SKIZOFRENIA PARANOID
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Disusun oleh :
Irene Cicilia
112019252
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2021
FORMAT STATUS PSIKIATRI
A. KELUHAN UTAMA
Pasien dibawa ke poli RSJD Dr. Amino Gondohutomo dengan keluhan berbicara
kasar dan mengamuk tanpa sebab yang jelas.
Tingkat Keluhan
pertama kali
Keparahan muncul
Perceraian
Keluhan
memuncak
d. Masa Dewasa
Pasien sudah pernah menikah selama kurang lebih enam tahun, namun sudah
enam bulan yang lalu bercerai. Dari pernikahannya pasien tidak dikaruniai
seorang anak.
4. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah hingga tamat SMA. Pasien memiliki teman yang cukup dan
hubungan pasien dengan teman temannya baik. Perkembangan dan pertumbuhan
pasien sesuai dengan teman seusianya saat itu. Pasien tidak memiliki riwayat
kenakalan remaja maupun pelanggaran hukum.
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien mulai bekerja di usia kurang lebih 18-19 tahun, sebagai cleaning service.
Pasien tidak dapat melanjutkan pendidikan karena alasan ekonomi.
6. Kehidupan Beragama
Pasien memang bukan orang yang taat beribadah karena seringkali melewatkan
waktu sholat dan jarang mengaji ataupun ke masjid.
9. Riwayat Psikoseksual
Pasien merasa senang dengan dirinya sekarang sebagai laki-laki. Pasien memiliki
ketertarikan dengan lawan jenis.
E. RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Terdapat riwayat
penyakit/gangguan jiwa pada keluarga, yaitu adik pasien yang menderita skizofrenia.
2. Isi pikiran
Preokupasi : Tidak ada
Waham : Terdapat waham kejar
Obsesi : Tidak ada
Kompulsi : Tidak ada
Fobia : Tidak ada
3. Arus Pikir
Produktivitas : Pasien dapat menjawab spontan saat diajukan pertanyaan
Kontinuitas : Koheren, mampu memberikan jawaban sesuai pertanyaan
Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya berbahasa
D. Sensorium dan Kognisi
Taraf pendidikan : Tamat SMA
Pengetahuan umum : Baik
Konsentrasi : Baik
Orientasi
a. Waktu : Baik, pasien mengetahui waktu saat
wawancara.
b. Tempat : Baik, pasien mengetahui sedang berada di
rumah sakit.
c. Orang : Baik, pasien mengetahui pemeriksa adalah
dokter.
d. Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa situasi di poli
ramai.
Daya Ingat
a. Jangka panjang : Baik, mengetahui tanggal ulang tahunnya.
b. Jangka pendek : Baik, mengetahui pasien sudah sarapan.
c. Segera : Baik, mengetahui nama dokter pemeriksa.
Gangguan abstraktif : Terganggu
Visuospatial : Baik
Status Generalis
Kulit : Sawo Matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit baik.
Kepala : Normocephali
Mata : Pupil bulat, isokor, simetris, refleks cahaya +/+,
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret -/-
Telinga : Normal, nyeri tekan -/-, radang -/-
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), trismus (-), tonsil T1/T1,
tonsil/faring hiperemis (-),
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid.
Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Gerakan dada simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesicular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Supel
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas : Akral hangat, udem (-), CRT < 2 detik.
Status Neurologis
Saraf kranial (I-XII) : Dalam batas normal
Refleks fisiologis : Dalam batas normal
Refleks patologis : Tidak ada
Motorik : Tidak terganggu
Sensibilitas : Dalam batas normal
Fungsi luhur : Tidak terganggu
V. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada
D. Aksis IV: Problem Pribadi dan Lingkungan (pencetus kondisi diagnosis Aksis
I saat ini)
1. Masalah perceraian memicu munculnya gejala marah-marah dan mudah
tersinggung sejak bercerai bulan Januari 2021.
HLPY : 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik)
Gejala ringan yang timbul pada pasien pada awalnya seperti menjadi
lebih pendiam, curigaan terhadap orang lain, sering menyendiri
dan hanya ingin di rumah saja. Namun pasien masih dapat
melakukan aktivitas sehari-hari, serta hubungan dengan orang
sekitar masih baik.
X. Tatalaksana
1. Psikofarmaka
Penatalaksanaan dari skizofrenia dapat berbeda pada fase-fase penyakit.
Farmakoterapi awal dapat diberikan Risperidone 2x 2 mg. Pada fase akut, obat
diberikan mulai dari dosis anjuran segera setelah diagnosis ditegakka. Dosis
dinaikkan perlahan secara bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal
yang dapat mengendalikan gejala. Dosis optimal obat anti psikotik dipertahankan
selama 8-10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan. Dosis risperidone yang
dianjurkan adalah 2-8 mg/hari.
Saat ini, terapi elektrokonvulsif (ECT) tidak dianjurkan pada pasien Tuan H.
Alasan pertama, karena terapi ECT bukan merupakan first-line therapy. Selain itu,
indikasi penggunaan terapi ECT masih belum jelas karena minimnya penelitian.
ECT diketahui dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti gangguan daya
ingat, delirium, dan aritmia jantung ringan. Terapi ECT lebih sering digunakan
untuk skizofrenia resisten. Definisi skizofrenia resisten pengobatan menurut Kriteria
Kane, adalah :
Paling sedikit tiga pengobatan dengan antipsikotik, dari dua kelas
antipsikotik berbeda dengan dosis sama dengan 1000 mg/hari
chlorpromazine.
Tidak ada periode dimana pasien dapat berfungsi dengan baik dalam lima
tahun terakhir.
Skor Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) paling sedikit 45 (derajat
keparahan 1-7) dengan skor paling sedikit empat pada dua item berikut:
gangguan konseptual, curiga, halusinasi, atau isi pikiran yang tidak wajar.
Skor Clinical Global Impression (CGI) lebih dari sama dengan empat
(gangguan moderat).
Tidak ada perbaikan setelah enam minggu pengobatan dengan haloperidol
(60 mg atau lebih).
2. Non-Psikofarmaka
Observasi Rawat Inap
Psikoedukasi :
a. Penjelasan mengenai skizofrenia dan penanganannya.
Jadi dari wawancara psikiatri yang telah dilakukan, ada gejala-
gejala dari Tn. H mengarah ke skizofrenia. Sebelumnya tahu apa
itu skizofrenia? Baik, jadi skizofrenia adalah gangguan mental
yang disebabkan adanya sesuatu di otak. Namun penyebab
skizofrenia hingga saat ini belum diketahui secara pasti, bisa
disebabkan karena genetik, keturunan, dan perubahan struktur dan
senyawa kimia pada otak seseorang. Skizofrenia ini yang
membuat gejala yang Tn. H sebutkan muncul seperti membakar
rumah dan marah-marah tanpa sebab. Hal ini akan membuat
pasien mengalami hambatan dalam aktivitas sehari-harinya,
seperti yang Tn. H rasakan, yaitu terganggunya pekerjaan, dan
hubungan dengan orang lain.
b. Penjelasan kemungkinan bisa kambuh.
c. Penjelasan mengenai pentingnya minum obat serta kepatuhan obat
kepada pasien serta keluarga.
Jadi untuk rencana terapinya diberikan antipsikotik yang berguna
untuk mengurangi gejala-gejala yang Tn. H rasakan sekarang.
Obat ini harus diminum teratur. Obat Risperidone sendiri dapat
menyebabkan beberapa efek samping seperti penurunan gerakan,
badan menjadi kaku, otot badan/leher/kepala kaku atau bergerak
tiba-tiba (gerakan involunter, gelisah, cemas, pusing dan nyeri
kepala, mengantuk, mulut kering, pengingkatan BB, gangguan
perut, dan sebagainya. Namun secara umum efek samping ringan
dan dapat ditolerir dengan baik. Apabila terjadi efek samping
berat, penghentian atau penurunan dosis obat seringkali efektif.
Jika tidak membaik, dapat langsung ke dokter/rumah sakit untuk
diberikan antikolinergik seperti propranolol (10-80 mg/hari) atau
injeksi IM/IV diphenhydramine, benztropine atau asetil-kolin
lainnya.
Jika Tn. H sudah dipulangkan oleh dokter maka Tn. H wajib untuk
kontrol lagi sesuai anjuran dokter dan teratur mengkonsumsi obat
yang diresepkan dokter. Kenapa harus kontrol? Karena untuk
mengevaluasi dari terapi dan gejalanya apakah gejala Tn. H masih
ada atau sudah hilang. Selain terapi dengan obat, bisa didampingi
dengan psikoterapi yang bertujuan untuk mengontrol gejala yang
dialami. Ini dilakukan dengan teknik individual, dimana nanti
pada teknik ini kami akan bertanya ke keluarga, bagaimana cara
bertindak jika bapak sedang kambuh, apa yang harus dilakukan,
siapa yang harus dihubungi. Yang kedua adalah terapi perilaku
kognitif untuk merubah perilaku dan pikiran dalam merespon
suatu masalah. Ini dapat membantu mengurangi gejala halusinasi
dan gangguan pikiran lainnya sehingga dapat melawan pikiran-
pikiran yang mengganggu Tn. H selama ini.
Psikoterapi
a. Pasien diberi kesempatan untuk menceritakan masalahnya, membantu
pasien memahami akan halusinasinya dan cara mengatasi halusinasinya
Terapi perilaku kognitif: untuk mengubah perilaku dan pikiran
dalam merespon suatu masalah, mengurangi distraktibilitas serta
mengoreksi kesalahan daya nilai.
Psikoterapi suportif: untuk memperkuat mekanisme defens yang
ada, memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dan
perbaikan ke keadaan keseimbangan yang lebih adaptif.
Sosioterapi
a. Mengajak keluarga untuk selalu mendukung pasien agar pasien tidak
merasa sendiri.
b. Melakukan aktivitas sosial bersama dengan lingkungan.
XI. Prognosis
1. Faktor yang memperberat
o Terdapat riwayat keluarga dengan skizofrenia.
2. Faktor yang memperingan
o Ada faktor pencetus
o Sistem pendukung baik (keluarga kooperatif)
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Tidak ada tanda gangguan mental organik dan tanda vital dalam batas normal
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Pasien dapat membaik apabila patuh melakukan terapi baik psikoterapi
maupun psikofarmaka.
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Pasien dapat kambuh sewaktu-waktu apabila tidak patuh melakukan
terapi/tatalaksana.