Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

DEPRESI SEDANG

Pembimbing:

dr. Cahyaningsih Fibri Rokhmani, Sp.KJ, M.Kes

Disusun Oleh:
Fernanda Kusumawardani 1718012163
Arina Muti Amaliah 1818012103

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR

Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus dengan topik “Depresi Sedang” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Lampung.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Cahyaningsih Fibri Rokhmani, Sp.KJ, M.Kes
yang telah meluangkan waktunya untuk kami dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, Juni 2019

Tim Penulis
BAB I
MANAJEMEN KASUS

1. 1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S
No. RM : 03 68 **
Usia : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Sudah menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Sumber Rejo, Batang Hari, Lampung Timur
No HP (keluarga) : 08526957****

1.2 WAWANCARA PSIKIATRI


Autoanamnesa dan alloanamnesa dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Lampung pada Rabu, 19 Juni 2019. Alloanamnesa diperoleh dari anak pasien yang
tinggal serumah dengan pasien.

I. RIWAYAT PENYAKIT
a) Keluhan Utama
Pasien sulit tidur sejak tiga bulan yang lalu.

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dibawa keluarga ke Poliklinik Rawat Jalan Psikiatri Rumah


Sakit Jiwa Provinsi Lampung dengan keluhan sering merasa sulit tidur
sejak 3 bulan yang lalu. Pasien tidak bisa memulai tidur dikarenakan

1
berlarut-larut memikirkan masalahnya. Selain itu sejak 3 bulan pasien
juga mengeluhkan dirinya sering merasa bingung. Menurut pasien, ia
seperti tidak bisa berpikir dan tidak tahu harus melakukan apa. Selain itu
juga keluarga mengatakan bahwa pasien sempat mencoba untuk bunuh diri
dengan memasuki sumur. Namun menurut pasien, ada suara ataupun
bisikan yang mengendalikannya untuk melakukan hal tersebut. Pasien juga
merasa kehilangan minat dan semangat.

Menurut keluarga pasien, pasien terlihat sedih dan kecewa semenjak


mertuanya meninggal dunia pada akhir februari lalu. Saat mertuanya
meninggal dunia pasien tidak berada disamping mertuanya. Berdasarkan
alloanamnesis juga, pada saat pasien menderita DBD menurut pasien
penyakitnya akan sembuh bila ia bertemu dengan mertuanya, namun
sekarang mertuanya sudah meninggal dunia. Pasien juga mengaku merasa
sedih dan takut berkepanjangan semenjak mertuanya meninggal dunia. Pasien
merasa kecewa dan sedih karena ditinggal oleh mertuanya yang selama ini
ia rawat. Saat sakit juga, pasien sering meminta maaf kepada keluarga
karena telah merepotkan dan merasa kondisinya tersebut menjadi beban
untuk keluarga.

Menurut keluarga pasien, semenjak sembuh dari sakit DBD sekitar 3 bulan
lalu, pasien tidak mampu bekerja seperti dahulu, karena mengeluhkan
tubuhnya terasa lemas. Pasien juga menjadi tidak nyaman di keramaian
dan malas untuk berkegiatan di luar rumah. Selain itu, pasien juga sering
melamun, memikirkan kondisi tubuhnya dan takut jika ternyata belum
sembuh dari sakitnya. Sejak kejadian ini, pasien dan keluarga memutuskan
untuk berobat ke Rumah Sakit.

Beberapa minggu terakhir keluhan dirasakan bertambah berat, pasien


mengalami kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, bertambah lamban
dalam bekerja, mudah lelah dan malas. Menurut keluarga, beberapa hari
sebelum konsul ke rumah sakit pasien juga sempat mencoba bunuh diri
dengan berkali-kali menyanyakan lokasi sumur serta pasien mengeluh sulit
tidur yang dirasakan mengganggu.

2
Pasien menyangkal adanya perubahan nafsu makan. Pasien juga sering
merasakan sakit kepala. Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya.

c) Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit neurologis, tumor, kejang,
gangguan kesadaran, infeksi, ataupun gangguan psikosomatik. Pasien
memiliki riwayat hipertensi, sakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi
2. Riyawat Gangguan Jiwa Sebelumnya
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan jiwa.
3. Riwayat Penggunaan Zat Adiktif
Menurut keluarga, pasien tidak pernah menggunakan zat adiktif

II. RIWAYAT HIDUP


a) Periode Prenatal dan Perinatal
Pasien adalah anak ke 2 dari 4 bersaudara. Pasien lahir ditolong oleh bidan,
lahir normal, dan cukup bulan. Tidak ada penyulit pada masa kehamilan
dan proses melahirkan.

b) Periode Bayi dan Balita


Pasien diasuh langsung oleh ibu dan ayah pasien. Selama balita pasien
tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.

c) Periode Masa Kanak-Kanak


Menurut pasien, masa kanak-anak pasien tidak berbeda dari anak-anak yang
lainnya. Pasien tinggal bersama orang tua pasien sejak pasien kecil. Pasien
tidak pernah tinggal kelas, nilai-nilai pasien biasanya dengan nilai rata-rata.

d) Periode Masa Remaja awal-akhir (12-18 tahun)


Pasien bergaul dengan teman-temannya dan tetangganya dengan baik.
Pasien tidak pernah ada masalah di sekolah dengan teman-temannya.

3
e) Periode Masa Dewasa (18-sekarang)
Pasien sering bergaul dengan warga sekitar dan bekerja sama dengan
tetangga dan warga sekitar.
1. Riwayat Pendidikan
Pasien menempuh pendidikan sampai SMA. Selama mengenyam
pendidikan pasien tidak pernah tinggal kelas. Namun pasien tidak
melanjutkan pendidikannya tinggi.
2. Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Pasien tidak merasa
memiliki masalah dalam pernikahannya.
3. Riwayat Keagamaan
Pasien beragama Islam dan rajin beribadah. Pasien menjalakan sholat
sesuai dengan keinginannnya sendiri.
4. Riwayat Pekerjaan
Pasien sebagai ibu rumah tangga.
5. Riwayat Militer
Pasien tidak memiliki riwayat pendidikan militer dalam bentuk apapun.
6. Aktivitas Sosial dan Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya. Menurut sang anak,
pasien merupakan orang yang baik. Hubungan pasien dengan tetangga
baik. Namun akhir-akhir ini pasien jarang bersosialisasi dengan tetangga
pasien.
7. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak memiliki riwayat tindak kejahatan, kekerasan, ataupun
riwayat ditangkap pihak berwajib. Saat sekolah pasien juga tidak
memiliki riwayat berkelahi atau hal semacamnya.

f) Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari berempat bersaudara. Anak pertama,
ketiga dan keempat adalah laki-laki. Keluarga pasien selama ini tinggal di
rumah sendiri. Keluarga pasien selama ini tidak ada yang mengalami
gangguan kejiwaan..

4
g) Riwayat Psikoseksual
Pasien mengatakan tidak ada masalah psikoseksual selama hidupnya.

h) Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga


Ekonomi keluarga didapatkan dari pekerjaan suami pasien sebagai seorang
wiraswata.

i) Persepsi Pasien Tentang Diri Dan Kehidupanya


Pasien memiliki kesadaran bahwa sakit dan membutuhkan bantuan disertai
motivasi unutuk mencapai perbaikan. Pasien datang berobat ke poliklinik
RSJ diantar oleh suami dan anaknya.

j) Mimpi, Fantasi Dan Nilai-Nilai


Pasien memiliki penilaian tentang agama, sosial, budaya yang sesuai.

5
GENOGRAM KELUARGA :

6
III. STATUS PSIKIATRI
(Diperiksa pada hari Rabu, 19 Juni 2019)
a) Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang wanita menggunakan gamis berwarna biru dengan corak
bunga dan berjilbab hitam, sesuai dengan usianya, perawatan diri
baik. Perawakan sedang, kulit sawo matang, tampak bersih.
2. Kesadaran
Kompos mentis
3. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
4. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Selama wawancara pasien tenang, kontak mata baik. Pasien tidak
tampak bingung dan menjawab semua pertanyaan dengan baik.
Tidak ada gerakan involunter.
5. Pembicaraan
Spontan, intonasi sedang, volume cukup, kualitas cukup, kuantitas
cukup.

b) Keadaan Afektif
Mood : Hypotimia
Afek : Terbatas
Keserasian : Mood dan afek serasi

c) Gangguan Persepsi

1. Halusinasi : Riwayat halusinasi auditorik


2. Ilusi : Tidak Ada
3. Derealisasi : Tidak Ada
4. Depersonalisasi : Tidak Ada

d) Proses Berpikir

1. Arus pikiran
a. Produktivitas : Cukup
b. Kontinuitas : Relevan

7
c. Hendaya berbahasa : Tidak ditemukan

2. Isi pikiran
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Waham : Tidak ada
c. Obsesi : Tidak ada

e) Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Baik
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
d. Situasi : Baik
4. Daya ingat : Daya ingat jangka panjang, sedang, pendek, dan
jangka segera : Baik
5. Abstraksi : Baik
6. Kemampuan visuospasial : Baik
7. Kemampuan membaca dan menulis : Baik
8. Kemampuan informasi : Baik
9. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

f) Pengendalian Impuls
Pasien dapat mengendalikan emosi selama wawancara. Pasien
dapat mengendalikan impuls untuk tetap berusaha kooperatif saat
wawancara

g) Daya Nilai
1. Norma sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realitas : Baik

8
h) Tilikan
Tilikan 4. Pasien memiliki kesadaran bahwa mereka sakit dan
membutuhkan bantuan, namun pasien masih tidak mengetahuin
penyebab penyakit pasien.

i) Taraf dapat dipercaya


Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a) Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan tanda-tanda vital:
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 72x/menit
Laju Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36.50C

 Status Internus
Kepala : normocephal, deformitas tidak ada, rambut tidak
dinilai.
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, reflek
pupil +/+
THT: deformitas tidak ada, serumen tidak ada
Leher : pembesaran KGB tidak ada, tiroid dalam batas
normal
Paru : vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/- Jantung: BJ
I-II
regular, murmur tidak ada
Abdomen : datar, distensi tidak ada, BU (+) normal, nyeri
tekan (-)
Ekstremitas : simetris, akral hangat, edema-/-, perfusi perifer
cukup

9
 Status Neurologis
a. Sistem sensorik : dalam batas normal
b. Sistem motorik : dalam batas normal
c. Fungsi luhur : dalam batas normal

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Ny. S dengan nomor RM. 03 68 **, seorang perempuan, berusia 59 tahun,
tinggal bersama suami dan kedua anaknya di Sumber Rejo, Batanghari,
Lampung Timur. Ny. S sekarang sudah tidak bekerja. Pasien datang ke
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung untuk kontrol kedua kalinya.
Awalnya pasien datang karena Pasien merasakan tidak bisa tidur dan
sering merasa bingung saat di rumah, tidak tau harus melakukan apa.
Keluhan pertama kali dirasakan sekitar 3 bulan yang lalu. Setelah mertua
pasien meninggal, pasien merasakan sedih dan takut berkepanjangan.
Keluhan ini dirasakan sangat mengganggu pasien sampai pasien
mengalami kesulitan melakukan aktvitas sehari-hari, bertambah lamban,
mudah lelah, dan malas. Menurut keluarga pasien juga, pasien sudah tidak
pernah tertawa, selalu cemas, jarang mau melakukan kegiatan rumah
tangga sehari-hari, dan menjadi sangat jarang untuk keluar rumah dan
berinteraksi dengan tetangga sekitar. Pasien sempat melakukan percobaan
bunuh diri dengan cara menuruni sumur beberapa hari sebelum dibawa ke
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung.
Kesadaran : Kompos mentis
Penampilan : Seorang perempuan, perawakan sedang,
perawatan diri baik, tampak bersih
Sikap : Kooperatif
Perilaku dan motorik : Tenang, tidak ada gerakan involunter
Pembicaraan : Spontan, kualitas cukup, kuantitas cukup
Mood : Hypotimia
Afek : Terbatas
Kesesuaian : Serasi
Gangguan persepsi : Terdapat riwayat halusinasi auditorik
Gangguan isi pikir : tidak ada preokupasi, waham, maupun obsesi
Gangguan proses pikir : Tidak ada
10
Tilikan : Derajat 4
Reabilitas : Dapat dipercaya

VI. FORMULASI DIAGNOSIS


Pada pasien ini didapatkan adanya gangguan tidur (sulit tidur) dan rasa
sedih dan takut yang menyebabkan pasien merasa lelah dan tidak memiliki
keinginan untuk beraktivitas seperti biasa dan mengganggu aktivitas sosial
pasien. Pasien juga sempat mencoba untuk bunuh diri sehingga dapat
disimpulkan pasien ini mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data-data
yang didapat melalui autoanamnesis, alloanamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, tidak ditemukan trauma kepala dan riwayat
kejang. Tidak ada riwayat penggunaan zat psikoaktif. Hal tersebut di
atas dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan
mental organik (F0) dan gangguan jiwa akibat penggunaan zat
psikoaktif (F1).

Pasien memliki riwayat halusinasi auditorik namun tidak ada riwayat


adanya waham. Namun saat pasien mulai berobat, sudah tidak terdapat
halusinasi auditorik. Hal ini dapat menjadi dasar untuk
menyingkirkan diagnosis skizofrenia, ganggua skizotipal, dan
gangguan waham (F2).

Berdasarkan anamnesis, pada pasien ditemukan adanya gejala berupa rasa


takut dan sedih berkepanjangan, kehilangan kegembiraan dan minat untuk
melakukan aktivitas dan bersosialisasi, sulit tidur yang mengakibatkan
pasien merasa mudah lelah, serta adanya gagasan bunuh diri. Keadaan ini
menimbulkan penderitaan atau distress dan kesulitan melakukan aktivitas
sehari-hari yang telah berlangsung selama 3 bulan. Berdasarkan Pedoman
Penegakkan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gejala–gejala
tersebut dapat menjadi dasar penentuan diagnosis Aksis I pada pasien ini
adalah Episode Depresif Sedang (F32.1).

11
Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda retardasi mental sehingga
diagnosis ini dapat disingkirkan. Selain itu pada pasien tidak memiliki
tanda-tanda gangguan kepribadian yang dapat memenuhi kriteria
diagnosis sehingga sampai saat ini tidak ada diagnosis pada Aksis II.

Berdasarkan anamnesis, pasien memiliki riwayat penyakit demam


berdarah dengue sebelum gejala muncul sedangkan berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya penyakit ataupun gangguan
medik umum. Sehingga diagnosis Aksis III pasien adalah riwayat
Demam Berdarah Dengue (DBD). Keluhan mulai dirasakan semenjak
pasien kehilangan mertua pasien ada Februari 2019, maka diagnosis aksis
IV yaitu kehilangan anggota keluarga.

Penilaian terhadap kemampuan fungsi pasien dalam kehidupan


menggunakan skala GAF (Global Assesment of functioning). Pada pasien
ini didapatkan Aksis V, pada saaat dilakukan wawancara, Skor GAF 80-
71. Hal ini ditandai dengan gejala pasien yang muncul sementara dan dapat
diatasi namun masih ada disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, dan
aktivitas sehari-hari.

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

 Aksis I : Episode Depresif Sedang (F32.1)


 Aksis II : Tidak ada diagnosis
 Aksis III : Riwayat DBD
 Aksis IV : Kehilangan anggota keluarga
 Aksis V : GAF (80-71)

VIII. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik
Tidak ada riwayat masalah organobiologik

12
 Psikologik
Pada pasien ditemukan adanya rasa sedih dan takut berkepanjangan,
kurangnya kegembiraan, serta rasa mudah lelah sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari. Pasien juga pernah memiliki gagasan untuk
bunuh diri.

 Sosiologik
Pasien merasa kurang nyaman di tempat ramai sehingga jarang
berkumpul dan berinteraksi dengan tetangga sekitar. Pemahaman
keluarga baik terhadap pengobatan yang dijalani pasien.

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

X. RENCANA TERAPI
 Psikofarmaka : Fluoxetin oral 10 mg (2 x 1)
 Psikoterapi

Konseling : Memberikan pengertian kepada pasien tentang


penyakitnya dan memahami kondisinya lebih baik
serta menganjurkan untuk berobat teratur.
Menjelaskan bahwa penyebab dari sakit yang
dideritanya sekarang, sehingga dibutuhkan
pengobatan rutin untuk penyakit dasarnya.
Psikoedukasi : Memberikan penjelasan pada pasien dan orang
sekitar pasien untuk memberikan dorongan dan
menciptakan lingkungan yang kondusif.

XI. DISKUSI
Berdasarkan data yang didapat melalui anamnesis baik alloanamnesis
maupun autoanamnesis, pemeriksaan psikiatri, tidak terdapat riwayat
kejang ataupun kelainan organik lain. Hal ini dapat menjadi dasar untuk

13
menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F0). Pasien tidak ada
riwayat minuman beralkohol dan riwayat mengonsumsi rokok, sehingga
hal ini dapat menyingkirkan diagnosis gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan zat psikoaktif (F.1). Pasien memliki riwayat halusinasi
auditorik namun tidak ada riwayat adanya waham. Namun saat pasien
mulai berobat, sudah tidak terdapat halusinasi auditorik. Hal ini dapat
menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis skizofrenia, ganggua
skizotipal, dan gangguan waham (F2). 2

Penegakan diagnosis aksis I berdasarkan anamnesis dengan pasien dan


anak pasien, pasien memiliki gejala berupa rasa takut dan sedih
berkepanjangan, kehilangan kegembiraan dan minat untuk melakukan
aktivitas dan bersosialisasi, sulit tidur yang mengakibatkan pasien merasa
mudah lelah, serta adanya gagasan bunuh diri. Keadaan ini menimbulkan
penderitaan atau distress dan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari
yang telah berlangsung selama 3 bulan. Hal ini dapat menjadi dasar
diagnosis Episode Depresif Sedang (F32.1) berdasarkan Pedoman
Penegakkan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, antara lain: 2
 Gejala utama (pada dearajat ringan, sedang, dan berat):
o Afek depresif
o Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
o Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas
 Gejala lainnya:
o Konsentrasi dan perhatian berkurang
o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
o Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
o Tidur terganggu
o Nafsu makan berkurang

14
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa skurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat
 Kategori diagnosis episode depresif ringan (F3.0) , sedang (F32.1),
dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresif tunggal
(yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan
bahwa salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)

Pasien telah mengalami keluhan selama 3 bulan dan berdasarkan anamnesa


yang dilakukan, sebagian besar gejala-gejala yang dialami oleh pasien
mencakup gejala dalam pedoman diagnostik episode deresif sedang menurut
PPDGJ III. Diagnosis episode depresi sedang (F32.2) berdasarkan PPDGJ III
yaitu:1,2
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan (F30.0)
 Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala
lainnya
 Lama seluruh episode berlangsung minimunm sekitar 2 minggu
 Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.

Penilaian terhadap kemampuan fungsi pasien dalam kehidupan menggunakan


skala GAF (Global Assesment of functioning). Pada pasien ini didapatkan
Aksis V, pada saaat dilakukan wawancara, Skor GAF 80-71. Hal ini ditandai
dengan gejala pasien yang muncul sementara dan dapat diatasi namun masih ada
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari.1

Penatalaksanaan pasien gangguan mood dan afek harus diarahkan kepada


beberapa tujuan. Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua,
kelengkapan evaluasi diagnostik pasien harus dilakukan. Ketiga, rencana
terapi bukan hanya untuk gejala, tetapi berhubungan dengan kesehatan jiwa
pasien kedepannya. Walaupun penatalaksanaan farmakoterapi dan psikoterapi
harus dipikirkan pada pasien, peristiwa kehidupan yang penuh ketegangan
15
dapat meningkatkan angka kekambuhan. Selanjutnya, melalui terapi harus
dapat menurunkan banyaknya stressor berat dalam kehidupan pasien. Secara
keseluruhan, penatalaksanaan gangguan mood harus diserahkan kepada
psikiater. Remisi penuh akan dialami pasien dalam waktu 4 bulan dengan
pengobatan yang adekuat. Terdapat beberapa golongan obat anti depresan
diantaranya yakni:1,3
• SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor)
- Fluoxetine
- Sertralin
• Trisiklik
- Amitriptilin
• SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor)

Semua antidepresan yang tersedia mungkin membutuhkan waktu 3 sampai 4


minggu agar menimbulkan efek. Pemilihan jenis antidepresan yang
digunakan dapat dilakukan atas dasar profil efek samping yang mungkin
timbul. Meskipun MAOI dan trisiklik masih digunakan, obat-obatan yang
lebih baru lebih banyak digunkan karena dianggap mudah digunakan baik
oleh klinisi maupun pasien.1,3

Tatalaksana pasien dengan depresi mayor dengan gejala psikotik memerlukan


kombinasi antidepresan dan antipsikotik atipikal. Selain itu, ECT (terapi
elektrokonvulsif) juga efektif apabila diindikasikan.1,5

Terapi dengan psikoterapi dibagi menjadi:


• Psikoterapi Individual
• Psikoterapi Kelompok
• Psikoterapi Keluarga
• Edukasi

Terapi individual
• Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya
serta hal-hal yang dapat mencetuskan atau memperberat dan meringankan

16
penyakit pasien sehingga dapat memperpanjang remisi dan mencegah
kekambuhan.
• Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya
minum obat secara teratur, adanya efek samping yang bisa timbul dari
pengobatan ini.

Terapi kelompok
• Apabila kondisi pasien sudah lebih baik diberikan terapi aktivitas
kelompok, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam
pengendalian impuls saat memberikan respon terhadap stimulus dari luar,
belajar mengungkapkan komunikasi verbal dan mengekspresikan emosi
secara sehat, membantu pasien untuk meningkatkan orientasinya realitas
dan memotivasi pasien agar dapat bersosialisasi dengan sehat.

Terhadap keluarga
• Memberi penjelasan yang bersifat komunikatif, informatif dan
edukatif tentang keadaan penyakit pasien sehingga bisa menerima dan
memahami keadaan pasien, serta mendukung proses penyembuhannya
dan mencegah kekambuhan
• Memberi informasi dan edukasi kepada keluarga mengenai terapi yang
diberikan kepada pasien dan pentingnya pasien untuk kontrol dan minum
obat secara teratur
• Memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya
dukungan dari pihak keluarga dalam keadaan pasien yang seperti ini.

Rencana terapi pada kasus ini sudah tepat. Berdasarkan buku ajar psikiatri FK
UI, pengobatan depresi adalah dengan farmakoterapi serta psikoterapi untuk
menurunkan banyaknya stressor dalam hidup pasien. Farmakoterapi yang
dipilih untuk pasien ini adalah fluoxetine 1x20 mg. Obat ini adalah salah satu
golongan SSRI, penggunaan obat ini cukup aman karena tidak memiliki efek
samping kardiogenik serta efek samping hanya berupa mual dan akan
berurang seiring berjalannya waktu. Pengobatan dengan SSRI akan efektif
setelah mengkonsumsi selama 3 minggu. Selain itu pada pasien juga
diberikan antipsikotik atipikal berupa olanzepine 1x5 mg.1,3,4

17
Fluoxetine merupaka antdepresan golongan serotonin selective reuptake
inhibitor (SSRI) yang memiliki mekanisme kerja menghambar re-uptake
serotononin yang spesifik oleh neuron prasinaptik. Fluoxetine memiliki
waktu paruh yang terpanjang, 2-3 hari; metabolit aktifnya memiliki waktu
paruh 7-9 hari. Waktu paruh SSRI lain adalah jauh lebih pendek, kira-kira
20 jam, dan SSRI tersebut tidak memiliki metabolit aktif yang penting.
Semua SSRI diabsorpsi baik setelah pemberian oral dan memiliki efek
puncaknya dalam rentang 4-8 jam. fluoxetine dimetabolisme di hati oleh
P450 IID6, suatu subtipe enzimyang spesifik, yang menyatakan bahwa
klinisi harus berhati-hati dalam pemberian bersama obat lain yang juga
dimetabolisme oleh P450 IID6. Pada umumnya, makanan tidak memiliki
efek yang besar pada absorpsi SSRI; pada kenyataannya,pemberian SSRI
dengan makanan sering menurunkan insidensi gejala mual dan diare yang
sering berhubungan dengan pemakaian SSRI.1,3,4

Dosis penggunaan fluoxetine adalah 20 – 40 mg/hari. pada gangguan


depresi, gangguan obsesif kompulsif dan bulimia nervosa dapat
digunakan dosis awal 20 mg/hari dan dapat dinaikkan jika tidak ada
respon dengan dosis maksimal 60 mg/hari. pemberian fluoksetin pada
anak-anak tidak dianjurkan. Efek samping yang bisa disebabkan oleh
penggunaan fluoksetin adalah saluran cerna, reaksi hipersensitivitas,
mulut kering, gugup, cemas, nyeri kepala, insomnia, palpitasi, tremor,
bingung, pusing, hipotensi, hipomania atau mania, mengantuk, astenia,
kejang, demam, disfungsi seksual, berkeringat, gangguan gerak dan
diskinesia, sindrom neuroleptik maligna, hiponatremia, gangguan fungsi
hati, anemia aplastika, gangguan peredaran darah otak, ekomosis,
pneumonia eusinofilik, hiperprolaktinemia, anemia hemolitik,
pankreatitis, pansi?openia, kecenderungan bunuh diri, trombositopenia,
purpura trombositopenik, perdarahan vagina pada pemutusan obat,
perilaku kekerasan, dan rambut rontok1,3,4

Psikoedukasi

18
Psikoedukasi merupakan intervensi penting meliputi pelatihan strategi
manajemen praktis dengan tujuan kepatuhan pengobatan dan mencegah
relaps. Psikoedukasi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien
terhadap penyakit depresi dan keluarga tentang perjalanan penyakit,
pengenalan gejala, pengelolaan gejala, pengobatan (tujuan pengobatan,
manfaat dan efek samping), peran orang dengan depresi dan keluarga
dalam pengobatan.1

Prognosis pasien dapat dilihat dari berbagai indikator termasuk di


dalamnya lamanya episode, riwayat depresi sebelumnya, komorbiditas
medis, komorbiditas gejala ansetas, dan derajat depresi. Kelulhan pasien
baru dirasakan untuk pertama kalinya. Pada pasien tidak ditemukan
komorbiditas penyakit medik lain karena pada pemeriksaan tanda vital,
status internus, status neurologis dan laboratorium tidak ditemukan adanya
kelainan. Meskipun pasien merasa cemas namun rasacemas tersebut tidak
cukup kuat untuk mendiagnosis gangguan campuran ansietas dan depresi
(komorbiditas gejala ansietas) sehingga prognosis pasien lebih baik.
Prognosis functionam diragukan namun mengarah ke prognosis baik
karena semenjak pengobatan pasien dapat melakukan fungsinya dengan
lebih baik dari sebelumnya dan untuk prognosis sanationamnya dapat
mengarah baik bila tidak ada kondisi yang memperberat seperti factor
pencetus dan keteraturan minum obat.7

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira SD, dan Hadisukanto G. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Maslim R. 2011. Diagnosis Gangguan jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika
Atmajaya.
3. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis, Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
4. Katzung BG. 2010. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta: EGC
5. Gunarsa, S.D. 2007. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
6. Simon GE. 2000. Long-term Prognosis of Depression in Primary Care. Bulletin
of the World Health Organization. 78(4).

20
LAMPIRAN

21
DIAGRAM RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
-
Februari 2019 Pada pertengahan februari 2019 mertua pasien meninggal
dunia. Saat itu pasien mulai terlihat murung dan sedih.
Akhir februari pasien menderita DBD. Setelah DBD
keluhan mulai bertambah berat, pasien merasa sedih
berkepanjangan, merasa dirinya beban bagi orang lain, sulit
tidur, hingga merasa malas dan mudah lelah dalam
melakukan aktivitas sehari-hari

Maret 2019

Keluhan menetap dan bertambah


berat, pasien sering terlihat murung
dan mulai mendengar suara-suara
bisikan hingga mencoba bunuh diri

April 2019

Pasien datang berobat pertama kali ke Poliklinik


Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa

Mei 2019

Juni 2019

Pasien datang berobat kembali. Beberapa hari sebelum


kontrol pasien sempat memiliki gagasan untuk bunuh
diri kembali dan mengeluh sulit tidur yang sudah
mengganggu

22
AUTOANAMNESIS TANGGAL 19 Juni 2019 ( di Poli RSJ )
Autoanamnesis dengan Ny. S
A: Pemeriksa
B: Ny. S
A: “Selamat pagi ibu, saya **** petugas RSJ provinsi Lampung, saya izin bertanya-
tanya terkait keluhan ibu, apakah bersedia?”
B: “Ya mbak, tanya saja”
A: “Ibu namanya saya boleh tau bu?”
B: “Nama saya S.”
A: “Usianya berapa ya bu ?”
B: “59 tahun.”(benar)
A: “Ibu tinggalnya dimana?”
B: “Saya tinggal di Sumber rejo mba”
A: “Terakhir sekolah apa bu?”
B: “SMA mba”
A: “Sekarang ibu bekerja dimana bu?”
B: “Saya tidak bekerja mba, saya mengurus rumah”
A: “Ibu tau sekarang ada dimana?”
B: “Lagi Rumah Sakit Jiwa.” (Orientasi tempat baik)
A: “Tadi ibu kesini dengan siapa bu?
B: “Saya kesini sama anak saya mba.”
A: “Ibu datang kesini kenapa? Apa yang ibu rasakan bu?
B: “Saya sering susah tidur mba.”
A: “Kenapa memang ibu susah tidur? ”
B: “Iya mba. Saya susah tidur mba sudah berbulan-bulan. Trus saya juga
ngerasa lemah mba, gak bisa apa-apa lo mba. Kerja saya lebih lelet mba
dan tidak bersemangat menjalani hari-hari.”
A: “Ini sudah berapa lama bu keluhannya dirasakan ?”

B: “Sudah tiga bulan ini mba.”


A: “Ibu waktu awal berobat kenapa? ngerasa sedih itu kenapa awalnya?”
B: “Ya aku ini ngurusin mertua ya mba, tapi mertua itu meninggalkan saya.
Saya kepikiran sampe sekarang gak hilang-hilang. Saya takut sekarang.”
A: “Ibu takutnya kenapa bu? Apa yang ibu takutin?”
23
B: “Saya takut sendiri…hmm (pasien diam)
A: “Bu, ibu sekarang gimana perasaan nya? Ibu akhir-akhir ini sering ngerasa
sedih
gak?
B: “Ya, aku ini sedih gak sembuh-sembuh penyakitku ini.”
A: “Ibu ngerasa butuh obat gak? Butuh pengobatan biar sembuh?”
B: “Ya, sebenernya itu. Kayakmana ya mba?”
A: “Ya, gak apa-apa. Dilanjut obatnya ya bu. Obatnya harus diminum terus.”
A: “Apa lagi bu yang dirasakan ?”
B: “Ini dok, sering sakit kepala.”
A: “Ibu kalau di rumah sering denger suara-suara gak bu? Suara hati ibu, tapi
orangnya gak ada?”
B: “Kadang iya mba.”
A: “Biasanya gimana suaranya bu? Ibu disuruh apa gitu?”
B: “Suara-suaranya ya menakutkan gitu. Aku gak berani terus terang.”
A: “Oh ibu gak berani cerita. Kemaren ibu yang masuk sumur itu karena denger
suara itu?”
B: “Iya mba.”
A: “Sampai sekarang ibu masih denger suara-suaranya?”
B: “Nggak mba”
A: “Terakhir dengar kapan bu?”
B: “Ya, waktu awal-awal itu.”
A: “Ibu kalau lihat bayangan tapi nggak ada orangnya gitu pernah?”
B: “Nggak pernah mba.”
A: “Selain itu ada keluhan lain ga bu? Nafsu makan gimana bu?”
B: “Saya masih mau makan mba.”
A: “Pernah minum obat-obatan tertentu? Merokok? Minuman beralkohol?”
B: “Tidak pernah mba.”
A: Ibu pernah mengalami kecelakaan dengan kepala terbentur atau kejang atau
sakit Stroke?”
A: “Tidak pernah mba.”
B: “Ini sudah berapa lama bu keluhannya dirasakan ?”
A: “Baik kalau begitu terimakasih bu. Semoga lekas sembuh.”

24
B: “Terimakasih mba.”

25
ALLOANAMNESIS TANGGAL 19 Juni 2019 ( di Poli RSJ)
Alloanamnesis dengan Nn. AS (Anak Ny. S)
A: Pemriksa
B: Nn. AS
A: “Assalamualaikum wr wb. Selamat pagi mba, saya **** petugas RSJ provinsi
Lampung, saya izin bertanya-tanya mengenai ibunya ya mba, apakah mba
bersedia?”
B: “Iya mbak, Tanya saja”
A: “Iya mba, jadi mengenai ibunya mba, ketika awal dating keluhannya bagaimana
mba?”
B: “Ibu sering kayak orang bingung mba, awalnya itu ibu gak bisa tidur mba, trus
pikirannya kayak kemana-mana gitu mba, gak bisa fokus, hal yang mau dilakukan
besok itu sudah dipikirkan dari sekarang, jadi sering ngelamun mba.”
A: “Begitu ya mba, itu ibu awal berobatnya bulan april kan ya mba, dari awal dibawa
berobat itu keluhan ibunya sudah berapa lama mba?”
B: “Iya mbak, baru seperti itunya memang baru bulan april mba, jadi awalnya bulan
februari itu ibu terkena demam berdarah, setelah sembuh aku bawa ke dokter saraf
karena ibu kayak teriak-teriak gitu mba setelah demam berdarah, tapi tetap tidak
ada perubahan. Trus disaranin bawa ke rumah sakit jiwa, ya jadi bulan april itu
ibu dibawa ke Rumah Sakit Jiwa mba.”
A: “Oh adi begitu ya mba?”
B: “Iya mba, sebenernya awalnya tidak seberapa parah, taapi bulan april itu memang
parah banget sih mba.”
A: “Parahnya bagaimana mba?”
B: “Ya parahnya sering mau keluar malam-malam”
A: “Ketika bulan april itu kira-kira ada kejadian atau masalah gak mba ibunya selain
penyakit demam berdarahnya kalua menurut mba?”
B: “Selain DBD nya apa ya? Mungkin setelah demam berdarah itu ibu ngerasa
badannya gak enak gitu mba, lemas, gak kayak biasanya, biasanya ibu itu
orangnya cekatan mba, apa-apa dikerjakan sendiri. Kalau masalah gak ada sih
mba tapi sebelumnya itu mertua ibu meninggal mba, jadi ibu yang ngurus
mertuanya ini mba dari sakit, nah waktu di rawat di rumah sakit mertuanya
meninggal mba, dan ibu gak lihat. Jadi ketika ibu dirawat sakit semam berdarah

26
ibu bilang kalua dia ngelihat mbok,nanti dia sehat mba, tapi mboknya ya udah
meninggal mba.”
A: “Oh jadi mulai dari situ ya mulai kepikiran macam-macam ya?”
B: “Iya mba”
A: “Jadi semenjak itu mulai terganggu ya aktivitas sehari-hari ya?”
B: “Iyalah mba, semua perkejaan ibu tu terbengkalai, ngapa-ngapain males mba”
A: “Ibu sering cerita tidak mba kalua ngerasa sedih atau apa yang ibu rasakan?”
B: “Tidak loh mba? Sering saya tanyakan loh mba mamak kenapa? Ya dijawab “ya
gak tau loh, aku gak tau kenapa bisa kayak sekarang, padahal aku dulu gak
kayak gini, aku dulu sehat, bisa ngapa-ngapain, trus sekarang aku harus gimana?
Katanya gitu mba.”
A: “Kalau sering ngeluh lihat suara atau bayangan gitu pernah gak mba?”
B: “Gak pernah mba, tapi ibu pernah loh mba mau bunuh diri ketika awal-awal itu,
trus juga akhir-akhir ini sering nanyain ledeng.”
A: “Itu ibu cerita ga mba kenapa sampe nanyain ledeng?”
B: “Gak mba, mungkin karena banyak pikiran gitu mba, mikirin badannya sekarang
kenapa gini, kayak kecewa loh mba ibu itu.”
A: “Oh begitu, itu ibu bilang gak mba memanga badannya kenapa, seering sakit
atau gimana?”
B: “Gak mba, ibu tu sering mendem sendiri, apa-apa ditahan sendiri mba, dia itu ya
orangnya gak mau nyusahin orang gitu loh mba.”
A: “Kalau dari bulan april itu nafsu makan sama tidurnya bagaimana mba?”
B: “Ya gitu, katanya malam susah tidur mba. Kalau makan ya biasa mba kadang
banyak, kadang juga malas makan.”
A: “Mba serumah ada berapa orang mba?”
B: “Ada empat mba. Ada saya, bapak, ibu sama adek saya.”
A: “Oh iya, kalua ibu berapa bersaudara ya mba?”
B: “Empat bersaudara mba, ibu sendiri yang cewek mba”
A: “Kalau ibunya anak keberapa mba?”
B: “Anak kedua mba dari empat bersaudara.”
A: “Kalau keluarga sebelumnya yang mengalami gangguan jiwa ada mba?”
B: “Gak ada mba.”
A: “Jadi begitu ya mba, yasudah mba, terimakasih banyak sudah bersedia di
wawancarai ya mba, terimakasih atas waktunya. Assalamualaikum mba.”
27
B: “Iya mbak sama sama, waalaikumussalam wr wb”

28

Anda mungkin juga menyukai