Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA LAPORAN KASUS

KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

DISUSUN OLEH:
Muhammad Fitrah Ash’Shidieqy
C014222198

RESIDEN PEMBIMBING
dr. Nevi Sulvita

SUPERVISOR PEMBIMBING
dr. Ifa Tunisya, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muhammad Fitrah Ash’Shidieqy

NIM : C01422198

Judul Lapsus : Skizofrenia Paranoid

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, Agustus 2023


Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Ifa Tunisya, Sp.KJ dr. Nevi Sulvita


LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.M
Usia : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Alamat/ No. Telepon : Barru
Pendidikan Terakhir : SMK
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Pasien masuk ke IGD RSKD Dadi untuk ke 4 kalinya pada tanggal 11
Agustus 2023, diantar oleh istrinya bersama petugas Dinas Sosial

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis dari :
Nama : Ny. S
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat/No. Telepon : 085397165799
Hubungan dengan pasien : Istri

1. Keluhan Utama :
Mengamuk

2. Riwayat Gangguan Sekarang

Seorang laki-laki usia 43 tahun diantar oleh keluarga ke IGD RSUD Dadi
untuk ketiga kalinya dengan keluhan mengamuk. Keluhan dialami sejak 1 bulan
terakhir dan memberat 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien melempari
mobil tetangga dengan menggunakan batu. Pasien juga memukul tetangganya
setelah mendengar bisikan di telinganya yang mengatakan “maju”. Pasien
kadang berteriak tiba-tiba dan menangis sendiri. Pasien sering keluar dan jarang
pulang ke rumah, pulang hanya untuk mengganti baju kemudian kembali keluar
rumah. Menurut keluarga, pasien pernah mengikuti perguruan ilmu hitam.
Awal perubahan perilaku sekitar tahun 2003, saat itu pasien tiba-tiba
mengamuk. Pasien memukul orang lain dan melempari mobil yang lewat
menggunakan batu. Pasien juga berbicara sendiri. Penyebab perubahan perilaku
tidak diketahui oleh keluarga
Riwayat pengobatan sebelumnya, pasien pernah dirawat di RSKD Dadi
sebanyak 2 kali namun keluarga tidak mengingat waktunya. Selama ini pasien
berobat di poli jiwa RS Barru, mendapat terapi Risperiodone 2 mg 2x1,
Trihexilphenidil 2 mg 2x1, Clozapin 25 mg 1x1. Pasien rutin minum obat.
Saat diwawancarai, pasien sudah cukup tenang dan kooperatif. Suara
bisikan yang didengarkan sudah tidak ada. Namun pasien memiliki keyakinan
bahwa dia memiliki uang yang sangat banyak yang tersimpan di bawah tanah.
Pasien juga mengatakan bahwa dirinnya tidak sakit, namun dibawa ke RSUD
Dadi sebagai utusan daerah. Pasien makan dengan baik namun sulit tidur di
malam hari.

a. Hendaya disfungsi:
Hendaya dalam bidang sosial : Ada
Hendaya dalam pekerjaan : Ada
Hendaya dalam waktu senggang : Ada

b. Faktor stressor psikososial


Tidak jelas

3. Riwayat Gangguan Sebelumnya


a. Riwayat Penyakit Fisik Sebelumnya:
- Riwayat infeksi(-)
- Riwayat trauma(-)
- Riwayat kejang(-)
b. Riwayat Penggunaan NAPZA (+) :
Pasien riwayat mengonsumsi alkohol sesekali bila ada acara
Pasien riwayat merokok kurang lebih 1 bungkus perhari

c. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumya


Tidak ada
4. Riwayat Kehidupan Pribadi

1) Riwayat Prenatal dan Perinatal (0-1 tahun)


Pasien lahir normal, di rumah, ditolong oleh dukun, pada tanggal 2
Maret 1980 di Barru. Berat badan lahir tidak diketahui.. Pertumbuhan
dan perkembangan baik.
2) Riwayat Masa Kanak Awal (1 - 3 tahun)
Pasien tinggal bersama orang tua. Pertumbuhan dan perkembangannya
sesuai anak-anak lain seusianya. Pasien tidak mengalami keterlambatan
dalam perkembangan.
3) Riwayat Kanak Pertengahan (4 - 11 tahun)
Pasien tinggal bersama orang tua. Pasien memasuki SD di Barru. Pasien
rajin datang ke sekolah dan mempunyai banyak teman. Pasien dapat
membaca, menulis, dan menghitung. Prestasi pasien selama sekolah
termasuk biasa-biasa saja.
4) Riwayat Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien melanjutkan pendidikan hingga Sekolah Menengah Kejuruan.
Pasien rajin ke sekolah dann mempunyai banyak teman. Tidak ada
masalah perilaku yang menonjol.
5) Riwayat Masa Dewasa
a) Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai buruh pabrik di Barru.
b) Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak.
c) Riwayat Psikoseksual
Pasien mulai pertama kali menyukai lawan jenis saat remaja. Pasien
tidak pernah mendapat kekerasan seksual.
d) Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Islam sejak lahir mengikuti agama yang dianut
oleh orang tua pasien. Pasien menjalankan kewajiban agama seperti
rajin shalat 5 waktu.
e) Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah terlibat masalah hukum.
f) Aktivitas sosial
Pasien terlibat kegiatan sosial yang ada disekitar tempat tinggal
pasien
6) Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak pertama dari empat bersaudara (♂, ♀,

♂,♂). Ayah pasien sudah meninggal dan ibu pasien adalah ibu rumah

tangga. Hubungan pasien dengan kedua orang tua dan adik-adiknya baik..

Genogram:

7) Situasi Sekarang
Pasien sebelum dirawat tinggal bersama istri dan kedua anaknya di Barru.
Hubungan antar keluarga baik. Sehari-hari pasien bekerja sebagai buruh
pabrik.
8) Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien merasa tidak sakit dan bisa pulang. Pasien meminta keluarganya
untuk menjemputnya.

III. PEMERIKSAAN FISIS DAN NEUROLOGIS


1. Status Internus
Keadaan umum tampak sakit ringan, gizi cukup, kesadaran compos
mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 90 kali/menit, frekuensi pernafasan
18 kali/menit, suhu tubuh 36,5°C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterus. Jantung, paru-paru, abdomen dan keempat ekstremitas dalam batas
normal

2. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-),
pupil bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik
dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan.
refleks patologis.

IV. STATUS MENTAL


Tempat : Bangsal Kenari
Waktu : Sabtu, 12 Agustus 2023 pada pukul 14.00 WITA
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Tampak seorang laki-laki berusia 43 tahun, wajah sesuai umur,
perawakan sedang, kulit sawo matang, rambut pendek cepak berwarna
hitam. Mengenakan baju kemeja abu-abu lengan pendek, memakai
celana panjang jins biru, dan memakai peci berwarna hitam. Perawatan
diri kesan kurang.
b. Kesadaran
Kuantitatif : Compos mentis GCS 15 (E4M6V5)
Kualitatif : Berubah
c. Perilaku dan Aktivitas psikomotor
Cukup tenang saat dilakukan wawancara
d. Verbalisasi
Pasien menjawab dengan spontan, lancar, intonasi biasa

e. Sikap terhadap pemeriksa


Cukup kooperatif
2. Keadaan Afektif
a. Mood : Sulit dinilai
b. Afek : Terbatas
c. Empati : Tidak dapat dirabarasakan
3. Fungsi Intelektual (Kognitif)
a. Taraf pendidikan
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tingkat
pendidikannya (lulusan SMK).
b. Orientasi
a) Waktu : baik
b) Tempat : baik
c) Orang : baik
c. Daya Ingat
a) Jangka Panjang : baik
b) Jangka Sedang : baik
c) Jangka Pendek : baik
d) Jangka Segera : baik
d. Konsentrasi dan Perhatian : baik
e. Pikiran Abstrak : tidak terganggu
f. Bakat Kreatif : tidak ada
g. Kemampuan Menolong Diri Sendiri : baik

4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : Diakui tidak ada (riwayat halusinasi
auditorik yang memberi perintah
b. Ilusi : Diakui tidak ada
c. Depersonalisasi : Diakui tidak ada
d. Derealisasi : Diakui tidak ada
5. Proses Berpikir
a. Produktivitas : Cukup
b. Kontinuitas : Cukup relevan
c. Arus pikir : Cukup relevan
d. Isi pikiran
Terdapat gangguan isi pikiran berupa
a. Waham Kebesaran
Pasien meyakini dirinya memiliki uang sejumlah quadriliun
rupiah yang tersimpan di bawah tanah.
6. Pengendalian impuls
Selama wawancara pengendalian impuls cukup baik

7. Daya Nilai dan Tilikan


a. Norma sosial : Terganggu
b. Uji daya nilai : Terganggu
c. Penilaian realitas : Terganggu
d. Tilikan : Penyangkalan penuh terhadap penyakitnya
(Tilikan 1)

8. Taraf Dapat Dipercaya


Dapat dipercaya

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien Seorang Laki-laki usia 43 tahun dibawa ke IGD RSKD Dadi untuk
kedua keempat dengan keluhan mengamuk yang dialami sejak 1 minggu yang lalu dan
memberat 1 minggu terakhir. Pasien melempari mobil tetangga dengan batu dan
memukul tetangganya setelah mendengar suara bisikan yang memerintahkan pasien
untuk “maju”.. Pasien kadang berteriak tiba-tiba dan menangis sendiri. Pasien sering
keluar dan jarang pulang ke rumah. Menurut keluarga, pasien pernah mengikuti
perguruan ilmu hitam.
Awal perubahan perilaku sekitar tahun 2003, saat itu pasien tiba-tiba
mengamuk dan memukul orang, dan melempari batu mobil yang lewat. Pasien juga
berbicara sendiri. Penybab perubahan perilaku tidak diketahui oleh keluarga
Riwayat pengobatan sebelumnya, pasien pernah dirawat di RSUD Dadi selama
kurang lebih 1 bulan namun keluarga tidak mengingat tahunnya. Selama ini pasien
berobat di poli jiwa RS. Barru, mendapat terapi Risperiodone 2 mg 2x1,
Trihexilphenidil 2 mg 2x1, Clozapin 25 mg 1x1. Pasien rutin minum obat.
Pada pemeriksaan status mental tanggal 12 Agustus 2022 didapatkan
kesadaran komposmentis, pembicaraan spontan, lancar, intonasi biasa, sikap terhadap
pemeriksa kooperatif, tidak ditemukan gangguan pada keadaan afektif dan persepsi
pasien, fungsi intelektual baik, kontinuitas relevan dan terdapat isi pikir yang terganggu
berupa waham kebesaran, pengendalian impuls baik, dan tilikan derajat 1.
VI. EVALUASI MULTI AKSIAL
• Aksis I:

Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis, dan pemeriksaan status mental


didapatkan gejala klinis yang bermakna yakni mengamuk, berteriak dan menangis
tiba-tiba, dan menyerang orang disekitarnya. Pasien juga mengaku mendengar suara
bisikan yang menyuruhnya untuk ‘maju’. Keadaan ini menimbulkan penderitaan
(distress) pada pasien, keluarga, dan masyarakat sekitar, serta terdapat hendaya
(disability) pada fungsi psikososial, pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status mental ditemukan hendaya berat dalam menilai realita
berupa halusinasi auditorik, serta waham kebesaran sehingga termasuk Gangguan
Jiwa Psikotik. Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan
adanya kelainan, sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organik dapat
disingkirkan dan berdasarkan PPDGJ-III didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik. Pada
pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan, sehingga
kemungkinan adanya gangguan mental organik dapat disingkirkan. Berdasarkan
PPDGJ-III didiagnosis sebagai Gangguan Jiwa Psikotik NonOrganik.
Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis ditemukan adanya gejala klinis yang
bermakna berupa perilaku mengamuk, halusinasi auditorik, dan waham kebesaran,.
Hal tersebut menurut PPDGJ-III memenuhi kriteria umum untuk diagnosis
Skizofrenia.
Pada pasien ditemukan kriteria umum diagnosis skizofrenia disertai halusinasi
auditorik yang memberi perintah. Hal tersebut menurut PPDGJ-III memenuhi
kriteria diagnosis Skizofrenia Paranoid (F20.0).

• Aksis II:

Dari informasi yang didapatkan, pasien dulunya adalah pribadi bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar dengan baik. Dari data tersebut belum dapat dimasukkan dalam ciri
kepribadian tertentu
• Aksis III:

Tidak ditemukan
• Aksis IV:

Tidak jelas
• Aksis V:

GAF Scale saat ini: 50-41 (Gejala berat, disabilitas berat).


VII. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik

Pasien tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi diduga terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin dan serotonin. Maka dari itu
pasien memerlukan farmakoterapi.

B. Psikologik

Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa adanya halusinasi
auditorik dan visual yang menimbulkan gejala psikis sehingga pasien memerlukan
psikoterapi.
C. Sosiologik

Pasien ditemukan adanya hendaya dalam penggunaan waktu senggang, hubungan


sosial, dan pekerjaan maka membutuhkan sosioterapi.

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
• Faktor Pendukung
1. Keluarga yang suportif
2. Tidak ada penyakit organik
3. Pasien memiliki BPJS sehingga biaya berobat bisa terbantu
• Faktor Penghambat
1. Onset penyakit yang sudah terlalu lama
2. Jarak rumah pasien ke fasilitas kesehatan jauh
3. Pasien tidak teratur minum obat

IX. RENCANA TERAPI

A. Psikofarmakoterapi
- Risperidone 2mg/12 jam/oral
- Chlorpromazine 25 mg/24 jam/oral

B. Psikoterapi Suportif
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu pasien dalam
memahami dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian
mengenai penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping
yang mungkin timbul selama pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau
minum obat secara teratur.
C. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien sehingga bisa
menerima keadaan pasien dan memberikan dukungan moral serta menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan dan keteraturan
pengobatan.

X. DISKUSI

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan halusinasi, delusi,


dan gangguan dalam pikiran, persepsi, dan perilaku. Secara tradisional, skizofrenia
mungkin melibatkan gejala positif, seperti halusinasi, delusi, gangguan pemikiran
formal, dan gejala negatif, seperti kurangnya bicara, anhedonia, dan kurangnya
motivasi. Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani 'schizo' (pembelahan) dan 'phren'
(pikiran) dengan istilah yang pertama kali diciptakan oleh Eugen Bleuler pada tahun
1908, skizofrenia adalah gangguan psikotik fungsional yang ditandai dengan adanya
keyakinan delusi, halusinasi, dan gangguan dalam pikiran, persepsi , dan perilaku.
Secara tradisional, gejala telah dibagi menjadi dua kategori utama: gejala positif, yang
meliputi halusinasi, delusi, dan gangguan pikiran formal, dan gejala negatif seperti
anhedonia, kemiskinan berbicara, dan kurangnya motivasi.1
Pada skizofrenia, prognosisnya tergantung pada beberapa faktor. Onset yang
berbahaya, onset masa kanak-kanak atau remaja, penyesuaian pramorbid yang buruk,
dan gangguan kognitif merupakan indikasi dari hasil prognostik yang buruk, sedangkan
onset akut, jenis kelamin perempuan, dan tinggal di negara maju menandakan faktor
prognostik yang relatif lebih baik. Namun, bunuh diri adalah penyebab paling umum

kematian dini pada skizofrenia, dengan dua pertiga pasien melaporkan setidaknya satu
episode ide bunuh diri.2.
Diagnosis skizofrenia bersifat klinis, dibuat secara eksklusif setelah
mendapatkan riwayat psikiatri lengkap dan mengecualikan penyebab psikosis lainnya.
Faktor risiko termasuk komplikasi persalinan, musim kelahiran, malnutrisi ibu yang
parah, influenza ibu dalam kehamilan, riwayat keluarga, trauma masa kanak-kanak,
isolasi sosial, penggunaan ganja, etnis minoritas, dan urbanisasi.3,4 Trauma masa
kanak-kanak juga tampaknya terkait dengan gejala positif yang lebih buruk pada
individu yang menderita skizofrenia dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
riwayat trauma masa kanak-kanak, dan trauma masa kanak-kanak juga dikaitkan
dengan tidak adanya remisi dari gejala positif.9
Beberapa penelitian mendalilkan bahwa perkembangan skizofrenia dihasilkan
dari kelainan pada beberapa neurotransmiter, seperti hiperaktivitas dopaminergik,
serotonergik, dan alfa-adrenergik atau hipoaktivitas glutaminergik dan GABA.
Genetika juga memainkan peran mendasar - ada tingkat kesesuaian 46% pada kembar
monozigot dan risiko 40% mengembangkan skizofrenia jika kedua orang tua
terpengaruh. Gen neuregulin (NGR1), yang terlibat dalam pensinyalan glutamat dan
perkembangan otak, telah terlibat, bersama disbindin (DTNBP1), yang membantu
pelepasan glutamat, dan polimorfisme katekolamin O-metil transferase (COMT), yang
mengatur fungsi dopamin.
Seperti disebutkan di atas, ada juga beberapa faktor lingkungan yang terkait dengan
peningkatan risiko pengembangan penyakit:
• Perkembangan janin yang tidak normal dan berat badan lahir rendah
• Diabetes gestasional
• Preeklamsia
• Operasi caesar darurat dan komplikasi persalinan lainnya
• Malnutrisi ibu dan defisiensi vitamin D
• Kelahiran musim dingin - terkait dengan risiko relatif 10% lebih tinggi
• Tempat tinggal perkotaan - meningkatkan risiko pengembangan skizofrenia
sebesar 2hingga 4%
Insidennya juga sepuluh kali lebih besar pada anak-anak migran Afrika dan
Karibia dibandingkan dengan kulit putih, menurut sebuah penelitian yang dilakukan di
Inggris.3 Hubungan antara penggunaan ganja dan psikosis telah dipelajari secara luas,
dengan studi longitudinal baru-baru ini menunjukkan peningkatan risiko 40%,
sementara juga menunjukkan hubungan dosis-efek antara penggunaan obat dan risiko
pengembangan skizofrenia.4
Meskipun prevalensi penyakit ini bervariasi secara global, diperkirakan
skizofrenia mempengaruhi sekitar 1% orang dewasa, sedangkan prevalensi di Amerika
Serikat adalah 0,6 hingga 1,9%.5 Pria sedikit lebih mungkin untuk didiagnosis dan
memiliki onset lebih awal daripada wanita, sementara migran Afrika-Karibia dan
keturunan mereka juga memiliki insiden yang lebih tinggi.6
Ada tiga hipotesis utama mengenai perkembangan skizofrenia. Hipotesis kelainan
neurokimia berpendapat bahwa ketidakseimbangan dopamin, serotonin, glutamat, dan
GABA menghasilkan manifestasi psikiatri dari penyakit tersebut. Ini mendalilkan
bahwa empat jalur dopaminergik utama terlibat dalam perkembangan skizofrenia.
Hipotesis dopamin ini mengaitkan gejala positif penyakit dengan aktivasi berlebihan
reseptor D2 melalui jalur mesolimbik, sementara tingkat dopamin yang rendah di jalur
nigrostriatal diteorikan menyebabkan gejala motorik melalui efeknya pada sistem
ekstrapiramidal. Tingkat dopamin mesokortikal yang rendah yang dihasilkan dari jalur
mesokortikal dianggap menimbulkan gejala negatif penyakit. Gejala lain seperti
amenore dan penurunan libido dapat disebabkan oleh peningkatan kadar prolaktin
karena penurunan ketersediaan dopamin tuberoinfundibular akibat penyumbatan jalur
tuberoinfundibular. Bukti yang menunjukkan eksaserbasi gejala positif dan negatif
pada skizofrenia oleh antagonis reseptor NMDA menunjukkan peran potensial
hipoaktivitas glutaminergik sementara hiperaktivitas serotonergik juga telah terbukti
berperan dalam perkembangan skizofrenia.
Ada juga argumen bahwa skizofrenia adalah gangguan perkembangan saraf
berdasarkan kelainan yang ada dalam struktur otak, tidak adanya gliosis yang
menunjukkan perubahan dalam rahim, dan pengamatan bahwa gangguan motorik dan
kognitif pada pasien mendahului onset penyakit. Sebaliknya, hipotesis pemutusan
berfokus pada perubahan neuroanatomi yang terlihat pada pemindaian PET dan fMRI.
Ada pengurangan volume materi abu-abu pada skizofrenia, hadir tidak hanya di lobus
temporal tetapi juga di lobus parietal. Perbedaan lobus frontal dan hipokampus juga
terlihat, yang berpotensi berkontribusi pada berbagai gangguan kognitif dan memori
yang terkait dengan penyakit ini.5

Ada sedikit variasi dalam kriteria diagnosis skizofrenia bergantung pada sistem
klasifikasi yang digunakan. Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental 5 (DSM-
5)8:
a. Dua atau lebih dari gejala berikut harus ada untuk sebagian besar waktu selama
periode satu bulan:
• Delusi
• Halusinasi
• Bicara tidak teratur
• Perilaku yang sangat tidak teratur atau katatonik
• Gejala negatif.
b. Juga harus ada disfungsi sosial/pekerjaan, sementara tanda-tanda gangguan harus
bertahan setidaknya selama enam bulan, termasuk setidaknya satu bulan gejala.
Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD-10)
a. Pasien harus menunjukkan setidaknya satu dari berikut ini, untuk jangka waktu lebih
dari atau sama dengan satu bulan:
• Penyisipan, gema, siaran, atau penarikan pikiran
• Waham kendali, pengaruh, atau kepasifan
• Suara-suara halusinasi memberikan komentar berjalan dari pasien
• Waham persisten yang secara budaya tidak pantas atau tidak masuk akal
b. Atau, setidaknya dua dari gejala berikut harus diamati, untuk jangka waktu lebih dari
atau sama dengan satu bulan:7
• Halusinasi persisten dalam modalitas apa pun bila disertai dengan delusi sekilas
• Putusnya interpolasi dalam pemikiran yang mengakibatkan inkoherensi atau
neologisme
• Perilaku katatonik
• Gejala negatif
Transformasi yang signifikan dan konsisten dalam keseluruhan kualitas
perilaku yang bermanifestasi sebagai anhedonia dan penarikan diri dari sosial
Tidak seperti DSM-5, ICD-10 lebih lanjut mengkategorikan skizofrenia
berdasarkan gejala utama yang muncul sebagai skizofrenia paranoid, skizofrenia
hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia yang tidak terdiferensiasi, depresi
pascaskizofrenia, skizofrenia residual, dan skizofrenia sederhana.
Selain menanyakan tentang gejala-gejala ini, penting juga untuk memperoleh:
• Riwayat medis masa lalu, riwayat obat, dan riwayat keluarga
• Riwayat sosial, termasuk penggunaan narkoba dan alkohol
• Setiap gangguan neurologis baru-baru ini seperti perubahan kesadaran atau
masalah memori, cedera kepala, stroke, kejang, pingsan, pusing, gangguan
penglihatan, tremor yang nyata, atau kekakuan otot.
• Penyebab organik potensial dari psikosis seperti penyakit Parkinson, multiple
sclerosis, sifilis, AIDS, lesi otak, toksisitas logam berat, delirium, gangguan
metabolisme/endokrin, dan demensia termasuk penyakit Alzheimer, demensia
frontotemporal, dan demensia tubuh Lewy.
Kriteria diagnostik skizofrenia tipe paranoid menurut PPDGJ III yaitu:
a. Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia.
b. Sebagai tambahan: halusinasi dan atau waham harus menonjol:

• Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau


halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung,
atau bunyi tawa.

• Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

• Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan


(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau pasif (delusion
of passivity), dan keyakinan dikejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
1. Gangguan afektif dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata/menonjol. Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang,
pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau
agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka
secara adekuat didalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh
kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.10
Penilaian risiko yang menyeluruh juga harus dilakukan untuk menentukan risiko
yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Episode skizofrenia pertama biasanya
terjadi selama masa dewasa awal atau remaja akhir. Individu sering kekurangan
wawasan pada tahap ini; oleh karena itu, hanya sedikit yang akan datang langsung
untuk mencari bantuan untuk gejala psikotik mereka. Presentasi umum termasuk
penarikan sosial yang memperhatikan relatif, perubahan kepribadian, atau perilaku
yang tidak seperti biasanya; sengaja melukai diri sendiri atau percobaan bunuh diri;
memanggil polisi untuk melaporkan gejala delusi mereka, atau rujukan melalui sistem
peradilan pidana. Penggunaan alat skrining seperti COPS (Criteria of Prodromal
Syndromes), SIPS (Structured Interview for Prodromal Syndromes), dan PACE
(Personal Assessment andCrisis Evaluation Clinic) telah terbukti meningkatkan tingkat
deteksi skizofrenia pada keadaan premorbid meskipun ada kontroversi seputar indikasi
pengobatan pada tahap ini.
Untuk pengobatan awal psikosis akut, dianjurkan untuk memulai antipsikotik
generasi kedua (APG-II) oral seperti aripiprazole, olanzapine, risperidone, quetiapine,
asenapine, lurasidone, sertindole, ziprasidone, brexpiprazole, molindone, iloperidone,
dll. Risperidone mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan
aktivitas menengah terhadap reseptor dopamin (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta
histamin. Obat ini dijadikan lini pertama karena efektif mengatasi gejala positif
maupun gejala negatif serta efek samping EPS lebih rendah dibanding APG-I.
Terkadang, jika diperlukan secara klinis, bersama benzodiazepin seperti diazepam,
clonazepam, atau lorazepam untuk mengontrol gangguan perilaku dan kecemasan non-
akut. Antipsikotik generasi pertama (APG-I) seperti trifluoperazine, fluphenazine,
haloperidol, pimozide, sulpiride, flupentixol, chlorpromazine, dll., tidak umum
digunakan sebagai lini pertama tetapi dapat digunakan.
Setelah fase akut dikendalikan, beralih ke persiapan depot seperti aripiprazole,
paliperidone, zuclopenthixol, fluphenazine, haloperidol, pipotiazine, atau risperidone
dianjurkan karena meningkatkan kepatuhan dan kepatuhan pengobatan, meningkatkan
hasil dan mengurangi kekambuhan.
Terapi perilaku kognitif (CBT) dan penggunaan terapi seni dan drama membantu
melawan gejala negatif penyakit, meningkatkan wawasan, dan membantu pencegahan
kekambuhan.
Clozapine digunakan dalam kasus resistensi pengobatan - jika ada respons yang
buruk terhadap setidaknya dua antipsikotik yang berbeda, dan memerlukan tes darah
mingguan awal selama enam bulan, dua mingguan selama enam bulan, dan kemudian
setiap empat minggu untuk memantau jumlah sel darah putih karena terhadap risiko
agranulositosis. Selain itu, clozapine juga dapat digunakan pada pasien dengan
gangguan tidur. Hal ini dikarenakan mekanisme kerjanya yang memblok reseptor
serotonin 5-HT2A, dimana serotonin terlibat dalam regulasi siklus tidur. Oleh karena
itu clozapine dapat memberikan efek sedasi untuk mengatasi gangguan tidur pada
pasien. Pilihan lain dalam resistensi pengobatan termasuk menggabungkan
antipsikotik, menambahkan lamotrigin, mirtazapine, donepezil, D-alanin, D-serin,
estradiol, memantine, atau allopurinol ke antipsikotik. Peran terapi electroconvulsive
(ECT) terbatas tetapi telah digunakan
Selama fase pemeliharaan, profilaksis dan rehabilitasi kembali ke masyarakat
merupakan prioritas vital - dan penetapan dosis efektif minimum antipsikotik yang
diperlukan juga harus dilakukan selama periode ini. Depresi pasca-skizofrenia terjadi
pada hingga 30% pasien: jika suasana hati disforik terbukti, pertimbangkan untuk
mengurangi dosis antipsikotik, mengobati dengan antidepresan atau ansiolitik, atau
beralih ke antipsikotik generasi kedua. Ada penyalahgunaan zat yang signifikan di
antara pasien dengan skizofrenia yang dapat memperburuk gejala positif dan negatif;
oleh karena itu, pendekatan psikososial dan terapi farmasi harus digunakan untuk
mengobati penyalahgunaan. Clozapine dapat diberikan pada pasien dengan
penyalahgunaan zat yang ekstensif dan menetap.
Perawatan mereka yang diidentifikasi berisiko mengembangkan gangguan psikotik
masih kontroversial. Pengobatan gangguan penyerta dan dengan CBT individu dan
intervensi keluarga dianjurkan, meskipun tidak ada bukti jangka panjang mengenai
kemanjurannya dalam mencegah episode psikotik atau mengurangi keparahannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hany M, Rehman B, Azhar Y, et al. Schizophrenia. [Updated 2021 May 29]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan.
2. Ventriglio A, Gentile A, Bonfitto I, Stella E, Mari M, Steardo L, Bellomo A. Suicide
in the Early Stage of Schizophrenia. Front Psychiatry. 2016;7:116.
3. Messias EL, Chen CY, Eaton WW. Epidemiology of schizophrenia: review of
findings and myths. Psychiatr Clin North Am. 2007 Sep;30(3):323-38.
4. Davis J, Eyre H, Jacka FN, Dodd S, Dean O, McEwen S, Debnath M, McGrath J,
Maes M, Amminger P, McGorry PD, Pantelis C, Berk M. A review of vulnerability
and risks for schizophrenia: Beyond the two hit hypothesis. Neurosci Biobehav
Rev. 2016 Jun;65:185-94.
5. Patel KR, Cherian J, Gohil K, Atkinson D. Schizophrenia: overview and treatment
options. P T. 2014 Sep;39(9):638-45.
6. Kirkbride JB, Errazuriz A, Croudace TJ, Morgan C, Jackson D, Boydell J, Murray
RM, Jones PB. Incidence of schizophrenia and other psychoses in England, 1950-
2009: a systematic review and meta-analyses. PLoS One. 2012;7(3):e31660.
7. Jablensky A. The diagnostic concept of schizophrenia: its history, evolution, and
future prospects. Dialogues Clin Neurosci. 2010;12(3):271-87.
8. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of
mental disorders (5th ed.).
9. Cohen CI, Palekar N, Barker J, Ramirez PM. The relationship between trauma and
clinical outcome variables among older adults with schizophrenia spectrum
disorders. Am. J. Geriatric Psychiatry. 2012b;20(5):408–415

10. Kemenkes. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III


(PPDGJ III). Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2004.

Anda mungkin juga menyukai