Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

HIPERTENSI PADA KEHAMILAN

Oleh:
dr.

Pembimbing:
dr.

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS KECAMATAN SENEN
KOTA
2023

0
BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

Telah dipresentasikan laporan kasus oleh :


Nama : dr.
Kasus : Hipertensi pada Kehamilan
Topik : Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Nama Pendamping : dr.
Nama Wahana : Puskesmas Kecamatan Senen
Hari / Tanggal : Jumat; 27 Januari 2023

No Nama Peserta Tanda tangan


1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping

dr. dr.

1
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi dalam kehamilan yang


persentasenya masih cukup tinggi yakni 5-15%. Mortalitas dan morbiditas
hipertensi dalam kehamilan juga masih banyak dialami, hal tersebut terjadi karena
penyebab hipertensi itu sendiri yang hingga saat ini belum jelas serta akibat
perawatan dalam persalinan yang masih ditangani bukan oleh tenaga kesehatan
terutama di daerah terpencil. 1
Terdapat lima penyebab utama kematian ibu di
dunia yakni perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama
atau partus macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia didominasi oleh tiga
penyebab
utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan infeksi.
Dari ketiga penyebab utama kematian ibu di Indonesia yakni perdarahan,
hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan infeksi, proporsi terbesar masih dimiliki
oleh hipertensi dalam kehamilan. Hampir 30 % kematian ibu di Indonesia pada
tahun 2011 disebabkan oleh HDK. 2 WHO memiliki target yang dituangkan
dalam Millenium Development Goals atau MDG’s 2015 tentang angka kematian
ibu (AKI) yakni diharapkan AKI sekarang akan turun sebesar 50 %, sehingga
diperlukan penanganan yang adekuat terhadap kasus-kasus hipertensi dalam
kehamilan. 3
Akibat yang ditimbulkan hipertensi dalam kehamilan pada ibu bisa
mengakibatkan eklampsia, hemoragik, isemik stroke, kerusakan hati, HELLP
sindrom, gagal hati, disfungsi ginjal, persalinan cesar, persalinan dini,
dan abruptio plasenta, risiko kembali mengalami hipertensi pada kehamilan
berikutnya, komplikasi kardiovaskular, penyakit ginjal dan timbulnya kanker.
Sedangkan dampak pada janin bisa menyebabkan kelahiran preterm, induksi
kelahiran, gangguan pertumbuhan janin, sindrom pernapasan, kematian
janin. (Mustafa et al., 2012)
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi komplikasi dalam
kehamilan berfokus pada Pelayanan kesehatan ibu hamil. Dimana, pelayanan Ibu

2
hamil harus memenuhi frekuensi kunjungan minimal di tiap trimester, yaitu
minimal satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal
satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan minimal dua
kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai menjelang
persalinan). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin
perlindungan terhadap ibu hamil dan janin berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan. (Profil kesehatan
Indonesia,2018)

3
BAB II
STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. M
b. Umur : 32 tahun
c. Alamat : Jalan Kramat Sentiong
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Tanggal periksa : 13 Januari 2023
f. No. RM : 03-0006483
g. HPHT : 5 November 2022
h. HPL : 2 Agustus 2023
i. UK : 10-11 minggu
j. Berat badan : 54 Kg
k. Tinggi Badan : 155 cm

2. Keluhan Utama
Nyeri Perut

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang G2P1A0, 32 tahun, usia kehamilan 10-11 minggu Pasien
datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri perut seperti mulas sejak 2
hari yang lalu, Selain itu pasien juga mengalami terlambat haid sejak 1
bulan yang lalu, pasien belum mengecek status kehamilan dengan
testpack. Pusing (-) Mual (-) muntah (-), demam (-), batuk (-) pilek (-),
sesak (-) kaki bengkak (-) pandangan mata kabur (-)
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi kehamilan sebelumnya : Ya
b. Riwayat infeksi : Disangkal
c. Riwayat minum obat/ jamu selama hamil : Disangkal

4
d. Riwayat serupa kehamilan sebelumnya : Ya (Hipertensi)

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa disangkal

6. Riwayat Fertilitas
Baik

7. Riwayat Obstetri
I : Tahun 2018  SC; Laki- laki; 4 tahun
II : Hamil ini

8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)


Pasien baru pertama kali melaksanakan ANC saat ini di bidan
puskesmas. Dan baru di lakukan tes kehamilan dan hasilnya positif
9. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 13 tahun
b. Lama menstruasi : 5 hari
c. Siklus menstruasi : 30 hari
10. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, selama 6 tahun
11. Riwayat Keluarga Berencana (KB)
Pasien KB dengan KB IUD yang dilakukan selama 4 tahun yang lalu
saat kelahiran anak pertama. Pasien belum melepas KB IUD
sebelumnya, saat ini sedang dalam kondisi hamil dengan terpasang IUD
pada rahim
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
a. Keadaan Umum: Baik, GCS E4V5M6, gizi kesan cukup
b. Tanda Vital:
- Tekanan darah : 140/90 mmHg

5
- Nadi : 88 x / menit
- Respiratory Rate : 20 x/menit
- Suhu : 36,5 0C
c. Kepala : Mesocephal
d. Mata : Conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
e. THT : Tonsilla palatina membesar (-), Oropharynx hiperemis (-)
f. Leher : Pembesaran Gld. thyroidea (-), lymphadenopathy (-)
g. Thorax : Normothorax, Gld. mammae hipertrofi, areola
mammae hiperpigmentasi (+)
h. Cor:
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
- Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
i. Pulmo:
- Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
- Palpasi : Fremitus taktil dada kanan = kiri
- Perkusi : Sonor/sonor
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
j. Abdomen: lihat status obstetri
k. Ekstremitas :
Edema Akral dingin
- - - -
- - - -

2. Status Obstetri
a. Abdomen :
- Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, striae
gravidarum (-)

6
- Palpasi : belum teraba janin,kepala belum masuk
panggul, his (-), tinggi fundus uteri (TFU) 26 cm ~ taksiran
berat janin (TBJ) 2170 gram.
Palpasi Leopold
I : Tinggi fundus uteri (TFU) setinggi 11 cm ~ belum teraba
bagian janin
II : belum teraba bagian janin
III : belum teraba bagian janin
IV : Kepala janin belum masuk panggul
- Auskultasi : Detak jantung janin (DJJ) sulit dievaluasi
b. Genital:
Inspeksi : Vulva dan uretra tenang,
VT : tidak dilakukan

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboraturium darah (13 Januari 2023)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 7 g/dL 11.0 – 15.0
Hematokrit 40.7 % 37 – 48
Leukosit 9.7 10 /mL
3
4.0 - 10.0
Trombosit 302 103/mL 150 – 350
Eritrosit 4.57 106/mL 3.50 – 5.00
INDEX ERITROSIT
MCV 89.2 fl 82.0 – 95.0
MCH 28.8 pg 27.0 – 31.0
MCHC 32.4 g/dl 32.0 – 36.0
RDW 12.6 % 11.5 – 14.5
MPV 9.1 fl 7.0 – 11.0
PDW 15.8 % 15.0 – 17.0

HITUNG JENIS

7
Granulosit 50.8 % 50.0 – 70.0
Limfosit 30.6 % 20.0 – 40.0
MID 8.6 % 3.0 – 9.0
URINALISA
PROTEIN - -
Eritrosit 0 lpb 0
Albumin - Lpb 0
D. DIAGNOSIS KERJA
G7P2A4 hamil 10-11 minggu dengan Hipertensi + Anemia

E. TATALAKSANA
Observasi tanda vital, His, DJJ dan tanda-tanda infeksi
Amlodipin 1x1
Rujuk Poli Obgyn RS

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

A. DEFINISI
Hipertensi dalam kehamilan adalah tekanan darah 140/90 mmHg, atau lebih,
atau peningkatan sistolik >30 mmHg, diastolik >15 mmHg yang bisa terjadi pada
usia kehamilan sebelum 20 minggu atau sesudah kehamilan 20 minggu dan
menetap sampai 3 bulan pasca persalinan. Tannpa adanya proteinuria yang
signifikan atau ciri-ciri preeklampsia lainnya (Widatiningsih,
2017).1

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the
National High Blood Pressure Education Working Group on High Blood Pressure
in Pregnancy tahun 2001 memberikan klasifikasi untuk mendiagnosa jenis
hipertensi dalam kehamilan, yaitu:
1. Hipertensi kronik
Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
2. Preeklampsia
Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
3. Eklampsia
Preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
Hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi
kronik disertai proteinuria.
5. Hipertensi gestasional (disebut juga transiet hypertension)

9
Hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.

C. FAKTOR RESIKO
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Beberapa faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah:

1. Primigravida
Gravida adalah wanita hamil. Gravida merupakan satu komponen dari status
paritas yang sering dituliskan dengan notasi G-P-Ab, dimana G menyatakan
jumlah kehamilan (gestasi). Primigravida ialah seorang wanita hamil untuk
pertama kalinya. Primigravida mempunyai risiko 2,173 kali mengalami
kejadian preeklampsia dibandingkan dengan seorang wanita yang telah hamil
beberapa kali (multigravida). Secara teori, primigravida lebih berisiko untuk
mengalami preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali
terpapar vilus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme
imunologik pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh HLA-G
(human leukocyte antigen G) terhadap antigen plasenta belum terbentuk
secara sempurna, sehingga proses implantasi trofoblas ke jaringan desidual
ibu
terganggu. Teori tersebut menyebutkan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta yang terbentuk pada kehamilan pertama menjadi penyebab hipertensi
dan sampai pada keracunan kehamilan.
Primigravida juga rentan mengalami stress dalam menghadapi persalinan.
Stress emosi yang terjadi menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-
releasing hormone (CRH) oleh hipothalamus, yang kemudian menyebabkan
peningkatan kortisol. Efek kortisol adalah meningkatkan respon simpatis,
sehingga curah jantung dan tekanan darah akan meningkat.3
2. Kehamilan Kembar

10
Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin
atau lebih. Pada perempuan dengan kehamilan kembar, dibandingkan dengan
kehamilan tunggal, insiden hipertensi gestasional 13 versus 6 persen, dan
insiden preeklampsia 13 versus 5 persen, meningkat secara signifikan.
Kehamilan kembar merupakan salah satu penyebab preeklampsia. Hipertensi
diperberat karena kehamilan banyak terjadi pada kehamilan kembar. Dilihat
dari segi teori hiperplasentosis, kehamilan kembar mempunyai risiko untuk
berkembangnya preeklampsia. Kejadian preeklampsia pada kehamilan
kembar meningkatkan 4-5 kali dibandingkan kehamilan tunggal.
3. Umur
Kehamilan pada umur (<20 dan >35 tahun) merupakan kehamilan berisiko
tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi dalam kehamilan. Umur
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Ibu
hamil yang berumur <20 dan >35 tahun mempunyai risiko 15,731 mengalami
kejadian preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil yang berumur 20-35
tahun. Umur ibu yang terlalu muda (<20 tahun), memiliki risiko besar untuk
terjadinya hipertensi, hal ini disebabkan karena dari segi biologis
perkembangan alat-alat reproduksinya belum optimal. Sedangkan, pada umur
ibu >35 tahun terjadi proses degeneratif yang mengakibatkan perubahan
struktural dan fungsional yang terjadi pada pembuluh darah perifer yang
bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah. Tingginya hipertensi
sejalan dengan bertambahnya umur, hal ini disebabkan oleh perubahan
struktur
pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya adalah meningkatnya
tekanan darah sistolik. Umur 20-35 tahun adalah periode yang aman untuk
melahirkan dengan risiko kesakitan dan kematian ibu yang paling rendah.
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eclampsia
Ibu hamil yang memiliki riwayat keturunan dari keluarga yang pernah
preeklampsia mempunyai risiko 2,618 kali mengalami kejadian preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat keturunan.

11
Preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia atau mempunyai
riwayat preeklampsia dalam keluarga. Faktor genetik/keturunan merupakan
faktor risiko terjadinya preeklampsia.2
5. Penyakit hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
Ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi sebelumnya mempunyai risiko
6,026 kali mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan dengan responden
yang tidak memiliki riwayat hipertensi.25 Ibu hamil dengan riwayat
hipertensi akan mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami
Superimposed
preeklampsia. Hal ini karena hipertensi yang diderita sejak sebelum hamil
sudah mengakibatkan gangguan/kerusakan pada organ penting tubuh dan
ditambah lagi dengan adanya kehamilan maka kerja tubuh akan bertambah
berat sehingga dapat mengakibatkan gangguan/kerusakan yang lebih berat
dengan timbulnya odem dan proteinuria
6. Obesitas
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak
yang berlebihan di jaringan lemak tubuh dan dapat mengakibatkan terjadinya
beberapa penyakit. Terjadinya resistensi leptin merupakan penyebab yang
mendasari beberapa perubahan hormonal, metabolik, neurologi dan
hemodinamik pada hipertensi dengan obesitas.35 Ibu hamil yang mempunyai
IMT ≥30 memiliki risiko lima kali lebih besar untuk menderita preeklampsia
saat hamil dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai IMT
underweight (IMT <18,5) dan normal (IMT 18,5-24,9).18
7. Konsumsi Kalsium
Ibu hamil yang mengonsumsi kalsium kurang mempunyai risiko 4 kali
mengalami hipertensi pada kehamilan dibandingkan responden yang
mengonsumsi kalsium cukup. Peranan kalsium dalam hipertensi kehamilan
sangat penting diperhatikan karena kekurangan kalsium dalam diet dapat
memicu terjadinya hipertensi.

12
Ibu hamil memerlukan minimal 1200 mg/hari kebutuhan kalsium
yang didapatkan melalui asupan makanan ataupaun suplemen. Kalsium
berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi dalam darah pada aktivitas
kontraksi otot. Kontraksi otot pembuluh darah sangat penting karena dapat
mempertahankan tekanan darah.3 Asupan rendah kalsium dapat meningkatkan
tekanan darah yang merangsang hormon paratiroid atau pelepasan renin,
meningkatkan kalsium intraseluler pada otot polos pembuluh darah sehingga
menyebabkan vasokonstriksi. Pemberian suplementasi kalsium dapat
mengurangi pelepasan paratiroid dan mengurangi kontraktilitas otot polos.
Hal ini juga dapat mengurangi kontraktilitas otot halus rahim atau
meningkatkan kadar magnesium serum yang dapat mengurangi sekitar
setengah risiko preeklamsia, kelahiran premature, dan kematian terutama
pada wanita beresiko
tinggi dengan asupan kalsium rendah sebelumnya.3,4
D. PATOFISIOLOGI
Penyebab hipertensi dalam kehamilan belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, namun
tidak ada teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.4
Meskipun penyebabnya masih belum diketahui, bukti manifestasi klinisnya
mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa perubahan patofisiologi tersamar
yang terakumulasi sepanjang kehamilan, dan akhirnya menjadi nyata secara klinis.
Tanda klinis ini diduga merupakan akibat vasopasme, disfungsi endotel, dan
iskemia. Meskipun sejumlah besar dampak sindrom preeklampsia pada ibu
biasanya diuraikan persistem organ, manifestasi klinis ini seringkali multiple dan
bertumpah tindih secara klinis.1
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi
dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan
tekanan sistolik menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeklampsia
peningkatan reaktivitas vascular dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi

13
hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada
preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal.5
Teori defisiensi gizi/ teori diet merupakan salah satu teori tentang terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.1 Rendahnya asupan kalsium pada wanita hamil
mengakibatkan peningkatan hormon paratiroid (PTH), dimana akan
mengakibatkan kalsium intraseluler meningkat melalui permeabilitas membrane
sel terhadap kalsium. Hal tersebut mengakibatkan kalsium dari mitokondria lepas
ke sitosol. Peningkatan kadar kalsium intraseluler menyebabkan otot polos
pembuluh darah
mudah terangsang untuk vasokonstriksi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.3
Beberapa penelitian menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/ eklampsia.
Kebutuhan kalsium meningkat pada saat hamil karena digunakan untuk
mengganti cadangan kalsium ibu guna pembentukkan jaringan baru pada janin.2
Selain penting bagi kesehatan tulang ibu dan janin, asupan kalsium yang
cukup dapat mengurangi kejadian hipertensi selama kehamilan. Pada Pasien RS
Cape coast metropolit, Ghana yang mendapatkan asupan kalsium tinggi >1200
mg/hari memiliki insidensi preeklampsia yang rendah. Wanita dengan asupan
kalsium
yang rendah memiliki peningkatan rata-rata tekanan darah, yang
menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia.1

E. DIAGNOSIS
1. Pengkajian riwayat kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan yang komprehensif saat pemeriksaan
pertama akan mengidentifikasi: keadaan sosial yang buruk; usia dan
paritas, primipaternitas, riwayat gangguan hipertesif dalam keluarga,
riwayat pre-eklampsia terdahulu, maupun adanya gangguan medis lain.
2. Pengukuran tekanan darah

14
Pengukuran tekanan darah sebaiknya jangan dilakukan
segera setelah ibu mengalami ansietas, nyeri, periode latihan fisik,
atau merokok. Periode istirahat selama 10 menit sebaiknya diberikan
kepada ibu sebelum mengukur tekanan darah. Posisi telentang atau
miring ke kanan sebaiknya tidak dilakukan karena efek uterus gravid
pada aliran baik vena menyebabkan terjadinya hipotensi postural. Posisi
duduk atau berbaring miring ke kiri dengan manset stigmomanometer
kira-kira sejajar dengann jantung merupakan posisi yang dianjurkan
dalam pengukuran tekanan darah.
Tekanan darah dapat lebih tinggi dari seharusnya jika
menggunakan manset sfigmomanometer yang ukurannnya tidak sesuai
dengan lingkar lengan. Panjang manset setidaknya harus 80% dari
lingkar lengan. Dua manset harus tersedia dengan kantong inflasi 35 cm
untuk penggunaan normal dan 42 cm untuk lenganyang besar.
Pembulatan hasil pengukuran tekanan darah harus dihindari, dan
pencatatan tekanan darah dibuat seakurat mungkin hingga 2 mmHg dari
hasil pengukuran. Penggunaan Karotkoff IV (suara hembusan) atau
Karotkoff V (hilangnya suara) masih kontroversial. Karotkoff V lebih
mendekati tekanan intra-arteri, oleh karena itu, pengukuran ini sebaiknya
digunakan, kecuali jika suara hampir mendekati nol. Dalam hal ini,
sebaiknya pengukuran dilakukan dengan menggunakan Karotkoff IV.2
3. Urinalisis
Proteinuria yang ditemukan pada ibu yang tidak menderita infeksi
saluran kemih merupakan indikasi adanya endoteliosis
glomerulus. Jumlah protein dalam urine sering digunakan sebagai indeks
keparahan preeklampsia. Peningkatan proteinuria yang signifikan disertai
dengan berkurangnya haluaran urine mengindikasikan adanya kerusakan
ginjal.2 Kriteria minimum hasil proteinuria ≥300 mg/24 jam atau ≥1+
pada pemeriksaan carik celup dianggap sebagai indikasi preeklampsia.7
4. Edema dan peningkatan berat badan yang berlebihan

15
Pengkajian ini hanya digunakan jika diagnosis preeklampsia telah dibuat
berdasarkan kriteria lainnya. Edema klinis dapat bersifat ringan atau
berat, dan keparahannya berhubungan dengan semakin memburuknya
preeklampsia. Edema yang tiba-tiba muncul, menyebar dan parah
merupakan tanda-tanda adanya preeklampsia atau keadaan patologis
lainnya sehingga pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan. Edema ini
akan cekung ke dalam jika ditekan dan mungkin ditemukan di area
anatomis yang tidak menggantung, seperti wajah, tangan, abdomen
bagian bawah, vulva, dan area sakrum.2
F. PENATALAKSANAAN
1. Kehamilan sampai viable time dengan cara :
a. Pengaturan pola hidup : diet rendah garam, pengaturan berat badan,
berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol dan kafein yang
berlebih.
b. Lebih banyak istirahat tirah baring.
c. Memberikan obat untuk mempertahankan kehamilan (Glukokortikoid)
bila umur kehamilan preterm. Manuaba (2007)
2. Memberikan obat anti hipertensi Menurut Saifuddin (2009) terapi
antihipertensi seperti:
a. 2 - antagonis: Methyldopa dengan dosis 500 mg/3x per hari, maksimal 3
gram per hari.
b. Calcium – channel – blockers : Nifedipin dengan dosis bervariasi antara
30-90 mg/hari.
c. Diuretik thiazide: tidak diberikan karena akan mengganggu volume
plasma sehingga mengganggu aliran darah uteroplasenta.
3. Terminasi kehamilan pada hipertensi kronik yaitu apabila :
a. Maternal terjadi kegagalan fungsi organ vital seperti: sistem
sistem saraf pusat, kegagalan fungsi ginjal dan kegagalan
b. fungsi hepar; pengobatan konservatif gagal dengan semakin
meningkatnya tekanan darah dan terjadi perubahan yang memberatkan;
dan terjadi superimposed preeklamsia.

16
c. Fetal terjadi pergerakan janin makin menurun, pertumbuhan janin
terhambat, keberhasilan janin hidup sulit dijamin karena factor
prematuritas. Bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah
buruk, maka segera diterminasi dengan induksi persalinan ataupun
persalinan pervaginam (Saifuddin, 2009). Penatalaksanaan hipertensi
kronik dapat dijelaskan dalam bagan sebagai berikut
.
Gambar 2.2. Penatalaksanaan hipertensi kronik (Edwin, 2013)

17
G. PROGNOSIS
1. Penderita hipertensi ringan atau sedang, outcome kehamilan baik
dengan perinatal survival sekitar 95 – 97 %.
2. Prognosis bisa semakin memburuk apabila:
a. Hipertensi semakin ganas.
b. Komplikasi maternal dan perinatal semakin berat.
c. Sering terjadi pada multipara, umur diatas 30 tahun dan
tekanan darah diatas 190/120 mmHg.
d. Menimbulkan gangguan lebih berat terhadap:
a. Insufisiensi plasenta: IUGR (Intrauterine Growth Retardation) atau
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), prematuritas sampai IUFD
(intrauterine fetal distress).
b. Terhadap sistem saraf pusat seperti oedema, perdarahan, nekrosis otak
dan kegagalan kardiovaskular

H. KOMPLIKASI
Komplikasi Hipertensi Komplikasi yang terjadi pada ibu yang hipertensi
(Nainggolan, 2019)
a. Kematian Janin Intrauterine (kematian janin pada kehamilan 20 minggu
atau lebih)
b. Solusio Plasenta (lepasnya plasenta dari dinding rahim)
c. Prematur
d. Pendarahan otak

18
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien Ny. M usia 32 tahun datang ke Puskesmas pada tanggal 13 Januari


2023 dengan keluhan utama nyeri perut seperti mulas sejak 2 hari yang lalu.
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka didapatkan diagnosis G2P1A0 hamil 10-11 minggu dengan Hipertensi dan
Anemia.
Diagnosis Hipertensi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Pada kasus, berdasarkan anamnesis pasien mengatakan
HPHT 5 November 2022 didapatkan HPL pasien adalah 2 Agustus 2023. Pasien
datang dengan keluhan nyeri perut seperti mulas sejak 2 hari yang lalu, dan
mengalami terlambat haid sejak 1 bulan yang lalu, Setelah dilakukan tes
kehamilan di puskesmas didaptkan hasil positif hamil.
Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum didapatkan kenaikan tensi
yaitu 140/90 dan pemeriksaan penunjang pasien mengalami penurunan kadar
hemoglobin menurun yaitu 7 mg/dL. Status obstetri dalam batas normal. Pasien
memiliki hipertensi sejak kehamilan yang pertama sehingga diputuskan partus
secara caesar dan memasang KB IUD. Lokasi KB IUD masi belum dilepas dari
rahim pasien saat hamil saat ini.
Terdapat beberapa faktor risiko yang diduga dapat memicu terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, khususnya hipertensi gestasional diantaranya adalah
keadaan hiperplasentosis seperti mola hidatidosa, kehamilan kembar/gemeli,
diabetes militus, hidrops fetalis, dan bayi besar, umur ibu yang ekstrim, riwayat

19
keluarga, penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum
kehamilan, obesitas, serta riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya. 1,4
Hipertensi gestasional pada pasien ini diduga akibat faktor risiko genetik
dan hipertensi pada kehamilan sebelumnya. Faktor risiko yang terbukti
berhubungan timbulnya hipertensi dalam kehamilan adalah obesitas, hipertensi
kronik atau hipertensi yang telah ada sebelumnya, faktor paternal, dan faktor
genetik.
Pada kasus ini pasien dirujuk karena kondisi anemia serta diberikan
antihipertensi yaitu amlodipin 1x1. Alasan pemberian amlodipin sebagai obat
antihipertensi pada kasus ini adalah karena amlodipin merupakan obat
antihipertensi golongan CCB yang bekerja dengan cara menghambat influks
kalsium ke dalam sel otot polos arteri. Nifedipin bersifat lebih selektif sebagai
vasodilator dan mempunyai efek depresi jantung yang lemah jika dibandingkan
dengan obat golongan CCB lainnya.Selain itu amlodipin juga memiliki efek
tokolitik sehingga sesuai untuk terapi ekspektatif.
Selain golongan CCB, obat antihipertensi lain yang dapat digunakan pada
hipertensi dalam kehamilan dan telah banyak digunakan adalah obat golongan
metildopa, namun metildopa memiliki efek samping merugikan seperti penurunan
kesadaran, gangguan tidur, perasaan lelah dan depresi, dan xerostomia.
Obat antihipertensi golongan ACE- Inhibitor dikontraindikasikan pada
kehamilan terutama pada trimester 2 dan 3, karena efek toksiknya sangat berat
yakni menurunkan perfusi renal pada ginjal fetus. Penggunaannya juga
dihubungkan dengan disgenesis ginjal, oligohidramnion yang diakibatkan
kurangnya produksi urin dari fetus, hipoplasia paru, intrauterine growth restriction
atau IUGR, hingga kematian janin.
Pemberian obat antihipertensi pada kehamilan dibagi menjadi dua yakni
untuk hipertensi berat adalah sistolik > 160 atau diastolik ≥ 110 mmHg dan
hipertensi tidak berat/non-severe hypertension adalah sistolik 140–159 atau
diastolik 90–109 mmHg. Pada kasus ini, pasien termasuk dalam hipertensi
ringan atau non-severe hypertension tanpa penyulit, sehingga rekomendasi yang
diberikan pada pasien ini sebaiknya adalah memberikan terapi antihipertensi

20
untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik 130– 155 mmHg dan tekanan diastolik
80–105 mmHg. Terapi inisial yang dapat dierikan adalah salah satu dari jenis obat
antihipertensi berikut ini: metildopa, labetalol, beta-blocker (acebutolol,
metoprolol, pindolol, dan propranolol), dan calcium channel blockers
berupa nifedipine. Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors dan
angiotensin receptor blockers (ARB) tidak direkomendasikan
Komplikasi hipertensi dalam kehamilan yang paling sering terjadi adalah
komplikasi serebrovaskuler, diantaranya perdarahan serebral dan kejang,
kerusakan ginjal, dan komplikasi kardiovaskular, seperti edema paru. Selain itu,
wanita dengan hipertensi gestasional berisiko melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah.
Pada pasien ini belum ditemukan tanda- tanda terjadinya komplikasi
karena belum ditemukan tanda dan gejala kerusakan organ seperti gangguan
fungsi ginjal yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan urin. Jika terdapat
gangguan fungsi ginjal maka akan didapatkan kadar protein urin yang positif.
Gejala edema paru juga tidak ada karena pada pasien tidak ditemukan gejala
takipnea, ortopnea, takikardi, batuk, dan gejala lain.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Leveno KJ, et al. Hypertensive disorders in pregnancy. In:.Williams Manual


of Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies, 2010 : p. 761-808
2. George EM. 2011. Endothelin: key mediator of hypertension in preeclampsia.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21677705. Wibowo, B; Alaydrus, T. Pre-
eklamsia dan eklamsia. Dalam:
3. Wiknjosastro H, Saifuddin AB,Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi
4. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2009 : hal. 281 –
301
4. Jayakusuma, AAN. 2009.Manajemen risiko pada preeklampsia (Upaya
menurunkan kejadian preeklampsia dengan pendekatan berbasis risiko).
Denpasar: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah
5. Mallidi J, Penumetsa S, Lotfi A.2013. Management of Hipertensive
Emergencies. J Hypertensi

22

Anda mungkin juga menyukai