FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFARAT: SOMNAMBULISME
LAPORAN KASUS: SKIZOFRENIA PARANOID [F.20.0]
Disusun oleh:
ANDI ALANIS NURULIZAH
C014182226
Residen Pembimbing:
DR. SRI PURWATININGSIH
Supervisor Pembimbing:
DR. AGUS JAPARI, M.KES., SP.KJ
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
No. RM : 176798
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 25 tahun
TTL : Ujung Pandang, 05-09-1993
Status perkawinan : Blm menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan terakhir : SMK
Alamat/telp : jl. Sunu komp. Unhas blok p/22
Nama keluarga : Ny. R
Masuk RSKD Provinsi Sulawesi Selatan untuk pertama kalinya pada tanggal 5 April
2019 pukul 15. 54 WITA, diantar oleh ibu kandung pasien.
LAPORAN PSIKIATRI
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan Utama
B. Riwayat Gangguan Sekarang
1. Keluhan dan Gejala
Pasien dibawa oleh ibunya ke RSKD Dadi untuk pertama kalinya dengan
keluhan gaduh gelisah yang sudah berlangsung sejak 1 minggu terakhir.
Pasien mengaku mendengar suara perempuan yang mengatakan ingin
membunuhnya. Pasien juga sering memukul. Pasien sering juga berbicara
sendiri seperti berdialog dan berbicara kotor. Ibu pasien mengaku pasien
seperti berbicara dengan perempuan, dan pasien mengaku melihat
perempuan muda. Pasien juga dikeluhkan sulit tidur, tidak mau mandi, suka
mondar-mandir di rumah, dan suka pergi keluar rumah naik motor. Jika tidak
tidur, pasien biasanya menonton, merokok, memasak, dan pasien suka
melempar barang. Pasien berkelahi dengan adiknya karena merasa wajahnya
dipakai oleh adiknya. Keluhan memberat 3 hari terakhir dimana pasien
sering telanjang dirumah dan memegang kemaluannya. Nafsu makan pasien
baik. Kurang lebih 4 bulan yang lalu, pasien memukul-mukul ke benda yang
tidak ada. Pasien sering merasa curiga dirinya diceritai orang lain.
2. Hendaya/disfungsi:
Hendaya keluarga (+)
Hendaya dalam bidang Sosial (+)
Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
3. Faktor Stressor Psikososial
Stressor belum bisa didapatkan karena terbatasnya informasi yang
keluarga ketahui pada saat kejadian pertama gejala tersebut.
4. Hubungan Gangguan Sekarang dengan Riwayat Penyakit fisik dan Psikis
Sebelumnya
Riwayat infeksi (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat kejang (+) saat SD, disertai demam
Perempuan Pasien
Aksis II:
Ciri kepribadian pasien tidak khas, pasien merupakan orang yang supel dan
disukai masyarakat.
Aksis III:
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan fisik.
Aksis IV:
Stressor psikososial tidak jelas
Aksis V:
GAF Scale saat ini: 40-31 (beberapa disabilitas dalam hubungan dengan
realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi)
IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
Faktor pendukung berupa :
- Gejala positif
- Dukungan keluarga baik.
- Umur > 20 tahun
Faktor penghambat berupa :
- Stressor yang tidak jelas
- Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama
- Perjalanan penyakit yang kronik
IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya serta menilai
efektivitas terapi dan kemungkinan efek samping yang terjadi.
X. PEMBAHASAN
Pada pasien didapatkan hendaya berat dalam menilai realita berupa halusinasi
auditorik, waham, adanya afek tumpul, dan keadaan gaduh gelisah yang menetap
selama lebih dari 1 bulan sehingga termasuk Skizofrenia. Kriteria umum diagnosis
Skizofrenia dengan adanya halusinasi auditorik yang mengancam pasien, dan waham
persekutorik yang menonjol, sehingga pasien didiagnosis dengan Skizofrenia
Paranoid.
SKIZOFRENIA
PENDOMAN DIAGNOSTIC SKIZOFRENIA MENURUT PPDGJ III
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a.
“Thought echo“ = isi pikiran dirinyasendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) , da nisi pikiran ulangan,
walaupun isi sama, namun kualitasnya berbeda; atau
“Thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
“Thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya;
b.
“Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“Delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“Delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan tertentu dari luar; (tentang “dirinya“ =
secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota gerak atau
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
“Delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c. Halusinasi auditorik: - Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau Mendiskusikan perihal pasien diantara
mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
halusinasi lain yang berasla dari salah satu bagian tubuh
d). Waham – waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).1
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide – ide berlebihan (over
loaded ideas) yang menetap, atau yang apabila terjadi setiap hari selama
berminggu – minggu atau berbulan – bulan terus menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor;
d. Gejala – gejala negatif, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika; 1
3. Adanya gejala – gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodormal); 1
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude) dan penarikan diri
secara sosial. 1
SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)
PEDOMAN DIAGNOSTIK DARI PPDGJ III
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan/atau waham harus menonjol:
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming) atau bunyi tawa (laughing)
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol
c. Waham dapat berupa hamper setiap jenis tetapi waham dapat dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau “passivity”
(delusion of passivity) dan keyakin dikejar-kejar yang beraneka ragam
adalah yang paling khas.
Gangguan afektif dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala kataonik secara
relative tidak nyata/tidak menonjol.1
Terapi farmakologi adalah terapi yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia,
tetapi intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis. Terapi yang
diberikan kepada pasien adalah Risperidone oral, yaitu obat antipsikotik generasi II
atau biasa disebut antipsikotik atipikal. Antipsikotik atipikal adalah antipsikotik yang
dikembangkan untuk mengurangi efek samping neurologis. Efek samping utama
akibat pemakaian antipsikosis atipikal adalah gangguan metabolik. Antipsikosis
golongan II merupakan golongan obat yang memiliki efek untuk mengurangi gejala
negatif maupun positif. Jika dibandingkan dengan antipsikosis golongan I, risperidon
mempunyai efektivitas yang lebih baik dalam mengontrol gejala negatif dan positif.2
Risperidon dari golongan Benzisoxazole mempunyai afinitas tinggi terhadap
reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah terhadap reseptor dopamin (D2),
α1 dan α2 adrenergik, serta histamin. Sindrom psikosis berkaitan dengan aktivitas
neurotransmitter Dopamine yang mengikat (hiperreaktivitas sistem dopaminergik
sentral), obat ini dapat memblokade Dopamine pada reseptor pascasinaptik neuron di
otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor
antagonis). Dengan demikian obat ini efektif baik untuk gejala positif (halusinasi,
gangguan proses pikir) maupun gejala negatif (upaya pasien yang menarik diri dari
lingkungan). Risperidon dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin. Dengan
demikian perlu diadakan pengawasan terhadap fungsi hati. Secara umum risperidon
ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal sangat
minimal dibandingkan obat antipsikosis tipikal. Dosis anjurannya adalah 2-6 mg/hari.2
Lorazepam adalah Benzodiazepine berpotensi tinggi yang menampilkan
karakteristik aksi pendek. Benzodiazepin digunakan untuk banyak efek terapuetik,
seperti menghilangkan kecemasan, promosi tidur, efek antiepilepsi, relaksasi otot,
anestesi genetika, dan induksi sedasi sadar. Mekanisme tidur diduga berhubungan
dengan reseptor BZ1 yang diikat oleh benzodiazepin untuk menghasilkan efeknya. 3
DAFTAR PUSTAKA
.
1. Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan. Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis RI.
Jakarta
2. Hendarsyah, Faddly. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid
dengan Gejala-Gejala Positif Dan Negatif. Medical Profession Journal Of
Lampung.
3. Aschenbrenner, Diane S, dkk. 2009. Drug Therapy in Nursing. 3 rd ed. Wolter
Kluwer Health.