I. IDENTITAS PASIEN
1. No registrasi : 0000822
2. Nama : Tn. YA
3. Usia : 30 tahun
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Alamat : Hamadi Pantai
6. Agama : Kristen Protestan
7. Suku Bangsa : Serui
8. Pendidikan : Sarjana Pertanian
9. Status Pekerjaan : Swasta
10. Status perkawinan : Belum menikah
11. Ruang perawatan : Kelas Pria
12. Tanggal pemeriksaan : 22 Januari 2018
13. Yang mengantar : Keluarga kandung pasien
14. Alamat pengantar : Klaisu
15. Yang memberi informasi : Ibu kandung pasien
A. Keluhan Utama
- Auto anamnesa : Pasien mengaku kadang mendengar suara bisikan
yang menggangu pikiranya.
- Heteroanmnesa : Pasien sering mengamuk dan dan berjalan mondar-
mandir tanpa tujuan yang jelas.
1
Heteroanmesa
Tn.YA datang ke IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura di antar oleh ibu
dan kakak kandung pasien karena pasien mengalami perubahan perilaku
kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Dari hasil anamnesa, pasien sudah pernah dirawat 2 kali dirumah sakit
Jiwa. Pasien dibawa ke RS jiwa Abepura oleh kakak dan adik pasien
karena mengamuk dan menunjukan emosi yang tidak stabil sejak 7 tahun
lalu dan memberat sejak 1 bulan SMRS. Perubahan perilaku pasien
bermula semenjak pasien mendengar bahwa pacarnya menikah dengan
orang lain sekiar 1 tahun yang lalu. Awalnya hubungan pasien dengan
pacar berjalan lancar dan direstui oleh kedua orang tua namun semenjak
pasien dirawat pada tahun 2016 di RSUD Abepura karena ganguan jiwa
sehingga pacar pasien mulai menjauhi pasien karena malu atas kondsis
pasien yang dirawat di rumah sakit. Semenjak 1 bulan terakhir pasien
sering mengamuk dan , dan berjalan mondar-mandir tanpa tujuan yang
jelas.Pasien sering lupa untuk makan dan minum obat serta merawat
diri.Pasien mengatakan ia memiliki kekuatan/kemampuan untuk mengusir
roh roh jahat. Pasien mengaku dikejar-kejar oleh polisi yang ingin
menagkapanya karena melakukan suatu kasus meskipun hal ini disangkal
oleh keluarganya. Pasien sempat marah dan ingin pindah agama karena
merasa keluarga tidak memberi dukungan pada dirinya dengan baik
sehingga ingin pindah agama yang diyakininya tidak benar namun setelah
itu pasien mengaku tidak ada agama/keyakinan yang benar. Pasien sulit
tidur karena banyak pikiran tentang pekerjaan dan nada suara-suara yang
menggangu pikiranya.
2
2x2mg, dan chlorpromazin 1x50mg dan dirawat selama dua
Minggu.Selama perawatan pasien menunjukan perbaikan yang berarti
sehingga pasien dipulangkan dari Rumah sakit. Pasien rutin
melakukan Kontrol ke poli psikiatri RSJ Abepura.
Pada tahun 2016, pasien dirawat di RS karena Jiwa karena gelisah,
sering marah-marah dan bicara ngelantur. Pasien kontrol tidak teratur
dan sulit minum obat. Menurut rekam medis, saat itu pasien diberikan
terapi haloperidol 2x1mg, trihexyphenidyl 2x1mg, chlorpromazin
1x100mg dan injeksi diazepam. Pasien dirawat selama satu minggu
dan diberikan terapi elektrokonvulsi sebanyak dua kali.Selama
perawatan pasien pasien mengaku lebih tenang dan gejala-gejala yang
dialami sudah tidak dirasakan sehingga pasien dipulangkan.
3
dilahirkan secara spontan dengan berat badan ±3 kg. Semasa bayi,
pasien mendapat cukup ASI dan tidak memiliki masalah makan.
E. Masa-masa dewasa
1. Riwayat pendidikan
Pasien adalah sarjana pertanian, lulus dari universitas cenderawasih.
Selama pendidikan nilai akademik pasien baik namun pasien mengaku
kadang orang tua tidak mendukung pasien selama kuliah.
2. Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai pengawas pada beberapa proyek di Serui.
Pasien mengaku cukup menikmati pekerjaanya saat ini dan memiliki
hubungan baik dengan teman dan atasan dikantor. Pasien beberapa kali
tidak bekerja karena harus ke Jayapura untuk memeriksakan
kesehatanya dirumah sakit.
4
3. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah. Namun sudah memiliki seorang pacar yang
telah dikenalkan kepada keluarga pasien dan berencana untuk
menikah. Hubungan dengan kekasih pasien kadang rengang karena
kondisi pasien.
4. Riwayat hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum
5. Riwayat ekonomi
Pasien saat ini bekerja sebagai pengawas pada beberapa proyek namun
karena kondisi mental sehingga tidak melanjutkan pekerjaanya.
6. Riwayat agama
Pasien beragama Kristen protestan, rajin beribadah dan sering terlibat
dalam kegiataan keagamaan.
7. Riwayat sosial
Hubungan pasien dengan teman-teman dan warga sekitar cukup baik.
5
Pasien merasa dirinya sakit.
b. Orientasi Orang : baik Pasien tau dan kenal jika diantar dan
dating bersama dengan ibu dan kakak
kandung pasien
6
saat di tanya dan jarang menghindar.
7
sering mendengar suara-suara bisikan
namun tidak tahu caranya untuk
menghilangkan suara-suara tersebut.
V. FORMULASI DIAGNOSIS
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi dan isi pikir yang
bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability
(hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan jiwa (kriteria WHO).
Menurut ibu dan kaka pasien, pertumbuhan dan perkembangan pasien sejak
lahir hingga usia masa kanak pertengahan tampak normal sesuai usianya.
Nilai-nilai akademik pasien dkatakan cukup baik. Sehingga kecil
kemungkinan pasien untuk mengalami retardasi mental, tetapi untuk
memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan lainnya berupa tes IQ dan
8
pemeriksaan otak lainnya. Pasien tidak memiliki gangguan kepribadian.
Sementara ini aksis II belum ada diagnosis.
1. Organobiologik
Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna, diduga terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter
2. Psikologik
Pada pasien ditemukan gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik,
gangguan isi pikir berupa waham curiga dan persekutorik, dan gangguan
afek meningkat sehingga pasien membutuhkan psikoterapi.
3. Sosiologik
Pada pasien tidak ditemukan kesulitan dalam berhubungan sosial.
9
A. Psikofarmako :
Injeksi sikzonoat 1 ampul/24 jam
Clozapin 1 ½ x100 mg selama 13 hari
Trihexyphenidil 2x2 mg selama 3 hari
Pro Elektrokonvulsi
B. Psikoterapi
1. Psikoterapi supportif
a. Pengenalan terhadap penyakitnya, manfaat pengobatan, cara
pengobatan dan efek samping pengobatan
b. Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin
kontrol.
c. Membantu pasien untuk menerima kenyataan dan
menghadapinya.
d. Mendorong pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari secara bertahap.
e. Menggali kemampuan yang ada pada diri pasien agar bisa
dikembangkan.
2. Psikoedukasi
Kepada keluarga :
a. Memberikan pengertian dan penjelasan kepada keluarga pasien
tentang gangguan yang dialami pasien.
b. Menyarankan kepada keluarga pasien agar lebih berpartisipasi
dalam pengobatan pasien secara teratur seperti memberikan
suasana/lingkungan yang kondusif bagi penyembuhan dan
pemeliharaan pasien, mengingatkan pasien agar teratur minum
obat, serta mengantar pasien saat pasien control.
X. PROGNOSIS
XI. PEMBAHASAN
10
Penegakan diagnosis aksis I berdasarkan anamnesis dengan pasien dan
keluarga pasien. Didapatkan halusinasi visual yaitu melihat roh halus yang
mengikutinya. Pada pasien didapatkan waham paranoid yaitu pasien merasa
dikejar-kejar oleh polisi karena melakukan sesuatu kasus. Pada pasien
didapatkan waham diekendalikan yaitu pasien merasa pikirannya
dikendalikan oleh suatu kekuatan untuk mengamuk. Pasien juga memiliki
waham kebesaran yaitu pasien memiliki kemampuan untuk melihat roh halus
dan mampu menyembuhkan orang sakit. Menurut keluarga pasien, sejak
tahun 2011 pasien mulai sering mengamuk memukul ibunya, marah-marah,
berbicara dan tertawa sendiri, membanting barang-barang dan merusak kaca
hingga menghajar teman dan meresahkan warga. Gejala skizofrenia dan afek
yang meningkat timbul pada episode yang sama sehingga mendukung
penegakan diagnosis skizoafektif tipe manik (F25.0) sekaligus menyingkirkan
gangguan psikotik akut.
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitf adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu
sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana,
sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik
skizofrenia maupun episode manik atau depresif. Kategori skizoafektif tipe
manik digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif
tipe manik. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek
yang tak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan
yang memuncak. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu
atau lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana
ditetapkan untuk skizofrenia, F20. pedoman diagnostik (a) sampai dengan
(d)).
Pada pasien didapatkan masalah pengetahuan mengenai penyakit yang
diderita dan merasakan terdapat gangguan jiwa pada dirinya. Pada pasien
didapatkan penilaian Global Assessment of Fungtional (GAF) Scale yaitu 60-
11
51 karena terdapat gejala sedang dan disabilitas sedang, sedangkan GAF
tertinggi selama satu tahun terahir adalah 70-61 (beberapa gejala ringan dan
menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).
Rencana terapi awal yang diberikan adalah sikzonoate yaitu obat
antipsikotik tipikal yang komposisinya terdiri dari fluphenazine decanoate
yang mekanisme kerjanya dengan cara memblokade dopamine pada reseptor
pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonis), sehingga efektif untuk
gejala Positif seperti ganguan asosisasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang
tidak wajar (waham), ganguan persepsi (halusinasi), ganguan perasaan dan
beberapa gejala positif lainya. Dosis awal yang dapat diberikan adalah 12,5-
25 mg (0.5-1 mL) diberikan secara intramuscular setiap 2-4 minggu dengan
dosis pemeliharan tidak lebih dari 100 mg. Efek samping yang perlu
diperhatikan pada penggunaan obat ini adalah mulut kering, pandangan
kabur, konstipasi, pemambahan berat badan dan penurunan kognitif
Pada kasus ini, gangguan pasien sudah berjalan kronis dengan
beberapa gejala beberapa kali kekambuhan dan dijumpai riwayat agresifitas
berlebih disertai waham dan halusinasi, ganguan perasaan sehingga perlu
diberikan obat ini untuk mengurangi gejala yang ada pada pasien.
Pada pasien juga diberikan trihexyphenidyl 2x2mg. Trihexyphenidyl
merupakan salah satu obat antikholinergik yang tidak perlu diberikan secara
rutin atau untuk tujuan pencegahan efek samping ekstrapiramidal dengan
cara menghambat pelepasan asetil kolin endogen dan eksogen karena
munculnya efek samping ekstrapiramidal, karena munculnya efek samping
bersifat individual dan obat antikholinergik tersebut baru perlu diberikan
hanya bila terjadi efek samping EPS (ekstrapiramidal sindrom). Dosis awal
yang diberikan adalah1 mg, kemudian ditingkatan menjadi 2 mg sebanyak 2-
3 kali sehari selama 3-5 hari. Efek samping yang perlu diperhatikan pada
penggunaan obat ini adalah Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, cemas,
konstipasi, retensi urin. Perlu diperhatikan penggunanya pada pasien dengan
penyakit jantung, hati dan ginjal.
Pemberian Depacote 2x250mg sebagai antimamia. Depacote atau natrium
divalproat merupakan obat anti mania akut yang bekerja dengan cara
12
mengurangi “dopamine receptor supersensitivity” untuk mengurangi gejala
paisen seperti lebih banyak bicara dari lazimnya atau adanya dorongan untuk
berbicara terus-menerus, berkurangnya kebutuhan tidur atau mudah teralih
perhatian, yaitu perhatinay terlalu cepat tertarik kepada stimulus dari luar dan
beberapa gejala mania lainya yang memenuhi kriteria diagnosa. Efek samping
yang perlu diperhatikan pada penggunaan ini adalah konstipasi, mual muntah,
anoreksi, sakit kepala, nystagmus, ruam kulit. Dosis anjuran untuk
pengobatan anti mania adalah 750 mg setiap hari dalam dosis terbagi. Dosis
maksimal harian adalah 60mg/kg/hari.
Elektrokonvulsi terapi adalah cara pengobatan dengan memberikan
kejutan aliran listrik pada otak penderita ganguan jiwa. Biasanya penderita
ganguan jiwa mendapatkan 4-12 kali pengobatan dalam jangka waktu 2-4
minggu. Indikasi ECT paling sering adalah gaanguan depresi berat,
pengobatan episode manik, skizofrenia dan dapat pula dipertimbangkan pada
pasien yang telah gagal dengan pengobatan, tidak mentoleransi obat,memilki
gejala berate atau psikotik. Pasien dengan skizofrenia yang memilik gejala
positif nyata, atau gejala afektif dianggap cenderung untuk memberikan
respon terhadap ECT.
Selain psikofarmaka, psikoterapi dan edukasi juga sangat diperlukan.
Menurut penelitian pengobatan hanya dengan obat tidak cukup untuk
kesembuhan pasien, tetapi juga harus diiringi oleh lingkungan keluarga yang
mendukung dan sikap pasien terhadap penyakit yang diderita. Pada kasus ini
dimana pasien kontrol tidak teratur dan sulit minum obat dikarenakan
perhatian yang kurang dari keluarga, sehingga penyakit sering mengalami
kekambuhan, maka itu harus selalu diberikan edukasi kepada keluarga
tentang pentingnya pengobatan bagi pasien jika kualitas hidup pasien ingin
kembali baik lagi.
Prognosis pada pasien adalah dubia ad malam karena penyakit
skizofrenia sendiri, gejala timbul berulang-ulang, kepatuhan minum obat
kurang baik, dan kurangnya perhatian keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
13
Maramis W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III. Ilmu
Kedokteran
Jiwa FK Unika Atma Jaya : Jakarta
Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropika Edisi
Ketiga.
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya : Jakarta
14