SKIZOPHRENIA PARANOID
Pembimbing :
dr.
Pendamping:
dr.
Disusun Oleh :
dr. Wahyu B. Putra
PUSKESMAS SUKAINDAH
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : MA
Status : Menikah
A. Keluhan Utama
Pertama kali pasien merasakan hal ini pada tahun 2015 7 tahun yang lalu saat kelas 2
MA, tiba - tiba pasien menangis dengan keadaan jilbab yang sobek lalu mengurung diri di
kamar, jika ditanya, pasien mudah marah dan cepat tersinggung. Setelah ditanya oleh
ibunya ternyata dirinya telah dibully oleh teman - teman sekolahnya. Setelah kejadian
tersebut pasien selalu menangis sehabis pulang sekolah. Dua tahun setelahnya tahun 2017
saat pasien lulus MA sudah mulai mendengar bisikan - bisikan, halusinasi, serta terlihat
pasien senang berbicara sendiri. Saat itu pasien dibawa oleh orang tuanya ke Apotek di
bogor dengan ada psikiater didalamnya, lalu berobat selama 7 bulan, namun setelahnya
pasien dibawa ke puskesmas untuk diminta rujukan ke RSUD cibitung lalu dibawa ke RSJ
islam klender hingga sekarang
- Pasien tidak ada riwayat gangguan medis, dan pasien belum pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya.
- Tidak ada riwayat hipertensi, tidak ada riwayat diabetes mellitus dan riwayat sakit
hipotiroid.
a. Riwayat pranatal
Pasien lahir cukup bulan dengan persalinan normal dan lahir di puskesmas. Selama
kehamilan dan kelahiran tidak ada masalah, ibu pasien sering mengontrol kehamilannya
dengan bidan di posyandu. Saat melahirkan ibu pasien sempat mengalami baby blues,
diketahui pula neneknya mengalami hal yang sama.
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita normal. Pasien minum ASI
sejak 0 bulan sampai usia 2 tahun didampingi dengan makanan lunak dan susu formula.
Pertumbuhan dan perkembangan padan masa ini normal. Pasien berkembang menjadi
anak yang biasa saja, setiap pulang ke rumah pasien selalu membantu ibunya di rumah
dan jarang keluar rumah. Pasien merupakan anak yang pendiam, tidak banyak berbicara,
jarang bermain keluar rumah, sehingga tidak memilik banyak teman.
Pasien pada saat remaja memiliki teman-teman. Walaupun demikian, pasien tidak
memiliki teman dekat disekolah, pasien dalam bergaul memilih-milih teman dan jarang
pergi bermain keluar rumah dengan teman- teman sekolahnya. Pasien sering dibully
temannya
Pasien tidak mempunyai teman, pasien sering mengurung diri di rumah karena merasa
malas bertemu dengan teman-temanya yang dulu sekolah bersama dengannya.Setelah
itu di umur 20-an pasien menikah
f. Riwayat pendidikan
g. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak pernah bekerja, setelah menikah pasien menjadi Ibu Rumah Tangga
h. Riwayat pernikahan
Pasien beragama Islam. Sebelum muncul keluhan, pasien rutin beribadah sholat 5
waktu, dan melaksanakan puasa Ramadhan. Setelah keluhan tersebut muncul, pasien
menjadi malas ke gereja.
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah hukum
k. Aktivitas sosial
Pasien jarang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tetangga. Pasien jarang
keluar rumah, pasien tidak pernah mengobrol dan bercengkrama dengan tetangga.
Pasien hanya tersenyum jika ada tetangga yang menegurnya saat ia menyapu teras
rumah, tetapi tidak pernah mengobrol dengan tetangga atau teman di sekitar rumah.
E. Riwayat Keluarga
Pasien tinggal bersama orang tuanya (ibunya) sebelumnya, ayahnya telah meninggal. Pasien
merupakan seorang yang ceria, baik, rajin dan senang berbagi kepada orang-orang sekitar.
Setelah menikah pasien tinggal dengan suaminya.
Pasien tinggal dengan suaminya. Pasien dirujuk ke RSUD untuk menerima obat-obatan.
Saat ini pasien tidak bekerja dan setiap hari melakukan pekerjaan rumah seperti
mencuci, menyapu, memasak dan membersihkan rumah (Ibu Rumah Tangga)
Pasien sekarang merasa bahwa dirinya memang sakit dan memerlukan pengobatan.
Oleh karena itu, pasien kontrol ke Puskesmas untuk menerima obat-obatan selanjutnya
dilakukan rujukan. Pasien tidak terlalu sering mengobrol dengan tetangga sekitar dan
merasa tidak nyaman karena terganggu dengan suara-suara yang didengar.
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Wanita 23 tahun, paras sesuai umur dengan postur tubuh yang astenikus (kurus),
kesan gizi pasien cukup. Penampilan dan keadaan kebersihan pasien cukup.
2. Kesadaran
Kompos mentis
Keadaan pasien tenang. Pasien tidak memperlihatkan gerak-gerik yang tidak bertujuan,
gerak berulang, maupun gerakan abnormal/involunter.
1. Pembicaraan
• Kuantitas : Pasien dapat menjawab pertanyaan dan dapat mengungkapkan isi
hatinya dengan jelas.
• Kualitas : pasien menyambung jika ditanya, dan menjawab pertanyaan dengan
spontan agak lambat, pengucapan kata jelas dan pembicaraan dapat dimengerti.
• Tidak ada hendaya berbahasa.
3. Isi pikiran : Waham curiga (+), pasien merasa bahwa suaminya selingkuh dan
main belakang tanpa sepengetahuan pasien. Waham kendali (+), pasien terkadang
merasa suara-suara yang didengar menyuruhnya untuk melakukan sesuatu, suara-
suara tersebut umumnya menyuruh pasien untuk melakukan hal yang tidak jelas
seperti bunuh diri dengan lompat dari motor.
E. Fungsi Intelektual / Kognitif
1. Taraf pendidikan
Pasien merupakan lulusan MA
2. Daya konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien kurang, pasien tidak dapat mengurangkan angka 7 dikurang 100,
pasien juga tidak bisa mengalikan angka seperti 4x5 atau 5x10.
3. Orientasi
- Waktu : Baik, pasien mengetahui saat wawancara saat siang hari
- Orang : Baik, pasien mengetahui siapa saja saudaranya, suaminya, siapa saja
yang tinggal serumah dengannya, dan mengetahui sedang diwawancara oleh siapa.
- Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang konsultasi dan wawancara.
4. Daya Ingat
Daya ingat jangka pendek, menengah, panjang, dan segera masih baik.
7. Berpikir abstrak: baik, pasien dapat menjelaskan persamaan apel dan jeruk
F. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien baik, selama wawancara dapat mengontrol emosinya
dengan baik (tidak mengamuk atau menangis)
G. Tilikan
Tilikan derajat 4 (pasien mengetahui bahwa dirinya sakit, namun tidak tahu penyebab
pasti dari keluhan-keluhan tersebut).
Status Generalis
• KU : Tampak Sehat
Tanda vital
TD : 118/54 mmHg
Nadi : 87 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Berat badan : 50 kg
Status Interna
Mata: Sklera ikterik -/-, conjungtiva palpbera anemis -/-, edema palpebra -/-
Tidak ada
VI. RESUME
Wanita 23 tahun, belum menikah, tidak bekerja, dan tinggal serumah dengan suaminya
Keluhan pertama kali muncul saat pasien berusia kurang lebih 16 tahun dan sudah
berlangsung selama kurang lebih 7 tahun
Gangguan pada aktivitas sosial, pasien menjadi malas bersosialisasi dengan orang lain
Aksis I
F 20.0 Skizofrenia tipe Paranoid
Aksis II
Tidak ada diagnosis
Aksis III
Tidak ada diagnosis
Aksis IV
Masalah dukungan keluarga
Aksis V
GAF scale 70 – 61
VII. PROGNOSIS
VIII. TERAPI
- Edukasi
o Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol selain itu
kembali menyibukkan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang
menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka
insidensi serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Insidensi tahunan
skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi
geografik. Skizofrenia yang menyerang kurang lebih 1 persen populasi, biasanya
bermula di bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari
semua kelas sosial.3
Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko morbiditas
selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau
awal dewasa.2Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun
sangat jarang. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita.
Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan untuk wanita usia
puncak onsetnya adalah 25 sampai 35 tahun.4
Pada DSM-IV (Diagnostic and statistical manual) menyebutkan bahwa tipe paranoid
ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar
yang sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe
terdisorganisasi atau katatonik.5 Skizofrenia paranoid secara klasik ditandai oleh adanya
waham persekutorik (waham kejar) atau waham kebesaran.6
1. Gejala karakteristik: Dua atau lebih dari gejala berikut, masing-masing hadir dengan
frekuensi sering selama periode satu bulan (atau kurang, jika gejala berkurang
karena pengobatan).
o Waham
o Halusinasi
o Perilaku yang tidak teratur secara kasar (misalnya berpakaian yang tidak sesuai, sering
menangis) atau perilaku katatonik
Jika waham dinilai aneh, atau halusinasi meliputi mendengar satu suara yang
berpartisipasi dalam komentar yang terus menerus terhadap tindakan pasien atau
mendengar dua atau lebih suara yang bercakap-cakap satu sama lain, hanya gejala di
atas yang diperlukan. Kriteria bicara tidak teratur hanya dipenuhi jika cukup parah
untuk mengganggu komunikasi secara substansial.
2. Disfungsi sosial atau okupasional: Selama suatu waktu yang signifikan sejak
mulainya gangguan, satu atau lebih daerah fungsi seperti kerja, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, menjadi sangat rendah dibandingkan level yang
dicapai sebelum gangguan.
Skizofrenia tidak dapat didiagnosis jika gejala gangguan suasana hati hadir secara
substansial (meskipun dapat didiagnosis gangguan skizoafektif, atau jika gejala
gangguan perkembangan pervasif hadir kecuali waham atau halusinasi yang menonjol
juga hadir, atau jika gejala adalah hasil fisiologis langsung dari suatu kondisi medis atau
zat yang umum, seperti penyalahgunaan narkoba atau pengobatan. 7
2.4 Tatalaksana
ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh) yang perlu segera
diatasi.8
Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia, pemberian obat
harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek samping, karena pengalaman yang
buruk dengan pengobatan akan mengurangi ketaatanberobatan (compliance) atau
kesetiaberobatan (adherence). Dianjurkan untuk menggunakan antipsikosis atipikal atau
antipsikosis tipikal, tetapi dengan dosis yang rendah.8
BAB III
PEMBAHASAN
Edukasi pada pasien dan keluarga yang penting adalah mengenai kepatuhan
obat. Skizofrenia memiliki gejala residu yang perlu dikontrol dengan obat dan tidak
dapat sembuh dengan total. Selain itu, pasien juga mungkin memerlukan terapi non-
farmakologis untuk memperbaiki fungsi sosial pasien supaya dapat menjauhkan pikiran
dari suara-suara yang ada. Pasien diharapkan dengan terapi non-farmakologis yang
berupa edukasi dapat hidup dengan mandiri sambil melanjutkan kontrol obat-obatan