Oleh :
1. Ricka Herlina (20089151001)
2. Putu Yunika Wulandari (20089151005)
3. Ni Luh Made Krisna Dwipayanti ( 20089151007)
Dosen Pengampu :
Indrie lutfiana, SST.,MH
Segala Puji Syukur, kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Informed Consent dan Informed Refusal”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
kuliah Profesionalisme Kebidanan .
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan untuk kepentingan proses
belajar dan dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan
kemajuan ilmu pengetahuan.
Melalui kata pengantar ini kami terlebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini tentu jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala
kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan
untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan dimasa mendatang.
PENDAHULUAN
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan pasal 22 ayat 1 untuk tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan telkom
profesinya berkewajiban untuk review diantaranya adalah Kewajiban untuk review menghormati
hak Pasien, memberikan information yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan, dan kewajiban untuk review meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan
dilakukan.
Tenaga kesehatan yang tidak menunaikan hak pasien untuk memberikan informed consent
yang jelas, bisa dikategorikan ditolak kasus hukum (mewakili sifat hukum medik)dan dapat
menimbulkan gugatan yang diduga sebagai praktik. Belakangan ini masalah malpraktek medik
(malpraktik medis) yang semakin merugikan pasien semakin mendapat perhatian dari
masyarakat dan sorotan media massa. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan Pusat di
Jakartamelaporkan sekitar 150 kasus malpraktik telah terjadi di Indonesia.
Penjelasan dan persetujuan yang kurang jelas belum bisa dikalkulasikan, tetapi kasus-kasus
malpraktek baru mulai bermunculan. Dalam hal ini terkait dengan Penelitian Kesehatan.
Penelitian kesehatan merupakan langkah metode ilmiah yang berorientasikan atau memfokuskan
kegiatannya pada masalah-masalah yang timbul di bidang kesehatan. Kesehatan itu sendiri terdiri
dari dua sub bidang utama, yaitu pertama kesehatan individu yang berorientasikan klinis,
pengobatan. Sub bidang yang berorientasi pada kelompok atau masyarakat, yang saling
bertentangan. Selanjutnya sub bidang kesehatan ini terdiri dari berbagai disiplin ilmu, seperti
pendidikan, keperawatan, epidemiologi, pendidikan kesehatan, kesehatan lingkungan,
manajemen pelayanan kesehatan, dsb gizi. Sub bidang tersebut saling terkait dengan masalah
kesehatan masyarakat pada umumnya. Terkait dengan latar belakang tersebut, penelitian
kesehatan dapat diartikan sebagai suatu pertolongan untuk memecahkan suatu pertentangan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi serta masalah yang berkaitan dengan
tidak pasti tersebut; dengan mencari bukti dan dilakukan melalui langkah-langkah tertentu yang
dapat diubah ilmiah, sistematis dan logis.
Akhir-akhir ini banyak dibicarakan di media massa masalah dunia kebidanan yang
dihubungkan dengan hukum. Bidang kebidanan yang dahulu dianggap profesi mulia, seakan-
akan sulit tersentuh oleh orang awam, kini mulai dimasuki unsur hukum. Salah satu tujuan dari
hukum atau peraturan atau deklarasi atau kode etik kesehatan atau apapun namanya, adalah
untuk melindungi kepentingan pasien disamping mengembangkan kualitas profesi bidan atau
tenaga kesehatan. Keserasian antara kepentingan pasien dan kepentingan tenaga kesehatan,
merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan sistem kesehatan.
Pada awal abad ke-20 telah tumbuh bidang hukum yang bersifat khusus (lex spesialis), salah
satunya hukum kesehatan, yang berakar dari pelaksanaan hak asasi manusia memperoleh
kesehatan (the Right to health care). Masing-masing pihak, yaitu yang memberi pelayanan
(medical providers) dan yang menerima pelayanan (medical receivers) mempunyai hak dan
kewajiban yang harus dihormati.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Pengertian dari Informed Consent dan Informed Refusal ?
1.2.2 Bagaimana Bentuk – Bentuk Informed Consent ?
1.2.3 Bagaimana Fungsi Informed Consent ?
1.2.4 Kapan Waktu yang tepat dalam pembuatan Informed Consent ?
1.2.5 Bagaimana Format isian Informed Consent ?
1.2.6 Bagaimana Hak Pasien dalam Informed Consent ?
1.2.7 Apa saja Peraturan yang mengatur Informed Consent di Indonesia?
1.2.8 Bagaimana Tujuan dari Informed Refusal ?
1.2.9 Bagaimana Persyaratan dari Informed Refusal dan Hal yang harus di sampaikan
Informed Refusal ?
1.2.10 Bagaimana Pertanggung Jawaban Hukum Mengenai Informed Consent dan
Refusal ?
1. Informed Consent
Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti informasi atau
keterangan dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi pengertian
Informed Consent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi.
Dengan demikian Informed Consent dapat di definisikan sebagai pernyataan pasien atau
yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana indakan kedokteran
yang diajukan oleh dokter setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat
persetujuan atau penolakan. Persetujuan indakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus
dilakukan tanpa adanya unsur pemaksaan. Istilah Bahasa Indonesia Informed Consent
diterjemahkan sebagai persetujuan indakan medik yang terdiri dari dua suku kata Bahasa
Inggris yaitu Inform yang bermakna Informasi dan consent berarti persetujuan. Sehingga
secara umum Informed Consent dapat diartikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh
seorang pasien kepada dokter atas suatu indakan medik yang akan dilakukan, setelah
mendapatkan informasi yang jelas akan indakan tersebut.
Informed Consent menurut Permenkes No.585 / Menkes / Per / IX / 1989, Persetujuan
Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas
dasar penjelasan mengenai indakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
2. Informed Refusal
Dalam dunia medis Penolakan Tindakan Medis biasa disebut Informed Refusal.
Penolakan yang diinformasikan adalah indakan dari informed consent, perpanjangan
alami dari doktrin. Informed consent dibahas dengan sangat rinci dalam literatur medis,
hukum, dan manajemen risiko; sedangkan penolakan berdasarkan informasi kurang
mendapat perhatian. Tentu saja, informed consent sangat penting untuk mengenali
otonomi pasien, melindungi status pasien sebagai manusia, dan menyediakan sarana
untuk pengambilan keputusan yang rasional indak melindungi penyedia layanan indakan
dari risiko yang terkait dengan harapan yang tidak selaras. Proses informed consent
berkaitan dengan ketentuan pengungkapan risiko dan manfaat dari pengobatan yang
diusulkan, sering pada pasien yang indakan cenderung menerima pengobatan yang
diusulkan. Dengan kata lain, jika seorang pasien sedang berdiskusi tentang pengobatan
yang diusulkan, tampaknya logis bahwa pasien menyatakan minat pada pengobatan yang
disarankan dan sedang mencari informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan
yang rasional dan berdasarkan informasi. Sebaliknya, indak seorang pasien tidak tertarik
pada prosedur dan tidak terlibat dalam proses informed consent, perhatian yang memadai
mungkin tidak dibayarkan untuk mendapatkan penolakan informasi. Kekhawatirannya
adalah bahwa proses penolakan yang diinformasikan tidak didekati dengan cara yang
sama atau dianggap dengan tingkat kepentingan yang sama dengan informed consent.
Inti dari Informed Refusal adalah penolakan dari pasien untuk dilakukan indakan medis
tertentu diputuskan sesudah diberikan informasi oleh dokternya yang menyangkut segala
sesuatu yang berkenaan dengan indakan tersebut. Maksudnya pasien sudah memahami
segala konsekwensi yang mungkin timbul sebagai akibat penolakan tersebut. Penolakan
yang diinformasikan terkait dengan proses informed consent, karena pasien memiliki hak
untuk menyetujui, tetapi juga dapat memilih untuk menolak.
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa Pasien memiliki hak untuk menolak
dilakukannya tindakan kedokteran. Hal ini didasarkan pada adanya transaksi terapeutik
antara dokter dan pasien yang erat kaitannya dengan pelaksanaan hak dasar pasien atas
pelayanan kesehatan (the right to health care), dan hak untuk menentukan nasib sendiri
(the right of self determination) yang harus diakui dan dihormati, Inti dari adanya
penolakan tindakan kedokteran oleh pasien adalah pasien akan menanggung segala akibat
dari penolakan tindakan kedokteran tersebut, Akibat hukum dari adanya penolakan
tindakan kedokteran oleh pasien adalah pasien akan menanggung sendiri risiko yang
terjadi atas dampak penolakan tindakan kedokteran tersebut. Selain itu pasien tidak dapat
mengajukan gugatan terhadap dokter ataupun rumah sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan apabila terjadi hal-hal yang merugikan pasien akibat dari adanya penolakan
tindakan kedokteran oleh pasien tersebut.
2.9 Persyaratan dari Informed Refusal dan Hal yang harus di sampaikan Informed
Refusal
A. Persyaratan dari Informed Refusal :
1. Perawatan atau pengujian yang diusulkan
2. Risiko dan manfaat penolakan
3. Hasil yang diharapkan dengan dan tanpa pengobatan dan
4. Terapi alternatif, jika tersedia.
Hak pasien yang pertama adalah hak atas informasi. Dalam UU No 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan, pasal 53 dengan jelas dikatakan bahwa hak pasien adalah hak
atas informasi dan hak memberikan persetujuan tindakan medik atas dasar informasi
(informed consent). Jadi, informed consent merupakan implementasi dari kedua hak
pasien tersebut. Hak pasien tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
dilindungi Undang-Undang.
Dalam dunia medis Penolakan Tindakan Medis biasa disebut Informed Refusal.
Penolakan yang diinformasikan adalah antitesis dari informed consent, perpanjangan
alami dari doktrin. Informed consent dibahas dengan sangat rinci dalam literatur medis,
hukum, dan manajemen risiko; sedangkan penolakan berdasarkan informasi kurang
mendapat perhatian. Tentu saja, informed consent sangat penting untuk mengenali
otonomi pasien, melindungi status pasien sebagai manusia, dan menyediakan sarana
untuk pengambilan keputusan yang rasional sambil melindungi penyedia layanan
kesehatan dari risiko yang terkait dengan harapan yang tidak selaras.
3.2 Saran
Perlu peningkatan penyuluhan dari tenaga medis kepada masyarakat secara
umum khususnya tentang Consent And Refusal. Supaya masyarakat memahami hal
tersebut karena hal tersebut cukup penting bagi masyarakat itu sendiri. Untuk
meminimalisir keputusan pihak keluarga pasien yang menyerahkan keputusan nya
kepada pihak medis karena keputusan dari keluarga pasien sangat lah penting.
Dalam penulisan makalah ini pula di harapkan para pembaca mampu memahami
penjelasan dari Consent And Refusal lebih detail lagi.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.unimus.ac.id/4022/2/BAB%20I.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/17980-ID-implikasi-hukum-penolakan-
tindakan-medik.pdf