Anda di halaman 1dari 28

ORTHOPEDI

LAPORAN KASUS
“OSTEOARTHITIS GENU”

Disusun Oleh:
Zanuba Arifa
22710108

Dokter Pembimbing:
dr. Muhammad Andrie Wibowo, Sp.OT

SMF ILMU BEDAH


RSUD DR. MOHAMAD SALEH KOTA PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

“CLOSE FRACTURE HUMERUS DISTAL SINISTRA”

Telah disetujui dan disahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Mengetahui
Dokter Pembimbing,

dr. Muhammad Andrie Wibowo, Sp.OT

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan karunia-Nya memberikan kemudahan kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas Laporan Kasus dengan judul “Osteoarthitis”
Tugas ini penulis susun sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik SMF
Ilmu Penyakit Bedah RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo. Dalam menyelesaikan
tugas ini, tentu tak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Tugas ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis masih mengharapkan
saran dan kritik untuk menyempurnakan tugas ini sehingga dapat bermanfaat bagi
pihak yang membutuhkan.

Probolinggo, 17 Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Contents
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS ..............................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................9
3.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut ..........................................................................9
3.2 Definisi...................................................................................................................10
3.3 Epidemiologi ..........................................................................................................10
3.4 Patogenesa..............................................................................................................11
3.5 Faktor Resiko .........................................................................................................14
3.6 Tanda dan gejala ....................................................................................................14
3.7 Diagnosis...............................................................................................................15
3.8 Grading menurut Kriteria Kallgren-Lawrence.......................................................15
3.9 Penatalaksanaan .....................................................................................................16
3.9.1 Terapi non farmakologis..................................................................................16
3.9.2 Terapi Farmakologis.......................................................................................17
3.10 Pembedahan .........................................................................................................18
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................20
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................23

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoartritis atau yang umumnya disebut ‘pengapuran sendi’, merupakan salah
satu masalah kesehatan yang banyak dijumpai di masyarakat belakangan ini. Hal
ini dapat diakibatkan oleh adanya perubahan pola hidup dan peningkatan usia
harapan hidup penduduk Indonesia. Seiring dengan perkembangan jaman, pola
hidup masyarakat juga ikut mengalami perubahan. Perubahan gaya hidup yang
ingin semua serba cepat, baik dalam hal transportasi maupun pola makan, juga
menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya osteoartritis. Aktivitas fisik yang
kurang disertai kelebihan berat badan berpotensi menimbulkan pembebanan sendi
yang semakin besar, terutama pada sendi-sendi penyangga tubuh, khususnya sendi
lutut. Keadaan ini akan semakin buruk bila terjadi pada usia lanjut akibat terjadinya
perubahan hormonal yang memicu semakin cepatnya proses degenerasi struktur
persendian.

Osteoartritis merupakan salah satu penyakit degeneratif dan bersifat progresif.


Penyakit ini sangat sering dijumpai pada pasien dengan usia di atas 50 tahun.
Gambaran radiologis osteoartritis di Indonesia cukup tinggi, mencapai 15,5% pada
pria dan 12,7% pada wanita. Gangguan fungsional akan sangat memberatkan
penderita osteoartritis, dimana penderita mengalami kesulitan pada saat bangkit
dari duduk, jongkok, berdiri, ataupun berjalan, naik-turun tangga, dan berbagai
aktivitas yang membebani lutut.

Indikasi total knee replecement adalah nyeri sendi, kerusakan kartilago sendi
pada arthritis tingkat dua sampai akhir, deformitas sendi lutut seperti genu varum
atau valgum, kekuatan otot menurun, instabilitas menurun, keterbatasan gerak, dan
kegagalan prosedural pengobatan non operasi. Beberapa masalah yang terdapat
pada penderita Post Total Knee Replacement, seperti kelemahan bahkan atropi otot
quadriceps dan hamstrings yang diakibatkan oleh penurunan aktivitas sebelum
dilakukan tindakan Total Knee Replacement, nyeri dan bengkak setelah operasi,
keterbatasan gerak ekstensi dan fleksi lutut, ketidakstabilan lutut, serta gangguan

1
pola jalan. Akibat dari tindakan total knee replacement aktifititas fungsional yang
terganggu seperti jongkok, jalan, dan lari. Hal ini memiliki dampak pada aktivitas
sosial pasien seperti rekreasi, tempat hiburan, memiliki tangga ataupun memerlukan
perjalanan tanpa kendaraan.

2
BAB II

LAPORAN KASUS
2.1 Identitas

Nama : Ny. S

Usia : 56 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Panjaitan - Probolinggo

Tanggal Masuk : 14 Februari 2023

No. RM : 117235

2.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama :
Nyeri lutut kanan dan kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD M. Saleh Probolinggo pada tanggal
14 Februari 2023 dengan keluhan nyeri lutut kanan dan kiri. Pasien
mengatakan nyeri seperti cekot-cekot Keluhan sudah dirasakan pasien ± 2
tahun lalu, pasien mengakatan nyeri memberat ketika pasien beraktivitas
dan membaik saat pasien beristirahat. Pasien mengatakan sedikit kesulitan
berjalan karena nyeri. Tidak terdapat luka terbuka. Mual (-), Muntah (-),
Demam (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Serupa : disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
- Riwayat Hipertensi : ada
- Riwayat alergi obat : disangkal

3
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
e. Riwayat alergi obat : disangkal
f. Riwayat Pengobatan : pasien mengonsumsi obat
bisoprolol, candesartan, amlodipin

A. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : cukup

Kesadaran : composmentis

GCS : 456

BB : 87 kg

Tanda-tanda vital :

a) Tekanan Darah : 170 / 73 mmHg


b) Nadi : 75x / menit
c) RR : 22x / menit
d) Suhu : 36,5 ℃
e) SpO2 : 100%

Status Generalis

1. Kepala
- A/I/C/D: -/-/-/-
- Normocephali, ubun-ubun besar cekung (-)
2. Mata
- Bentuk : Normal, bola mata simetris, mata
cowong (-)
- Palpebra : Normal, tidak terdapat ptosis,
lagoftalmus,

4
oedema, perdarahan, blepharitis

- Gerakan : Normal, tidak terdapat strabismus,


nistagmus
- Pupil : Bulat, isokor
- Konjungtiva : Anemis (-)
- Sklera : Ikterus (-)
3. Telinga
▪ Bentuk : Normotia
▪ Liang telinga : Lapang
▪ Nyeri tarik auricular : Tidak ada nyeri tarik pada
auricular kanan
maupun kiri

▪ Nyeri tekan tragus : Tidak ada nyeri tekan pada


tragus kanan
maupun kir

4. Hidung
Bagian luar : Normal, tidak terdapat deformitas, tidak
hiperemis, tidak ada sekret, tidak ada nyeri
tekan

Septum : Simetris, tidak ada deviasi

Mukosa hidung : Tidak hiperemis, konka nasalis tidak edema

5. Mulut dan tenggorok


Bibir : Normal, tidak pucat, tidak sianosis

Gigi-geligi : Hygiene baik, tidak ada gigi yang tanggal,


gigi geraham belakang belum tumbuh

Mukosa mulut : Normal, tidak hiperemis, tidak halitosis

Lidah : Normoglosia, tidak tremor, tidak kotor

5
Tonsil : Ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis

Faring : Tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula


di tengah

6. Leher
Bendungan vena : Tidak ada bendungan vena
Kelenjar tiroid : Tidak membesar, mengikuti gerakan saat
menelan
Trakea : Di tengah
Kelenjar Getah Bening
Leher : Tidak terdapat pembesaran di KGB leher

Aksila : Tidak terdapat pembesaran di KGB aksila

Inguinal : Tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal

7. Thorax
Sela iga tidak melebar, tidak ada efloresensi yang bermakna
8. Paru-paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada hemithoraks yang
tertinggal pada saat inspirasi, tipe pernapasan
abdomino-thorakal

Palpasi : Vocal fremitus sama kuat pada kedua


hemithoraks

Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing (-/-)

9. Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : Terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, + 1 cm


lateral dari linea midklavikularis sinistra

Perkusi : Batas jantung dbn

6
Auskultasi : Bunyi jantung S I & SII tunggal regular, gallop (-)
murmur (-)

10. Abdomen
Inspeksi : Distended, ikut gerak nafas, tidak ada
kelainan kulit, tidak terdapat pelebaran vena,
darm contour (-), darm steifung (-)

Auskultasi : Bising usus positif 3 x/menit (peristaltik +)


Palpasi : Distended, hepar dan lien tidak teraba,
massa tumor (-). Nyeri tekan di Regio
umbilical,lumar dextra, inguinal dextra
Perkusi : Timpani
11. Ekstremitas
Inspeksi : Tidak tampak deformitas

Palpasi : Akral hangat merah pada keempat ekstremitas,


tidak terdapat oedema pada keempat ekstremitas,
CRT < 2

Status Generalis

Status lokalis pada regio genue dextra et sinistra didapatkan warna kulit sama
dengan sekitarnya, tidak ditemukan massa, edema maupun sianosis. Pemeriksaan
palpasi tidak ditemukan benjolan maupun pembengkakan, nyeri tekan (+/+), range
of movement tidak terbatas

a. Assessment : Osteoarthitis genu grade IV Dextra dan


Sinistra
b. Pemeriksaan Penunjang :
▪ Laboratorium
• Gula Darah Stick : 145
• Hemoglobin : 12.0 g/dL (L : 13-18, P : 12-16 g/dL)
• Leukosit : 6750/cmm (4000-11000/cmm)
• Trombosit : 312000/cmm (150.000-450.000/cmm)

7
• APTT : 24,7 (35-45 detik)
• PPT : 10,7 (10-15 detik)
• Anti HIV test (1 reagen / metode) : Non reaktif
• HBsAg : Negatif
• BUN : 14,11 mg/dl (10-20 mg/dl)
• Creatinin : 0,9 mg/dl ( 0,5-1,7 mg/dl)
• SGOT : 12 (<31 U/l)
• SGPT : 18 (<31 U/l)

▪ Pemeriksaan Foto X-Ray Articulatio Genu Dextra dan Sinistra


AP/Lateral
Kesimpulan : Osteoartithis Grade IV (Dextra dan Sinistra)
c. Penatalaksanaan :
• Infus RL 14 tpm
• Inj Santagesic 3x1 amp
• Inj Omeprazole 40mg 2x1
• Konsul Sp.OT : Pro TKR

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut
Sendi lutut terdiri atas femur, tibia dan patella. Ligamen, tendon dan otot
menempel pada tulang untuk menjaga stabilitas sendi selama bergerak. Otot paha
memberi kekuatan pada sendi lutut.

Gambar 1. Anatomi Sendi Lutut

Pada sendi lutut normal, femur distal dan tibia tertutup oleh tulang rawan.
Akan tetapi, kerusakan tulang rawan umumnya terjadi pada penderita
osteoarthritis dan rematik. Pembentukan taji umum terjadi pada penderita
osteoartritis. Ini selalu tampak sebagai nyeri sendi, pembengkakan, peningkatan
suhu lokal, kekakuan sendi, perubahan bentuk dan penurunan fungsi.

Gambar 2. Anatomi Sendi Lutut

9
Untuk pengelolaannya, pasien dapat mencoba analgesik oral dan modifikasi
gaya hidup. Jika perawatan tanpa operasi tidak berhasil, mereka dapat
mempertimbangkan untuk melakukan penggantian lutut total.

3.2 Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi
yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif
lambat, ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi tulang
pada tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan pada membran sinovial,
disertai nyeri, biasanya setelah aktivitas berkepanjangan, dan kekakuan, khususnya
pada pagi hari atau setelah inaktivitas. Penyakit ini disebut juga degenerative
arthritis, hypertrophic arthritis, dan degenerative joint disease. Osteoartritis adalah
bentuk artritis yang paling umum terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut atau
usia dewasa dan salah satu penyebab terbanyak kecacatan di negara berkembang

3.3 Epidemiologi
OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai
terutama pada orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun
menggambarkan OA pada gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya
mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun prevalensi terjadinya Osteoarthritis
lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada umur 55 tahun lebih banyak terjadi
pada wanita. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
terjadinya Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan beban tubuh.

Progresifitas dari OA biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi dalam


beberapa tahun atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi sumber
morbiditas awal dan utama pada pasien dengan OA. Pasien dapat secara progresif
menjadi semakin tidak aktif beraktivitas, membawa kepada morbiditas karena
berkurangnya aktivitas fisik (termasuk penurunan berat yang bermakna). Prevalensi
OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut lebih banyak terjadi pada wanita
Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang lainnya. Terdapat kecenderungan
bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Penyakit ini biasanya sebanding jumlah kejadiannya pada pria dan wanita pada usia
45-55 tahun. Setelah usia 55 tahun, cenderung lebih banyak 3 terjadi pada wanita.

10
Sendi distal interfalangeal dan dan proksimal interfalangeal seringkali terserang
sehingga tampak gambaran Heberden dan Bouchard nodes, yang banyak ditemui
pada wanita.

Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30%


pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoartritis lutut
prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien
OA biasanya mengeluh nyeri waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan
pada sendi yang terkena. Pada derajat nyeri yang berat dan terus menerus bisa
mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang la njut usia di Indonesia
menderita cacat karena OA

3.4 Patogenesa
Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan yang
tidak dapat dihindari. Namun, penelitian para pakar sekarang menyatakan bahwa
OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago
dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum
diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi diduga merupakan faktor penting yang
merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di
dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan
kondrosit, dan nyeri. Jejas mekanik dan kimiawi pada sinovial sendi yang terjadi
multifaktorial antara lain karena faktor umur, humoral, genetik, obesitas, stress
mekanik atau penggunaan sendi yang berlebihan, dan defek anatomic.

Gambar 3. Konsep Etiopatogenesis Osteoarttitis

11
Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA.
Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi bebas
gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “absorb shock”,
penahan beban dari tulang. Pada OA, terjadi gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago sehingga terjadi kerusakan struktur proteoglikan kartilago,
erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi. Tulang rawan (kartilago) sendi
dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air
(65%-80%), proteoglikan, dan jaringan kolagen. Kondrosit berfungsi mensintesis
jaringan lunak kolagen tipe II untuk penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat
jaringan tersebut elastis, serta memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi
bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Kartilago tidak memiliki pembuluh
darah sehingga proses perbaikan pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan
lain. Di kartilago, tahap perbaikannya sangat terbatas mengingat kurangnya
vaskularisasi dan respon inflamasi sebelumnya.

Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks


baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi. Namun dalam
hal ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara
keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, termasuk
produksi kolagen tipe I, III, VI, dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan
yang pendek. Akibatnya, terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat
kolagen yang mengubah biomekanik kartilago, sehingga kartilago sendi kehilangan
sifat kompresibilitasnya. Beberapa keadaan seperti trauma / jejas mekanik akan
menginduksi pelepasan enzim degradasi, seperti stromelysin dan Matrix
Metalloproteinases (MMP). Stromelysin mendegradasi proteoglikan, sedangkan
MMP mendegradasi proteoglikan dan kolagen matriks ekstraseluler. MMP
diproduksi oleh kondrosit, kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan
proteinase serin (aktivator plasminogen), radikal bebas, dan beberapa MMP tipe
membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMP
dan inhibitor aktivator plasminogen. Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP)
yang umumnya berfungsi menghambat MMP tidak dapat bekerja optimal karena di
dalam rongga sendi ini cenderung bersifat asam oleh karena stromelysin (pH 5,5),
sementara TIMP baru dapat bekerja optimal pada pH 7,5. Agrekanase akan

12
memecah proteoglikan di dalam matriks rawan sendi yang disebut agrekan. Ada
dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMT-4) dan agrekanase 2 (ADAMT-
11). Enzim lain yang turut berperan merusak kolagen tipe II dan proteoglikan
adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, termasuk proteinase aspartat
(katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H, K, L dan S) yang disimpan di
dalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi
glikosidase lain turut berperan merusak proteoglikan. Pada osteoartritis, mediator-
mediator inflamasi ikut berperan dalam progresifitas penyakit. Selain pelepasan
enzim-enzim degradasi, faktor- faktor pro inflamasi juga terinduksi dan dilepaskan
ke dalam rongga sendi, seperti Nitric Oxide (NO), IL-1β, dan TNF-α. Sitokin-
sitokin ini menginduksi kondrosit untuk memproduksi protease, kemokin, dan
eikosanoid seperti prostaglandin dan leukotrien dengan cara menempel pada
reseptor di permukaan kondrosit dan menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga
produksi enzim tersebut meningkat. Akibatnya sintesis matriks terhambat dan
apoptosis sel meningkat.Sitokin yang terpenting adalah IL-1. IL-1 berperan
menurunkan sintesis kolagen tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe
I dan III, sehingga menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk. Pada
akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik.

Gambar 4. Patogensis Osteoartritis

13
3.5 Faktor Resiko
Secara garis besar, faktor risiko timbulnya OA lutut meliputi usia, jenis
kelamin, ras, genetik, nutrisi, obesitas, penyakit komorbiditas, menisektomi,
kelainan anatomis, riwayat trauma lutut, aktivitas fisik, kebiasaan olah raga, dan
jenis pekerjaan.

3.6 Tanda dan gejala


Keluhan osteoartritis yang paling sering dirasakan yaitu nyeri sendi, terutama
saat sendi bergerak atau menanggung beban, dan akan berkurang saat istirahat.
Seringkali penderita merasakan nyeri pada sendi asimetris yang meningkat secara
bertahap selama beberapa tahun.16 Nyeri pada pergerakan dapat timbul akibat
iritasi kapsul sendi, periostitis dan spasme otot periartikular. Pada tahap awal, nyeri
hanya terlokalisasi pada bagian tertentu, tetapi bila berlanjut, nyeri akan dirasakan
pada seluruh sendi yang terkena OA. Nyeri ini seringkali disertai bengkak,
penurunan ruang gerak sendi, dan abnormalitas mekanis.Keterbatasan gerak
biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit, permukaan sendi yang tidak
rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme dan kontraktur otot
periartikular.Kekakuan sendi juga dapat ditemukan pada penderita OA setelah
sendi tidak digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan
hilang setelah sendi digerakkan. Kekakuan yang terjadi pada pagi hari biasanya
berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Selain itu, juga didapatkan pembesaran
tulang di sekitar sendi, efusi sendi, dan krepitasi. Pada OA lutut, gejala spesifik
yang dapat timbul adalah keluhan instabilitas pada waktu naik turun tangga

14
3.7 Diagnosis
Diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari American College of
Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Osteortritis Lutit

3.8 Grading menurut Kriteria Kallgren-Lawrence


Pada OA terdapat gambaran radiografi yang khas, yaitu osteofit. Selain osteofit,
pada pemeriksaan X-ray penderita OA biasanya didapatkan penyempitan celah
sendi, sklerosis, dan kista subkondral.16 Berdasarkan gambaran radiografi tersebut,
Kellgren dan Lawrence membagi OA menjadi empat grade.

1) Grade 0 : normal

2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit

3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi
normal, terdapat kista subkondral

4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat


penyempitan celah sendi

15
5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista
subkondral dan sclerosis

Gambar 5. Kriteria Penilaian OA menrut Kallgren-Lawrence

3.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada OA bertujuan untuk mengontrol nyeri, memperbaiki
fungsi sendi yang terserang, menghambat progresifitas penyakit, serta edukasi
pasien.

3.9.1 Terapi non farmakologis


Terdapat beberapa hal yang direkomendasikan oleh ACR 2012 dalam
manajemen terapi non farmakologis OA lutut, yaitu sebagai berikut.

16
Tabel 2. Rekomendasi Non Farmakologi untuk manajemen OA Lutut

3.9.2 Terapi Farmakologis


Secara garis besar, ACR 2012 merekomendasikan terapi farmakologis
untuk OA lutut sebagai berikut.

Tabel 3. Rekomendasi Farmakologis untuk Manajemen OA Lutut

Asetaminofen, atau yang lebih dikenal dengan nama parasetamol30 dengan


merupakan analgesik pertama yang diberikan pada penderita OA karena cenderung

17
aman dan dapat ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien usia tua.21 Dengan
dosis maksimal 4 gram/hari, pasien perlu diberi penjelasan untuk tidak
mengonsumsi obat-obat lain yang mengandung asetaminofen, termasuk obat flu
serta produk kombinasi dengan analgesik opioid. Apabila penggunaan
asetaminofen hingga dosis maksimal tidak memberikan respon klinis yang
memuaskan, golongan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) atau injeksi
kortikosteroid intraartikuler dapat digunakan.29 OAINS bekerja dengan cara
menghambat enzim siklooksigenase (COX) sehingga mengganggu konversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin, yang berperan dalam inflamasi dan nyeri.30
Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologis, terdapat pada
lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi).
OAINS yang bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2 (non selektif)
dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal, retensi cairan
dan hiperkalemia. Sedangkan OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif akan
memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan penggunaan
OAINS yang non selektif.21 Pada penggunaan OAINS jangka panjang perlu
dipertimbangkan pemberian proton-pump inhibitor untuk mengurangi risiko
komplikasi traktus gastrointestinal.29 Untuk pasien berusia >75 tahun, penggunaan
OAINS topikal lebih dianjurkan dibanding OAINS oral.29 Pada kasus ini,
penggunaan tramadol atau injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat dianjurkan.
Tramadol sama efektif dengan morfin atau meperidin untuk nyeri ringan sampai
sedang, tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah. Dosis maksimum per hari
yang dianjurkan untuk tramadol adalah 400 mg.30 Injeksi kortikosteroid
intraartikuler dapat diberikan bila terdapat infeksi lokal atau efusi sendi.

3.10 Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih
dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :

1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi


2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitative

18
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement
joint

1) Realignment osteotomi Permukaan sendi direposisikan dengan


cara memotong tulang dan merubah sudut dari weightbearing.
Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian
besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau
meniscus repair

2) Arthroplasty Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan


permukaan sendi yang baru ditanam. Permukaan penunjang
biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-density
polyethylene

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :

a) Partial replacement/unicompartemental

b) High tibial osteotmy : orang muda

c) Patella &condyle resurfacing

d) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian


oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.

e) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe


instability.

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,


instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi
meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi,
Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion. Komplikasinya antara lain, Deep vein
thrombosis, Infeksi, Loosening, Problem patella; rekuren subluksasi/dislokasi,
loosening prostetic component, fraktur, catching soft tissue. Sedangkan keuntungan
dari Total Knee Replacement adalah mengurangi nyeri, meningkatkan mobilitas
dan gerakan, koreksi deformitas, menambah kekuatan kaki, meningkatkan kualitas
hidup2.

19
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD RSUD M. Saleh Probolinggo pada tanggal 14


Februari 2023 dengan keluhan nyeri lutut kanan dan kiri. Pasien
mengatakan nyeri seperti cekot-cekot Keluhan sudah dirasakan pasien ± 2
tahun lalu, pasien mengakatan nyeri memberat ketika pasien beraktivitas
dan membaik saat pasien beristirahat. Pasien mengatakan sedikit kesulitan
berjalan karena nyeri. Tidak terdapat luka terbuka. Mual (-), Muntah (-),
Demam (-).
Pada ini mengalami kesulitan beraktivitas karena nyeri pada lutut
kanan dan kiri, selain itu pada pemeriksaan penunjang foto x-ray
didapatkan kesimpulan osteoarthritis grade IV (Dextra dan sinistra).
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan didapatkan diagnosis pada pasien ini adalah osteoarthritis genu
grade IV dextra dan sinistra maka diindikasikan untuk dilakukan tindakan
operasi yaiti total knee replacement.
Penggantian lutut total adalah operasi yang membuang tulang dan
tulang rawan yang mengalami penyakit atau kerusakan, kemudian sendi
yang terkena digantikan dengan sendi buatan, yang terbuat dari logam dan
plastik. Pada umumnya, sendi buatan meliputi tiga bagian: komponen
femoralis, tibialis dan patela.

Gambar 6. Total Knee Replacement

20
Untuk sendi buatan, implan femoralis terbuat dari logam paduan, mis.
paduan kobalt-kromium dan paduan titanium. Implan tibialis terbuat dari polietilen,
yang umumnya dikenal sebagai plastik, dengan dasar paduan di atasnya. Bagian
patela biasanya terbuat dari polietilen. Dengan kombinasi ini, tingkat keausan
relatif rendah dan karenanya sendi buatan menjadi lebih tahan lama. Selain itu,
semen juga biasa digunakan untuk menstabilkan sendi buatan.

Operasi umumnya memakan waktu sekitar 1 – 2 jam, mungkin butuh waktu


yang lebih lama untuk kasus yang rumit. Jika klien menderita penyakit pada kedua
lutut, dokter biasanya melakukan operasi secara terpisah. Tujuan dilakukan operasi
ini untuk mengurangi nyeri dan menjaga kestabilan Gerakan.

21
BAB V

KESIMPULAN
Osteoartritis atau yang umumnya disebut ‘pengapuran sendi’, merupakan
salah satu masalah kesehatan yang banyak dijumpai di masyarakat belakangan ini.
Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya perubahan pola hidup dan peningkatan usia
harapan hidup penduduk Indonesia. Seiring dengan perkembangan jaman, pola
hidup masyarakat juga ikut mengalami perubahan. Perubahan gaya hidup yang
ingin semua serba cepat, baik dalam hal transportasi maupun pola makan, juga
menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya osteoartritis. Aktivitas fisik yang
kurang disertai kelebihan berat badan berpotensi menimbulkan pembebanan sendi
yang semakin besar, terutama pada sendi-sendi penyangga tubuh, khususnya sendi
lutut. Keadaan ini akan semakin buruk bila terjadi pada usia lanjut akibat terjadinya
perubahan hormonal yang memicu semakin cepatnya proses degenerasi struktur
persendian.

Osteoarthitis jika sudah memasuki grade III dan IV diindikasikan untuk


tindakan pembedahan yaitu total knee replacement yaitu operasi yang membuang
tulang dan tulang rawan yang mengalami penyakit atau kerusakan, kemudian sendi
yang terkena digantikan dengan sendi buatan, yang terbuat dari logam dan plastik.
Pada umumnya, sendi buatan meliputi tiga bagian: komponen femoralis, tibialis dan
patela.

22
DAFTAR PUSTAKA

McFaden, ER. (2005), Osteoartritis, In: Kasper, DL. Pauci, AS. Longo, DL.
Draunwald, E. Hauser, SL. Jameson, JL. (eds), Harrison’s Principal of
Medicine, 16th ed, Vol 2, McGraw-Hill, Philladelphia, pp:1508-1515.

Santosa. (2018). Pengalaman Belajar Lapangan OSTEOARTRITIS. Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana, 100200Santosa. (2018). Pengalaman
Belajar Lapangan OSTEOARTRITIS. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, 1002005118, 1–51.5118, 1–51.

Subcommittee on Osteoarthritis Guidelines. Recommendations for the Medical


Management of Osteoarthrits of the Hip and Knee. American College of
Rheumatology January 29, 2000

B Mandelbaum, W David. Etiology and Pathophysiology of Osteoarthritis.


ORTHO Supersite Februari 1 2005

Kapoor, M. et al. Role of Pro-inflammatory Cytokines in Pathophysiology of


Osteoarthritis. Nat. Rev. Rheumatol. 7, 33–42 (2011)

23
24

Anda mungkin juga menyukai