LAPORAN KASUS
Oleh:
AFRILIA CHAERUNNISA
Pembimbing Supervisor :
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. E
No. RM : 00 85 11
Umur : 33 Tahun ( 01-07-1986)
Alamat : Pinrang
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Tanggal Pemeriksa : 7 Oktober 2019
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
2
LAPORAN PSIKIATRI
A. Keluhan Utama:
Gelisah
Awal perubahan perilaku pasien sejak tahun 2006, Saat itu kedua orang tua
pasien meninggal sehingga pasien sangat sedih tidak dapat makan, menangis
terus-menerus, mengurung diri dan mendengar suara-suara bisikan kemudian
dibawa ke RSKD Dadi oleh tantenya, setelah keluar pasien memutuskan untuk
masuk islam ditahun yang sama tetapi di tentang oleh keluarga lalu pasien diusir
oleh tantenya dari rumah sehingga pasien tinggal di dikost dan bekerja di salah
satu perusahaan swasta sebagai HRD tetapi karena pasien gelisah dan menganggu
sekitar maka diberhentikan dari tempat bekerja dan di bawa ke RSKD Dadi tahun
2008. Setelah keluar pasien tinggal di masjid dan bertemu dengan mama
angkatnya di suatu pengajian di masjid raya, mama angkatnya berniat untuk
tinggal bersama tetapi suami tidak setuju maka beliau menyewakan kost pada
pasien dan membayarkan uang kuliah pasien untuk melanjutkan pendidikan di
UIN jurusan Agama Islam. Pada tahun 2015 saat pasien semester 2 pasien
kambuh kembali 2x dalam tahun itu dan di bawa ke RSKD Dadi kembali maka
pasien berhenti kuliah. setelah rutin control dan minum obat teratur membaik
kembali, tetapi saat 2019 pasien diputuskan oleh pacarnya karena mama angkat
merasa tidak setuju dengan hubungan mereka sehingga pasien menolak minum
obat selama 4 bulan, kemudian muncul kembali gejala dimana pasien mendengar
3
suara-suara bisikan yang ada hamper setiap hari mengatakan bahwa pasien akan
mati karena sihir, saat itu pasien sering mendatangi Mama angkatnya setiap saat
karena mama angkat merasa terganggu sehingga di bawa ke RSKD Dadi.
Riwayat persalinan dan keadaan saat lahir tidak diketahui karena pasien
sudah tidak tinggal bersama orang tua dan keduanya telah meninggal dunia.
Riwayat pendidikan terakhir adalah SMA karena pasien kuliah tetapi tidak selesai.
Pergaulan dengan teman-teman baik, saat sekolah pasien termasuk anak yang
cerdas.
Pasien adalah anak ke-1 dari 2 bersaudara, adiknya perempuan saat ini
tinggal bersama tantenya. Hubungan dengan keluarga buruk dimana kedua orang
tua sejak kecil sein masuk islam keluarga sudah tidak menganggap pasien ada.
Hingga pasien memutuskan untuk tinggal sendiri di kost, pasien belum menikah.
Menurut keterangan pasien adiknya yang tinggal bersama tantenya memiliki
penyakit kejiwaan yang serupa yaitu sering bicara dan berteriak sendiri.
Hendaya Disfungsi
4
Awal perubahan perilaku pasien sejak tahun 2006, Saat itu pasien meninggal
orang tuanya kedua orang tuanya dan dirawat oleh tantenya sehingga pasien
menjadi stress tidak makan dan berbicara lalu dibawa ke RSKD untuk pertama
kali. Tahun 2018 dibawa kembali karena gelisah dan tahun 2015 dibawa sebanyak
2x dalam setahun. Kemudian pasien rutin control sampai 2019 tetapi sudah 4
bulan pasien tidak minum obat sehingga sering mendatangi Mama angkatnya
karena merasa terganggu dengan suara-suara berbisik yang dia dengar
mengatakan bahwa pasien akan mati sehingga di bawa ke RSKD Dadi
Tidak diketahui
4. Riwayat Masa Kanak Akhir (usia 12 – 14 tahun)
Tidak diketahui
5
Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan ibadahnya dengan baik.
Genogram
Keterangan:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= meninggal
= Pasien
6
Pasien menyadari dirinya sakit dan rajin minum obat agar dijemput kembali oleh
mama angkatnya.
B. Keadaan afektif
1. Mood : Sulit dinilai
7
2. Afek : Irritable kesan meningkat
3. Empati : tidak dapat dirabarasakan
8
2. Kontuinitas : cukup relevan, asosiasi longgar
3. Hendaya berbahasa : Tidak ada
4. Isi pikiran
Preokupasi : tidak ada
Gangguan isi pikir :
- Waham persekutorik: Pasien meyakini ada yang menyihir dirinya
dan mama angkatnya dan meyakikini dirinya dan mama angkatnya
akan meninggal dalam waktu dekat
Awal perubahan perilaku pasien sejak tahun 2008, Saat itu pasien sering
mendatangi Mama angkatnya karena merasa terganggu dengan suara-suara
9
berbisik yang dia dengar mengatakan bahwa pasien akan mati sehingga di bawa
ke RSKD Dadi. Pasien sebelumnya tinggal bersama orangtua dan adiknya dan
bekerja di salah satu perusahaan swasta sebagai HRD tahun 2004, kemudian
pasien masuk islam tahun 2006 sejak saat itu sudah tidak dianggap oleh
keluarganya, maka pasien tinggal di salah satu kost di jalan todoppuli yang berada
di samping masjid. Dimana pasien sambil belajar islam dan melanjutkan kuliah di
UIN jurusan Agama Islam sampai semester 2 dari bantuan Mama Rizka yang
merupakan mama angkatnya. Tetapi karena pasien sakit, maka berhenti dari
kuliah. keluarga lupa lama dirawat dan berapa lama tetapi pasien terakhir kali
dirawat tahun 2015 selama 1 bulan, Pasien kadang membaik dan kambuh
kembali. Waktu itu Pasien diperbolehkan pulang dalam kondisi membaik akan
tetapi sesampai dirumah pasien tidak rutin minum obat dan tidak kontrol kembali.
Riwayat persalinan dan keadaan saat lahir tidak diketahui karena pasien
sudah tidak tinggal bersama orang tua dan keduanya telah meninggal dunia.
Riwayat pendidikan terakhir adalah SMA karena pasien kuliah tetapi tidak selesai.
Pergaulan dengan teman-teman baik, saat sekolah pasien termasuk anak yang
cerdas.
Pasien adalah anak ke-1 dari 2 bersaudara, adiknya perempuan saat ini tinggal
bersama tantenya. Hubungan dengan keluarga buruk dimana sejak masuk islam
keluarga sudah tidak menganggap pasien ada. Hingga pasien memutuskan untuk
tinggal sendiri di kost, pasien belum menikah. Menurut keterangan pasien adiknya
yang tinggal bersama tantenya memiliki penyakit kejiwaan yang serupa yaitu
sering bicara dan berteriak sendiri.
10
hendaya (disability) pada fungsi psikososial, pekerjaan, dang penggunaan waktu
senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Gangguan Jiwa.
Pada pemeriksaan status mental juga ditemukan adanya hendaya berat,
dimana pasien menyangkal keadaannya yang sakit dan butuh pertolongan,
hendaya berat dalam fungsi mental berupa ketidakmampuan membina relasi
dengan orang lain syang membuat pasien tidak mampu lagi bekerja, sehingga
didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organic dapat
disingkirkan dan berdasarkan PPDGJ-III didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik
Non Organik.
Dari autoanamnesis, alloanamnesis, dan pemeriksaan status mental
didapatkan adanya gejala definitive adanya skizofrenia dan gangguan afektif yang
sama-sama menonjol yang muncul secara bersamaan adanya afek yang
meningkat dan dikombinasi dengan iritabilitas yang meningkat dan ide yang
membanjir disertai dengan adanya waham presekutorik yang sama-sama menonjol
dengan perlangsungan gejala lebih dari satu bulan sehingga berdasarkan PPDGJ
III dapat digolongkan ke Gangguan Skizoafektif tipe Manik (F25.0).
Mania dengan Gejala Psikotik (F30.2): harga diri yang membumbungdan gagasan
kebesaran dapat berkembang menjadi waham kebesaran iritabilitas dan
kecurigaan. Waham dan halusinasi sesuai dengan afek tersebut. Yang muncul
secara tidak bersamaan.
Aksis II
Aksis III
Aksis IV
11
Stressor psikososial: Dipecat dari tempat bekerja
Aksis V
VII.DAFTAR MASALAH
Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik bermakna, namun karena terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter maka memerlukan psikofarmakoterapi.
Psikologi
Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa waham
persekutorik yang menimbulkan gejala psikis sehingga pasien memerlukan
psikoterapi.
Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan, dan penggunaan
waktu senggang maka membutuhkan sosioterapi
12
pengobatan. Memberikan dukungan kepada pasien serta memotivasi agar
minum obat secara teratur.
3. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang
disekitarnya tentang gangguan yang dialami pasien sehingga mereka dapat
menerima dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu
proses pemulihan pasien
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya. Selain itu
menilai efektivitas terapi dan kemungkinan efek samping yang mungkin terjadi.
XI. DISKUSI
Dari Alloanamnesis Ny. E didapatkan adanya gejala klinis berupa pasien
selalu gelisah dan berbicara sendiri. Pasien mengeluhkan sering mendengar
bisikan bahwa pasien akan mati dalam waktu dekat disertai pasien tidak berhenti
berbicara dan irritable. Berdasarkan gejala dapat diagnosis skizoafektif tipe mania
harus ada perubahan suasana perasaan harus meningkat secara menonjol atau ada
peningkatan suasana perasaan yang tak begitu mencolok dikombinasi dengan
iritabilitas atau kegelisahan yang meningkat. Dalam episode yang sama harus
jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua gejala skizofrenia yang khas
(sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia).
13
dan tetapi apabila pasien mulai mengeluhkan timbulnya efek samping obat dapat
bantu dengan pemberian THP (Trihexyphenidil dosis 2 mg 1x1) dan untuk terapi
anti mania diberikan Carbamazepin 200 mg.
Pasien juga bisa diberikan Family therapy dengan mengedukasi keluarga
pasien untuk tidak mengekang serta menekan pasien dan selalu memberi
dukungan kepada pasien untuk meningkatkan kepercayaan diri sekaligus
mengontrol kepatuhan pasien dalam minum obat untuk keberhasilan terapi.
XI . Tinjaun Pustaka
1.1 Pendahuluan
2.1.1 Definisi
14
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang ditandai
dengan adanya gejala kombinasi antara skizofrenia dan gangguan afektif yang
menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah
yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama. Kategori skizoafektif tipe
manik digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif
tipe manik. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan efek
yang tak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih
gejala skizofrenia yang khas. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik
dan tipe depresi.2,4
2.1.2 Epidemiologi
2.1.3 Etiologi
15
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan tanda-tanda mania (misalnya, mood hipertim, iritabel,
banyak bicara, meningkatnya aktivitas motoric) menonjol pada episode penyakit
yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada
gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif (misalnya, mood hipotim dan
isolasi social) yang menonjol.1,4
16
portion of time” taitu durasi gelaja mood sekitar 15% - 30% dari total durasi lama
penyakit. Bila gejala mood muncul dalam periode waktu yang sangat pendek,
diagnosisnya adalah skizofrenia.8
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik
17
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
18
Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manic yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode
skizoafektif tipe manic.
Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang
tak begitumenonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih
baik lagi dua, gejalaskizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk
skizofrenia, F20.-pedomandiagnostic (a) sampai (d).2
2.1.6 Pengobatan
19
1. Olanzapine 1x10-30 mg/hari atau risperidone 2x1-3mg/hari atau
quetiapine hari I (200mg), hari II (400mg), hari III (600mg) dan
seterusnyaz atau aripirazol 1x10-30 mg/hari.
2. Lithium Karbonat 2x400 mg, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8-1,2
mEq/L9 biasanya dicapai dengan dosis lithium karbonat 1200-1800
mg/hari, atau divalproat dengan dosis 3x250 mg/ hari (atau konsentrasi
plasma 50-125 mikrog/L)
3. Lorazepam 3x 1-2mg/hari bila perlu
Psikoterapi : 2x/minggu
20
5. Risperidone dengan 1-4 mg/hari
6. Aripirazol dengan dosis 10-20 mg/hari
7. Klozapin dosis 300-750 mg/hari (bagi pasien yang refrakter)
Terapi kombinasi
Psikoterapi : 3x/minggu
21
deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan
demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis
yang paling akut telah terkendali.3,8
2.1.8 Prognosis
Prognosis skizoafektif lebih baik dari pada skizofrenia tetapi lebih
buruk bila dibandingkan dengan gangguan mood. Perjalanan penyakitnya
cenderung tidak mengalami deteriorasi dan responsnya tehadap litium lebih baik
daripada skizofrenia.Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan
skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh
lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang
lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis
yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah
didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai
lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan
pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.4,7
22
KESIMPULAN
23
Daftar Pustaka
1. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; Ruiz, Pedro : Kaplan &
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition. Philadhelpia
: Lippincott Williams & Wilkins, 2009.p. 1434
2. Maslim,Rusdi. Buku Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan
Jiwa III(PPDGJ III).Jakarta : PT Nuh Jaya, 2013.
3. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga.
2012:18-21.
4. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
2014:910-3.
5. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan &
Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC. 2014:147-68.
6. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis
Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang
: Binarupa Aksara Publisher. 2010:699-744
7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku
Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98.
8. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga.
2012:18-21.
9. Muhyi, A. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala
Depresi di RSJ. FK UIN Syarif Hidayatullah. 2011
10. Gan Sulistia, Arozal Wawaimuli. Farmakologi dan Terapi Edisi 5 Bagian
Farmakologi FK-UI. Jakarta: 2007
24