Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM

INFEKSI SALURAN KEMIH

CYSTITIS

Pembimbing :

Disusun Oleh :

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT

NOVEMBER 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama :

Judul Laporan Kasus : INFEKSI SALURAN KEMIH (CYSTITIS)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Program Internship di Rumah Sakit

November 2020

Mengetahui,

Pembimbing I

i
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN ….............................................................. 1
1.1 Latar Belakang …………………......................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan …………………..................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan ………………….................................. 2
BAB II TINJAUAN KASUS ….................................................................. 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA …........................................................... 8
3.1 Infeksi Saluran Kemih... ......................................................... 8
3.1.1 Definisi ................................................................................ 8
3.1.2 Klasifikasi ............................................................................ 8
3.1.3 Etiologi ................................................................................ 9
3.1.4 Epidemiologi ...................................................................... 10
3.1.5 Patofisiologi ....................................................................... 10
3.1.6 Manifestasi Klinis................................................................ 11
3.1.7 Diagnosa ........................................................................... 12
3.1.8 Penatalaksanaan ............................................................... 14

BAB IV ANALISA KASUS …………................................................... 18


BAB V DAFTAR PUSTAKA ………………………........................... 24

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi terbesar kedua setelah infeksi saluran
pernafasan dan dapat menyebabkan sepsis (WHO, 2013). Prevalensi infeksi saluran kemih di
Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
penderita ISK di Indonesia berjumlah 90 –100kasus per 100.000 penduduk pertahun atau
sekitar 180.000 kasus baru pertahun (Depkes RI, 2014). ISK dapat menyerang segala usia
dari bayi hingga lansia baik perempuan maupun laki –laki (Purnomo, 2009) Penyebab infeksi
saluran kemih adalah adanya invasi dan perkembangbiakan mikroorganisme ke dalam saluran
kemih dalam jumlah yang bermakna (≥ 105per mL urin) (Marlina dan Samad,R.A 2012).
Bakteri gram negative sebagian besar menjadi penyebab infeksi saluran kemih diantaranya
Escherichia coli, Enterobakter,Citrobakter, Klebsiella, dan Proteus (Aulia, DdanLydia, A.
2014). Bakteri dalam urin disebut dengan bakteriuria dapat dideteksi secara akurat dengan
kultur urin, namun pengerjaannya membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga
dibutuhkan parameter lain berupa nitrit urin (Lisa dan Suryanto, 2012). Bakteri gram negatif
mereduksi nitrat menjadi nitrit dengan bantuan enzim reduktase setelah bakteri
mengkontaminasi urin minimal selama 4 jam (Aulia, DdanLydia, A. 2014).

Senyawa anorganik nitrit (NO3-) merupakan produk akhir dari bakteri uropatogen.
Nitrit digunakan bakterigram negatifuntuk memenuhi kebutuhan oksigen dan berperan
sebagai aseptor hidrogen hingga pembentukan energi (Cappuccino,J.G dan Sherman,N,
2009). Pemeriksaan nitrit urin menggunakan strip tes carik celup urinalisa secara kualitatif
memiliki sensitifitas 105 bakteri per mililiter urin(Strasinger, S.K, 2008). Bakteri mempunyai
faktor virulensi spesifik untuk menginfeksi uroepitel disebut dengan bakteri uropatogen dan
selanjutnya akan menembus jaringan pada saluran kemih menyebabkan kerusakan jaringan
dan infeksi sehingga respon pertahanan tubuh teraktivasi. Peran sistem imun dalam melawan
infeksi mikroorganisme diantaranya melalui aktivasi dan mobilisasi sel polimorfonuklear dan
makrofag ke tempat infeksi. Hal tersebut menyebabkan adanya peningkatanjumlah leukosit
yang merupakan barier pertahanan tubuhke sumber infeksi(Radji,M, 2015). Peningkatan
jumlah leukosit yang melebihi nilai normal dapat ditemukan di dalam urin dan disebut
dengan leukosituria. Leukosituria digunakan sebagai salah satu penanda adanya infeksi atau
peradangan pada saluran kemih yang meliputi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra

1
(Roring,A.Gdkk, 2016). Leukosituria dapat dideteksi salah satunya melalui pemeriksaan
mikroskopik. Jumlah leukosit urin dianggap bermakna apabila ditemukan > 5 leukosit per
lapang pandang besar (LPB) (Haris,S dk,2012). Parameter pemeriksaan urinalisa nitrit urin
dan jumlah leukosit urin digunakan pada pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan
skrining maupun dalam menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih secara cepat sehingga
dapat dilakukan tindakan yang cepat dan tepat terhadap penderita infeksi saluran kemih
(Ardhiyand,S dan Habib,I. 2011).

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan case report ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis,
penegakkan diagnosis, tatalaksana, pencegahan, dan prognosis dari infeksi
saluran kemih
2. Membandingkan hasil temuan pada kasus terhadap teori.
3. Mampu menegakkan diagnosis dan menatalaksana kasus dengan benar.

1.2 Manfaat Penulisan


Penulisan case report ini diharapkan dapat memberi informasi tentang upaya
pengelolaan dan pencegahan infeksi saluran kemih berdasarkan penegakkan diagnosis yang
tepat terhadap infeksi saluran kemih.. Penegakkan diagnosis terutama didasari atas
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sesuai.

2
BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

• Nama : Ny. W
• Umur : 47 Tahun
• Jenis Kelamin : Wanita
• Alamat : Pekalongan
• Status Perkawinan : Menikah

• Tanggal Masuk : 25 Oktober 2020
• Jam masuk : 21.37 WIB

2.2 ANAMNESIS

Keluhan utama : Nyeri perut bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bawah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh nyeri saat kencing (+), terasa perih dan panas,
sering BAK, anyang-anyangan (+), kencing batu (-), kencing pasir (-). Pasien juga sering
terbangun tengah malam untuk membuang air kencing. Riwayat sering menahan kencing (+).
Pasien mengatakan tidak demam, mual (-), dan muntah (-), BAB dalam batas normal.

Riwayat penyakit dahulu :

 Riwayat Penggunaan Obat : disangkal


 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : disangkal
 Riwayat sakit jantung : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal

3
Riwayat keluarga :

 Riwayat sesak napas : disangkal


 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : disangkal
 Riwayat sakit jantung : disangkal
 Riwayat alergi obat atau makanan : disangkal
 Riwayat asma : disangkal

Riwayat Kebiasaan dan Gizi

 Merokok : disangkal.
 Minuman beralkohol : disangkal
 Olahraga : disangkal

Riwayat pengobatan :

 Tidak ada

Riwayat Sosial Ekonomi :

 Pasien adalah seorang ibu rumah tangga usia 47 tahun.


 Pasien berobat dengan fasilitas BPJS.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum: Sakit sedang VAS 7 / kesan gizi cukup,

(GCS 15 E4M6V5)

BB: 52 kg, Tb: 160 cm, IMT: 20,31 kg/m2

Tanda vital

Tekanan darah : 130/80 MmHg

Nadi : 84 x/menit, regular, kuat

4
RR : 20 x/menit

Suhu : 36,5 0C

SpO2 : 92 %

Pemeriksaan Kepala dan Leher

Mata : Konjungtiva anemis -/-, palpebra edema -/-, pupil isokor, sklera ikterik -/-,
refleks cahaya +/+

Mulut : Bibir sianosis (-), gusi tidak ada perdarahan, lidah dan mukosa mulut sianosis
(-) , faring tidak hiperemis

Leher :

• Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening


• Kelenjar gondok : tidak terdapat pembesaran kelenjar gondok
• JVP : tidak ada peningkatan
• Distensi vena jugular : tidak ada

Pemeriksaan Thoraks

Inspeksi : Bentuk thorak dan pergerakan pernafasan kanan dan kiri simetris

Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris normal

Perkusi : Paru kiri : Sonor

Paru kanan : Sonor

Batas paru-hepar : ICS IV dekstra

Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra

Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra

Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler,

Bunyi tambahan : ronki -/-, wheezing -/-

5
Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Apeks jantung tidak tampak

Palpasi : Apeks jantung tidak teraba, thrill (-)

Perkusi :

Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis dextra


Batas jantung kiri : ICS V Linea midaksilaris anterior sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung: S I/II regular, murmur (-) gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi

• Hepar dan lien tidak teraba


• Nyeri tekan epigastrium (-),
• Nyeri tekan abdomen RUQ (-),
• Nyeri tekan suprapubic (+).

Perkusi : Timpani (+) Ascites (-)

Pemeriksaan Ekstremitas

Superior : clubbing finger (-/-), sianosis (-/-), edema (-/-), CRT < 2 sekon, akral hangat

Inferior : clubbing finger (-/-), sianosis (-/-), edema (-/-), CRT < 2 sekon, akral hangat

6
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

B. LABORATORIUM

URINALISA
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
pH 5 5– 7.5
Albumin +2 Negative
Sedimen Urin :
Leukosit 1-5 Negative
Crystal +2 Negative

2.4 DIAGNOSIS

Infeksi Saluran Kemih Suspect Cystitis

2.5 TERAPI

 IVFD RL 20 TPM
 Cotrimoxazole 480 mg 2 x 2
 Urotractin 2 x 2
 Paracetamol tab 500 mg 3 x 1

2.6 PLANNING

 Planning Monitoring
Subjektif (nyeri), Vital Sign (GCS, Nadi, RR, suhu)

 Planning Edukasi
1. Menjelaskan mengenai penyakit dan penyebab kepada pasien dan keluarga.
2. Menjelaskan mengenai tatalaksana kepada pasien dan keluarga.
3. Menjelaskan mengenai komplikasi dan prognosis pada pasien dan keluarga pasien.

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Infeksi Saluran Kemih (ISK)


3.1.1 Definisi
Infeksi saluran kencing istilah umum untuk menyatakan adanya pertumbuhan
bakteri di dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di
kandung kemih. Pertumbuhan bakteri yang mencapai > 100.000 unit koloni per ml
urin segar pancar tengah (midstream urine) pagi hari, digunakan sebagai batasan
diagnosa ISK (IDI, 2011).
Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) adalah kondisi yang
menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni dengan jumlah lebih dari
105 colony forming units (cfu/mL) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin
tanpa disertai presentasi klinis ISK disebut sebagai bakteriuria asimtomatik (convert
bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna yang disertai presentasi klinis ISK
dinamakan bakteriuria bermakna simtomatik. Pada bebera
pa keadaan pasien dengan presentasi klinis tanpa bakteriuria bermakna. Piuria
bermakna (significant pyuria), bila terdapat neutrofil >10 per lapang pandang (LPB)
(Sudoyo, 2009).
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
tumbuhnya mikroorganisme di dalam saluran kemih. Bakteriuria adalah kondisi
ditemukannya bakteri di dalam urin, yang berasal dari saluran kemih, dan bukan
berasal dari vagina maupun preputium (Praktika W, 2009).
3.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi infeksi saluran kemih (ISK) berdasarkan klinisnya terbagi menjadi
tiga, antara lain (IAUI, 2015):
1) ISK non-komplikata yaitu ISK yang terjadi pada orang dewasa, termasuk
episode sporadik yang didapat dari komunitas, dalam hal ini terdiri dari
sistitis akut dan pielonefritis akut pada individu yang sehat. Faktor resiko
pada ISK ini adalah faktor resiko yang tidak diketahui, infeksi berulang dan
faktor resiko diluar saluran urogenitalis. ISK ini banyak diderita oleh
perempuan tanpa terdapat kelainan struktural dan fungsional di dalam
saluran kemih.

8
2) ISK komplikata adalah infeksi yang dihubungkan dengan suatu kondisi,
misalnya abnormalitas struktural atau fungsional saluran genitourinari atau
adanya penyakit dasar yang menganggu mekanisme pertahanan diri individu,
yang meningkatkan resiko untuk menderita infeksi atau kegagalan terapi.
3) Sindroma sepsis urologi (urosepsis) sebaiknya didiagnosis pada tahap awal
khususnya pada ISK komplikata. Peningkatan angka mortalitas terjadi bila
sepsis atau syok septik muncul, namun prognosis urosepsis pada umumnya
lebih baik dibandingkan sepsis karena penyebab yang lain.

Klasifikasi infeksi saluran kemih (ISK) berdasarkan level anatomisnya


dibedakan menjadi dua, antara lain:
1) ISK bagian bawah pada umumnya terjadi tanpa disertai komplikasi,
umumnya dapat berupa peradangan kandung kemih bagian bawah (sistitis)
pada pasien dengan saluran kemih yang normal. Sistitis dapat bersifat akut
maupun kronik dan pada sistitis akut urin pasien keluar sedikit serta sering
diikuti rasa sakit jika peradangan tersebut meluas menjadi uretritis. Uretritis
adalah peradangan pada uretra yang terbagi menjadi urethritis gonokokus
(UG) dan urethritis non gonokokus (UNG) (Djuanda A et al., 2010).
2) ISK bagian atas meliputi pielonefritis akut dan kronis. Pielonefritis akut
adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi
bakteri. Sedangkan pielonefritis kronis mungkin proses lanjut dari
pielonefritis akut yang berkepanjangan atau infeksi sejak kecil (Sukandar,
2014).
3.1.3 Etiologi
Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang
biasanya menghuni usus dan akan naik ke sistem saluran kemih antara lain adalah
Escherichia coli, Proteus sp, Klebsiella, Enterobacter (Purnomo, 2014). Pasca
operasi juga sering terjadi infeksi oleh Pseudomonas, sedangkan Chlamydia dan
Mycoplasma bisa terjadi tetapi jarang dijumpai pada pasien ISK.
E.coli adalah penyebab tersering. Penyebab lain ialah klebsiela, enterobakteri,
pseudomonas, streptokok, dan stafilokok (SudoyoAru, dkk 2013).
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain :

9
a. Escherichia Coli : 90% penyebab ISK uncomplicated ( simple )
b. Psedomonas, proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan lain-lain
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain :
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan
kandung kemih yang kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran darah
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
3.1.4 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak faktor, mulai dari umur, jenis
kelamin, prevalensi bakteriuria dan faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
perubahan struktur saluran perkemihan dan ginjal. Selama periode usia beberapa
bulan sampai lebih dari usia 65 tahun wanita cenderung dapat menderita ISK
dibanding pria. ISK berulang pada pasien pria jarang dilaporkan, kecuali disertai
faktor predisposisi (pencetus) (Sukandar, 2014).
Menurut data penelitian epidemiologi klinik melaporkan 25%-35% semua
perempuan dewasa pernah mengalami ISK. National Kidney and Urology Disease
Information Clearinghouse (NKUDIC) juga mengungkapkan bahwa pria jarang
terkena ISK, namun apabila terkena dapat menjadi masalah serius (NKUDIC, 2012).
Wanita akan mengalami ISK setidaknya sekali selama hidupnya, dan sejumlah
besar perempuan ini akan memiliki infeksi saluran kemih berulang (Gradwohl,
2011). Prevalensi bakteriuria asimtomatik sering dijumpai pada wanita. Prevalensi
selama periode sekolah (school girls) 1% meningkat menjadi 5% selama masa aktif
secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik dapat meningkat sampai 30%, baik
pada pria maupun wanita bila disertai faktor predisposisi, seperti litiasis, obstruksi
saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca
transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sikle-cell, senggama, kehamilan
dan peserta KB dengan tablet progesteron serta kateterisasi (Edriani, 2010).
3.1.5 Patofisiologi
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) masuk ke dalam saluran
kemih dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari kandung kemih, uretra dan
10
dua ureter dan ginjal (Purnomo, 2014). Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih
atau urin bebas dari mikroorganisma atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada
saat mikroorganisme ke dalam saluran kemih dan berkembang biak di dalam media
urin (Israr, 2009). Mikroorganisme penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus
dan hidup secara komensal dalam introitus vagina, preposium, penis, kulit perinium,
dan sekitar anus. Kuman yang berasal dari feses atau dubur, masuk ke dalam saluran
kemih bagian bawah atau uretra, kemudian naik ke kandung kemih dan dapat sampai
ke ginjal (Fitriani, 2013).
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui empat cara, yaitu:
1) Ascending, kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal
dari flora normal usus dan hidup secara komensal introitus vagina, preposium
penis, kulit perineum, dan sekitar anus. Infeksi secara ascending (naik) dapat
terjadi melalui empat tahapan, yaitu :
i. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina
ii. Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli
iii. Mulitiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih.
iv. Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal (Israr, 2009).
2) Hematogen (descending) disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi
pada ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui
peredaran darah.
3) Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya mikroorganisme melalui sistem
limfatik yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun yang
terakhir ini jarang terjadi (Coyle dan Prince, 2009)
4) Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen
sebagai akibat dari pemakaian kateter (Israr, 2009)
3.1.6 Manifestasi Klinis
Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan beberapa gejala seperti demam,
susah buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria terminal), sering buang
air kecil, kadang-kadang merasa panas ketika berkemih, nyeri pinggang dan nyeri
suprapubik (Permenkes, 2011). Namun, gejala-gejala klinis tersebut tidak selalu
diketahui atau ditemukan pada penderita ISK. Untuk memegakan diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, ureum dan
kreatinin, kadar gula darah, urinalisasi rutin, kultur urin, dan dip-stick urine test.
(Stamm dkk, 2001).
11
Dikatakan ISK jika terdapat kultur urin positif ≥100.000 CFU/mL.
Ditemukannya positif (dipstick) leukosit esterase adalah 64 - 90%. Positif nitrit pada
dipstick urin, menunjukkan konversi nitrat menjadi nitrit oleh bakteri gram negatif
tertentu (tidak gram positif), sangat spesifik sekitar 50% untuk infeksi saluran
kemih. Temuan sel darah putih (leukosit) dalam urin (piuria) adalah indikator yang
paling dapat diandalkan infeksi (> 10 WBC / hpf pada spesimen berputar) adalah
95% sensitif tapi jauh kurang spesifik untuk ISK. Secara umum, > 100.000
koloni/mL pada kultur urin dianggap diagnostik untuk ISK (M.Grabe dkk, 2015).
3.1.7 Penegakan diagnosa
Diagnosis pada infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut: (Tessy dkk., 2001)
 Urinalisis
1. Leukosuria
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting
terhadap dugaan adanya ISK. Leukosuria dinyatakan positif bilamana
terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen air
kemih. Adanya leukosit silinder pada sedimen air kemih
menunjukkan adanya keterlibatan ginjal, namun adanya leukosuria
tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula dijumpai pada
inflamasi tanpa infeksi.
2. Hematuria
Hematuria dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya
ISK yaitu bilamana dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen air kemih.
Hematuria dapat pula disebabkan oleh berbagai keadaan patologis
baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya
urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.
 Bakteriologis
1. Mikroskopis yaitu pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan air
kemih segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram. Bakteri
dinyatakan positif bermakna bilamana dijumpai satu bakteri lapangan
pandang minyak emersi.
2. Biakan Bakteri yaitu pemeriksaan biakan bakteri contoh air kemih
dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan

12
bakteri dalam jumlah bermakna = 105 organisme pathogen/mL urin
pada 2 contoh urin berurutan.
 Tes Kimiawi
Tes kimia dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria,
diantaranya yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate.
Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci,
mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari 100.000-1.000.000 bakteri.
Konversi ini dapat dilihat dengan perubahan warna pada uji carik.
Tes terutama dipakai untuk penyaringan atau pengamatan pada pasien
rawat jalan. Sensivitas pemeriksaan ini 90,7 % dan spesifisitas 99,1
% untuk mendeteksi bakteri gram-negatif. Hasil negatif palsu dapat
terjadi, bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis yang
banyak, infeksi oleh enterococci dan asinetobakter.
 Tes Plat-Celup (Dip-slide)
Pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempeng
plastik bertangkai di mana pada kedua sisi permukaannya dilapisi
perbenihan padat khusus. Lempeng tersebut dicelupkan ke dalam air
kemih pasien atau dengan digenangi air kemih setelah itu lempeng
dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan
semula, lalu dilakukan pengeraman semalam pada suhu 37°C.
Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola
pertumbuhan pada lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar
yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan
jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap mL air kemih
yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup akurat.
Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat
diketahui walaupun demikian plat celup ini dapat dikirim ke
laboratorium yang mempunyai fasilitas pembiakan dan tes kepekaan
yang diperlukan.
 Pemeriksaan Radiologis dan Pemeriksaan Penunjang Lainnya
`Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk
mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan
faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa pielografi

13
intravena, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya
ultrasonografi dan CT-scan.

3.1.8 Penatalaksanaan
Antibiotik merupakan terapi utama pada ISK. Efektivitas terapi antibiotik pada
ISK dapat dilihat dari penurunan angka leukosit urin disamping hasil pembiakan
bakteri dari urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien (Coyle and Prince,
2005). Berikut antibiotik-antibiotik yang direkomendasikan pada penyakit ISK
berdasarkan pada Guidelines on Urological Infections dari European Association of
Urology (EAU) Tahun 2015, Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan
Genitalia Pria dari Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) Tahun 2015 dan Drug
Information Handbook 22nd (APhA, 2013).

Tabel 1 . Antibiotik pada Sisititis Akut Non Komplikata (EAU,2015)

14
Tabel 2 . Antibiotik Oral Empiris Awal pada Pielonefritis Akut Ringan – Sedang
(EAU,2015)

15
Tabel 3 . Antibiotik Parenteral Empiris Awal pada Pielonefritis Akut Berat Non
Komplikata (EAU,2015)

\
Tabel 4 . Pilihan Antibiotik untuk terapi Empiris (IAUI,2015)
16
Tabel 5. Dosis Antibiotik Berdasarkan Drug information Handbook 22nd (APhA,
2013)
17
BAB IV

ANALISIS KASUS

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau mikroba tumbuh
dan berkembang biak dalam saluran kemih adanya pertumbuhan bakteri di dalam saluran
kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih, dalam jumlah
bermakna mencapai > 100.000 unit koloni per ml urin segar pancar tengah (midstream urine)
di pagi hari. Infeksi saluran kemih terjadi secara asending oleh sistitis karena kuman berasal
dari flora fekal yang menimbulkan koloni perineum lalu kuman masuk melalui uretra (Enday,
2014).

Menurut Enday (2014), (ISK) diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu: ISK
uncomplicated (sederhana) dan ISK complicated (rumit). Istilah ISK uncomplicated
(sederhana) adalah infeksi saluran kemih pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun
kelainan struktur saluran kemih. ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang
terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik atau struktur saluran kemih, atau
adanya penyakit sistemik kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh
antibiotika. Khusus pada infeksi saluran kemih bawah pada wanita, dari presentasi klinis
hanya dibagi menjadi 2 jenis yaitu; sistitis dan sindrom uretra akut (SUA). Kedua hal tersebut
dibedakan dari bakteuria yang ditemukan, pada kasus sistitis terdapat bakteriuria yang
bermakna, sedangkan pada kasus SUA terdapat presentasi klinis yang sama dengan sistitis
namun tidak ditemukan adanya mikroorganisme (steril). Hal tersebut dapat terjadi karena ada
kemungkinannya mikroorganisme penyebab adalah mikroorganisme anaerobik.

Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua usia mulai dari
bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, insidensi ISK lebih banyak terjadi pada
perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra wanita lebih pendek dibandingkan laki-laki.
Sekitar 40% wanita akan mengalami ISK setidaknya sekali selama hidupnya, dan sejumlah
besar perempuan ini akan memiliki infeksi saluran kemih berulang. Prevalensi pada lanjut
usia berkisar antara 15 sampai 60%, rasio antara wanita dan laki-laki adalah 3 banding 1.
Prevalensi muda sampai dewasa muda wanita kurang dari 5% dan laki-laki kurang dari 0,1%.

Pada kasus ini terdapat Ny.X, 47 tahun datang ke IGD mengeluh nyeri perut bawah
sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh nyeri saat

18
kencing (+), terasa perih dan panas, sering BAK, anyang-anyangan (+). Pasien juga memiliki
riwayat sering menahan kencing (+). Dari awal identitas pasien, jenis kelamin pasien adalah
wanita dimana hal tersebut meningkatkan resiko terjadinya ISK karena jarak uretra yang
lebih pendek dibandingkan laki-laki yang juga sesuai dengan hasil epidemiologi bahwa rasio
antara wanita dan laki-laki adalah 3:1. Lalu pasien juga sudah berusia 47 tahun, dimana sudah
di jelaskan diatas bahwa semakin tinggi usia, maka kejadian rekuren ISK akan meningkat,
sesuai dengan epidemiologi bahwa prevalensi pada lanjut usia berkisar antara 15-60%. Dari
anamnesis yang dilakukan, didapatkan keluhan yang sama dengan gejala ISK bawah, yaitu
adanya nyeri pada perut bawah, disuria (nyeri saat BAK) terasa perih dan panas. Pasien juga
merasakan anyang-anyangan atau merasa tidak lampias setiap selesai BAK sehingga
frekuensi BAK lebih sering. Keluhan tersebut terjadi akibat adanya stasis bakteri yang terlalu
lama karena sering menahan BAK dalam waktu yang lama.

Gambar 4.1. Patogenesis Infeksi Saluran Kemih Bawah

Proses berkemih merupakan proses pembersihan bakteri dari kandung kemih,


sehingga kebiasaan menahan kencing atau berkemih yang tidak sempurna akan meningkatkan
risiko untuk terjadinya infeksi. Ketika urin sulit keluar dari kantung kemih, terjadi kolonisasi
mikroorganisme dan memasuki saluran kemih secara ascending dan merusak epitel saluran
kemih. Hal ini disebabkan karena pertahanan tubuh yang menurun dan virulensi agen
meningkat. Pada individu yang memiliki kebiasaan menahan buang air kecil akan
mengganggu fungsi pertahanan tubuh pada saluran kemih dalam melawan infeksi yaitu akan
terganggunya fungsi pengeluaran urin yang merupakan mekanisme untuk mengeluarkan
19
mikroogranisme secara alami. Infeksi saluran kemih disebabkan invasi mikroorganisme
ascending dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada wanita, mula-mula kuman dari anal
berkoloni di vulva kemudian masuk ke kandung kemih melalui uretra yang pendek
dibandingkan dengan laki-laki, secara spontan atau mekanik.

Pemeriksaan fisik dilakukan pada Ny. X dan pada tanda vital didapatkan pasien
tampak sakit sedang, VAS 7, TD 130/80 mmHg Nadi 84 x/menit, regular, kuat, Frekuensi
pernafasan 20 x/menit, dan suhu 36,5° C. Dari hasil pemeriksaan tersebut pasien tampak
stabil dan tidak terdapat tanda-tanda yang membahayakan. Lalu dilakukan pemeriksan
sepesifik pada bagian Abdomen dan didapatkan dari inspeksi, abdomen datar, tidak ada luka
atau tanda bekas operasi, dan tidak tampak darm contour. Dari auskultasi bising usus (+)
normal 8x/menit. Dilakukan palpasi, tidak terdapat nyeri tekan epigastric, namun terdapat
nyeri tekan suprapubik dengan skala nyeri VAS 7. Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
Balottement tidak teraba dan tidka terdapat nyeri. Perkusi abdomen tedengar timpani tidak
ada kelainan. Dari seluruh hasil pemeriksaan fisik tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa
tidak terdapat demam, terdapat nyeri tekan suprapubik dengan VAS 7, dan ballottement (-)
yang menandakan infeksi terjadi pada saluran kemih bawah. Pada kasus ini disingkirkannya
kemungkinan infeksi saluran kemih atas diakibatkan tidak adanya nyeri ketok CVA, tidak
adanya nyeri saat dilakukan pemeriksaan ballotemen, dan tidak terdapatnya demam.

Nyeri tekan pada perut bawah diakibatkan adanya kejadian inflamasi pada vesika
urinaria akibat dari infeksi bakteri yang masuk secara ascending ke vesika urinaria melalu
uretra yang lebih pendek. Ketika inflamasi sedang terjadi dan dilakukan tindakan mekanik
berupa penekanan, maka akan terjadi sensitisasi nosiseptor, yang dimana hal tersebut kerap
kali terjadi serta berhubungan dengan pelepasan berbagai mediator inflamasi yang diinduksi
oleh rangsangan berbahaya, yang mengakibatkan aktivasi dari nosiseptor. Nosiseptor bersifat
khas dimana mereka secara khusus berespon terhadap berbagai bentuk energi yang
menghasilkan cedera lalu memberikan informasi kepada system saraf pusat yang berkaitan
dengan lokasi maupun intensitas rangsangan yang berbahaya (Bagus Putu, 2017). Dengan
perjalanan mekanisme tersebut terciptalah rasa nyeri yang dirasakan Ny.X saat ditekan pada
perut bagian bawah.

20
Gambar 4.2. Patofisiologi Nyeri

Ny. X dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa urin lengkap dan didapatkan hasil
pH urin 5.0, Albumin 1 mg/dl, sedimen urin leukosit : 1-5 lpb, dan tidak ditemukan kristal.
Urinalisis dapat dilakukan dengan pemeriksaan makroskopis, mikroskopisdan carik celup.
Pada pemeriksaan carik celup, leukosit esterase digunakan sebagai petunjuk adanya sel
leukosit di dalam urin. Hasil positif dari leukositesterase memiliki hubungan yang bermakna
terhadap jumlah sel neutrofil, baik dalam keadaan utuh maupun lisis. Secara klinis ISK
disertai dengan hasil positif pada pemeriksaan nitrit dan leukosit esterase dapat memastikan
adanya infeksi saluran kemih (Sari Rani, 2018). Dan hal tersebut sesuai dengan kasus pada
Ny. X yang dimana terdapat leukosit esterase dari hasil urinalisa lengkap yang dilakukan.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan,
maka ditegakkan diagnosis Ny.X adalah Infeksi Saluran Kemih Bawah Uncomplicated. Lalu
pasien diberikan obat pulang berupa Cotrimoxazole 480 mg 2 x 2 tab, Urotracin 2x2 tab dan
Paracetamol 500 mg 3 x 1 tab, obat antibiotik harus diminum sampai habis, teratur. Selain
diberikan obat, pasien juga diberikan edukasi mengenai penyakit dan penyebab terjadinya
penyakit, selain itu juga menjelaskan tujuan terapi yang diberikan dan kapan harus
melakukan control ulang, serta menjelaskan komplikasi dan prognosis yang berkaitan dengan
penyakit pasien. Pada kasus ini paracetamol diberikan sebagai antinyeri pada pasien yang
mengeluh nyeri saat BAK, sehingga pasien dapat melakukan miksi lebih nyaman, karena
terapi utama dari infeksi saluran kemih ini adalah pemberian cairan yang adekuat agar terjadi
peningkatan jumlah urin untuk membantu membersihkan vesika urinaria yang dinvasi banyak
bakteri.

Penggunaan antibiotik yang tepat dibutuhkan untuk mengatasi masalah resistensi


antibiotik. Prinsip dasar penggunaan antibiotik rasional yaitu tepat indikasi, tepat penderita,
21
tepat pemilihan jenis 2 antibiotik, tepat dosis, efek samping minimal, bila diperlukan ada
kombinasi antibiotik secara tepat, dan ekonomik. Saat ini antibiotic seperti trimethoprim
sulfamethoxazole, ciprofloxacin dan ampicillin adalah terapeutik yang paling di
rekomendasikan untuk menatalaksana infeksi saluran kemih (Mireles Ana, 2015). Biasanya,
TMP-SMX direkomendasikan sebagai tatalaksana lini pertama untuk sistitis akut, dan masih
dianggap sebagai obat yang memiliki angka resistensi rendah tidak melebihi 20% (Gupta
Kalpana, 2010), yang pada kasus ini pasien diberikan obat jalan berupa kotrimoksazol dengan
dosis 96 mg per hati yang merupakan obat golongan trimethoprim sulfamethoxazole lini
pertama pada tatalaksana infeksi saluran kencing. Dosis yang diberikan sesuai dengan
beberapa literature yang salah satunya dari RSUP Dr. Soeradji dengan dosis trimethoprim
sulfamethoxazole 2 x 160-800 mg per hari dengan lama pemberian selama 3 hari.

Tabel 4.1. Rekomendasi Antibiotik pada Infeksi Saluran Kencing Bawah pada
Dewasa

Selain pemberikan TMP-SMX, pasien juga diberikan Urotracin yang mengandung


asam pipemidat 400 mg sebanyak 2 kali dalam sehari. Asam pipemidat ini termasuk dalam
golong quinolone yang tidak telalu efektif dalam melawan E. Coli, namun sensitif terhadap
organisme jenis lain. Pada berbagai macam mikrooragnisme yang sudah resisten terhadap
TMP-SMX, obat ini bertoleransi baik untuk melawan mikroorganisme tersebut, dengan efek
samping yang ringan berupa mual ringan dan dapat dihentikan hanya dengan berhenti
mengonsumsi obat. (Aldred Katie, 2014)

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibiotik terbagi menjadi dua, ada antibiotik yang
bersifat menghambat pertumbuhan mikroba atau dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan
ada pula yang bersifat membunuh mikroba yang dikenal sebagai aktivitas bakterisid.
Penggunaan kombinasi obat pada kasus ini adalah kolaborasi dari kotrimokaszol yang
merupakan golongan trimetropin sulfamethoxazole memiliki sifat bakteriostatik dengan
mengganggu dari proses kehidupan bakteri. Lalu urtracin yang merupakan golongan

22
quinolone yang berfungsi sebaga bakteriostatik yang langsung membunuh bakteri yang
senstitif terhadap obat tersebut. Kedua obat ini bekerja secara sinergis sehingga dapat
mentatalaksana penyakit yang dialami Ny.X.

23
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Sari Rani, Muhartono. 2018. Angka Kejadian Infeski Saluran Kemih (ISK) dan Faktor
Resiko yang Mempengaruhi Pada Karyawan Wanita di Universitas Lampung. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung : Lampung
2. Bagus Putu, Agus Kadek. 2017. Fisiologi Nyeri. Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana : Denpasar.
3. W Woelandary · 2014. Infeksi Saluran Kemih. Universtias Muhammadiya Surakarta :
Solo
4. Mireles Ana L, Walker Jennifer. 2015. Urinary tract infections: Epidemiology,
mechanisms of infection and treatment options. Nature Reviews Microbiology: Department
of Molucular Microbiology and Center of Woman’s Infectious Disease Research, Washington
University School of Medicine.
5. Aldred Katie J, Kerns Robert J. 2014. Mechanism of Quinolone Action and Resistance.
Biochemistry ACCS Publications : US National Library of Medicine
6. American Pharmacists Association dan Lexi-Comp, I., 2013. Drug Information
Handbook: A Clinically Relevant Resource for All Healthcare Professionals.
7. Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
8. Coyle EA, Prince RA. Urinary Tract Infection and Prostatitis In: Dipiro JT, ed.
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach. USA: The Mc Graw Hill Medical,
2008; v. 7
9. Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
10. Edriani, Rita. A. 2010. Pola Resistensi Bakteri Penyebab Infeksi Saluran KEmih
Terhadap Antibakteri di Pekanbaru. Jurnal Natur Indonesia : 130-5 Vol 12(2)
11. European Association of Urology (EAU), 2015. Guidelines on Urological Infections
12. Fitriani. (2013). Faktor-Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran Kemih pada Pasien
yang Terpasang Kateter Menetap Di ruang Rawat Inap RSUD Tarakan. (Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin Makasar). Diakses
tanggal 14 Mei 2016.

24
13. Grabe M., et al., 2015, Guidlines on Urological Infections, European Association of
Urology (EEU), 11.
14. Gradwohl Steven E., (2011). Urinary Tract Infection Guideline, May 2011 5
15. Ikatan Ahli urologi Indonesia (IAUI), 2015, Guideline Penatalaksanaan Infeksi
Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015 edisi 2, Ikatan Ahli Urologi Indonesia, Surabaya,
3.
16. Israr, Y.A., 2009, Infeksi Saluran Kemih, Riau : Fakultas Kedokteran, Universitas
Riau.
17. Kementrian Kesehatan RI, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik Klinia Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan
Primer, Jakart
18. National Kidney ad Urologic Diease Information Clearinghouse (NKUDIC). (2012).
Urinary Tract Infection In Adult. http:kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/utiadult. Di
akses tanggal 22 Mei 2016.
19. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL. Konsensus infeksi
saluran kemih pada anak. UKK Nefrologi IDAI. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.
20. Purnomo, B.B. 2014. Dasar-dasar Urologi. Malang : Sagung Set
21. Stamm W, Norrby R. Urinary tract infections: disease panorama and challenges. J.
Infect. Dis. 2001:183.
22. Sudoyo, Aru. W,dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5. Jakarta :
Internal Publishing
23. Sukandar, E. 2014. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa, dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. Jakarta: InternaPublishing. 2129-36
24. Tessy, A., Ardaya, S. 2001. Infeksi Saluran Kemih, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi III Jilid II, edit. Suyono,S. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 369-76.

25

Anda mungkin juga menyukai