Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEORI MENGENAI INFORMENT CONSENT AND REFUSAL

DOSEN PEMBIMBING

TUTU OKTRIANI ,S .ST, M.Keb

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1

EZI OLIVIA ( 191012115201001 )

DINDA DWI PUTRI (191012115201002)

PUTRI SURI YANTI UTAMI ( 191012115201005 )

YENI PUTRI ( 191012115201010 )

FALKULTAS KEBIDANAN

INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat,taufik,


nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikanmakalah ini.
Shalawat dan juga salam-Nya semoga selalu tercurahlimpahkan kepada Rasul
utusan Allah SWT, Muhammad SAW kepadakeluarganya, sahabatnya, serta
umatnya yang selalu istiqomah di jalannya.

Makalah ini penulis buat dalam rangka memenuhi salah satu tugasmata
kuliah Aspek Legal Dalam Kebidanan.Makalah ini membahastentang“ Consent
and Refusal ”

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang


telahmembantu kesempurnaan makalah ini, terutama kepada dosen pembimbing
mata kuliah yang telah memberikan pencerahan dan telahmembimbing penulis
dalam pembelajaran. Penulis berharap semogamakalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan umumnya para pembaca. Penulis menyadari bahwa
dalam makalah ini masih jauh darikesempurnaan, maka penulis mengharapkan
kritik yang membangun dansaran dari para pembaca agar makalah ini menjadi
lebih baik dan sempurna.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kesehatanmerupakan


hak asasi manusia. Pada pasal 28 hasilkan bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkanlingkungan jiwa
yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan pelayanankesehatan. Melakukan
pelayanan kesehatan dalam rangkamempertahankan kesehatan yang optimal
harus dilakukan bersama-sama,oleh semua tenaga kesehatan sebagai
pertimbangan dari kebijakan.

Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun1996


tentang Tenaga Kesehatan pasal 22 ayat 1 untuk tenaga kesehatan jenis tertentu
dalam melaksanakan telkom profesinya berkewajiban untuk review diantaranya
adalah Kewajiban untuk review menghormati hak Pasien, memberikan
information yang berkaitan dengan kondisi dantindakan yang akan dilakukan,
dan kewajiban untuk review meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan
dilakukan.

Tenaga kesehatan yang tidak menunaikan hak pasien untuk memberikan


informed consent yang jelas, bisa dikategorikan ditolak kasushukum (mewakili
sifat hukum medik)dan dapat menimbulkan gugatanyang diduga sebagai praktik.
Belakangan ini masalah malpraktek medik (malpraktik medis) yang semakin
merugikan pasien semakin mendapat perhatian dari masyarakat dan sorotan
media massa. Lembaga BantuanHukum (LBH) Kesehatan Pusat di
Jakartamelaporkan sekitar 150 kasusmalpraktik telah terjadi di
Indonesia.Meskipun data tentang malpraktek yang diakibatkan oleh

Penjelasan dan persetujuan yang kurang jelasbelum bisadikalkulasikan,


tetapi kasus-kasus malpraktek baru mulai bermunculan.Dalam hal ini terkait
dengan Penelitian Kesehatan. Penelitian kesehatan merupakan langkah metode
ilmiah yang berorientasikan ataumemfokuskan kegiatannya pada masalah-
masalah yang timbul di bidangkesehatan. Kesehatan itu sendiri terdiri dari dua
sub bidang utama, yaitu pertama kesehatan individu yang berorientasikan klinis,
pengobatan. Sub bidang yang berorientasi pada kelompok atau masyarakat, yang
saling bertentangan. Selanjutnya sub bidang kesehatan ini terdiri dari
berbagaidisiplin ilmu, seperti pendidikan, keperawatan, epidemiologi,
pendidikankesehatan, kesehatan lingkungan, manajemen pelayanan kesehatan,
dsbgizi. Sub bidang tersebut saling terkait dengan masalah kesehatanmasyarakat
pada umumnya. Terkait dengan latar belakang tersebut, penelitian kesehatan
dapat diartikan sebagai suatu pertolongan untuk memecahkan suatu pertentangan
kesehatan, baik promotif, preventif,kuratif dan rehabilitasi serta masalah yang
berkaitan dengan tidak pastitersebut; dengan mencari bukti dan dilakukan
melalui langkah-langkahtertentu yang dapat diubah ilmiah, sistematis dan logis.

Akhir-akhir ini banyak dibicarakan di media massa masalah


duniakebidanan yang dihubungkan dengan hukum. Bidang kebidanan
yangdahulu dianggap profesi mulia, seakan-akan sulit tersentuh oleh
orangawam, kini mulai dimasuki unsur hukum. Salah satu tujuan dari
hukumatau peraturan atau deklarasi atau kode etik kesehatan atau
apapunnamanya, adalah untuk melindungi kepentingan pasien
disampingmengembangkan kualitas profesi bidan atau tenaga kesehatan.
Keserasianantara kepentingan pasien dan kepentingan tenaga kesehatan,
merupakansalah satu penunjang keberhasilan pembangunan sistem kesehatan.

Pada awal abad ke-20 telah tumbuh bidang hukum yang bersifatkhusus
( lex spesialis), salah satunya hukum kesehatan, yang berakar dari pelaksanaan
hak asasi manusia memperoleh kesehatan ( the Right to healthcare ). Masing-
masing pihak, yaitu yang memberi pelayanan ( medical providers ) dan yang
menerima pelayanan ( medical receivers ) mempunyaihak dan kewajiban yang
harus dihormati.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka penulis


mencoba merumuskan masalah mengenai Consent And Refusal(persetujuan dan
penolakan), antara lain;
1. Apa pengertian concent?
2. Apa pengertian Refusal?
3. Bagaimana pertanggungjawaban hukum mengenai informed
consentdan refusal?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa pengertian concent.
2. Mengetahui apa pengertian refusal.
3. Mengetahui bagaimana pertanggung jawaban hukum
mengenaiinformed concent dan refusal.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Informed Consent
1. Pengertian Informed Consent

Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti
informasi atau keterangan dan “consent” yang berarti persetujuanatau memberi
izin. Jadi pengertian Informed Consent adalah suatu persetujuan yang diberikan
setelah mendapat informasi. Dengan demikian Informed Consent dapat di
definisikan sebagai pernyataan pasien atauyang sah mewakilinya yang isinya
berupa persetujuan atas rencanatindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter
setelah menerimainformasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau
penolakan.Persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus
dilakukantanpa adanya unsur pemaksaan. Istilah Bahasa Indonesia
InformedConsent diterjemahkan sebagai persetujuan tindakan medik yang
terdiridari dua suku kata Bahasa Inggris yaitu Inform yang bermakna
Informasidan consent berarti persetujuan. Sehingga secara umum Informed
Consentdapat diartikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh seorang
pasienkepada dokter atas suatu tindakan medik yang akan dilakukan,
setelahmendapatkan informasi yang jelas akan tindakan tersebut.

Informed Consent menurut Permenkes No.585 / Menkes / Per /IX / 1989,


Persetujuan Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikanoleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakanmedik yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut.

2. Bentuk – bentuk Informed ConsentAda dua macam bentuk imformed consent


yaitu :
a. Dengan pernyataan (expression), dapat secara lisan dan secara tertulis
Expression consent adalah persetujuan yang dinyatakansecara lisan atau
tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan
tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien diberikan pengertian terlebih
dahulu tindakan apa yangakan dilakukan. Misalnya, pemeriksaan dalam
lewat anus ataudubur atau pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain
yangmelebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum
diperlukan pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan
saja. Namun bila tindakan yang akandilakukan mengandung resiko tinggi
seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan
pengobataninvasif, harus dilakukan secara tertulis.
b. Dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasaatau
normal dan dalam keadaan gawat darurat.
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasiensecara tersirat,
tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan iniditangkap dokter dari sikap
pasien pada waktu dokter melakukantindakan, misalnya pengambilan
darah untuk pemeriksaanlaboratorium, pemberian suntikan pada pasien,
penjahitan luka dansebagainya. Implied consent berlaku pada tindakan
yang biasadilakukan atau sudah diketahui umum.

3. Fungsi Informed Consent


a. Promosi dan hak otonomi perorangan.
b. Proteksi dari pasien dan subjek.
c. Mencegah terjadinya penipuan dan paksaan.
d. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk
e. Mengadakan instropeksi terhadap diri sendiri (self secrunity)
f. Promosi dari keputusan-keputusan rasional.
g. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu
nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan bio-medik
(Alexander Capron)

4. Waktu yang tepat dalam membuat informed consent

Keharusan adanya informed consent secara tertulis yangditandatangani


oleh pasien sebelum dilakukannya tindakan medik dilakukan di sarana
kesehatan seperti rumah sakit atau klinik karenaerat kaitannya dengan
pendokumentasiannya ke dalam catatan medik ( medical record ). Dengan
demikian, rumah sakit turut bertanggung jawab apabila tidak terpenuhinya
persyaratan informedconsent, maka tenaga medis yang bersangkutan dapat
dikenakansanksi.

Informed consent baru diakui bila pasien telah mendapatkaninformasi


yang jelas tentang tindakan medis yang akan dilakukanterhadap dirinya. Dalam
pemberian informasi ini, dokter berkewajibanuntuk mengungkapkan dan
menjelaskan kepada pasien dalam bahasasesederhana mungkin sifat
penyakitnya, sifat pengobatan yangdisarankan, alternatif pengobatan,
kemungkinan berhasil dan resikoyang dapat timbul serta komplikasi-komplikasi
yang tak dapat diubah.Pasien dapat saja menolak memberikan persetujuan
setelah diberikaninformasi melalui informed consent, penolakan tersebut
dikenaldengan istilah informed refusal. Hal ini dapat dibenarkan berdasarkanhak
asasi seseorang untuk menentukan apa yang hendak dilakukanterhadap dirinya.
Untuk informed refusal maka pasien harusmemahami segala konsekuensi yang
akan terjadi pada dirinya yangmungkin timbul akibat penolakan tersebut dan
tentunya dokternyatidak dapat dipersalahkan akibat karena penolakan tersebut.
Untuk penolakan tersebut maka dilakukan penandatangan oleh pasien
padalembar Penolakan Tindakan Kedokteran

5. Format isian informet consent

Format isian Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent),dengan ketentuan


sebagai berikut :

a. Diketahui dan ditanda tangani oleh dua orang saksi. Perawat bertindak
sebagai salah satu sak-si
b. Materai tidak diperlukan
c. Formulir asli harus disimpan dalam berkas re-kam medis pasien
d. Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan
medis dilakukan.
e. Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa telah
diberikan informasi dan penjelasan secukupnya.
f. Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus
membubuh-kan cap jempol ibu jari tangan kanan.

6. Hak pasien dalam informed consent


a. Hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan tindakan apa
yang hendak dilakukan oelh dokter terhadap dirinya.
b. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukannya.
c. Hak untuk memilih alternatif lain, jika ada
d. Hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan.

7. Peraturan yang mengatur informed consent di IndonesiaSebagai berikut :


a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992
tentangKesehatan.
b. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989tentang
Persetujuan Tindakan Medis.
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005tentang
Penyelanggaraan Praktik Kedokteran.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang TenagaKesehatan.
f. Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/888.

8. Etika dan hukuma.


a) Aspek Etika
a. Berdasar pada prinsip etika, yaitu otonomi pasien, dan hak asasi dasar
manusia
b. Pasien memiliki kebebasan mutlak, untuk:
 Memutuskan apa yang terjadi pada dirinya
 Mengumpulkan informasi sebelum menjalani suatu prosedur
tindak medis
c. Tidak seorangpun berhak untuk memaksa seorang pasien untuk
menjalani suatu tindak medis tertentu
d. Bahkan seorang dokter atau tenaga medis, hanya sebagai fasilitator
dalam hal keputusan medis pasien
e. Lebih jauh, penelitian-penelitian ilmiah menunjukkan bahwa para
dokter atau tenaga medis tidak selalu benar dalam menebak keinginan
pasien
f. Maka, konsekuensinya para dokter seharusnya tidak berasumsi
mengenai apa yang diinginkan pasien
g. Akan tetapi, menanyakan setiap pasien terlebih dahulu mengenai
sikap mereka terhadap terapi untuk perpanjang hidup, seperti
resusitasi kardiopulmonal, dalam hal untuk memenuhi kewajiban etika
ini, adalah tidak realistik
h. Kebanyakan pasien memiliki keinginan besar untuk hidup dan
berharap dokter melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan diri
mereka, atau memperpanjang hidup
i. Meski demikian, dokter semestinya berkonsentrasi pada pasien lanjut
usia yang mengindikasikan bahwa mereka memiliki kualitas hidup
yang buruk, atau tidak ada keinginan untuk hidup lebih lama, atau
pasien yang menderita sakit sangat berat
j. Sehingga hal tersebut di atas menjadikan para dokter berasumsi bahwa
pasien yang tidak masuk kategori ini, akan memilih resusitasi
kardiopulmonala.

b) Aspek Hukum:
a. Secara umum, menyentuh, atau melakukan suatu intervensi secara fisik
kepada seseorang, tanpa ada “persetujuan” daripadanya, dianggap
sebagai penganiayaan
b. Karenanya, memperoleh “consent” adalah suatu keharusan dalam suatu
tindakan medis/penelitian, selain daripada pemeriksaan fisik rutin pada
pasien yang datang untuk berobat ke dokter
c. Dalam hal pemeriksaan fisik dan investigasi medis yang rutin dan umum
dilakukan, tidak diperlukan consent tertulis, karena pasien yang datang
ke tempat praktik dokter untuk berobat, adalah suatu consent dari pasien
tersebut secara implisit
d. Namun, seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, tindakan
medis rutin seperti penjahitan luka kecil, dapat menjadi masalah bagi
seorang dokter IGD
e. Tanpa consent tertulis yang menjelaskan perihal perlunya rujukan ke
dokter bedah plastik, pasien/keluarganya dikemudian hari dapat
menuntut
f. Karena luka sembuh dengan jaringan parut, sehingga secara estetika kulit
bekas luka tersebut tampak buruk
g. Demikian halnya kepada seseorang yang mengalami
kegawatdaruratan/tidak sadarkan diri, misalnya karena kecelakaan
h. Dalam situasi ini, tindakan medis dapat segera dilakukan dokter, untuk
menyelamatkan nyawa pasien tersebut, tanpa harus meminta consent
tertulis

B. Informed Refusa.
1. Pengertian Informed Refusal
Dalam dunia medis Penolakan Tindakan Medis biasa disebutInformed
Refusal. Penolakan yang diinformasikan adalah antitesis dariinformed consent,
perpanjangan alami dari doktrin. Informed consentdibahas dengan sangat rinci
dalam literatur medis, hukum, danmanajemen risiko; sedangkan penolakan
berdasarkan informasi kurangmendapat perhatian. Tentu saja, informed
consent sangat penting untuk mengenali otonomi pasien, melindungi status
pasien sebagai manusia,dan menyediakan sarana untuk pengambilan keputusan
yang rasionalsambil melindungi penyedia layanan kesehatan dari risiko yang
terkaitdengan harapan yang tidak selaras. Proses informed consent
berkaitandengan ketentuan pengungkapan risiko dan manfaat dari
pengobatanyang diusulkan, sering pada pasien yang relatif cenderung
menerima pengobatan yang diusulkan. Dengan kata lain, jika seorang
pasiensedang berdiskusi tentang pengobatan yang diusulkan, tampaknyalogis
bahwa pasien menyatakan minat pada pengobatan yangdisarankan dan sedang
mencari informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan yang rasional
dan berdasarkan informasi.Sebaliknya, ketika seorang pasien tidak tertarik
pada prosedur dantidak terlibat dalam proses informed consent, perhatian yang
memadaimungkin tidak dibayarkan untuk mendapatkan penolakan
informasi.Kekhawatirannya adalah bahwa proses penolakan yang
diinformasikantidak didekati dengan cara yang sama atau dianggap dengan
tingkatkepentingan yang sama dengan informed consent.
Inti dari Informed Refusal adalah penolakan dari pasien untuk dilakukan
tindakan medis tertentu diputuskan sesudah diberikaninformasi oleh dokternya
yang menyangkut segala sesuatu yang berkenaan dengan tindakan tersebut.
Maksudnya pasien sudahmemahami segala konsekwensi yang mungkin timbul
sebagai akibat penolakan tersebut. Penolakan yang diinformasikan terkait
dengan proses informed consent, karena pasien memiliki hak untuk
menyetujui, tetapi juga dapat memilih untuk menolak.

2. Tujuan Informed Refusal


Hasil penelitian dapat diketahui bahwa Pasien memiliki hak untuk
menolak dilakukannya tindakan kedokteran. Hal ini didasarkan padaadanya
transaksi terapeutik antara dokter dan pasien yang eratkaitannya dengan
pelaksanaan hak dasar pasien atas pelayanankesehatan ( the right to health care),
dan hak untuk menentukan nasibsendiri (the right of self determination) yang
harus diakui dandihormati, Inti dari adanya penolakan tindakan kedokteran oleh
pasienadalah pasien akan menanggung segala akibat dari penolakan
tindakankedokteran tersebut, Akibat hukum dari adanya penolakan
tindakankedokteran oleh pasien adalah pasien akan menanggung sendiri
risikoyang terjadi atas dampak penolakan tindakan kedokteran tersebut.Selain
itu pasien tidak dapat mengajukan gugatan terhadap dokter ataupun rumah sakit
sebagai sarana pelayanan kesehatan apabilaterjadi hal-hal yang merugikan
pasien akibat dari adanya penolakan tindakan kedokteran oleh pasien tersebut.

3. Persyaratan informed refusal


a. Perawatan atau pengujuian yang diusulkan
b. Resiko manfaat penolakan
c. Hasil yang diharapkan dengan tanpa pengobatan dan
d. Terapi alternatif jika tersedia
4. Hal yang harus disampaikan
a) Situasi dan kondisi yg dialami pasien
b) Deskripsi mengenai bentuk prosedur yang akan dilakukan
c) Deskripsi mengenai kelebihan dan resiko prosedur yang
direkomendasikan
d) Alternatif prosedur lain yang ada di sertai keuntungan danresiko
e) Hasil yang dicapai disertai prognosis keberhasilan ( termasuk
penjelasan apa yang di maksud dengan berhasil )
f) Kemungkinan yang anda hadapi apabila tidak di lakukan prosedur
tindakan
g) Siapa saja orang yang terlibat dalam melakukan tindakan
h) Informasi lain yang di tanyakan atau di perlukan pasien atauorang yang
mewakilinya

C. .Pertanggung Jawaban Hukum Mengenai Informed Consent dan Refusal


Penyampaian informasi untuk melakukan tindakan medis lazimdikenal
dengan istilah ‘informed consent’. Pelaksanaan informed consentdan informed
refusal tidak hanya mengikuti protap (prosedur tetap) tetapisesungguhnya
mempunyai pertanggung jawaban hukum. Sebagai berikut : Undang-Undang
Kesehatan yang lama (UUK No 23 Tahun 1992), Informed consent tidak
tercantum secara khusus. Kita hanya dapat melihat dan disinggung sedikit
bahwa dalam keadaan darurat dimana dibutuhkan tindakan medis maka hanya
dapat dilakukan dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami
atau keluarganya (pasal 15 ayat 2 huruf c). Undang-Undang Kesehatan yang
baru (UUK No. 36 Tahun 2009), informed consent (menggunakan istilah bukan
informed consent) sudah lebih banyak disinggung. Misalnya pada pasal 8 yang
berbunyi, “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan
diterimanya dari tenaga kesehatan”.Selanjutnya pasal 56 ayat 1 berbunyi:
“Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hak pasien yang pertama adalah hak atas informasi. Dalam UU No23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 53 dengan jelas dikatakan bahwahak
pasien adalah hak atas informasi dan hak memberikan persetujuantindakan
medik atas dasar informasi (informed consent). Jadi, informedconsent
merupakan implementasi dari kedua hak pasien tersebut. Hak pasien tersebut
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dilindungiUndang-
Undang.Dalam dunia medis Penolakan Tindakan Medis biasa disebutInformed
Refusal. Penolakan yang diinformasikan adalah antitesis dariinformed consent,
perpanjangan alami dari doktrin. Informed consentdibahas dengan sangat rinci
dalam literatur medis, hukum, dan manajemenrisiko; sedangkan penolakan
berdasarkan informasi kurang mendapat perhatian. Tentu saja, informed consent
sangat penting untuk mengenaliotonomi pasien, melindungi status pasien
sebagai manusia, danmenyediakan sarana untuk pengambilan keputusan yang
rasional sambilmelindungi penyedia layanan kesehatan dari risiko yang terkait
denganharapan yang tidak selaras.

B. Saran
Perlu peningkatan penyuluhan dari tenaga medis kepadamasyarakat
secara umum khususnya tentang Consent And Refusal.Supaya masyarakat
memahami hal tersebut karena hal tersebut cukup penting bagi masyarakat itu
sendiri. Untuk meminimalisir keputusan pihak keluarga pasien yang
menyerahkan keputusan nya kepada pihak mediskarena keputusan dari keluarga
pasien sangat lah penting. Dalam penulisan makalah ini pula di harapkan par
pembacamampu memahami penjelasan dari Consent And Refusal lebih detail
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Kerbala, Husein. Informed Consent , Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,


2010Guwandi, J. Informed Consent And Refusal, Jakarta: Fak. Kedokteran UI,
2009 Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran,
Jakarta:Konsil Kedokteran Indonesia, 2009 Puaskan Keingintahuan Anda Segala
yang ingin Anda baca.Kapan pun. Di mana pun. Perangkat apa pun. Baca Secara
Gratis Batalkan Kapan Saja

Anda mungkin juga menyukai