DISUSUN OLEH:
Muhammad Fitrah Ash’Shidieqy
C014222198
RESIDEN PEMBIMBING
dr. Nevi Sulvita
SUPERVISOR PEMBIMBING
dr. Ifa Tunisya, Sp.KJ
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : C01422198
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.M
Usia : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Alamat/ No. Telepon : Barru
Pendidikan Terakhir : SMK
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Pasien masuk ke IGD RSKD Dadi untuk ke 4 kalinya pada tanggal 11
Agustus 2023, diantar oleh istrinya bersama petugas Dinas Sosial
1. Keluhan Utama :
Mengamuk
Seorang laki-laki usia 43 tahun diantar oleh keluarga ke IGD RSUD Dadi
untuk ketiga kalinya dengan keluhan mengamuk. Keluhan dialami sejak 1 bulan
terakhir dan memberat 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien melempari
mobil tetangga dengan menggunakan batu. Pasien juga memukul tetangganya
setelah mendengar bisikan di telinganya yang mengatakan “maju”. Pasien
kadang berteriak tiba-tiba dan menangis sendiri. Pasien sering keluar dan jarang
pulang ke rumah, pulang hanya untuk mengganti baju kemudian kembali keluar
rumah. Menurut keluarga, pasien pernah mengikuti perguruan ilmu hitam.
Awal perubahan perilaku sekitar tahun 2003, saat itu pasien tiba-tiba
mengamuk. Pasien memukul orang lain dan melempari mobil yang lewat
menggunakan batu. Pasien juga berbicara sendiri. Penyebab perubahan perilaku
tidak diketahui oleh keluarga
Riwayat pengobatan sebelumnya, pasien pernah dirawat di RSKD Dadi
sebanyak 2 kali namun keluarga tidak mengingat waktunya. Selama ini pasien
berobat di poli jiwa RS Barru, mendapat terapi Risperiodone 2 mg 2x1,
Trihexilphenidil 2 mg 2x1, Clozapin 25 mg 1x1. Pasien rutin minum obat.
Saat diwawancarai, pasien sudah cukup tenang dan kooperatif. Suara
bisikan yang didengarkan sudah tidak ada. Namun pasien memiliki keyakinan
bahwa dia memiliki uang yang sangat banyak yang tersimpan di bawah tanah.
Pasien juga mengatakan bahwa dirinnya tidak sakit, namun dibawa ke RSUD
Dadi sebagai utusan daerah. Pasien makan dengan baik namun sulit tidur di
malam hari.
a. Hendaya disfungsi:
Hendaya dalam bidang sosial : Ada
Hendaya dalam pekerjaan : Ada
Hendaya dalam waktu senggang : Ada
♂,♂). Ayah pasien sudah meninggal dan ibu pasien adalah ibu rumah
tangga. Hubungan pasien dengan kedua orang tua dan adik-adiknya baik..
Genogram:
7) Situasi Sekarang
Pasien sebelum dirawat tinggal bersama istri dan kedua anaknya di Barru.
Hubungan antar keluarga baik. Sehari-hari pasien bekerja sebagai buruh
pabrik.
8) Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien merasa tidak sakit dan bisa pulang. Pasien meminta keluarganya
untuk menjemputnya.
2. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-),
pupil bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik
dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan.
refleks patologis.
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : Diakui tidak ada (riwayat halusinasi
auditorik yang memberi perintah
b. Ilusi : Diakui tidak ada
c. Depersonalisasi : Diakui tidak ada
d. Derealisasi : Diakui tidak ada
5. Proses Berpikir
a. Produktivitas : Cukup
b. Kontinuitas : Cukup relevan
c. Arus pikir : Cukup relevan
d. Isi pikiran
Terdapat gangguan isi pikiran berupa
a. Waham Kebesaran
Pasien meyakini dirinya memiliki uang sejumlah quadriliun
rupiah yang tersimpan di bawah tanah.
6. Pengendalian impuls
Selama wawancara pengendalian impuls cukup baik
• Aksis II:
Dari informasi yang didapatkan, pasien dulunya adalah pribadi bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar dengan baik. Dari data tersebut belum dapat dimasukkan dalam ciri
kepribadian tertentu
• Aksis III:
Tidak ditemukan
• Aksis IV:
Tidak jelas
• Aksis V:
Pasien tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi diduga terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin dan serotonin. Maka dari itu
pasien memerlukan farmakoterapi.
B. Psikologik
Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa adanya halusinasi
auditorik dan visual yang menimbulkan gejala psikis sehingga pasien memerlukan
psikoterapi.
C. Sosiologik
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
• Faktor Pendukung
1. Keluarga yang suportif
2. Tidak ada penyakit organik
3. Pasien memiliki BPJS sehingga biaya berobat bisa terbantu
• Faktor Penghambat
1. Onset penyakit yang sudah terlalu lama
2. Jarak rumah pasien ke fasilitas kesehatan jauh
3. Pasien tidak teratur minum obat
A. Psikofarmakoterapi
- Risperidone 2mg/12 jam/oral
- Chlorpromazine 25 mg/24 jam/oral
B. Psikoterapi Suportif
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu pasien dalam
memahami dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian
mengenai penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping
yang mungkin timbul selama pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau
minum obat secara teratur.
C. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien sehingga bisa
menerima keadaan pasien dan memberikan dukungan moral serta menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan dan keteraturan
pengobatan.
X. DISKUSI
kematian dini pada skizofrenia, dengan dua pertiga pasien melaporkan setidaknya satu
episode ide bunuh diri.2.
Diagnosis skizofrenia bersifat klinis, dibuat secara eksklusif setelah
mendapatkan riwayat psikiatri lengkap dan mengecualikan penyebab psikosis lainnya.
Faktor risiko termasuk komplikasi persalinan, musim kelahiran, malnutrisi ibu yang
parah, influenza ibu dalam kehamilan, riwayat keluarga, trauma masa kanak-kanak,
isolasi sosial, penggunaan ganja, etnis minoritas, dan urbanisasi.3,4 Trauma masa
kanak-kanak juga tampaknya terkait dengan gejala positif yang lebih buruk pada
individu yang menderita skizofrenia dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
riwayat trauma masa kanak-kanak, dan trauma masa kanak-kanak juga dikaitkan
dengan tidak adanya remisi dari gejala positif.9
Beberapa penelitian mendalilkan bahwa perkembangan skizofrenia dihasilkan
dari kelainan pada beberapa neurotransmiter, seperti hiperaktivitas dopaminergik,
serotonergik, dan alfa-adrenergik atau hipoaktivitas glutaminergik dan GABA.
Genetika juga memainkan peran mendasar - ada tingkat kesesuaian 46% pada kembar
monozigot dan risiko 40% mengembangkan skizofrenia jika kedua orang tua
terpengaruh. Gen neuregulin (NGR1), yang terlibat dalam pensinyalan glutamat dan
perkembangan otak, telah terlibat, bersama disbindin (DTNBP1), yang membantu
pelepasan glutamat, dan polimorfisme katekolamin O-metil transferase (COMT), yang
mengatur fungsi dopamin.
Seperti disebutkan di atas, ada juga beberapa faktor lingkungan yang terkait dengan
peningkatan risiko pengembangan penyakit:
• Perkembangan janin yang tidak normal dan berat badan lahir rendah
• Diabetes gestasional
• Preeklamsia
• Operasi caesar darurat dan komplikasi persalinan lainnya
• Malnutrisi ibu dan defisiensi vitamin D
• Kelahiran musim dingin - terkait dengan risiko relatif 10% lebih tinggi
• Tempat tinggal perkotaan - meningkatkan risiko pengembangan skizofrenia
sebesar 2hingga 4%
Insidennya juga sepuluh kali lebih besar pada anak-anak migran Afrika dan
Karibia dibandingkan dengan kulit putih, menurut sebuah penelitian yang dilakukan di
Inggris.3 Hubungan antara penggunaan ganja dan psikosis telah dipelajari secara luas,
dengan studi longitudinal baru-baru ini menunjukkan peningkatan risiko 40%,
sementara juga menunjukkan hubungan dosis-efek antara penggunaan obat dan risiko
pengembangan skizofrenia.4
Meskipun prevalensi penyakit ini bervariasi secara global, diperkirakan
skizofrenia mempengaruhi sekitar 1% orang dewasa, sedangkan prevalensi di Amerika
Serikat adalah 0,6 hingga 1,9%.5 Pria sedikit lebih mungkin untuk didiagnosis dan
memiliki onset lebih awal daripada wanita, sementara migran Afrika-Karibia dan
keturunan mereka juga memiliki insiden yang lebih tinggi.6
Ada tiga hipotesis utama mengenai perkembangan skizofrenia. Hipotesis kelainan
neurokimia berpendapat bahwa ketidakseimbangan dopamin, serotonin, glutamat, dan
GABA menghasilkan manifestasi psikiatri dari penyakit tersebut. Ini mendalilkan
bahwa empat jalur dopaminergik utama terlibat dalam perkembangan skizofrenia.
Hipotesis dopamin ini mengaitkan gejala positif penyakit dengan aktivasi berlebihan
reseptor D2 melalui jalur mesolimbik, sementara tingkat dopamin yang rendah di jalur
nigrostriatal diteorikan menyebabkan gejala motorik melalui efeknya pada sistem
ekstrapiramidal. Tingkat dopamin mesokortikal yang rendah yang dihasilkan dari jalur
mesokortikal dianggap menimbulkan gejala negatif penyakit. Gejala lain seperti
amenore dan penurunan libido dapat disebabkan oleh peningkatan kadar prolaktin
karena penurunan ketersediaan dopamin tuberoinfundibular akibat penyumbatan jalur
tuberoinfundibular. Bukti yang menunjukkan eksaserbasi gejala positif dan negatif
pada skizofrenia oleh antagonis reseptor NMDA menunjukkan peran potensial
hipoaktivitas glutaminergik sementara hiperaktivitas serotonergik juga telah terbukti
berperan dalam perkembangan skizofrenia.
Ada juga argumen bahwa skizofrenia adalah gangguan perkembangan saraf
berdasarkan kelainan yang ada dalam struktur otak, tidak adanya gliosis yang
menunjukkan perubahan dalam rahim, dan pengamatan bahwa gangguan motorik dan
kognitif pada pasien mendahului onset penyakit. Sebaliknya, hipotesis pemutusan
berfokus pada perubahan neuroanatomi yang terlihat pada pemindaian PET dan fMRI.
Ada pengurangan volume materi abu-abu pada skizofrenia, hadir tidak hanya di lobus
temporal tetapi juga di lobus parietal. Perbedaan lobus frontal dan hipokampus juga
terlihat, yang berpotensi berkontribusi pada berbagai gangguan kognitif dan memori
yang terkait dengan penyakit ini.5
Ada sedikit variasi dalam kriteria diagnosis skizofrenia bergantung pada sistem
klasifikasi yang digunakan. Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental 5 (DSM-
5)8:
a. Dua atau lebih dari gejala berikut harus ada untuk sebagian besar waktu selama
periode satu bulan:
• Delusi
• Halusinasi
• Bicara tidak teratur
• Perilaku yang sangat tidak teratur atau katatonik
• Gejala negatif.
b. Juga harus ada disfungsi sosial/pekerjaan, sementara tanda-tanda gangguan harus
bertahan setidaknya selama enam bulan, termasuk setidaknya satu bulan gejala.
Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD-10)
a. Pasien harus menunjukkan setidaknya satu dari berikut ini, untuk jangka waktu lebih
dari atau sama dengan satu bulan:
• Penyisipan, gema, siaran, atau penarikan pikiran
• Waham kendali, pengaruh, atau kepasifan
• Suara-suara halusinasi memberikan komentar berjalan dari pasien
• Waham persisten yang secara budaya tidak pantas atau tidak masuk akal
b. Atau, setidaknya dua dari gejala berikut harus diamati, untuk jangka waktu lebih dari
atau sama dengan satu bulan:7
• Halusinasi persisten dalam modalitas apa pun bila disertai dengan delusi sekilas
• Putusnya interpolasi dalam pemikiran yang mengakibatkan inkoherensi atau
neologisme
• Perilaku katatonik
• Gejala negatif
Transformasi yang signifikan dan konsisten dalam keseluruhan kualitas
perilaku yang bermanifestasi sebagai anhedonia dan penarikan diri dari sosial
Tidak seperti DSM-5, ICD-10 lebih lanjut mengkategorikan skizofrenia
berdasarkan gejala utama yang muncul sebagai skizofrenia paranoid, skizofrenia
hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia yang tidak terdiferensiasi, depresi
pascaskizofrenia, skizofrenia residual, dan skizofrenia sederhana.
Selain menanyakan tentang gejala-gejala ini, penting juga untuk memperoleh:
• Riwayat medis masa lalu, riwayat obat, dan riwayat keluarga
• Riwayat sosial, termasuk penggunaan narkoba dan alkohol
• Setiap gangguan neurologis baru-baru ini seperti perubahan kesadaran atau
masalah memori, cedera kepala, stroke, kejang, pingsan, pusing, gangguan
penglihatan, tremor yang nyata, atau kekakuan otot.
• Penyebab organik potensial dari psikosis seperti penyakit Parkinson, multiple
sclerosis, sifilis, AIDS, lesi otak, toksisitas logam berat, delirium, gangguan
metabolisme/endokrin, dan demensia termasuk penyakit Alzheimer, demensia
frontotemporal, dan demensia tubuh Lewy.
Kriteria diagnostik skizofrenia tipe paranoid menurut PPDGJ III yaitu:
a. Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia.
b. Sebagai tambahan: halusinasi dan atau waham harus menonjol:
• Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
1. Hany M, Rehman B, Azhar Y, et al. Schizophrenia. [Updated 2021 May 29]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan.
2. Ventriglio A, Gentile A, Bonfitto I, Stella E, Mari M, Steardo L, Bellomo A. Suicide
in the Early Stage of Schizophrenia. Front Psychiatry. 2016;7:116.
3. Messias EL, Chen CY, Eaton WW. Epidemiology of schizophrenia: review of
findings and myths. Psychiatr Clin North Am. 2007 Sep;30(3):323-38.
4. Davis J, Eyre H, Jacka FN, Dodd S, Dean O, McEwen S, Debnath M, McGrath J,
Maes M, Amminger P, McGorry PD, Pantelis C, Berk M. A review of vulnerability
and risks for schizophrenia: Beyond the two hit hypothesis. Neurosci Biobehav
Rev. 2016 Jun;65:185-94.
5. Patel KR, Cherian J, Gohil K, Atkinson D. Schizophrenia: overview and treatment
options. P T. 2014 Sep;39(9):638-45.
6. Kirkbride JB, Errazuriz A, Croudace TJ, Morgan C, Jackson D, Boydell J, Murray
RM, Jones PB. Incidence of schizophrenia and other psychoses in England, 1950-
2009: a systematic review and meta-analyses. PLoS One. 2012;7(3):e31660.
7. Jablensky A. The diagnostic concept of schizophrenia: its history, evolution, and
future prospects. Dialogues Clin Neurosci. 2010;12(3):271-87.
8. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of
mental disorders (5th ed.).
9. Cohen CI, Palekar N, Barker J, Ramirez PM. The relationship between trauma and
clinical outcome variables among older adults with schizophrenia spectrum
disorders. Am. J. Geriatric Psychiatry. 2012b;20(5):408–415