Disusun oleh :
NAMIROH DIMA ASH SHOLIHAT
1710221014
Pembimbing :
dr. Inggrid Widyawanti, Sp.PD
Disusun oleh :
NAMIROH DIMA ASH SHOLIHAT
1710221014
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Hipoglikemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2 dan Penyakit Ginjal Kronis. Laporan
ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Dalam.
Penyusunan laporan ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu , dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Inggrid
Widyawanti, Sp.PD selaku pembimbing dan seluruh teman kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Dalam atas kerjasamanya selama penyusunan laporan ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Nama : DI
Umur : 61 tahun
Agama : Islam
II.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alonanamnesis di Bangsal PU
lantai 4 ruang perawatan khusus RSPAD Gatot Subroto kepada pasien pada hari
Jumat, 20 Oktober 2017.
Pasien merasa lemas setelah setelah sebelumnya tidak sadar sekitar 60 menit
SMRS
6
Pasien dibawa keluarga ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan keadaan
lemas setelah sebelumnya pasien tidak sadarkan diri. Keluarga pasien mengatakan
saat pasien tidak sadar, seluruh tubuh pasien mulai kaku seperti orang stroke, mata
pasien melotot tangan dan kaki pasien dingin dan berkeringat. Sebelum tidak sadar
pasien terlihat lemas dan berbicara meracau. Pasien mengaku merasakan pusing dan
lemas sebelum tidak sadar. Rasa lemas dan pusing berlangsung terus menerus dan
tidak berkurang dengan istirahat. Rasa sesak disangkal. Pasien memiliki sakit gula
dengan kadar gula darah sekitar 400 mg/dl, namun pasien rutin mengkonsumsi obat
dari dokter yang dikonsumsi setelah makan. Pasien hanya makan biskuit regal 3
keping pada sore harinya. Pasien memiliki penyakit darah tinggi dan mengonsumsi 1
jenis obat darah tinggi. Pasien juga memiliki sakit ginjal dari bulan Mei 2017 dan
telah rutin melakukan cuci darah seminggu 2 kali yaitu pada hari Selasa dan Jumat.
Pasien juga mengeluh kedua kakinya bengkak 2 hari smrs.
7
Riwayat kencing manis : disangkal
II.3 Pemeriksaan Fisik (dilakukan tanggal 20 Oktober 2017 jam 02.52 WIB)
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
o Tekanan darah : 200/100 mmHg
o Denyut nadi : 70 x/menit
o Pernapasan : 24 x/menit
Antropometri:
o Berat Badan : 60 kg
o BMI : 23 (normoweight)
berpikir wajar.
8
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Rambut : Distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
Hidung : Normosepta, Sekret -/-
Telinga : Sekret -/- , Membran timpani intak
Mulut : Bibir lembab, lidah tidak hiperemis, faring tidak
hiperemis
Pemeriksaan Thoraks :
o Paru
wheezing -/-
o Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri dalam batas
normal
Pemeriksaan Abdomen:
9
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Perkusi : shifting dullness (+)
o Palpasi : tes undulasi (+)
o Ekstremitas : edema tungkai +/+ , edema lengan -/-, akral hangat,
CRT < 2 detik, ulkus (-)
10
Kelebihan basa (BE) -15,3* (-2) 3 mmol/L
Saturasi O2 99,6 94 98%
11
o Sulci-sulci kortikal kedua hemisfer serebri dan fissura Sylvii melebar dengan
gyri prominen
o Sistem ventrikel dan sisterna melebar
o Tidak tampak midline shift
o Kalsifikasi fisiologis di pleksus koroideus ventrikel lateral, basal ganglia
bilateral dan pineal body
o Tidak tampak kelainan didaerah CPA dan serebeli
o Tampak perselubungan sinus sphenoid sisi kanan (konfirmasi work station)
o Mastoid air cells dan sinus paranasal lainnya baik
o Orbita dan bulbus okuli kanan-kiri baik
o Tulang kepala intak
Kesan :
o Infark kortikal subkortikal lobus temporal kiri
o Multiple infark lakunar kronik di periventrikel lateralis kanan, subkortikal
lobus parietal kanan, basal ganglia kanan dan thalamus kiri
o Tidak tampak perdarahan di intraparenkim cerebri dan cerebelli
o Brain atrophy
o Sinusitis sphenoidalis kanan
II.5 Resume
Perempuan, 60 tahun, dibawa keluarga ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan
keadaan lemas setelah sebelumnya pasien tidak sadarkan diri. Keluarga pasien
mengatakan saat pasien tidak sadar, seluruh tubuh pasien mulai kaku seperti orang
stroke, mata eksoftalmus, tangan dan kaki pasien dingin dan berkeringat. Sebelum
tidak sadar pasien terlihat lemas dan berbicara meracau. Riwayat DM dengan kadar
gula darah sekitar 400 mg/dl, rutin mengkonsumsi obat glurenorm. Riwayat
hipertensi dengan obat captopril. Riwayat CKD dari bulan Mei 2017 dan rutin
melakukan hemodialisa seminggu 2 kali (Selasa dan Jumat)
Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan hipertensi stage III dan konjungtiva
anemis.
12
Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan hipoglikemia, anemia mikrositik
hipokrom, erisitopenia, leukositosis, trombositosis, hiponatremia, hipokalemia, dan
hipokloridemia.
13
Edukasi agar pasien makan sedikit tapi sering untuk mencegah
hipoglikemia berulang
o Rencana Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Pantau kadar gula darah per jam
Cek darah lengkap (terutama pemantauan hb, ht, eritrosit, kreatinin,
ureum)
14
o Pemeriksaan Penunjang: hemoglobin 7,9 g/dl, hematocrit, 24 %, MCV 65
fL, MCH 21 pg
o Rencana Diagnostik: Pemeriksaan morfolgi darah tepi, serum iron,
ferritin, TIBC
o Rencana Terapi : -
o Rencana Edukasi:
Makan makanan yang bergizi
o Rencana Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Cek darah lengkap (terutama hemoglobin, hematocrit, eritrosit, MCV,
MCH, MCHC)
4. Hiponatremia
o Anamnesis: -
o Pemeriksaan Fisik: -
o Pemeriksaan Penunjang:
Hiponatremia, Na = 119 duplo mmol/L
o Rencana Pemeriksaan: -
o Rencana Terapeutik:
IVFD NaCl 3% 500cc /24jam
5. Hipokalemia
o Anamnesis: Pasien saat ini lemas.
o Pemeriksaan Fisik: -
o Pemeriksaan Penunjang:
Hipokalemia, K = 3,1 mmol/L
o Rencana Pemeriksaan: -
o Rencana Terapi:
o Rencana Monitoring: Observasi tanda-tanda hipokalemia
15
II.9. Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
II.10 Follow Up
Hari/Tanggal Hasil Pemeriksaan
Jumat, 20 Oktober 2017 jam S : Pasien selesai hemodialisa. Pasien merasa
16.00 lemas, keringat dingin, mual & muntah (-)
O: Compos mentis, tampak sakit sedang
TD: 180/80 mmHg Nadi: 80 x/menit
RR: 20 x/menit S: 36,2oC
Kepala : normocephal
Mata: konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
THT: dalam batas normal
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks:
Cor: Ictus cordis tidak terlihat, BJ I dan II regular,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi +/+,
wheezing -/-
Abdomen: Bising usus (+) normal, nyeri tekan
epigastrium (-)
Ekstremitas: akral dingin dan berkeringat, edema
tungkai +/+
A:
Hipoglikemia pada DM tipe 2 dan Gagal Ginjal
16
Kronis
Hipertensi grade III
P:
o Rencana Terapi :
Bolus intravena Dextrose 40 % 2 flakon
IVFD Dextrose 5 % 8 jam per kolf
Pemberian larutan gula pekat diminumkan
perlahan
Diet rendah garam
Furosemid 1 x 40 mg
Hemodialisa rutin (Selasa dan Jumat)
o Rencana Edukasi
Edukasi mengenai tanda, gejal dan
penanganan sementara hipoglikemia
Edukasi agar pasien makan sedikit tapi
sering untuk mencegah hipoglikemia
berulang
Edukasi agar diet rendah garam
o Rencana Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Pantau kadar gula darah per jam
Cek darah lengkap (terutama pemantauan
Hb, ht, eritrosit, kreatinin, ureum)
Sabtu, 21 Oktober 2017 S : Pasien masih merasa lemas, mual & muntah (-)
O: Compos mentis, tampak sakit sedang
TD: 160/90 mmHg Nadi: 85 x/menit
RR: 20 x/menit S: 36oC
17
Kepala : normocephal
Mata: konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
THT: dalam batas normal
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks:
Cor: Ictus cordis tidak terlihat, BJ I dan II regular,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi +/+,
wheezing -/-
Abdomen: Bising usus (+) normal, nyeri tekan
epigastrium (-)
Ekstremitas: akral dingin dan berkeringat, edema
tungkai +/+
A:
Hipoglikemia berulang
Hipertensi grade III
P:
o Rencana Terapi :
Bolus intravena Dextrose 40 % 2 flakon
IVFD Dextrose 5 % 8 jam per kolf
Pemberian larutan gula pekat diminumkan
perlahan
Diet rendah garam
Furosemid 1 x 40 mg
Hemodialisa rutin (Selasa dan Jumat)
o Rencana Edukasi
Edukasi mengenai tanda, gejal dan
penanganan sementara hipoglikemia
18
Edukasi agar pasien makan sedikit tapi
sering untuk mencegah hipoglikemia
berulang
Edukasi agar diet rendah garam
o Rencana Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Pantau kadar gula darah per jam
Cek darah lengkap (terutama pemantauan
Hb, ht, eritrosit, kreatinin, ureum)
Senin, 23 Oktober 2017 S : Pasien masih merasa lemas, mual & muntah (-)
O: Compos mentis, tampak sakit sedang
TD: 160/90 mmHg Nadi: 85 x/menit
RR: 20 x/menit S: 36oC
Kepala : normocephal
Mata: konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
THT: dalam batas normal
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks:
Cor: Ictus cordis tidak terlihat, BJ I dan II regular,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi +/+,
wheezing -/-
Abdomen: Bising usus (+) normal, nyeri tekan
epigastrium (-)
Ekstremitas: akral dingin dan berkeringat, edema
tungkai +/+
A:
Hipoglikemia berulang
19
Hipertensi grade III
P:
o Rencana Terapi :
Bolus intravena Dextrose 40 % 2 flakon
IVFD Dextrose 5 % 8 jam per kolf
Pemberian larutan gula pekat diminumkan
perlahan
Diet rendah garam
Furosemid 1 x 40 mg
Hemodialisa rutin (Selasa dan Jumat)
o Rencana Edukasi
Edukasi mengenai tanda, gejal dan
penanganan sementara hipoglikemia
Edukasi agar pasien makan sedikit tapi
sering untuk mencegah hipoglikemia
berulang
Edukasi agar diet rendah garam
o Rencana Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Pantau kadar gula darah per jam
Cek darah lengkap (terutama pemantauan Hb,
ht, eritrosit, kreatinin, ureum)
Selasa, 24 Oktober 2017 S : Pasien masih merasa lemas, mual & muntah (-)
O: Compos mentis, tampak sakit sedang
TD: 160/90 mmHg Nadi: 85 x/menit
RR: 20 x/menit S: 36oC
Kepala : normocephal
20
Mata: konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
THT: dalam batas normal
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks:
Cor: Ictus cordis tidak terlihat, BJ I dan II regular,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi +/+,
wheezing -/-
Abdomen: Bising usus (+) normal, nyeri tekan
epigastrium (-)
Ekstremitas: akral dingin dan berkeringat, edema
tungkai +/+
A:
Hipoglikemia berulang
Hipertensi grade III
P:
o Rencana Terapi :
Bolus intravena Dextrose 40 % 2 flakon
IVFD Dextrose 5 % 8 jam per kolf
Pemberian larutan gula pekat diminumkan
perlahan
Diet rendah garam
Furosemid 1 x 40 mg
Hemodialisa rutin (Selasa dan Jumat)
o Rencana Edukasi
Edukasi mengenai tanda, gejal dan
penanganan sementara hipoglikemia
Edukasi agar pasien makan sedikit tapi
21
sering untuk mencegah hipoglikemia
berulang
Edukasi agar diet rendah garam
o Rencana Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Pantau kadar gula darah per jam
Cek darah lengkap (terutama pemantauan Hb, ht,
eritrosit, kreatinin, ureum)
Rabu, 25 Oktober 2017 S : Pasien masih merasa lemas, mual & muntah (-)
O: Compos mentis, tampak sakit sedang
TD: 160/90 mmHg Nadi: 85 x/menit
RR: 20 x/menit S: 36oC
Kepala : normocephal
Mata: konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
THT: dalam batas normal
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks:
Cor: Ictus cordis tidak terlihat, BJ I dan II regular,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi +/+,
wheezing -/-
Abdomen: Bising usus (+) normal, nyeri tekan
epigastrium (-)
Ekstremitas: akral dingin dan berkeringat, edema
tungkai +/+
A:
Hipoglikemia berulang
Hipertensi grade III
22
P:
o Rencana Terapi :
Bolus intravena Dextrose 40 % 2 flakon
IVFD Dextrose 5 % 8 jam per kolf
Pemberian larutan gula pekat diminumkan
perlahan
Diet rendah garam
Furosemid 1 x 40 mg
Hemodialisa rutin (Selasa dan Jumat)
o Rencana Edukasi
Edukasi mengenai tanda, gejal dan
penanganan sementara hipoglikemia
Edukasi agar pasien makan sedikit tapi
sering untuk mencegah hipoglikemia
berulang
Edukasi agar diet rendah garam
o Rencana Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Pantau kadar gula darah per jam
Cek darah lengkap (terutama pemantauan Hb, ht,
eritrosit, kreatinin, ureum)
Kamis, 26 Oktober 2017 S : Pasien masih merasa lemas, mual & muntah (-)
O: Compos mentis, tampak sakit sedang
TD: 160/90 mmHg Nadi: 85 x/menit
RR: 20 x/menit S: 36oC
Kepala : normocephal
Mata: konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
23
THT: dalam batas normal
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks:
Cor: Ictus cordis tidak terlihat, BJ I dan II regular,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi +/+,
wheezing -/-
Abdomen: Bising usus (+) normal, nyeri tekan
epigastrium (-)
Ekstremitas: akral dingin dan berkeringat, edema
tungkai +/+
A:
Hipoglikemia berulang
Hipertensi grade III
P:
o Rencana Terapi :
Bolus intravena Dextrose 40 % 2 flakon
IVFD Dextrose 5 % 8 jam per kolf
Pemberian larutan gula pekat diminumkan
perlahan
Diet rendah garam
Furosemid 1 x 40 mg
Hemodialisa rutin (Selasa dan Jumat)
o Rencana Edukasi
Edukasi mengenai tanda, gejal dan
penanganan sementara hipoglikemia
Edukasi agar pasien makan sedikit tapi
sering untuk mencegah hipoglikemia
24
berulang
Edukasi agar diet rendah garam
o Rencana Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Pantau kadar gula darah per jam
Cek darah lengkap (terutama pemantauan Hb, ht,
eritrosit, kreatinin, ureum)
Jumat, 27 Oktober 2017 S : Pasien masih merasa lemas, mual & muntah (-)
O: Compos mentis, tampak sakit sedang
TD: 160/90 mmHg Nadi: 85 x/menit
RR: 20 x/menit S: 36oC
Kepala : normocephal
Mata: konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
THT: dalam batas normal
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks:
Cor: Ictus cordis tidak terlihat, BJ I dan II regular,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi +/+,
wheezing -/-
Abdomen: Bising usus (+) normal, nyeri tekan
epigastrium (-)
Ekstremitas: akral dingin dan berkeringat, edema
tungkai +/+
A:
Hipoglikemia berulang
Hipertensi grade III
25
P:
o Rencana Terapi :
Bolus intravena Dextrose 40 % 2 flakon
IVFD Dextrose 5 % 8 jam per kolf
Pemberian larutan gula pekat diminumkan
perlahan
Diet rendah garam
Furosemid 1 x 40 mg
Hemodialisa rutin (Selasa dan Jumat)
o Rencana Edukasi
Edukasi mengenai tanda, gejal dan
penanganan sementara hipoglikemia
Edukasi agar pasien makan sedikit tapi
sering untuk mencegah hipoglikemia
berulang
Edukasi agar diet rendah garam
o Rencana Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Pantau kadar gula darah per jam
Cek darah lengkap (terutama pemantauan Hb, ht,
eritrosit, kreatinin, ureum)
26
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Hipoglikemia
III.1.1 Definisi
Secara definisi, hipoglikemia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
menurunnya kadar glukosa dalam darah sampai pada tingkat tertentu memberikan
keluhan dan gejala.
III.1.2 Epidemiologi
III.1.3 Etiologi
III.1.4 Klasifikasi
American Diabetes Association and the Endocrine Society mengklasifikasikan
kejadian hipoglikemia menjadi 5 kategori sebagai berikut:
27
III.1.5 Patofisiologi
III.1.6 Diagnosis
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl.
Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya
gejala-gejala sistem otonom, seperti adanya whipples triad:
28
b. Umur dari subjek yang diperiksa : Kadar glukosa darah puasa anak
lebih rendah dari dewasa. Sekitar 5% dari orang dewasa memiliki
kadar glukosa darah puasa < 70 mg/dL, sedangkan lebih dari 5% anak-
anak memiliki kadar glukosa darah puasa di bawah 60 mg/dL.
3. Keadaan klinis membaik segera setelah kadar glukosa plasma jadi normal
setelah diberi pengobatan dengan pemberian glukosa.
III.1.7 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya tujuan dari penatalaksaan adalah mengembalikan kadar
glukosa pada keadaan normal.
1. Hipoglikemia Ringan:
a. Pemberian konsumsi makanan tinggi glukosa
(karbohidrat sederhana)
b. Glukosa murni merupakan pilihan utama, namun bentuk
karbohidrat lain yang berisi glukosa juga efektif untuk
menaikkan glukosa darah.
c. Makanan yang mengandung lemak dapat
memperlambat respon kenaikkan glukosa darah.
d. Glukosa 1520 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air adalah
terapi pilihan pada pasien dengan
hipoglikemia yang masih sadar
e. Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus
dilakukan setelah 15 menit pemberian upaya terapi. Jika pada
monitoring glukosa darah 15 menit setelah pengobatan hipoglikemia
masih tetap ada, pengobatan dapat diulang kembali.
f. Jika hasil pemeriksaan glukosa darah kadarnya sudah mencapai
normal, pasien diminta untuk makan atau mengkonsumsi snack untuk
mencegah berulangnya hipoglikemia.
2. Hipoglikemia berat:
Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan berupa
29
pemberian dekstrose 20% sebanyak 50 cc (bila terpaksa bisa diberikan
dextore 40% sebanyak 25 cc), diikuti dengan infus D5% atau D10%.
diulang
III.2.2 Epidemiologi
Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa proporsi diabetes di Indonesia pada
tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007. Proporsi
diabetes melitus di Indonesia sebesar 6,9 %, toleransi glukosa terganggu (TGT)
sebesar 29,9% dan glukosa darah puasa (GDP) terganggu sebesar 36,6%.
III.2.3 Diagnosis
DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma
30
vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Kriteria Diagnosis DM :
Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban 75 gram. (peringkat bukti B)
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-Performance Liquid
Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
31
2. Toleransi glukosa terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa
III.2.4 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes, yang meliputi:
Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
32
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
33
Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi dan berat badan.
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
Pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
Pemeriksaan jantung.
Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanya deformitas).
Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan
insulin).
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.
3. Evaluasi Laboratorium
Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam setelah TTGO.
Pemeriksaan kadar HbA1c
4. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru
terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:
Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida.
Tes fungsi hati
Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR
Tes urin rutin
Albumin urin kuantitatif
Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
34
Elektrokardiogram.
Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung
kongestif).
Pemeriksaan kaki secara komprehensif.
Penapisan komplikasi dilakukan di Pelayanan Kesehatan Primer. Bila fasilitas
belum tersedia, penderita dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder dan/atau Tersier.
III.2.4.2.1 Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat
awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.
a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Primer yang meliputi:
Materi tentang perjalanan penyakit DM.
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
Penyulit DM dan risikonya.
35
Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktivitasfisik, dan obat antihiperglikemia
oral atau insulin serta obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
Pentingnya perawatan kaki.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus
maupun neuropati perifer.
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air.
2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit
terkelupas, kemerahan, atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan
mengoleskan krim pelembab pada kulit kaki yang kering.
36
5. Potong kuku secara teratur.
6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar
mandi.
7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan
pada ujung-ujung jari kaki.
8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur.
9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat
khusus.
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak
tinggi.
11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk
menghangatkan kaki.
a. Karbohidrat
karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes
dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal
tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily
Intake/ADI).
37
Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari.
b. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Komposisi yang dianjurkan:
c. Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan,
tahu dan tempe.
Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan
65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM
yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg
BB perhari.
d. Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang
sehat yaitu <2300 mg perhari
Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
38
pengurangan natrium secara individual
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
e. Serat
Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan,
buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari
berbagai sumber bahan makanan.
f. Pemanis Alternatif
Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas
aman (Accepted Daily Intake/ADI).
Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan
pemanis tak berkalori.
Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai
bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa.
Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,
sorbitol dan xylitol.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM karena
dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari
makanan seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami.
Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, neotame.
2. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah
atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan
ideal adalah sebagai berikut:
39
Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
o Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
o Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal: BB ideal 10 %
Kurus: kurang dari BBI - 10 %
Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
Perhitungan berat badan Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh
2
dapat rumus: IMT = BB(kg)/TB(m )
Klasifikasi IMT*
o BB Kurang <18,5
o BB Normal 18,5-22,9
o BB Lebih 23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II 30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
40
istirahat.
o Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai
kantor, guru, ibu rumah tangga.
o Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang: pegawai industri
ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang.
o Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet,
militer dalam keadaan latihan.
o Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang becak,
tukang gali.
Stres Metabolik
o Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis,
operasi, trauma).
Berat Badan
o Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-
30% tergantung kepada tingkat kegemukan.
o Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
o Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.
Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan
komposisi tersebut di atas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang
(30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Tetapi
pada kelompok tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis makanan dilakukan
sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang DM yang mengidap penyakit lain, pola
pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyerta.
III.2.4.2.3 Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila
tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani
dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45
41
menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut . Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum
latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk
menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari- hari bukan
termasuk dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan
dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
dengan intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan
usia pasien.
Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang
tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training
(latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan
jasmani pada penyandang DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada
penyandang DM yang disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan
disesuaikan dengan masing-masing individu.
1. Sulfonilurea
42
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Karena efek utamanya itu, risiko terjadinya
hipoglikemi sangat tinggi. Sulfoniluera golongan pertama di
kontraindikasikan pada pasien yang menjalani dialysis.Glimepiride,
sulfonylurea golongan kedua dikontraindikasikan pada pasien dialysis
namun pada dosis rendah obat ini tidak bisa digunakan pada pasien
penyakit ginjal kronik.
2. Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat
(TZD)
43
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Efek samping yang biasanya terjadi yaitu gangguan
gastrointestinal seperti flatus dan diare. Meskipun <2% dari dosis oral
acarbose diserap sebagai obat aktif, pasien dengan gangguan ginjal berat
(CrCl <25 mL / menit) mencapai kenaikan sekitar 5 kali lipat lebih tinggi
untuk konsentrasi peak plasma dari acarbose.16 Oleh karena itu,
penghambat glukosidase alfa tidak digunakan bila GFR 30ml/min/1,73
m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
(glucose dependent).
Dapagliflozin, Ipragliflozin.
44
insulin). Di pasaran, selain tersedia insulin dengan komposisi tersendiri, juga
ada sediaan yang sudah dalam bentuk campuran antara insulin kerja cepat atau
sangat cepat dengan insulin kerja menengah (disebut juga premixed insulin) .
Indikasi :
- Penurunan berat badan yang cepat
-
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
-
Ketoasidosis metabolic
-
Hiperglikemia hyperosmolar non ketotik
-
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
-
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper max
-
Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
-
Kehamilan dengan DM
-
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
-
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
45
2. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic Pengobatan dengan dasar
46
berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar glukosa
darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga
obat antihiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien
yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia
47
Gambar . Target organ dan mekanisme obat antidiabetik
48
Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2 dibagi menjadi :
Komplikasi Akut
Ketoasidosis diabetik
Hipoglikemia
Komplikasi Kronik
o Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
o Mikroangiopati
Nefropati diabetic
Retinopati diabetic
o Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjaidnya ulkus kaki dan
amputasi.
49
Anemia terjadi pada 80 90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal yang ikut
berperan terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (perdarahan
saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya
hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik,
proses inflamasi akut maupun kronik.
III.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi derajat penurunan LFG sangat penting untuk panduan terapi
konservatif dan saat dimulai terapi pengganti faal ginjal. Derajat penyakit ginjal
kronik berdasarkan LFG sesuai dengan rekomendasi KDIGO, 2012 :
III.3.4 Diagnosis
Terdapat tanda kerusakan ginjal (satu atau lebih) selama 3 bulan 19 :
Albuminuria (AER 30 mg / 24 jam; ACR 30 mg / g [3
mg/mmol])
Kelainan sedimen urine
Elektrolit dan kelainan lain karena gangguan tubular
Kelainan terdeteksi oleh histologi
Kelainan struktural terdeteksi oleh pencitraan
Riwayat transplantasi ginjal
50
III.3.5 Tatalaksana
III.3.5.1 Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat
51
dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi
dipecah dipecah menjadi urea dan subtansi nitrogen lain , yang terutama
diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada
pasien Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan subtansi nitrogen
dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang
disebut uremia. Dengan demikian pembatasan asupan protein akan
mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah supan
protein berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik
ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus
hyperfiltration), yang akan meningkattkan progresifitas pemburuan fungsi ginjal.
Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,
karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat
perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
52
Tabel . Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik7
53
54
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
55
DAFTAR PUSTAKA
56
(diakses pada 29 Juni 2016 19:00)
12. Eliana, F. PENATALAKSANAAN DM SESUAI KONSESNSUS
PERKENI 2015
57
58