Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN KASUS

F.25.0 GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK

Oleh:

AFRILIA CHAERUNNISA

111 2018 2118

Pembimbing Supervisor :

dr. A. Suheyra Syauki M. Kes, Sp. KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. E
No. RM : 00 85 11
Umur : 33 Tahun ( 01-07-1986)
Alamat : Pinrang
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Tanggal Pemeriksa : 7 Oktober 2019

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis, dan alloanamnesis dari :
Nama : Ny. Riska
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Guru

Alamat : jl. Bontobila no. 17 makassar

Hubungan dengan pasien : Guru pengajar/ Mama angkat

2
LAPORAN PSIKIATRI

A. Keluhan Utama:
Gelisah

B. Riwayat Gangguan Sekarang


Seorang pasien diantar masuk ke UGD RSKD Dadi untuk kelima kali oleh
mama angkatnya dengan keluhan gelisah yang dialami sejak 1 bulan terakhir dan
memberat sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien marah-marah, bicara
sendiri, bicara terus-menerus, ketawa sendiri, kadang berteriak sendiri dan sering
mondar - mandir. Pasien jarang makan, jarang mandi dan sulit untuk tidur. Pasien
juga meyakini kalau mama angkatnya akan meninggal dan dirinya juga akan
meninggal dalam waktu dekat dan meyakini bahwa terkena sihir sejak tahun 2018.

Awal perubahan perilaku pasien sejak tahun 2006, Saat itu kedua orang tua
pasien meninggal sehingga pasien sangat sedih tidak dapat makan, menangis
terus-menerus, mengurung diri dan mendengar suara-suara bisikan kemudian
dibawa ke RSKD Dadi oleh tantenya, setelah keluar pasien memutuskan untuk
masuk islam ditahun yang sama tetapi di tentang oleh keluarga lalu pasien diusir
oleh tantenya dari rumah sehingga pasien tinggal di dikost dan bekerja di salah
satu perusahaan swasta sebagai HRD tetapi karena pasien gelisah dan menganggu
sekitar maka diberhentikan dari tempat bekerja dan di bawa ke RSKD Dadi tahun
2008. Setelah keluar pasien tinggal di masjid dan bertemu dengan mama
angkatnya di suatu pengajian di masjid raya, mama angkatnya berniat untuk
tinggal bersama tetapi suami tidak setuju maka beliau menyewakan kost pada
pasien dan membayarkan uang kuliah pasien untuk melanjutkan pendidikan di
UIN jurusan Agama Islam. Pada tahun 2015 saat pasien semester 2 pasien
kambuh kembali 2x dalam tahun itu dan di bawa ke RSKD Dadi kembali maka
pasien berhenti kuliah. setelah rutin control dan minum obat teratur membaik
kembali, tetapi saat 2019 pasien diputuskan oleh pacarnya karena mama angkat
merasa tidak setuju dengan hubungan mereka sehingga pasien menolak minum
obat selama 4 bulan, kemudian muncul kembali gejala dimana pasien mendengar

3
suara-suara bisikan yang ada hamper setiap hari mengatakan bahwa pasien akan
mati karena sihir, saat itu pasien sering mendatangi Mama angkatnya setiap saat
karena mama angkat merasa terganggu sehingga di bawa ke RSKD Dadi.

Riwayat persalinan dan keadaan saat lahir tidak diketahui karena pasien
sudah tidak tinggal bersama orang tua dan keduanya telah meninggal dunia.
Riwayat pendidikan terakhir adalah SMA karena pasien kuliah tetapi tidak selesai.
Pergaulan dengan teman-teman baik, saat sekolah pasien termasuk anak yang
cerdas.
Pasien adalah anak ke-1 dari 2 bersaudara, adiknya perempuan saat ini
tinggal bersama tantenya. Hubungan dengan keluarga buruk dimana kedua orang
tua sejak kecil sein masuk islam keluarga sudah tidak menganggap pasien ada.
Hingga pasien memutuskan untuk tinggal sendiri di kost, pasien belum menikah.
Menurut keterangan pasien adiknya yang tinggal bersama tantenya memiliki
penyakit kejiwaan yang serupa yaitu sering bicara dan berteriak sendiri.

Hendaya Disfungsi

Hendaya Sosial : ada


Hendaya Pekerjaan : ada
Hendaya waktu senggang : ada

Faktor Stressor Psikososial


Diputuskan oleh pacarnya

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat penyakit dahulu :
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit dahulu, seperti infeksi, trauma,
kejang, maupun penyakit sistemik lainnya yang mempengaruhi sistem otak.
2. Riwayat penggunaan zat psikoaktif :
Pasien tidak pernah ada riwayat penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
3. Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya :

4
Awal perubahan perilaku pasien sejak tahun 2006, Saat itu pasien meninggal
orang tuanya kedua orang tuanya dan dirawat oleh tantenya sehingga pasien
menjadi stress tidak makan dan berbicara lalu dibawa ke RSKD untuk pertama
kali. Tahun 2018 dibawa kembali karena gelisah dan tahun 2015 dibawa sebanyak
2x dalam setahun. Kemudian pasien rutin control sampai 2019 tetapi sudah 4
bulan pasien tidak minum obat sehingga sering mendatangi Mama angkatnya
karena merasa terganggu dengan suara-suara berbisik yang dia dengar
mengatakan bahwa pasien akan mati sehingga di bawa ke RSKD Dadi

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Tidak diketahui

2. Riwayat Masa Kanak Awal (1 – 3 tahun)


Tidak diketahui

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( 4 – 11 tahun )

Tidak diketahui
4. Riwayat Masa Kanak Akhir (usia 12 – 14 tahun)
Tidak diketahui

5. Riwayat Masa Remaja (Usia 15-18 tahun)


Pasien termasuk anak yang cerdas

6. Riwayat Masa Dewasa


1) Riwayat Pendidikan
Pasien menyelesaikan jenjang pendidikan SMA
2) Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan HRD di salah satu tempat tetapi di pecat
3) Riwayat Pernikahan
Belum menikah tinggal bersama mama angkat
4) Riwayat Agama

5
Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan ibadahnya dengan baik.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien anak ke 2 dari 2 bersaudara (♀,♀) Hubungan pasien dengan keluarga
baik, pasien tinggal bersama mama angkat

Genogram

Keterangan:
= Laki-laki

= Perempuan

= Meninggal

= meninggal

= Pasien

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga


Ada riwayat keluarga dengan penyakit dan keluhan yang sama (saudara
perempuan pasien)
1) Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal bersama mama angkatnya
2) Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya

6
Pasien menyadari dirinya sakit dan rajin minum obat agar dijemput kembali oleh
mama angkatnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI


A. Status Internus
Keadaaan umum pasien tampak baik, gizi cukup, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, frekuensi pernapasan 20
kali/menit, suhu tubuh 36,5oC, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus.
Jantung dan paru – paru dalam batas normal, abdomen dalam batas normal,
ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
B. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-), pupil
bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, reflex cahaya (+)/(+). Fungsi motorik dan
sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, dan tidak ditemukan reflex
patologis.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (TANGGAL 05/10/2019 - RUANG


KENANGA RSKD DADI)
A. Deskripsi umum
1. Penampilan : Seorang perempuan bermata sipit memakai jilbab bermotif
menggunakan baju berwarna pink muda lengan panjang, perawakan
sedang dan penampilan cukup
2. Kesadaran :
 Kuantitas : Compos Mentis (E4M6V5)
 Kualitas : Berubah
3. Perilaku dan aktifitas psikomotor : gelisah, banyak bicara
4. Pembicaraan : Spontan, lancar, intonasi cepat
5. Sikap terhadap pemeriksa : cukup cooperatif

B. Keadaan afektif
1. Mood : Sulit dinilai

7
2. Afek : Irritable kesan meningkat
3. Empati : tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tingkat
pendidikannya yakni lulusan SMA
2. Orientasi
a) Waktu : Baik
b) Tempat : Baik
c) Orang : Baik
3. Daya ingat
a) Jangka panjang : Baik
b) Jangka pendek : Baik
c) Jangka segera : Baik

4. Konsentrasi dan Perhatian : Baik


5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat Kreatif : tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

D. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri


a. Halusinasi :
Auditorik ; Sebelumnya pasien sering mendengar sura-
suara bisikan bahwa dirinya akan mati

b. Ilusi : Tidak ada


c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berfikir
1. Produktivitas : membanjir

8
2. Kontuinitas : cukup relevan, asosiasi longgar
3. Hendaya berbahasa : Tidak ada
4. Isi pikiran
Preokupasi : tidak ada
Gangguan isi pikir :
- Waham persekutorik: Pasien meyakini ada yang menyihir dirinya
dan mama angkatnya dan meyakikini dirinya dan mama angkatnya
akan meninggal dalam waktu dekat

F. Pengendalian Impuls : Terganggu


G. Daya Nilai dan Tilikan
1. Norma Sosial : Terganggu
2. Uji Daya Nilai : Terganggu
3. Penilaian Realitas : Terganggu
4. Tilikan : Derajat VI ( pasien menyadari atas
penyakitnya )

H. Taraf Dapat Dipercaya


Dapat dipercaya

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang pasien diantar masuk ke UGD RSKD Dadi untuk kelima kali oleh
mama angkatnya dengan keluhan gelisah yang dialami sejak 1 bulan terakhir dan
memberat sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien marah-marah, bicara
sendiri, bicara terus-menerus, ketawa sendiri, kadang berteriak sendiri dan sering
mondar - mandir. Pasien jarang makan, jarang mandi dan sulit untuk tidur. Pasien
juga meyakini kalau mama angkatnya akan meninggal dan dirinya juga akan
meninggal dalam waktu dekat dan meyakini bahwa terkena sihir sejak tahun 2018.

Awal perubahan perilaku pasien sejak tahun 2008, Saat itu pasien sering
mendatangi Mama angkatnya karena merasa terganggu dengan suara-suara

9
berbisik yang dia dengar mengatakan bahwa pasien akan mati sehingga di bawa
ke RSKD Dadi. Pasien sebelumnya tinggal bersama orangtua dan adiknya dan
bekerja di salah satu perusahaan swasta sebagai HRD tahun 2004, kemudian
pasien masuk islam tahun 2006 sejak saat itu sudah tidak dianggap oleh
keluarganya, maka pasien tinggal di salah satu kost di jalan todoppuli yang berada
di samping masjid. Dimana pasien sambil belajar islam dan melanjutkan kuliah di
UIN jurusan Agama Islam sampai semester 2 dari bantuan Mama Rizka yang
merupakan mama angkatnya. Tetapi karena pasien sakit, maka berhenti dari
kuliah. keluarga lupa lama dirawat dan berapa lama tetapi pasien terakhir kali
dirawat tahun 2015 selama 1 bulan, Pasien kadang membaik dan kambuh
kembali. Waktu itu Pasien diperbolehkan pulang dalam kondisi membaik akan
tetapi sesampai dirumah pasien tidak rutin minum obat dan tidak kontrol kembali.

Riwayat persalinan dan keadaan saat lahir tidak diketahui karena pasien
sudah tidak tinggal bersama orang tua dan keduanya telah meninggal dunia.
Riwayat pendidikan terakhir adalah SMA karena pasien kuliah tetapi tidak selesai.
Pergaulan dengan teman-teman baik, saat sekolah pasien termasuk anak yang
cerdas.

Pasien adalah anak ke-1 dari 2 bersaudara, adiknya perempuan saat ini tinggal
bersama tantenya. Hubungan dengan keluarga buruk dimana sejak masuk islam
keluarga sudah tidak menganggap pasien ada. Hingga pasien memutuskan untuk
tinggal sendiri di kost, pasien belum menikah. Menurut keterangan pasien adiknya
yang tinggal bersama tantenya memiliki penyakit kejiwaan yang serupa yaitu
sering bicara dan berteriak sendiri.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL (Sesuai PPDGJ-III)


Aksis I:
Berdasarkan alloanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan gejala
klinis yang bermakna yaitu perilaku mengamuk, mondar-mandir di dalam rumah,
disertai berteriak-teriak tanpa sebab yang jelas. Keadaan ini menimbulkan
penderitaan (distress) pada pasien , keluarga, dan masyarakat sekitar serta terdapat

10
hendaya (disability) pada fungsi psikososial, pekerjaan, dang penggunaan waktu
senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Gangguan Jiwa.
Pada pemeriksaan status mental juga ditemukan adanya hendaya berat,
dimana pasien menyangkal keadaannya yang sakit dan butuh pertolongan,
hendaya berat dalam fungsi mental berupa ketidakmampuan membina relasi
dengan orang lain syang membuat pasien tidak mampu lagi bekerja, sehingga
didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organic dapat
disingkirkan dan berdasarkan PPDGJ-III didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik
Non Organik.
Dari autoanamnesis, alloanamnesis, dan pemeriksaan status mental
didapatkan adanya gejala definitive adanya skizofrenia dan gangguan afektif yang
sama-sama menonjol yang muncul secara bersamaan adanya afek yang
meningkat dan dikombinasi dengan iritabilitas yang meningkat dan ide yang
membanjir disertai dengan adanya waham presekutorik yang sama-sama menonjol
dengan perlangsungan gejala lebih dari satu bulan sehingga berdasarkan PPDGJ
III dapat digolongkan ke Gangguan Skizoafektif tipe Manik (F25.0).

Pasien didiagnosis banding dengan :

Mania dengan Gejala Psikotik (F30.2): harga diri yang membumbungdan gagasan
kebesaran dapat berkembang menjadi waham kebesaran iritabilitas dan
kecurigaan. Waham dan halusinasi sesuai dengan afek tersebut. Yang muncul
secara tidak bersamaan.

Aksis II

Ciri kepribadian tidak khas

Aksis III

Tidak ditemukan kelainan

Aksis IV

11
Stressor psikososial: Dipecat dari tempat bekerja

Stressor family : di tinggalkan keluarga setelah masuk islam

Aksis V

GAF Scale saat ini : 50-41 (gejala berat, disabilitas berat).

VII.DAFTAR MASALAH
 Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik bermakna, namun karena terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter maka memerlukan psikofarmakoterapi.
 Psikologi
Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa waham
persekutorik yang menimbulkan gejala psikis sehingga pasien memerlukan
psikoterapi.

 Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan, dan penggunaan
waktu senggang maka membutuhkan sosioterapi

VIII. RENCANA TERAPI


1. Psikofarmakoterapi
 Haloperidol 5 mg, 1 tab/8jam/oral
 Trihexilphenidyl 2 mg, 1tab/12j/oral
 Carbamazepin 200 mg 1 tab/12 j/oral
 Clozapine 25 mg 1 tab /8 jam/oral
2. Psikoterapi Suportif
Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan
keluhan dan isi hati serta perasaan sehingga pasien merasa lega.
Konseling: Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien agar
memahami penyakitnya, bagaimana cara menghadapinya, manfaat
pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama

12
pengobatan. Memberikan dukungan kepada pasien serta memotivasi agar
minum obat secara teratur.

3. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang
disekitarnya tentang gangguan yang dialami pasien sehingga mereka dapat
menerima dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu
proses pemulihan pasien

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya. Selain itu
menilai efektivitas terapi dan kemungkinan efek samping yang mungkin terjadi.

XI. DISKUSI
Dari Alloanamnesis Ny. E didapatkan adanya gejala klinis berupa pasien
selalu gelisah dan berbicara sendiri. Pasien mengeluhkan sering mendengar
bisikan bahwa pasien akan mati dalam waktu dekat disertai pasien tidak berhenti
berbicara dan irritable. Berdasarkan gejala dapat diagnosis skizoafektif tipe mania
harus ada perubahan suasana perasaan harus meningkat secara menonjol atau ada
peningkatan suasana perasaan yang tak begitu mencolok dikombinasi dengan
iritabilitas atau kegelisahan yang meningkat. Dalam episode yang sama harus
jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua gejala skizofrenia yang khas
(sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia).

Tatalaksana untuk pasien diatas adalah dengan melakukan pemberian anti


psikotik generasi satu ( Anti Psikosis Tipikal ) berupa Haloperidol dosis 5 mg 1x1

13
dan tetapi apabila pasien mulai mengeluhkan timbulnya efek samping obat dapat
bantu dengan pemberian THP (Trihexyphenidil dosis 2 mg 1x1) dan untuk terapi
anti mania diberikan Carbamazepin 200 mg.
Pasien juga bisa diberikan Family therapy dengan mengedukasi keluarga
pasien untuk tidak mengekang serta menekan pasien dan selalu memberi
dukungan kepada pasien untuk meningkatkan kepercayaan diri sekaligus
mengontrol kepatuhan pasien dalam minum obat untuk keberhasilan terapi.

XI . Tinjaun Pustaka

1.1 Pendahuluan

Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai


dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan
afektif. Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe
gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga
yang berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan
mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga kemungkinan pertama.1

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala


gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2

Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis


lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. Semua kondisi
yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu
dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia
dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien
dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk daripada
pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.1,3

2.1.1 Definisi

14
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang ditandai
dengan adanya gejala kombinasi antara skizofrenia dan gangguan afektif yang
menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah
yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama. Kategori skizoafektif tipe
manik digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif
tipe manik. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan efek
yang tak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih
gejala skizofrenia yang khas. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik
dan tipe depresi.2,4

2.1.2 Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang


dari 1 persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Berdasarkan
national comorbidity study, didapatkan bahwa, 66 orang yang di diagnosa
skizofrenia, 81% pernah di diagnosa gangguan afektif yang terdiri dari 59%
depresi dan 22% gangguan bipolar. Namun, angka tersebut adalah angka
perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering
kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Onset umur pada wanita
lebih besar daripada pria, pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresif lebih
sering sedangkan untuk usia muda lebih seringgangguan skizoafektif tipe bipolar.
Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan
para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah
lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Laki-laki
dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan
memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.5

2.1.3 Etiologi

Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu


banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan
skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori
etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan
lingkungan. Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat
model konseptual telah diajukan.6

2.1.5 Kriteria Diagnosis

15
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan tanda-tanda mania (misalnya, mood hipertim, iritabel,
banyak bicara, meningkatnya aktivitas motoric) menonjol pada episode penyakit
yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada
gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif (misalnya, mood hipotim dan
isolasi social) yang menonjol.1,4

1. Gangguan Skizoafektif Tipe Manik.


Suasana perasaan harus meningkat secara menonjol atau ada
peningkatan suasana perasaan yang tak begitu mencolok dikombinasi
dengan iritabilitas atau kegelisahan yang meningkat. Dalam episode yang
sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua gejala
skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia).
2. Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
Harus ada depresi yang menonjol, disertai oleh sedikitnya dua
gejala depresif yang khas atau kelainan perilaku seperti yang terdapat
dalam kriteria episode depresif; dalam episode yang sama, sedikitnya
harus ada satu atau lebih dua gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana
ditetapkan untuk pedoman diagnostik skizofrenia).
3. Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia ada secara bersama-
sama dengan gejala-gejala gangguan afektif bipolar tipe campuran.
Anamnesis didapatkan adanya perasaan sedih dan hilangnya minat,
berlangsung paling sedikit dua minggu atau rasa senang berlebihan yang
berlangsung paling sedikit satu minggu. Gejala-gejala tersebut muncul
bersaman dengan pembicaraan kacau, waham, halusinasi, perilaku kacau,
atau gejala negative.

Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik


skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik
untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di
dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.2

Klinikus harus mendapatkan informasi yang rinci mengenai awitan


(onset) dan hilangnya gejala mood dan psikosis. Tanpa mengetahui lamanya
gejala psikosis dan mood, sulit menentukan kriteria B (gejala piskosis tanpa
adanya gejala mood) atau Kriteria C (gejala mood terjadi dalam waktu yang
cukup lama atau memenuhi “a substansial portion of time”. Istilah “a substansial

16
portion of time” taitu durasi gelaja mood sekitar 15% - 30% dari total durasi lama
penyakit. Bila gejala mood muncul dalam periode waktu yang sangat pendek,
diagnosisnya adalah skizofrenia.8

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah


bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat
atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik
untuk fase aktif dari skizofrenia. Disamping itu, pasien harus memiliki waham
atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan
mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk
sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan
untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan
ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.2,4

Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)

Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif

A. Suatu periode penyakit (tidak terputus-putus) , pada suatu waktu, gejala


depresi mayor atau episode manik atau episode campuran terdapat bersaman
dengan gejala-gejala yang memenuhi kriteria A skizofrenia.

Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.

B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama

sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.

C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk


sebagian

bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.

D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat

yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Sebutkan tipe:

Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik

suatu episode campuran dan episode depresif berat)

17
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.

Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien


menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe
depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang
ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif
berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.5

Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah


karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja.
Kondisi-kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih
dengan atau membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di
mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan
gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori
yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan
suasana perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya
menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.2,7

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif


adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama
menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari
yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan
bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria
baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.

Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.

Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami


suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis
manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2).
Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau depresif (F30-F33)

F25.0 Gangguan skizoafektif tipe manic Pedoman Diagnostik

18
Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manic yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode
skizoafektif tipe manic.

Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang
tak begitumenonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih
baik lagi dua, gejalaskizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk
skizofrenia, F20.-pedomandiagnostic (a) sampai (d).2

2.1.6 Pengobatan

Skizoafektif, Episode Manik ( fase akut ). Kriteria akut yaitu1,9

1. Total skor Positive and Negative Symptom Scale- Excited Component z(


PANSS-EC) yaitu P4= gaduh gelisah; P7= permusuhan; G4= ketegangan;
G8= ketidakkooperatifan; G14= buruknya pengendalian impuls minimal
satu butir skornya 4 atau lebih.
2. Kategori nilai the agitation-Calmness Evaluation Scale ( ACES) adalah 1
atau 2 (1= agitasi berat yaitu meningkatnya aktvitas fisik banyaknya
pembicaraan, dapat terjadi kekerasan fisik bila diminta diam pasien tidak
dapar mengontrol agitasinya, memerlukan perhatian aau supervise terus
menerus atau perlu pengikatan; 2= agitasi sedang yaitu peningkatan
aktivitas fisik derajat sedang , banyak bicara dan mungkin mengancam
secara verbal, tidak ada kekerasan fisik, dapat mengontrol tanda-tanda
agitasi bila diminta, memerlukan supervisi atau perawatan standar)
3. Nilai Young Mania rating Scale ( YMRS) adalah 20 dan dua butir skornya
4 yaitu iritabilitas, pembicaraan, Isi, dan perilaku agresif.
4. Nilai 4 pada Clinical Global Impression- severity of illness (CGI-SI) -
psikofarmaka.
 Oral

Terapi kombinasi :1,9

19
1. Olanzapine 1x10-30 mg/hari atau risperidone 2x1-3mg/hari atau
quetiapine hari I (200mg), hari II (400mg), hari III (600mg) dan
seterusnyaz atau aripirazol 1x10-30 mg/hari.
2. Lithium Karbonat 2x400 mg, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8-1,2
mEq/L9 biasanya dicapai dengan dosis lithium karbonat 1200-1800
mg/hari, atau divalproat dengan dosis 3x250 mg/ hari (atau konsentrasi
plasma 50-125 mikrog/L)
3. Lorazepam 3x 1-2mg/hari bila perlu

ECT : 3 x per minggu (untuk pasien refrakter)

Psikoterapi : 2x/minggu

Edukasi Keluarga : 1x/minggu

Skizoafektif ( fase lanjutan )

Pasien dikatakan remisi bila:1,3

1. Total skor YMRS £ 8 disertai satu skor £ 2 pada butir Iritabilitas,


Pembicaraan, Isi, Dan perilaku agresif.
2. Total skor MADRS ≤ 10
3. Total skor PANNS adalah ≤ 40
4. Skor masing-masing butir PANSS EC adalah ≤ 3.
5. Skor ACES adalah 8 yaitu tidak ada aktivitas verbal dan fisik dan dapat
tidur nyenyak.
6. CGI-SI adalah ≤ 2.
Monoterapi1

1. Lithium karbonat 0,6-1 mEq/L biasanya dicapai dengan dosis 900-1200


mg/hari sekali sehari malam.
2. Divalproat dengan dosis 500 mg/hari
3. Olanzapin 1 x 10 mg/hari
4. Quetiapin dengan dosis 450-600 mg/hari

20
5. Risperidone dengan 1-4 mg/hari
6. Aripirazol dengan dosis 10-20 mg/hari
7. Klozapin dosis 300-750 mg/hari (bagi pasien yang refrakter)
Terapi kombinasi

Kombinasi obat-obat diatas. Penggunaan anidepresan jangka panjang


untuk skizoafektif tipe episode depresi mayor tidak dianjurkan karena dapat
menginduksi terjadinya episode mania.1

 Klozapin dosis 300-750mg/hari (pasien yang refrakter) Lama pemberian


obat fase lanjutan 2-6 bulan sampai tercapai recovery yaitu bebas gejala
selama 2 bulan.1

ECT : 3 x per minggu (untuk pasien refrakter)

Psikoterapi : 3x/minggu

Edukasi Keluarga : 1x/minggu

2.1.7 Diagnosis banding

Diagnosis banding pada skizoafektif, dapat meliputi:


1. Gangguan psikotik akibat kondisi medik umum
2. Delirium
3. Demensia
4. Gangguan psikotik akibat zat
5. Skizofrenia
6. Gangguan mood dengan gambaran psikotik
7. Gangguan waham
Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan
gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan
skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan
phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis
secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan
mood yang bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua
kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan
mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu

21
deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan
demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis
yang paling akut telah terkendali.3,8

2.1.8 Prognosis
Prognosis skizoafektif lebih baik dari pada skizofrenia tetapi lebih
buruk bila dibandingkan dengan gangguan mood. Perjalanan penyakitnya
cenderung tidak mengalami deteriorasi dan responsnya tehadap litium lebih baik
daripada skizofrenia.Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan
skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh
lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang
lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis
yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah
didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai
lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan
pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.4,7

Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe


bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan
gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang
perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya
gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak
mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-
masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau
tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit.8,10

Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan


jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan
bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di
antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.4

22
KESIMPULAN

Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang


gejala skizofrenia dan gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol.
Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan
para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah
lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Teori
etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan
lingkungan. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk
semua tanda dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif.

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala


definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode
yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.

Terapi dilakukan dengan melibatkan keluarga, pengembangan skill sosial


dan berfokus pada rehabilitasi kognitif. Pada farmakoterapi, digunakan kombinasi
anti psikotik dengan anti depresan bila memenuhi kriteria diagnostik gangguan
skizoafektif tipe depresif. Sedangkan apabila gangguan skizoafektif tipe manik
terapi kombinasi yang diberikan adalah antara anti psokotik dengan mood
stabilizer. Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat seberapa jauh
menonjolnya gejala skizofrenianya, atau gejala gangguan afektifnya. Semakin
menonjol dan persisten gejala skizofrenianya maka pronosisnya buruk, dan
sebaliknya semakin persisten gejala-gejala gangguan afektifnya, prognosis
diperkirakan akan lebih baik.

23
Daftar Pustaka

1. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; Ruiz, Pedro : Kaplan &
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition. Philadhelpia
: Lippincott Williams & Wilkins, 2009.p. 1434
2. Maslim,Rusdi. Buku Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan
Jiwa III(PPDGJ III).Jakarta : PT Nuh Jaya, 2013.
3. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga.
2012:18-21.
4. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
2014:910-3.
5. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan &
Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC. 2014:147-68.
6. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis
Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang
: Binarupa Aksara Publisher. 2010:699-744
7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku
Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98.
8. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga.
2012:18-21.
9. Muhyi, A. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala
Depresi di RSJ. FK UIN Syarif Hidayatullah. 2011
10. Gan Sulistia, Arozal Wawaimuli. Farmakologi dan Terapi Edisi 5 Bagian
Farmakologi FK-UI. Jakarta: 2007

24

Anda mungkin juga menyukai