Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH KEDOKTERAN KELUARGA

INFORM CONSENT DAN KONSELING

Disusun oleh :
KELOMPOK 7
1. I Gusti Agung Bagus Gandi Iswara (18700124)
2. Aditya Amrita Kirana (18700126)
3. Zanuba Arifa (18700130)
4. Dian Nawang Wulan (16700164)
5. Enggar Kharisma Afroditta (16700165)
6. Titi Senja Dhebby M (15700110)

Dosen pengampuh :
Dr. drg. Wike Herawaty, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa , atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun
berdasarkan pengumpulan dari berbagai sumber, dan untuk memehuni tugas kuliah kedokteran
keluarga .

Dengan ini saya ucapkan terimakasih kepada Dr. drg. Wike Herawaty, M.Kes selaku 
dosen kedokteran keluarga . Saya mengucapkan  terimakasih  kepada pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tugas  ini. Semoga tugas yang saya buat dapat bermanfaat bagi
saya pribadi maupun pihak yang membaca.

Saya menyadari bahwa tugas ini sangat jauh dari sempurna, masih banyak kelemahan dan
kekurangan. Setiap saran, kritik, dan komentar yang bersifat membangun dari pembaca sangat
saya harapkan untuk meningkatkan kualitas dan menyempurnakan tugas ini.

ii
DAFTAR ISI

Cover
Kata Penghantar
Daftar isi
BAB I Pendahuluan……………………………………………………....………...1
1.1 Latar Belakang Masalah……....…………………………………………………....................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan........................................................................................................................2

BAB II Pembahasan……………………………………………………………………………….4

2.1 Teori tentang informed consent……………………………………………………………..4


2.2 Dasar hukum pengaturan informed consent………………………………………………...6
2.3 Tujuan Informed Consent…………………………………………………………………...7
2.4 Komponen informed consent………………………………………………………………….7
2.5 Fungsi informed consennt…………………………………………………….……………….9
2.6 Definisi konseling……………………………………………………………………………..9
2.7 Tujuan konseling…………………….……………………………………………………….10
2.8 Asas – asas konseling dan Hal – hal yang harus dimiliki konselor…………………………11
2.9 Manfaat Konseling…………………………………………………………………………...12

BAB III Penutup……………………………………………………………………………….14

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………..14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Informed Consent berasal dari dua kata, yaitu Informed (telah mendapatkan
penjelasan/keterangan/informasi) dan Consent (memberikan persetujuan/mengizinkan).
Informed Consent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapatkan informiasi.
Consent adalah bahasa latin. Kata aslinya consentio, consentio; dalam bahasa Inggris
menjadi consent yang artinya “persetujuan”, izin, menyetujui kepada seseorang yang
melakukan sesuatu. Istilah awal hanya “consent’ lalu menjadi Informed Consent, sesuai
dengan perkembangan politik dan hak-hak individu maka ia memperoleh kata sifat informed
sehingga memperoleh arti seperti sekarang dipergunakan dimana-manaa
Menurut Veronika Komalawati pengertian Informed Consent adalah suatu kesepakatan atau
persetujuan pasien atas upaya medis yang dilakukan dokter terhadap dirinya setelah pasien
mendapatkan informasi dari doktermengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk
menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.
Informed Consent yaitu suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien dan keluarganya
atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut. Persetujuan (Informed Consent) ini sangat penting mengingat tindakan
medis tidak dapat dipaksakan karena tidak ada yang tau pasti hasil akhir dari pelayanan
kedokteran tersebut.

Konseling merupakan salah satu teknik bimbingan. Melalui metode ini upaya
pemberian bantuan diberikan secara individu dan langsung tatap muka (berkomunikasi)
antara pembimbing (konselor) dengan klien. Dengan perkataan lain pemberian bantuan yang
dilakukan melalui hubungan yang bersifat face to face relationship (hubungan empat mata),
yang dilaksanakan dengan wawancara antara pembimbing (konselor) dengan klien. Masalah-
masalah yang dipecahkan melalui teknik konseling, adalah masalah-masalah yang bersifat
pribadi (Tohirin,2007:296).

1
Dalam definisi yang lebih luas, Rogers mengartikan konseling sebagai hubungan
membantu di mana salah satu pihak (konselor) bertujuan meningkatkan kemampuan dan
fungsi mental pihak lain (klien), agar dapat menghadapi persoalan / konflik yang dihadapi
dengan lebih baik (Namora, 2011 : 2).

Dalam menjalani kehidupan, seseorang senantiasa memiliki permasalahan kehidupan,


baik pribadi maupun social. Berbagai permasalahan yang di hadapi manusia, baik pada usia
anak-anak, remaja, maupun dewasa sangatlah kompleks. Permasalahan tersebut tidak cukup
dibiarkan begitu saja, melainkan membutuhkan pemecahan yang solutif dan bijak.

Rumitnya permasalahan kehidupan di mana biasanya menyangkut masalah psikis


membutuhkan jawaban secara baik. Di sini diperlukan nasihat yang baik dan benar dalam
menghadapi anak bimbing agar mereka kembali menemukan religious insight, sehingga anak
bimbing dapat kembali termotivasi dalam menjalani kehidupan ini (Munir,2010:161).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana teori tentang informed consent?
1.2.2 Apa saja dasar hukum pengaturan informed consent
1.2.3 Apa saja tujuan dari informed consent?
1.2.4 Apa saja komponen dari informed consent ?
1.2.5 Apa saja fungsi dari informed consent?
1.2.6 Apa yang dimaksud dengan konseling?
1.2.7 Apa saja tujuan dari konseling ?
1.2.8 Apa saja asas – asas konesling dan apa yang harus dimiliki oleh konselor?
1.2.9 Apa saja manfaat dari konseling?
1.2.10 Contoh kasus Konseling dan informed consent ?
1.3 Tujuan penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui teori tentang informed consent
1.3.2 Untuk mengetahui hukum pengaturan informed consent
1.3.3 Untuk mengetahui tujuan – tujuan dari infromed consent
1.3.4 Untuk mengetahui komponen informed consent
1.3.5 Untuk mengetahui fungsi- fungsi dari informed consent
1.3.6 Mengetahui apa yang dimaksud dengan konseling
2
1.3.7 Mengetahui apa saja tujuan dari konseling
1.3.8 Mengetahui apa saja asas – asas konseling apa saja yang harus dimili konselor
1.3.9 Mengetahui manfaat konseling
1.3.10 Memahami kasus yang berkaitan dengan konseling dan informed consent

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori tentang informed consent

Pada hakikatnya pengertian Informed Consent tidak boleh dihubungkan dengan atau
dijabarkan dari upaya serta pemikiran untuk menghindarkan atau membebaskan diri dari
tanggung jawab risiko, dan atau semata-mata untuk dapat dilakukannya seuatu tindakan secara
sah, melainkan perlu dicari landasan landasan filosofi yang terlepas dari upaya dan pemikiran
untuk mencapai tujuan tersebut. Ada tiga teori tentang Informed Consent yaitu :

2.1.1 Teori manfaat untuk pasien


Pada hakikatnya peristiwa eksperimen dalam bidang kedokteran sejak
dulu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelayanan dan perawatan pasien,
sebab eksperimen yang dilakukan senantiasa berhubungan dengan pelayanan dan
perawatan pasien. Padahal, syarat Informed Consent belum dikenal dalam tradisi
ilmu kedokteran.

Pandangan mengenai hal yang baik dan bermanfaat bagi seorang pasien
tertentu tidak sama antara pasien yang satu dengan pasien lainnya, karena
bergantung pada situasi dan kondisi pribadi serta nilai yang dianut oleh pasien yang
bersangkutan. Sehubungan dengan itu, pada hakikatnya pemberian informasi
kepada pasien harus dilakukan sedemikan rupa, sehingga pasien dapat berperan
serta dalan proses pembentukan dan pengambilan keputusan, bahkan secara aktif
pasien menguasainya agar semaksimal mungkin dapat di peroleh manfaatnya

Terhadap teori ini timbul keraguan karena dalam teori ini digunakan asas
manfaat bagi pasien, yang beararti tertutup kemungkinan dilakukannya eksperimen
non-terapeutik.

4
a. Teori manfaat bagi pergaulan hidup

Teori ini dititikberatkan pada pandangan utilitis yaitu bahwa kemanfaatan yang
terbesar bagi jumlah yang terbesar. Penyelenggaraan esperimen diperkenankan
apabila didasarkan pertimbangan tertentu lebih banyak manfaatnya daripada
menghasilkan yang tidak baik, dan apabila bersamaan dengan itu eksperimen ini
secara keseluruhan lebih banyak menghasilkan manfaat dibandingkan dengan
kemungkinan yang dihasilkan dengan penetapan metode lain.

Pandangan para penganut teori ini terhadap pengertian manfaat tidak dibatasi oleh
pertimbangan ekonomis. Nilai estetika, kebudayaan, keagamaan dan psikologis
harus ikut dipertimbangkan.
Apabila mutlak diperlukan untuk membenarkan eksperimen non-terapeutik, maka
tampaknya tidak dapat disangkal bahwa terdapat unsur tertentu pada asas manfaat
bagi pergaulan hidup dalam membenarkan eksperimen itu. Hal ini berarti,
sepanjang eksperimen medis dilakukan bersama dengan pengobatan dan perawatan
atau mempunyai tujuan terapeutik, maka manfaat bagi pergaulan hidup disini bukan
hal yang harus di utamakan.
b. Teori menentukan nasib sendiri
menurut teori ini penentuan memaksimalisasi keuntungan bagi pergaulan hidup,
telah menjurus ke arah pelecehan terhadap hak asasi yang tidak dapat diterima,
sehingga memberikan dua kemungkinan bagi penyusun Kode Nuremberg. Pertama,
yaitu diterapkannya kembali formulasi Hippocrates bahwa eksperimen hanya
dihalalkan jika yang dipertahanankan adalah manfaat atau keuntungan bagi pribadi
pasien atau naracoba. Kedua, eksperimen dihalalkan jika dilaksanakan bagi
kepentingan pergaulan hidup, dan dapat diberikan perlindungan atau menjaga
jangan sampai timbul ekses dengan jalan memberikan bentuk pada asas yang
mebatasi kemungkinan itu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap orang pada
pemeriksaan media menuntu adanya Informed Consent berasarkan alasan lain dari
nilai, yaitu diperolehnya persetujuan untuk mempermudah dicapainya kepentinngan
umum, harus mengakui bahwa para individu mempunyai tuntutan terhadap
5
pergaulan hidup. Tuntutan tersebut demikian kuat, sehingga disebut sebagai hak.
Individu harus mempunyai hak yang dapat mengimbangi pernyataan bahwa
kepentingan yang lebih besar akan diperoleh, apabila hak individu itu dilanggar.
2.2 Dasar hukum pengaturan informed consent
a. Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatani bahwa
Setiap orang berhak menerima informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.
b. Menurut Pasal 32 huruf (j) dan (k) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakita disebutkan bahwa :

Perlindungan Hak Pasien yaitu :

(j) mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan.
(k) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

c. Menurut Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokterann,


yaitu :

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
(2) oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapatkan penjelasan secara lengkap.
(4) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurag-kurangnya mencakup:
1 Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
2 Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
3 Alternatif tindakan lain dan resikonya;
4 Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

6
5 Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi
harus diberikan
dengan persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan
(6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara
tertulis maupun lisan.
(7) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) ayat 4), ayat (5)
diatur dengan Peraturan Menteri
d. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 serta Manual
Persetujuan
Tindakan Kedokteran KKI Tahun 2008, disebutkan bahwa Informed Consent adalah
persetujuan tindakan
kedokteran/Informasi kesehatan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya
setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebuut.
2.3 Tujuan Informed Consent

Tujuan Informed Consent yaitu :


a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diiperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasiennya.

b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik
ada melekat suatu resikoMenurut Culver and Gert ada 4 (empat) komponen yang harus
dipahami pada suatu persetujuan:

2.4 Komponen informed consent


a. Sukarela (voluntariness)

7
Sukarela mengandung makna bahwa pilihan yang dibuat adalah dasar sukarela tanpa
ada unsur paksaan didasari informasi dan kompetensi. Sehingga pelaksanaan sukarela
harus memenuhi unsur informasi yang diberikan sejelas-jelasnya.
b. Informasi (Information)
Jika pasien tidaktahu atau sulit untuk dapat mendeskripsikan keputusan.
c. Kompetensi (competense)
Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu pemahaman bahwa seseorang
membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan dengan tepat, juga banyak
informasih
d.Keputusan (decision)
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana hal itu merupakan persetujuan
tanpa refleksi. Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian
persetujuan.

Bentuk-bentuk Informed Consent

Informed Consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis, sekecil
apapun tindakan tersebut. Menurut departemen kesehatan (2002), Informed Consent dibagi
menjadi 2 (dua) bentuk :
a. Implied Consent
Implied Consent yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung. Contohnya :
saat bidan akan mengukur tekanan darah ibu, ia hanya mendekati si ibu dengan membwa
sfingmomanometer tanpa mengatakan apa pun dan si ibu langsung menggulung lengan
bajunya (meskipun tidak mengatakan apapun, sikap ibu menunjukan bahwa ia tidak
keberatan terhadap tindakan yang akan dilakukan bidan)
b. Express Consent
Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau
secara verbal. Sekalipun persetujuan secra tersirat dapat diberikan, namun sangat bijaksana
bila persetujuan pasien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat menjadi bukti
yang lebih kuat di masa mendatang. Contoh, persetujuan untuk pelaksanaan sesar.
Persetujuan pada Informed Consent dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:

8
1) Persetujuan tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung
risiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes
No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No.319/PB/A.4/88
butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung risiko cukup besar,
mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien
memperoleh informasi tentang perlunya tindakan medis serta risiko yang
berkaitan dengannya (telah terjadi Informed Consent)
2) Persetujuan lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-
invasif dan tidak mengandung risiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien.
3) Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien
yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan
lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap
dirinya.

2.5 Fungsi informed consennt

Perlunya dimintakan Informed Consent dari pasien karena Informed Consent


mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:

a. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia

b. Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri

c. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien


d. Menghindari penipuan dan misleaing oleh dokter

e. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

f. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan


g. Sebagai suatu proses edukasi masyarakaat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.

9
2.6 Definisi konseling

Konseling berasal dari bahasa latin, yaitu consilium yang berarti dengan atau bersama
yang dirangkai dengan menerima atau memahami. Sementara dalam bahasa Anglo-Saxon,
istilah konseling berasal dari sellan yang berarti menyerahkan atau menyampaikan (Prayitno
dan Amti, 2004, hal. 99).

Proses Konseling

Winkel dan Hastuti (2006, hal. 607-613) menambahkan terdapat lima fase proses konseling
dalam kelompok yang meliputi:

a. Pembukaan, dimana diletakkan dasar bagi pengembangan hubungan antarpribadi


(working relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah
pada penyelesaian masalah.
b. Penjelasan masalah, dimana masing-masing konseli mengutarakan masalah yang
dihadapi berkaitan dengan masalah diskusi, sambil mengungkapkan fikiran dan
perasaaannya secara bebas.
c. Penggalian latar belakang masalah, dimana karena para konseli pada fase dua biasanya
belum menyajikan gambaran lengkap mengenai kedudukan masalah dalam keseluruhan
situasi hidup masing-masing, diperlukan penjelasan lebih mendetail dan mendalam.
d. Penyelesaian masalah, diakukan berdasarkan apa yang telah digali dalam fase analisis
kasus, konselor dan para konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi.
e. Penutup, bilamana kelompok sudah siap untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan
bersama. Proses konseling dapat diakhiri dan kelompok dapat dibubarkan pada
pertemuan terakhir.

2.7 Tujuan konseling

Menurut McLEOD (2008, hal.13-14) tujuan dari kegiatan konseling yaitu:

a. Pemahaman. Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional,


mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional ketimbang
perasaan dan tindakan.

10
b. Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan
hubungan yang bermakna dan memuaskan orang lain.
c. Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini
ditahan atau di tolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan
bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.
d. Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri sendiri yang ditandai oleh
kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan
penolakan.
e. Aktualisasi diri atau individu. Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau penerimaan
integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan.
f. Pencerahan. Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spritual yang tinggi.

2.8 Asas – asas konseling dan Hal – hal yang harus dimiliki konselor
Dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling selain terdapat fungsi dan prinsip,
juga terdapat kaidah-kaidah didalamnya yang dikenal dengan asas- asas bimbingan
konseling.

Adapun beberapa asas-asas bimbingan dan konseling yang dimaksud adalah :

1. Asas kerahasiaan

Konseling adalah melayani individu-individu yang bermasalah, namun banyak orang yang
tidak mau memberitahukan masalah yang mereka hadapi selain diri mereka sendiri. Oleh
karena itu, sudah sepatutnya sebagai konselor menjaga kerahasiaan individu tersebut, hal itu
juga termasuk dalam asas kerahasiaan yang merupakan kunci dalam bimbingan konseling.

2. Asas kesukarelaan

Ketika kerahasiaan telah dijaga oleh konselor, dalam asas kesukarelaan ini diharapkan klien
yang mengalami masalah secara sukarela membawa konselor kepada masalah yang ia hadapi.

11
3. Asas Keterbukaan

Dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan yang efisien dimana berlangsung dalam
situasi keterbukaan, bukan hanya dalam sikap penerimaan saran melainkan juga bersedia
membuka diri untuk penyuluhan tersebut baik dari pihak konselor maupun klien.

4. Asas Keinginan

Masalah klien yang ditanggulangi dalam upaya bimbingan konseling merupakana masalah-
masalah yang dirasakan oleh klien saat ini, bukan masalah yang lampau atau masalah yang
akan datang. Pencegahan dapat dilakukan untuk menghindari kemungkinan buruk dimasa
yang akan datang.

5. Asas Kegiatan

Sebagai sasaran layanan diharapkan klien dapat berpartisipasi aktif dalam melakukan layanan
bimbingan konseling. Usaha lain dilakukan oleh konselor dimana konselor harus mendorong
dan memotivasi klien untuk dapat aktif dalam bimbingan konseling yang dilakukan.

6. Asas Kemandirian

Dalam asas kemandirian ini tertuju pada tujuan dan sasaran dari bimbingan dan konseling
dimana klien diharapkan menjadi individu yang mandiri dengan ciri mengenal diri sendiri
dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri
sendiri. Dalam hal ini, konselor mampu mengarahkan klien kearah kemandirian.

7. Asas Kekinian

Bimbingan dan konseling yang dilakukan adalah membahas tentang permasalahan klien pada
masa yang sekarang dialaminya.

8. Asas Keterpaduan

Dalam asas ini dibutuhkan kerjasama antara konselor dan klien dimana satu sama lain saling
menunjang, harmonis, dan saling terpadukan.

12
Hal yang harus dimiliki konselor

1. Percaya
2. Menghayati nilai-nilai kemanusiaan
3. Peka terhadap sekeliling
4. Terbuka
5. Pahamkan diri sendiri
6. Menghayati profesionalitas

2.9 Manfaat Konseling

Berdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi efektif dokter-pasien di antaranya:

(1) Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokteratau
institusi pelayanan medis.
(2) Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasarhubungan
dokter-pasien yang baik.
(3) Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
(4) Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminaldalam
menghadapi penyakitnya

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Informed Consent yaitu suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien dan keluarganya atas
dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut. Persetujuan (Informed Consent) ini sangat penting mengingat tindakan medis
tidak dapat dipaksakan karena tidak ada yang tau pasti hasil akhir dari pelayanan kedokteran
tersebut.

Konseling merupakan salah satu teknik bimbingan. Melalui metode ini upaya
pemberian bantuan diberikan secara individu dan langsung tatap muka (berkomunikasi)
antara pembimbing (konselor) dengan klien. Dengan perkataan lain pemberian bantuan yang
dilakukan melalui hubungan yang bersifat face to face relationship (hubungan empat mata),
yang dilaksanakan dengan wawancara antara pembimbing (konselor) dengan klien. Masalah-
masalah yang dipecahkan melalui teknik konseling, adalah masalah-masalah yang bersifat
pribadi

14
DAFTAR PUSTAKA

Amti, Erman dan Prayitno. 2004. Layanan bimbingan dan konseling kelompok. Padang: Jurusan
Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang.
Winkel, W.S dan Sri Hastuti, 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
Yogyakarta: Media Abadi.
McLeod Pearson. 2008. Sistem Informasi Manajemen. Salemba. Jakarta.
Prasetyawati, Arisita eka. 2017.Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret
Riyanti,dini. 2006. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta. Konsil Kedokteran Indonesia.
Marmi. 2014. Etika profesi bidan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Sri Siswati. 2003. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada

15
Contoh Kasus

1. Bu Anna datang ke poliklinik bedah onkologi karena ada benjolan di leher sejak 3 tahun
lalu dan keluhan sakit menelan. Kemudian dilakukan pemeriksaan oleh dokter X. Pasien
didiagnosis Struma Multinodosa Non Toksika. Kemudian direncanakan tindakan operasi
yang terencana. Dokter X sudah memberi penjelasan kepada keluarga dan operasi yang
dilakukan. Di 'informed consent' (persetujuan tindakan medis) itu, dokter juga sudah
menjelaskan efek samping atau risiko setelah dilakukan operasi sehingga keluarga tahu.
Setelah itu dilakukan operasi pengangkatan tumor 1 tahap sesuai perjanjian rumah sakit
dengan hasilnya Karsinoma Papiler Thyroid, artinya ganas. Maka dilakukan
pengangkatan seluruh tiroidnya. Beberapa hari kemudian terjadi penurunan kondisi
pasien dan kemudian pasien dilarikan ke ICU kembali. Pukul 13:45 pasien tidak tertolong
dan meninggal dunia. Keluarga pasien yang tidak terima menuntut dokter untuk
bertanggung jawab, bagaimana pendapat anda sebagai dokter dalam melihat kasus
tersebut?

Penjelasan:
Jadi, dalam kasus diatas dokter X telah memberi informed consent dan dokter X juga
sudah menjelaskan secara jelas tindakan yang akan ia kerjakan beserta resikonya dan
keluarga dengan sadar telah menyetujui tindakan dokter dalam informed consent.
Menurut saya dokter X sudah melakukan semua prosedur sesuai dengan kode etik
kedokteran.

2. Tuan Muhidin berobat ke rumah sakit mata X, dengan diagnosa Leocoma Adheren. Oleh
dokter yang menangani diterapi dengan salep mata, obat, dan diminta kontrol 2 Minggu
kemudian namun yang bersangkutan datang setelah 2 tahun kemudian dengan diagnosa
Endophalmitis, dilakukan tindakan dengan menyedot nanah yang ada dalam bola mata
namun bukan enukliasi atau mencungkil bola mata. Pasien menggugat dokter dengan
tanpa izin mencungkil matanya, hingga rongga mata menjadi kosong, saksi Ahli dari RS
MATA X menyatakan Bila tidak dilakukan tindakan akan membahayakan. tindakan

16
medis itu untuk mencegah terjadinya encepalitis pada mata kiri karena mekanisme
imunopatologi. Apa pendapat anda sebagai dokter dalam melihat kasus ini?

Penjelasan:
Dalam kasus tersebut dokter tersebut sudah melanggar Pasal 45 UU RI Nomor 29 l 2004
tentang praktek kedokteran mengenai persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi. Dimana seharusnya dokter memberikan informasi jika ada kemungkinan perluasan
oprasi dimana jika terjadi hal yang tidak diduga sebelumnya dapat dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa pasien dan setelah operasi dilakukan dokter harus memberikan
informasi kepada pasien atau keluarganya.

3. Anak berumur 6 dilarikan kerumah sakit X karena menjadi korban tabrak lari saat
bermain tak jauh dari rumahnya, orang tua korban sudah meninggal dua tahun yang lalu
sedangkan korban diasuh oleh bibinya. Setelah melakukan pertolongan pertama korban
sempat sadar dan kemudian tak sadarkan kembali, setelah melakukan ct scan terhadap
kepala korban dokter mendiagnosis jika korban mengalami epidural hematoma dan harus
segera dioprasi. Dalam kasus ini apa yang harus dilakukan oleh anda sebagai dokter dan
sipakah yang berhak untuk menandatangani informed concent?

Penjelasan:
Jadi, dalam kasus diatas sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang PersetujuanTindakan Medis. Dokter memiliki
kewajiban untuk memberi 'informed consent' (persetujuan tindakan medis) sebagai hak
pasien dan kewajiban dokter untuk memberi tahu tentang resiko, manfaat, alternatif dan
akibat penolakan kepada keluara atau wali pasien tanpa adanya provokasi sehingga
keluarga pasien dapat memberi persetujuan yang rasional. Di dalam kasus ini bibi pasien
dapat bertindak sebagai wali menggantikan orangtua pasien dalam penandatanganan
informed consent.

4. Tuan X ditemukan dalam keadaan tidak sadar ke UGD oleh seorang satpam. Pasien
ternyata mengalami henti jantung tidak ada keluarga yang menemani saat itu sehingga
17
tidak dapat dimintai informed concent. Jadi dokter memutuskan untuk melakukan
tindakan resustasi jantung-paru segera.Bagaimana pendapat anda sebagai dokter dalam
melihat kasus ini?

Penjelasan:
Jadi, di dalam kasus ini dokter dapat melakukan presumed consent dimana pasien yang
dalam keadaan tidak sadar dapat dianggap menyetujui tindakan yang akan dilakukan
dokter.

5. Paien x berumur 23 tahun telah menjalankan operasi pengangkatan batu empedu dan
dirawat selama 3 minggu di rumash sakit. Sebelum operasi dokter Y sudah memberikan
inform consent selengkap – lengkapnya tentang resiko, manfaat, alternative dan akibat
daripada operasi tersebut kepada keluarga pasien dan dokter Y sudah menjalankan
tugasnya sesuai SOP. Namun pasien tiba – tiba dilarikan kembali kerumah sakit akibat
demam tinggi beberapa hari yang lalu disetai batuk dan penurunan nafsu makan. Dokter
mendiagnosa pasien terkena TBC dan keluarga mengancam akan menuntut sang dokter
dengan alasan mal praktik. Bagaimana pendapat anda sebagai dokter dalam melihat kasus
ini?

Penjelasan:
Jadi, di dalam kasus ini dokter dokter yang bersangkutan telah memberi informed consent
dan dokter X juga sudah menjelaskan secara jelas tindakan yang akan ia kerjakan beserta
resikonya dan keluarga dengan sadar telah menyetujui tindakan dokter dalam informed
consent. Pada kasus ini dokter yang bersangkutan harus menjelaskan jika apa yang terjadi
pada pasien bukan merupakan dampak dari oprasi melainkan merupakan penyakit baru
yang di dapatkan pasien pasca oprasi akibat daya tahan tubuh yang melemah.

18

Anda mungkin juga menyukai