benar.

2. Aspek pengukuran terhadap status gizi dapat diukur dengan menggunakan skala

pengukuran yang dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Kategori normal yaitu IMT 18,5-24,9 kg/m2.

b. Kategori tidak normal yaitu jika < 18,5 kg/m2 dan > 24,9 kg/m2.

3. Aspek pengukuran pendapatan orang tua dapat diukur dengan menggunakan

skala pengukuran yang dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Kategori UMR yaitu jika pendapatan ≥ UMR.

b. Kategori dibawah UMR yaitu jika pendapatan < UMR.

4. Aspek pengukuran anemia dapat diukur dengan menggunakan skala

pengukuran yang dapat dikategorikan sebagai berikut:

c. Kategori anemia yaitu jika Hb <11 g/dl.

d. Kategori tidak anemia yaitu jika Hb ≥ 11 g/dl.


42

3.6 Tehnik Pengumpulan Data

3.6.1 Data Primer

Data primer diperoleh secara langsung dari wawancara. Data primer dapat

berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi

terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.

3.6.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti

secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak

lain). Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari literatur mengenai anemia

remaja.

3.7 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari wawancara untuk mengetahui faktor- faktor yang

berhubungan dengan kejadian Anemia pada Remaja Putri SMP AMPERA Tahun

2020 diolah dengan tahapan sebagai berikut :

a. Editing

Kegiatan ini meneliti kembali apakah kuesioner sudah lengkap. Editing

dilakukan ditempat pengumpulan data sehingga apabila ada kekurangan dapat

segera dilengkapi seperti mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi,

memelihara kembali isi instrument pengumpulan data dan mengecek macam isi

data.
43

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric terhadap data yang

terdiri atas kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan data

analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat

juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan

kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.

c. Tabulating

Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan diproses dengan

menggunakan tabel tertentu menurut sifat dan kategorinya.

d. Entering

Entering adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

kedalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat tabel

kontigensi.

e. Scoring

Scoring adalah memberikan skor pada variabel yang digunakkan untuk

analisis data, skor yang diperoleh diolah dengan cara membandingkan jumlah

skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100%

dan hasilnya berupa presentase.

f. Cleaning (Pembersihan data)

Data yang telah di entry diperiksa kelengkapannya dan kebenarannya. (30)

3.8 Analisis Data


44

Data hasil wawancara dampak kesehatan akan dianalisis dengan cara:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan pada suatu variabel dari hasil penelitian, yang

bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini ditampilkan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi, mean, median, modus, varian, dan standart deviasi. (30) Pada

penelitian ini data hanya disajikan dalam distribusi frekuensi karena data bersifat

kategorik.

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat untuk menganalisis hubungan masing-masing variabel

bebas dengan variabel terikat, dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi

Square.(16) Dari hasil perhitungan statistik akan diketahui ada tidaknya signifikan

antara variabel yang diteliti dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 95%, chi

square tabel maka terdapat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat,

tetapi bila chi square hitung lebih kecil dari nilai chi square tabel maka tidak

terdapat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, bisa juga melihat

nilai p, bila nilai p< 0,05 berarti terdapat hubungan yang bermakna antara kedua

variable. .
45

DAFTAR PUSTAKA

1. Utami BN, Surjani S, Mardiyaningsih E. Hubungan Pola Makan dan Pola


Menstruasi dengan Kejadian Anemia Remaja Putri. J Keperawatan
Soedirman. 2015;
2. Amir N, Djokosujono K. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) pada Remaja Putri di Indonesia:
Literatur Review. J Kedokt dan Kesehat. 2019;
3. Arumsari E. Faktor Risiko Anemia Pada Remaja Putri Peserta Program
Pencegahan Dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) Di Kota
Bekasi. J Gizi dan Pangan. 2008;
4. Handayani EY. Eka yuli handayani*. Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pernikahan Usia Dini Pada Remaja Putri Di Kec Tambusai Utara
Kabupaten Rokan Hulu Factors. 2014;
5. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman pencegahan dan penanggulanngan
anemia pada remaja putri dan WUS. Direktorat Gizi Masy. 2016;
6. Kaimudin N, Lestari H, Afa J. SKRINING DAN DETERMINAN
KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI SMA NEGERI 3
KENDARI TAHUN 2017. J Ilm Mhs Kesehat Masy Unsyiah. 2017;
7. Harahap NR. FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI. Nurs Arts. 2018;
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;
9. Riswan M. Anemia Defisiensi Besi pada Wanita Hamil di Beberapa
Praktek Bidan Swasta dalam Kota Madya Medan. Univ Sumatera Utara.
2003;
10. Basith A, Agustina R, Diani N. FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA
PUTRI. Dunia Keperawatan. 2017;
11. Oktalina E. Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMAN 1 Lubuk
Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2011. Fak Kesehat Masy Univ
Indones. 2011;
12. Anis Fadhylah. Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian
Anemia pada Remaja Putri Di SMPN 1 Kokap Kabupaten Kulon Progo
Tahun 2019. J Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. 2019;
13. Azzahroh P, Rozalia F. FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA N 2
KOTA JAMBI. Ilmu dan Budaya. 2018;
14. Nurbaiti N. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pencegahan Anemia
pada Remaja Putri di SMA Negeri 4 Kota Jambi Tahun 2018. J Ilm Univ
Batanghari Jambi. 2019;
15. Ningsih K, Batubara S. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Anemia Pada Remaja Putri Di Smp N 3 Kecamatan Tebing Kabupaten
Karimun Tahun 2017. J Kedokt Klin. 2017;
16. Martini. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia
46

Pada Remaja Putri Di Man 1 Metro. J Kesehat Metro Sai Wawai. 2015;
17. Putri SS, Supena A, Yatimah D. Dukungan sosial orangtua anak tunarungu
usia 11 tahun di SDN Perwira Kota Bogor. J Educ J Pendidik Indones.
2019;
18. Suryani D, Hafiani R, Junita R. ANALISIS POLA MAKAN DAN
ANEMIA GIZI BESI PADA REMAJA PUTRI KOTA BENGKULU. J
Kesehat Masy Andalas. 2017;
19. Listiana A. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Anemia Gizi Besi pada Remaja Putri di SMKN 1 Terbanggi Besar
Lampung Tengah. J Kesehat. 2016;
20. Jaelani M, Simanjuntak BY, Yuliantini E. Faktor Risiko yang Berhubungan
dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri. J Kesehat. 2017;
21. Kristiani S, Wibowo TA, Winarsih. Hubungan Anemia dengan Siklus
Menstruasi pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Imogiri , Bantul ,
Yogyakarta Tahun 2013. J Stud Pemuda. 2014;
22. Permatasari T, Briawan D, Madanijah S. Efektivitas Program Suplementasi
Zat Besi pada Remaja Putri di Kota Bogor (Effectiveness of Iron
Supplementation Programme in Adolescent girl at Bogor City). J Mkmi.
2018;
23. Permatasari T, Briawan D, Madanijah S. Efektifitas Program Suplementasi
Zat Besi pada Remaja Putri di Kota Bogor. Media Kesehat Masy Indones.
2018;
24. Kirana DP, Kartini A. Hubungan Asupan Zat Gizi dan Pola Menstruasi
dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA N 2 Semarang. Hub
Asupan Zat Gizi dan Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia pada
Remaja Putri di SMA N 2 Semarang. 2011;
25. Mularsih S. HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI
TENTANG ANEMIA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN ANEMIA
PADA SAAT MENSTRUASI DI SMK NUSA BHAKTI KOTA
SEMARANG. J Kebidanan. 2017;
26. Mustika I, Hidayati L S, Kusumawati E, Lusiana N. ANEMIA
DEFISIENSI BESI DAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP
SIKLUS MENSTRUASI REMAJA PUTRI. J Kesehat. 2019;
27. Sari D. Anemia Gizi Besi pada Remaja Putri di Wilayah Kabupaten
Banyumas. J Kesmas Indones. 2016;
28. Putri PH, Sulistiyono A, Mahmudah M. Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Anemia pada Kehamilan Usia Remaja. Maj Obstet Ginekol.
2015;
29. Suryani D, Hafiani R, Junita R. ANALISIS POLA MAKAN DAN
ANEMIA GIZI BESI PADA REMAJA PUTRI KOTA BENGKULU. J
Kesehat Masy Andalas. 2017;
30. Silalahi V, Aritonang E, Ashar T. POTENSI PENDIDIKAN GIZI DALAM
MENINGKATKAN ASUPAN GIZI PADA REMAJA PUTRI YANG
ANEMIA DI KOTA MEDAN. J Kesehat Masy. 2016;
47

LEMBAR KUESIONER
FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
ANEMIA PADA REMAJA PUTRI SMP AMPERA TAHUN 2020

IDENTITAS RESPONDEN

No :
Nama :
Umur :
Pekerjaan Orang Tua :

KUESIONER PENGETAHUAN ANEMIA

Pilihlah salah satu jawaban yang benar dengan memberikan tanda silang(x)
pada pertanyaan dibawah ini.

1.Yang dimaksud dengan anemia adalah ?


a. Suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal
b. Darah rendah dalam tubuh
c. Suatu keadaan kadar hemoglobinnya meningkat

2.Apa saja tanda dan gejala anemia ?


a. Cepat lelah, pucat pada kulit dan telapak tangan
b. Diare dan kejang
c. Nyeri dan kaki pegal

3.Menurut anda apa penyebab remaja putri lebih berisiko terkena anemia adalah ?
a. Remaja putri cenderung melakukan diet
b. Sering mengkonsumsi makanan siap saji seperti bakso dan mie ayam
c. Kehilangan darah akibat peristiwa haid setiap bulannya

4.Menurut anda, kelompok yang paling berisiko menderita anemia adalah ?


a. Remaja putri
b. Remaja putra
48

c. Lansia

5.Dampak anemia terhadap remaja putri adalah ?


a. Konsentrasi belajar menurun
b. Selalu terlambat dating bulan
c. Bibir pecah-pecah

6. Faktor apa yang menyebabkan wanita kehilangan zat besi yang berlebihan
dalam tubuh ?
a. Menstruasi
b. Kurang konsumsi makanan yang bergizi
c. Tidak tau

7. Hal yang anda ketahui sebagai calon ibu nantinya tentang dampak jika
mendertia anemia pada masa kehamilan (persalinan) adalah ?
a. Mual dan muntah saat kehamilan
b. Rambut rontok saat hamil
c. Adanya risiko keguguran dan perdarahan pada saat melahirkan

8. Anemia pada remaja putri dapat dicegah dengan banyak mengkonsumsi ?


a. Makanan yang berlemak seperti cokelat
b. Makanan sumber zat besi seperti daging sapi, hati ayam
c. Makanan yang lunak seperti bubur

9. Dibawah ini merupakan makanan sumber zat besia atau makanan penambah
darah yang berasal dari nabati adalah ?
a. Daun singkong dan bayam
b. Tahu dan tempe
c. Hati ayam dan daging sapi

10. Vitamin yang berperan dalam meningkatkan zat besi adalah ?


49

a. Vit A
b. Vit C
c. Vit D

KUESIONER STATUS GIZI

TB :
BB :
IMT :

KUESIONER PENDAPATAN ORANG TUA

Nama Orang Tua :


Pendapatan orang tua per bulan : a. sama dengan UMR (Rp. …...………)
b.dibawah UMR (Rp………………….)

PEMERIKSAAN Hb

Kadar Hb : …………g/dl

Jawaban Kuesioner Pengetahuan Anemia:


1. A
2. A
3. C
4. A
5. A
6. A
7. C
8. B
9. A
10. C

Anda mungkin juga menyukai