Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa

RS Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo

Disusun oleh :

Irene Cicilia

112019252

Pembimbing :

dr. Sri Woroasih, Sp.KJ

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2021
FORMAT STATUS PSIKIATRI

PEMERIKSAAN RIWAYAT PSIKIATRI


I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Umur : 30 Tahun
Tanggal lahir : 6 Maret 1991
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gunungpati, Semarang
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Cleaning Service
Status pernikahan : Cerai Kawin
Tanggal periksa : 14 Juni 2021
No. RM : 001xxxxx

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Autoanamnesis : Diambil pada tanggal 14 Juni 2021, pukul 10.30 WIB
Alloanamnesis : Diambil pada tanggal 14 Juni 2021, pukul 13.00 WIB

A. KELUHAN UTAMA
Pasien dibawa ke poli RSJD Dr. Amino Gondohutomo dengan keluhan berbicara
kasar dan mengamuk tanpa sebab yang jelas.

B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG


Pasien dibawa ke poli RSJD Dr. Amino Gondhoutomo untuk pertama kalinya
oleh ibu pasien pada tanggal 14 Juni 2021. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien sering berbicara kasar dan mengamuk tiba-tiba. Ibu pasien mengatakan
sebenarnya kejadian ini telah terjadi sejak enam bulan yang lalu, semenjak pasien
bercerai. Alasan yang mendasari perceraian tersebut adalah pasien menduga bahwa
istrinya telah berselingkuh di belakangnya. Gejala yang timbul pada awalnya yaitu,
pasien menjadi lebih pendiam, curigaan terhadap orang lain, sering menyendiri dan
hanya ingin di rumah saja. Keluarga sempat membawa pasien ke pengobatan
alternatif. Dari pengobatan tersebut, pasien diberikan air untuk diminum. Namun,
keluarga mengatakan pasien tidak membaik dan semakin sering mengamuk tanpa
sebab dan berbicara kasar.
Sejak lima bulan ini, pasien sering melihat dan merasa diikuti oleh bayangan
hitam berwujud laki-laki, dimana pertama kali pasien melihat bayangan hitam
tersebut di minimarket tempat istrinya bekernya. Selain itu, pasien juga mendengar
suara tertawa dan ejekan yang mengatakan bahwa pasien tidak pantas hidup dan lebih
baik mati. Saat ini, pasien merasa takut dan tertekan. Sehari-hari pasien lebih banyak
melamun, sering absen kerja, dan jarang membantu pekerjaan rumah tangga. Pasien
juga jarang berinteraksi dengan tetangga karena selalu merasa tersinggung dengan
tetangga. Saat dibawa ke RSJD Dr. Amino Gondohutomo, kondisi pasien tenang dan
dibawa oleh keluarganya secara sukarela. Namun pasien tidak tau alasan dirinya
dibawa ke rumah sakit.

C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA


1. Riwayat Penyakit/Gangguan Psikiatrik :

Tingkat Keluhan
pertama kali
Keparahan muncul

Perceraian
Keluhan
memuncak

Januari 2021 Febuari 2021

Gambar 1. Grafik Perjalanan Penyakit.


Pasien pertama kali muncul gejala pada bulan januari 2021, semenjak bercerai.
Setelah itu keluarga membawa pasien ke pengobatan alternatif. Dari pengobatan
tersebut, pasien diberikan air untuk diminum. Namun, keluarga mengatakan
pasien tidak membaik dan semakin sering mengamuk. Sampai akhirnya gejala
pasien semakin parah dan dibawa ke RSJD Dr. Amino Gondohutomo karena
dikhawatirkan tindakan pasien dapat mencelakai diri sendiri dan orang lain.
2. Riwayat Gangguan Medis Umum :
- Trauma Kepala : Disangkal
- Kejang : Disangkal
- Riwayat Hipertensi : Disangkal
- Riwayat Stroke : Disangkal
- Riwayat Infeksi : Disangkal

3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif dan Alkohol :


Pasien merupakan perokok aktif namun tidak ada riwayat konsumsi zat psikoaktif
maupun alkohol.

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Kehamilan direncanakan, tidak ada kelainan dan cedera saat hamil maupun
kelahiran. Ibu sehat baik saat masa hamil, lahir, dan setelah pasien lahir.
Ibu tidak menggunakan obat saat hamil.

2. Riwayat Perkembangan Fisik


Pasien tidak mengalami kelainan, perkembangan pasien baik secara berat badan
dan tinggi badan menurut anak seusianya.

3. Riwayat Perkembangan Kepribadian


a. Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Menurut ibu pasien, pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan
anak seusianya saat itu. Pasien tidak pernah mengalami kejang saat masih
kecil. Pasien akrab baik dengan keluarga maupun teman sebayanya. Tidak
terdapat gangguan perilaku pada saat masa kanak-kanak.
b. Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pasien akrab dengan teman sebayanya dan dapat lulus dengan baik.
c. Masa Kanak Akhir (Pubertas dan Remaja)
Setelah SD pasien harus berhenti sekolah karena alasan ekonomi. Saat usia
12-13 tahun, pasien mulai bekerja menjadi petani kelengkeng. Kehidupan
sosial pasien saat remaja masih baik dan tidak terdapat gangguan perilaku saat
remaja.

d. Masa Dewasa
Pasien sudah pernah menikah selama kurang lebih enam tahun, namun sudah
enam bulan yang lalu bercerai. Dari pernikahannya pasien tidak dikaruniai
seorang anak.

4. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah hingga tamat SMA. Pasien memiliki teman yang cukup dan
hubungan pasien dengan teman temannya baik. Perkembangan dan pertumbuhan
pasien sesuai dengan teman seusianya saat itu. Pasien tidak memiliki riwayat
kenakalan remaja maupun pelanggaran hukum.

5. Riwayat Pekerjaan
Pasien mulai bekerja di usia kurang lebih 18-19 tahun, sebagai cleaning service.
Pasien tidak dapat melanjutkan pendidikan karena alasan ekonomi.

6. Kehidupan Beragama
Pasien memang bukan orang yang taat beribadah karena seringkali melewatkan
waktu sholat dan jarang mengaji ataupun ke masjid.

7. Riwayat Kehidupan Sosial dan Perkawinan


Pasien sudah pernah menikah namun kemudian bercerai karena hubungannya
dengan istri kurang baik, dari pernikahan itu pasien tidak dikaruniai anak.

8. Riwayat Pelanggaran Hukum


Pasien tidak pernah terlibat masalah hukum dan tidak pernah ditahan.

9. Riwayat Psikoseksual
Pasien merasa senang dengan dirinya sekarang sebagai laki-laki. Pasien memiliki
ketertarikan dengan lawan jenis.

E. RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Terdapat riwayat
penyakit/gangguan jiwa pada keluarga, yaitu adik pasien yang menderita skizofrenia.

B. SITUASI KEHIDUPAN SEKARANG


Pasien tinggal bersama orang tua dan adik-adiknya. Hubungan pasien dan
keluarga dalam keadaan cukup baik. Pasien jarang berinteraksi dengan tetangga
karena selalu merasa tersinggung dengan tetangga. Sehari-hari pasien suka merokok
dan minum kopi, bahkan ibu pasien mengatakan pasien akan mengamuk jika tidak
ada rokok. Saat ini, pasien lebih banyak melamun, sering absen kerja, dan jarang
membantu pekerjaan rumah tangga. Selain itu, pasien juga malas dan takut untuk
melakukan aktivitas sehari-hari karena merasa diikuti oleh bayangan hitam berwujud
laki-laki.

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Tampak seorang laki-laki, wajah sesuai usia, tinggi badan 170
cm, perawakan sedang dengan berat badan cukup, penampilan rapi, memakai
kaos berkerah lengan pendek dan celana panjang warna hitam.
2. Kesadaran :
 Kesadarah Sensorium : Compos Mentis
 Kesadaran Psikiatrik : Jernih
o Orientasi
a. Waktu : Baik, pasien mengetahui waktu saat
wawancara.
b. Tempat : Baik, pasien mengetahui sedang berada di
rumah sakit.
c. Orang : Baik, pasien mengetahui pemeriksa adalah
dokter.
d. Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa situasi di poli
ramai
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : Pasien tampak tenang, normoaktif.
4. Pembicaraan :
 Kuantitas : Pasien menjawab normal, spontan dan sesuai yang
ditanyakan. spontan, lancar
 Kualitas : Pasien dapat bercerita secara lancar, intonasi sedang,
volume sedang dan pembicaraan dapat dimengerti.
5. Tidak ada hendaya berbahasa
6. Sikap terhadap pemeriksa : Pasien kooperatif
A. Keadaan Afektif
1. Mood : Disforik
2. Afek : Menyempit
3. Keserasian Afek : Serasi
B. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Halusinasi visual dan auditorik
2. Ilusi : Tidak ditemukan
3. Depersonalisasi : Tidak ditemukan
4. Derealisasi : Tidak ditemukan
C. Proses Berpikir
1. Bentuk pikiran : Irasional
 Nonrealistik/derealistik : Tidak ada
 Dereistik : Ada
 Autistik : Tidak ada
 Tidak logis : Ada

2. Isi pikiran
 Preokupasi : Tidak ada
 Waham : Terdapat waham kejar
 Obsesi : Tidak ada
 Kompulsi : Tidak ada
 Fobia : Tidak ada
3. Arus Pikir
 Produktivitas : Pasien dapat menjawab spontan saat diajukan pertanyaan
 Kontinuitas : Koheren, mampu memberikan jawaban sesuai pertanyaan
 Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya berbahasa
D. Sensorium dan Kognisi
 Taraf pendidikan : Tamat SMA
 Pengetahuan umum : Baik
 Konsentrasi : Baik
 Orientasi
a. Waktu : Baik, pasien mengetahui waktu saat
wawancara.
b. Tempat : Baik, pasien mengetahui sedang berada di
rumah sakit.
c. Orang : Baik, pasien mengetahui pemeriksa adalah
dokter.
d. Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa situasi di poli
ramai.
 Daya Ingat
a. Jangka panjang : Baik, mengetahui tanggal ulang tahunnya.
b. Jangka pendek : Baik, mengetahui pasien sudah sarapan.
c. Segera : Baik, mengetahui nama dokter pemeriksa.
 Gangguan abstraktif : Terganggu
 Visuospatial : Baik

 Bakat kreatif : Tidak ada


 Kemampuan menolong diri sendiri : Cukup Baik.
E. Pengendalian Implus : Baik
F. Daya Nilai:
 Uji daya nilai : Tidak terganggu
 Daya nilai sosial : Tidak terganggu
 Daya nilai realitas : Terganggu (terdapat halusinasi dan waham)
G. Tilikan : Derajat 2
H. Reliabilitas: Dapat Dipercaya

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 118/77 mmHg
Frekuensi nadi : 84x/menit
Frekuensi nafas : 20x/menit
Suhu : 36,5 OC

Status Generalis
 Kulit : Sawo Matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit baik.
 Kepala : Normocephali
 Mata : Pupil bulat, isokor, simetris, refleks cahaya +/+,
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
 Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret -/-
 Telinga : Normal, nyeri tekan -/-, radang -/-
 Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), trismus (-), tonsil T1/T1,
tonsil/faring hiperemis (-),
 Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid.
 Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Gerakan dada simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesicular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Supel
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Auskultasi : Normoperistaltik
 Ekstremitas : Akral hangat, udem (-), CRT < 2 detik.
Status Neurologis
 Saraf kranial (I-XII) : Dalam batas normal
 Refleks fisiologis : Dalam batas normal
 Refleks patologis : Tidak ada
 Motorik : Tidak terganggu
 Sensibilitas : Dalam batas normal
 Fungsi luhur : Tidak terganggu

V. Pemeriksaan Penunjang
 Tidak ada

VI. Ikhtisar Penemuan Bermakna


Seorang laki – laki berusia 30 tahun, beragama islam, bekerja sebagai cleaning
service, sudah bercerai dan tidak memiliki anak, dibawa ke RSJD Dr. Amino
Gondohutomo pada Senin, 14 Juni 2021. Pasien datang dengan keluhan utama berbicara
kasar dan mengamuk tanpa sebab yang jelas (agresivitas verbal) sejak tiga hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien baru pertama kali dibawa ke RSJD Dr. Amino Gonohutomo,
namun keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sebenarnya sudah mulai sakit
semenjak bercerai enam bulan yang lalu (sekitar bulan Januari 2021). Saat itu gejala
yang muncul yaitu pasien menjadi lebih pendiam, curigaan terhadap orang lain, sering
menyendiri dan hanya ingin di rumah saja. Keluarga sempat membawa pasien ke
pengobatan alternatif. Namun, keluarga mengatakan pasien tidak membaik dan semakin
sering mengamuk tanpa sebab dan berbicara kasar. Selain itu, pasien sering melihat,
mendengar, dan merasa diikuti oleh bayangan hitam berwujud laki-laki sejak lima bulan
yang lalu. Saat ini, pasien merasa takut dan tertekan. Sehari-hari pasien lebih banyak
melamun, sering absen kerja, dan jarang membantu pekerjaan rumah tangga. Meskipun
hubungan dengan keluarga baik, namun pasien jarang berinteraksi dengan tetangga
karena selalu merasa tersinggung dengan tetangga.
Pada pemeriksaan status mental, pasien menunjukkan sedikit kontak mata saat
berbicara, afek sempit, terdapat gangguan persepsi halusinasi auditorik dan visual,
terdapat waham rujukan, daya nilai realitas (RTA) terganggu, dan tilikan derajat II.
Dari pemeriksaan fisik status generalis dan status neurologis didapatkan semuanya
dalam batas normal.

VII. Evaluasi Multiaksial


Susunan formulasi diagnostic ini berdasarkan dengan penemuan bermakna dengan urutan
untuk evaluasi multiaksial seperti berikut :
Axis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid (diagnosis banding F25.1
skizoafektif
tipe depresif)
Axis II : Tidak ada
Axis III : Tidak ada
Axis IV : Masalah perceraian
Axis V : GAF current 50-41
GAF HLPY 70-61
VIII. Daftar Masalah
 Organobiologik : Tidak ada.
 Psikologik/ Psikiatrik : Terdapat gejala skizofrenia berupa halusinasi auditorik dan
visual, serta waham rujukan
 Sosial/keluarga : Perceraian dengan istri
 Religi : Tidak ada

IX. Diagnosis Multiaksial


A. Aksis I: F20.0.x9 Skizofrenia Paranoid Periode Pengamatan Kurang dari Satu
Tahun
Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, maka kasus ini dapat digolongkan
menjadi,
1. Gangguan kejiwaan karena adanya :
a. Distress: akibat halusinasi auditorik dan visual serta waham rujukan sejak
lima bulan yang lalu.
b. Hendaya dalam fungsi sosial dan fungsi sehari-hari, seperti berhenti
bekerja sejak lima bulan yang lalu.
2. Gangguan bukan merupakan gangguan mental organik karena pemeriksaan
fisik tidak terdapat kelainan, dan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya pada
pasien seperti riwayat neurologis atau trauma kepala.
3. Gangguan bukan merupakan gangguan mental & perilaku akibat zat psikoatif
karena tidak ada riwayat penyalahgunaan narkotika
4. Pasien tidak ada riwayat gangguan psiatrik sebelumnya.
5. Diagnosis kerja adalah F20.0 Skizofrenia Paranoid, karena:
a. Memenuhi kriteria umum skizofrenia,
1. Halusinasi auditorik dan visual
2. Waham rujukan
3. Afek menyempit
b. Gejala bermakna dalam kurun waktu lima bulan (sejak Febuari 2021).
6. Pada pasien didapatkan adanya halusinasi auditorik, halusinasi visual, dan waham
kejar yang menonjol yang dalam kurun waktu satu bulan oleh karena itu diagnosis
kerja F20.0 skizofrenia paranoid ditegakkan, namun dipikirkan diagnosis banding
F25.1 skizoafektif tipe depresif karena pasien memiliki gejala depresif yang tidak
menonjol dan tidak terjadi bersamaan, sehingga tidak memenuhi kriteria
skizoafektif.

B. Aksis II: Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental


Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, tidak ditemukan adanya gangguan
kepribadian dan tanda retardasi mental. Berdasarkan anamnesis riwayat masa
kanak-kanak hingga dewasa, pasien tumbuh dan berkembang sesuai dengan teman
seusianya.

C. Aksis III: Kondisi Medis Umum


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit medis serta pemeriksaan fisik normal,
namun perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk pemeriksaan lebih lanjut.

D. Aksis IV: Problem Pribadi dan Lingkungan (pencetus kondisi diagnosis Aksis
I saat ini)
1. Masalah perceraian memicu munculnya gejala marah-marah dan mudah
tersinggung sejak bercerai bulan Januari 2021.

E. Aksis V: Penilaian Fungsi Secara Global


GAF Current : 50-41 (gejala berat, disabilitas berat)
Pada pasien ditemukan terganggunya daya nilai realitas, gangguan
dalam fungsi sosial dan fungsi sehari-hari, seperti lebih banyak
melamun,
malas untuk beraktivitas dan merawat diri (mandi), sering absen bekerja,
serta hubungan dengan tetangga dan lingkungan sekitar buruk.

HLPY : 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik)

Gejala ringan yang timbul pada pasien pada awalnya seperti menjadi
lebih pendiam, curigaan terhadap orang lain, sering menyendiri
dan hanya ingin di rumah saja. Namun pasien masih dapat
melakukan aktivitas sehari-hari, serta hubungan dengan orang
sekitar masih baik.

X. Tatalaksana
1. Psikofarmaka
Penatalaksanaan dari skizofrenia dapat berbeda pada fase-fase penyakit.
Farmakoterapi awal dapat diberikan Risperidone 2x 2 mg. Pada fase akut, obat
diberikan mulai dari dosis anjuran segera setelah diagnosis ditegakka. Dosis
dinaikkan perlahan secara bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal
yang dapat mengendalikan gejala. Dosis optimal obat anti psikotik dipertahankan
selama 8-10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan. Dosis risperidone yang
dianjurkan adalah 2-8 mg/hari.

Risperidone merupakan senyawa benzisoxazole. Efek antipsikotik-nya


berhubungan dengan potensi antagonis dopamin D2 dan memiliki afinitas terhadap
reseptor serotonergic 5HT2C. Risperidon dimetabolisme di hati dan diekskresi di
urin. Dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Secara umum
risperidon ditoleransi dengan baik.
Risperidone efektif memperbaiki gejala positif dari skizofrenia, mengurangi
gejala negatif, meminimalisir efek samping ekstrapiramidal dan mencegah
terjadinya kekambuhan, lebih daripada antipsikosis tipikal. Selain efektif untuk
memperbaiki gejala, risperidone merupakan obat yang tercantum dalam
Formularium Nasional (Fornas) untuk peserta JKN-KIS. Penderita skizofrenia yang
terdaftar program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)
dan membayar secara rutin, dapat dapat diresepkan obat dengan kebutuhan
maksimal 1 bulan sesuai indikasi medis. Ataupun bagi masyarakat kurang mampu,
dapat mendaftar menjadi peserta JKN-KIS melalui mekanisme penerima bantuan
iuran (PBI).

Saat ini, terapi elektrokonvulsif (ECT) tidak dianjurkan pada pasien Tuan H.
Alasan pertama, karena terapi ECT bukan merupakan first-line therapy. Selain itu,
indikasi penggunaan terapi ECT masih belum jelas karena minimnya penelitian.
ECT diketahui dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti gangguan daya
ingat, delirium, dan aritmia jantung ringan. Terapi ECT lebih sering digunakan
untuk skizofrenia resisten. Definisi skizofrenia resisten pengobatan menurut Kriteria
Kane, adalah :
 Paling sedikit tiga pengobatan dengan antipsikotik, dari dua kelas
antipsikotik berbeda dengan dosis sama dengan 1000 mg/hari
chlorpromazine.
 Tidak ada periode dimana pasien dapat berfungsi dengan baik dalam lima
tahun terakhir.
 Skor Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) paling sedikit 45 (derajat
keparahan 1-7) dengan skor paling sedikit empat pada dua item berikut:
gangguan konseptual, curiga, halusinasi, atau isi pikiran yang tidak wajar.
 Skor Clinical Global Impression (CGI) lebih dari sama dengan empat
(gangguan moderat).
 Tidak ada perbaikan setelah enam minggu pengobatan dengan haloperidol
(60 mg atau lebih).
2. Non-Psikofarmaka
 Observasi Rawat Inap
 Psikoedukasi :
a. Penjelasan mengenai skizofrenia dan penanganannya.
 Jadi dari wawancara psikiatri yang telah dilakukan, ada gejala-
gejala dari Tn. H mengarah ke skizofrenia. Sebelumnya tahu apa
itu skizofrenia? Baik, jadi skizofrenia adalah gangguan mental
yang disebabkan adanya sesuatu di otak. Namun penyebab
skizofrenia hingga saat ini belum diketahui secara pasti, bisa
disebabkan karena genetik, keturunan, dan perubahan struktur dan
senyawa kimia pada otak seseorang. Skizofrenia ini yang
membuat gejala yang Tn. H sebutkan muncul seperti membakar
rumah dan marah-marah tanpa sebab. Hal ini akan membuat
pasien mengalami hambatan dalam aktivitas sehari-harinya,
seperti yang Tn. H rasakan, yaitu terganggunya pekerjaan, dan
hubungan dengan orang lain.
b. Penjelasan kemungkinan bisa kambuh.
c. Penjelasan mengenai pentingnya minum obat serta kepatuhan obat
kepada pasien serta keluarga.
 Jadi untuk rencana terapinya diberikan antipsikotik yang berguna
untuk mengurangi gejala-gejala yang Tn. H rasakan sekarang.
Obat ini harus diminum teratur. Obat Risperidone sendiri dapat
menyebabkan beberapa efek samping seperti penurunan gerakan,
badan menjadi kaku, otot badan/leher/kepala kaku atau bergerak
tiba-tiba (gerakan involunter, gelisah, cemas, pusing dan nyeri
kepala, mengantuk, mulut kering, pengingkatan BB, gangguan
perut, dan sebagainya. Namun secara umum efek samping ringan
dan dapat ditolerir dengan baik. Apabila terjadi efek samping
berat, penghentian atau penurunan dosis obat seringkali efektif.
Jika tidak membaik, dapat langsung ke dokter/rumah sakit untuk
diberikan antikolinergik seperti propranolol (10-80 mg/hari) atau
injeksi IM/IV diphenhydramine, benztropine atau asetil-kolin
lainnya.
 Jika Tn. H sudah dipulangkan oleh dokter maka Tn. H wajib untuk
kontrol lagi sesuai anjuran dokter dan teratur mengkonsumsi obat
yang diresepkan dokter. Kenapa harus kontrol? Karena untuk
mengevaluasi dari terapi dan gejalanya apakah gejala Tn. H masih
ada atau sudah hilang. Selain terapi dengan obat, bisa didampingi
dengan psikoterapi yang bertujuan untuk mengontrol gejala yang
dialami. Ini dilakukan dengan teknik individual, dimana nanti
pada teknik ini kami akan bertanya ke keluarga, bagaimana cara
bertindak jika bapak sedang kambuh, apa yang harus dilakukan,
siapa yang harus dihubungi. Yang kedua adalah terapi perilaku
kognitif untuk merubah perilaku dan pikiran dalam merespon
suatu masalah. Ini dapat membantu mengurangi gejala halusinasi
dan gangguan pikiran lainnya sehingga dapat melawan pikiran-
pikiran yang mengganggu Tn. H selama ini.
 Psikoterapi
a. Pasien diberi kesempatan untuk menceritakan masalahnya, membantu
pasien memahami akan halusinasinya dan cara mengatasi halusinasinya
 Terapi perilaku kognitif: untuk mengubah perilaku dan pikiran
dalam merespon suatu masalah, mengurangi distraktibilitas serta
mengoreksi kesalahan daya nilai.
 Psikoterapi suportif: untuk memperkuat mekanisme defens yang
ada, memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dan
perbaikan ke keadaan keseimbangan yang lebih adaptif.
 Sosioterapi
a. Mengajak keluarga untuk selalu mendukung pasien agar pasien tidak
merasa sendiri.
b. Melakukan aktivitas sosial bersama dengan lingkungan.

XI. Prognosis
1. Faktor yang memperberat
o Terdapat riwayat keluarga dengan skizofrenia.
2. Faktor yang memperingan
o Ada faktor pencetus
o Sistem pendukung baik (keluarga kooperatif)
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
Tidak ada tanda gangguan mental organik dan tanda vital dalam batas normal
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
Pasien dapat membaik apabila patuh melakukan terapi baik psikoterapi
maupun psikofarmaka.
 Quo ad sanationam : dubia ad malam
Pasien dapat kambuh sewaktu-waktu apabila tidak patuh melakukan
terapi/tatalaksana.

Anda mungkin juga menyukai