Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA LAPORAN KASUS PSIKOTIK

FAKULTAS KEDOKTERAN Maret 2023

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SKIZOFRENIA PARANOID(F20.0)

DISUSUN OLEH:

Reghita Avrilya

11120222179

PEMBIMBING:

Dr. dr. Hj. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala berkah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini

dengan judul ”Skizofrenia Paranoid”. Penulisan ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan Kepaniteraan Klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas

Kedokteran Universitas MuslimIndonesia.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kasus ini terdapat banyak

kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagaipihak akhirnya

penyusunan Laporan Kasus ini dapat terselesaikan dengan baik.Untuk itu, penulis

mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya secara

tulus dan ikhlas kepada yang terhormat Dr. dr. Hj. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ selaku

pembimbing selama berada di bagian Jiwa. Terima kasih pula yang sebesar - besarnya

kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu

penyusunan ini.

Makassar, Juni 2022

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Reghita Avrilya

NIM :111 2022 2179

Judul : Skizofrenia Paranoid

Telah menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul ”Skizofrenia Paranoid”

dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan supervisor pembimbing

dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Mengetahui, Makassar, Maret 2023

Dokter Pendidik Klinik Penulis

Dr. dr. Hj. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ Reghita Avrilya


BAB I

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang sangat luas dan

kompleks serta saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Apabila

individu tidak mampu mempertahankan keseimbangan atau

mempertahankan kondisi mental yang sejahtera, maka individu tersebut

mengalami gangguan, dan apabila gangguan tersebut secara psikologis

maka akan mengakibatkan individu mengalami gangguan jiwa atau lebih

dikenal dengan istilah psiokosis.

Psikosis adalah gangguan jiwa yang meliputi keseluruhan

kepribadian, sehingga penderita tidak bisa menyesuaikan diri dalam

norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum. Seseorang yang

diserang penyakit jiwa atau (Psychosis) kepribadiannya terganngu, dan

selanjutnya menyababkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan

wajar, dan tidak sanggup memahami masalahnya. Sering kali orang sakit

jiwa tidak merasa bahwa dirinya sakit, sebaliknya dia menganggap dirinya

normal saja, bahkan lebih baik dari orang lain.


BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

No. RM : 066945

Tanggal Lahir : 12 Juni 1969 (53 tahun)

Agama : Islam

Suku : -

Status Pernikahan : Sudah menikah

Pendidikan Terakhir : -

Pekerjaan : -

Alamat : Jl. Irian No.36 Watampone

Masuk RSKD Provinsi Sulawesi Selatan lebih dari 5 kali

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis, dan alloanamnesis dari:

1. Nama : Ny. A

Umur : -

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : BTN. CV. Dewi

Hubungan dengan pasien : Kakak pasien


A. Keluhan Utama

Mengamuk

B. Riwayat Gangguan Sekarang

Pasien laki – laki, usia 52 tahun, diantar oleh keluarga di Poli Jiwa

RSUD Kota Makassar untuk kesekian kalinya karena mengamuk,

keluhan sudah dialami bertahun-tahun dan memberat sejak 2 bulan

terakhir, pasien sering memukul orang sekitar secara tiba-tiba tanpa

alasan (terkadang memukul ibu kandungnya). Senang berbicara sendiri,

mudah marah, mandi rajin, makan rutin.

Riwayat pengobatan di RSKD Dadi terakhir tahun 2017 setelah itu

rutin kontrol di PKM di Bone (Haloperidol 5 mg 3x1, dan Chlorpromazine

100 mg 1x1. Sudah sejak 2 bulan terakhir tidak rutin minum obat,

setelah itu pasien mulai bertambah mudah marah.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

1. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik seperti infeksi, trauma

kapitis, dan kejang yang mempengaruhi fungsi otak.

2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Pasien kadang-kadang merokok sejak berumur dua puluh tiga tahun

saat pasien mulai sakit. Pasien biasa menghabiskan 1 atau 2 batang

rokok per hari. Pasien tidak pernah ada riwayat penyalahgunaan

narkotika, psikotropika dan alkohol.

3. Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya

Pada tahun 2017 pasien masuk ke RSKD dadi diantar oleh kakak,

pasien mengamuk selama 2 hari. selama 7 hari pasien gelisah dan


tidak tidur. pasien mengamuk dengan memukul, merusak barang-

barang, sering bicara sendiri. Pasien sering merasa ada orang yang

ingin menyuruhnya. Pasien mendengar suara yang memerintahkan

untuk membunuh orang tuanya. Pasien juga melihat makanan-

makanan yang diberikan sebagai racun. Perubahan perilaku terjadi

sejak pasien kuliah jurusan filosofi dan juga belajar silat. Sejak saat

itu pasien sering lari tengah malam dan menganggu orang tator dan

pasien membenci orang tator karena selalu merasa ada orang tator

yang ingin membunuhnya. Pasien juga mengaku dapat

menggandakan uang.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Lahir normal, cukup bulan, di rumah ditolong oleh dukun.

2. Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 1-3 tahun)

ASI kurang lebih 6 bulan.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun)

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia.

4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (Usia 12-18 tahun)

Riwayat Pendidikan terakhir: S1 Pendidikan STKIP Muhammadiyah

Watampone

5. Riwayat Masa Dewasa

a. Riwayat Pekerjaan

Pasien bekerja sebagai wiraswasta

b. Riwayat Pernikahan

Sudah menikah, tapi jarang bertemu istri, pasien belum memiliki anak
c. Riwayat Agama

Pasien beragama Islam

d. Riwayat Militer

Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan militer

e. Riwayat Pelanggaran Hukum

Pasien belum pernah melakukan pelanggaran hukum sebelumnya

f. Aktivitas Sosial

Pasien sebelum sakit dikenal sebagai pribadi baik, mudah

bergaul, namun jarang untuk mau menceritakan masalah-

masalahnya kepada keluarga. Setelah sakit pasien membatasi

pergaulan.

6. Riwayat Keluarga

Pasien adalah anak ke 5 dari 6 bersaudara. Pasien sudah menikah

namun tidak lagi tinggal Bersama istrinya, istrinya tinggal di Sidrap,

dan belum memiliki anak. Saat ini pasien tinggal Bersama ibu dan

adik di Bone, ayah sudah meninggal sejak tahun 1977.

Genogram
Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: pasien

III. PEMERIKSAAN FISIS DAN NEUROLOGIS

1. Status Internus

- Keadaan umum : Baik

- kesadaran : composmentis

- Suhu : -

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 80x/m

- Pernapasan : 18x/m

2. Status Neurologis

Tidak ditemukan hal-hal bermakna lainnya pada pemeriksaan fisik,

pemeriksaan Lab dan penunjang lainnya.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan
Seorang laki-laki, kesan wajah tampak sesuai dengan umurnya,

rambut sebagian beruban, perawakan tubuh sedang, kulit sawo

matang, memakai baju kemeja kotak putih merah, celana Panjang.

2. Kuantitas : Composmentis, Glasgow Coma Scale 15 (E4M6V5)

Kualitas : Berubah

3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : Gelisah

4. Pembicaraan : Pasien menjawab pertanyaan tidak spontan,

terkadang blocking

5. Sikap terhadap pemeriksa : Cukup kooperatif

B. Keadaan Afektif

1. Mood : Dismorfik

2. Afek : Tumpul

3. Keserasian : sesuai

4. Empati : tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)

1. Taraf Pendidikan

Pengetahuanumum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tingkat

pendidikannya.

2. Orientasi

a. Waktu : baik

b. Tempat : baik

c. Orang : baik

3. Daya Ingat

a. Jangka Panjang : baik


b. Jangka Sedang : baik

c. Jangka Pendek : baik

d. Jangka Segera : baik

4. Konsentrasi dan perhatian : berubah

5. Pikiran abstrak : kurang baik

6. Bakat Kreatif : tidak ada

7. Kemampuan Menolong diri sendiri : Kurang

D. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi

Halusinasi audiotorik (+) : Pasien sering merasa ada orang yang

menyuruhnya. Pasien mendengar suara yang memerintahkan untuk

membunuh orang tuanya

2. Ilusi : Tidak ada

3. Depersonalisasi : tidak ada

4. Derealisasi : tidak ada

E. Proses Berpikir

1. Produktivitas : Cukup

2. Kontinuitas : kadang irelevan

3. Hendaya berbahasa : tidak ada

4. Isi Pikiran

 Waham kebesaran : dapat menggandakan uang

 Waham kejar : selalu merasa ada orang tator yang ingin

membunuhnya

F. Pengendalian Impuls
Selama wawancara pengendalian impuls cukup.

G. Daya Nilai dan Tilikan

1. Norma Sosial : Terganggu

2. Uji daya nilai : Terganggu

3. Penilaian Realitas : Terganggu

4. Tilikan : Penyangkalan penuh bahwa dirinya sakit

(Tilikan 1)

H. Taraf Dapat Dipercaya

Tidak dapat dipercaya.

I. Pemeriksaan penunjang

Tidak ada

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Pasien laki – laki, usia 52 tahun, diantar oleh keluarga di Poli Jiwa

RSUD Kota Makassar untuk kesekian kalinya karena mengamuk,

dialami sejak 2 bulan memberat, pasien sering memukul orang sekitar

secara tiba-tiba tanpa alasan (terkadang memukul ibu kandungnya).

Senang berbicara sendiri, mudah marah, mandi rajin, makan rutin.

Riwayat pengobatan di RSKD Dadi terakhir tahun 2017 setelah itu

rutin control di PKM di Bone (Haloperidol 5 mg 3x1, dan Chlorpromazine

100 mg 1x1. Sudah sejak 2 bulan terakhir tidak rutin minum obat,

setelah itu pasien mulai bertambah mudah marah.

Pada tahun 2017 pasien masuk ke RSKD dadi diantar oleh kakak,

pasien mengamuk selama 2 hari. selama 7 hari pasien gelisah dan


tidak tidur . pasien mengamuk dengan memukul, merusak barang-

barang, sering bicara sendiri. Pasien sering merasa ada orang yang

ingin menyuruhnya. Pasien mendengar suara yang memerintahkan

untuk membunuh orang tuanya. Pasien juga melihat makanan-makanan

yang diberikan sebagai racun.Perubahan perilaku terjadi sejak pasien

kuliah jurusan filosofi dan juga belajar silat. Sejak saat itu pasien sering

lari tengah malam dan menganggu orang tator dan pasien membenci

orang tator karena selalu merasa ada orang tator yang ingin

membunuhnya. Pasien juga mengaku dapat menggandakan uang.


VI. DIAGNOSIS MULTI AKSIAL

Aksis I

Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis, dan

pemeriksaan status mental didapatkan gejala klinis yang

bermakna yaitu perilaku gelisah, marah, berbicara sendiri.

Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada pasien,

keluarga, dan masyarakat sekitar serta terdapat hendaya

(dissability) pada fungsi psikososial, pekerjaan, dan

penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan

bahwa pasien menderita Gangguan Jiwa.

Pada pemeriksaan status mental ditemukan hendaya

berat dalam menilai realita berupa halusinasi dan juga ada

gangguan isi pikir atau waham, sehingga didiagnosis

Gangguan Jiwa Psikotik

Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak

ditemukan adanya kelainan, sehingga kemungkinan adanya

gangguan mental organik dapat disingkirkan dan berdasarkan

PPDGJ-III didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik Non

Organik.

Dari alloanamnesis, autoanamnesis, dan pemeriksaan

status mental didapatkan Halusinasi visual, dan waham

kebesaran dan waham kejar dengan perlangsungan gejala

lebih dari 1 bulan, sehingga memenuhi diagnosis Skizofrenia


Paranoid.

Aksis II

Pasien sebelum sakit dikenal sebagai pribadi baik,

mudah bergaul. Setelah sakit, pasien membatasi pergaulan.

Data yang didapatkan belum dapat mengarahkan ke ciri

kepribadian tertentu.

Aksis III

Tidak ada diagnosis

Aksis IV

Stressor Psikososial : belum dapat disimpulkan

Aksis V

GAF Scale saat ini : 40 – 31 (beberapa disabilitas dalam

hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat

dalam beberapa fungsi).

VII. DAFTAR MASALAH

A. Organobiologik

Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi karena

terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien

memerlukan psikofarmakoterapi.

B. Psikologik

Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realitas

berupa adanya halusinasi auditorik dan gangguan isi pikir atau

waham yang menimbulkan gejala psikis sehingga pasien


memerlukan psikoterapi.

C. Sosiologik

Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial dan

penggunaan waktu senggang sehingga perlu dilakukan

sosioterapi.

VIII. RENCANA TERAPI

A. Psikofarmakoterapi

Haloperidol 5 mg/8 jam/oral


Chlorpromazine 100 mg/24 jam/oral (malam)

Psikoterapi

 Suportif :

Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat

membantu pasien dalam memahami dan menghadapi

penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian

mengenai penyakitnya, manfaat pengobatan, cara

pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama

pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau

minum obat secara teratur.

 Sosioterapi :

Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat

pasien sehingga bisa menerima keadaan pasien dan

memberikan dukungan moral serta menciptakan


lingkungan yang kondusif untuk membantu proses

penyembuhan dan keteraturan pengobatan.

IX. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

Faktor pendukung berupa:

a. Tidak ada gangguan organik yang menyertai

b. Support dari keluarga ada

Faktor penghambat berupa :

a. Pasien tidak teratur minum obat


BAB III

PEMBAHASAN DAN DISKUSI


Skizofrenia merupakan gangguan mental psikotik yang
ditandai dengan adanya gangguan pikiran dan persepsi yang
terjadi selama satu bulan atau lebih. Skizofrenia merupakan
gangguan kognitif dan perilaku yang kompleks disebabkan
oleh faktor genetik atau lingkungan atau keduanya. Gejala
skizofrenia melibatkan aspek-aspek psikologis seperti persepsi
(halusinasi), ide-ide, identifikasi realitas (delusi), proses berpikir
(asosiasi longgar), perasaan (datar, ketidaksesuaian afek),
perilaku (katatonia, disorganisasi), perhatian, konsentrasi,
motivasi (kemauan, niat dan perencanaan yang terganggu) dan
penilaian.1,2

Skizofrenia sebagian besar terjadi pada remaja atau


bahkan dewasa muda dengan angka prevalensi sekitar 1-2%
dari populasi dimana angka kejadian ini 1,2 1,4 kali lebih besar
pada laki-laki dibandingkan wanita. Skizofrenia merupakan
gangguan kompleks yang melibatkan adanya disregulasi
neurotransmitter seperti dopamin, glutamat, GABA dan
asetilkolin beserta interaksinya, berkontribusi pada kejadian
gejala psikotik, tetapi bukti juga menunjuk pada keterlibatan
luas dan variable area otak dan sirkuit lainnya. 1,2

Gangguan fungsi sinaptik mungkin mendasari kelainan


konektivitas neuronal yang mungkin melibatkan interneuron,
tetapi sifat, lokasi, dan waktuyang tepat dariperisitiwa ini tidak
pasti. Adapun faktor-faktor risiko yang sangat berkontribusi
memicu gangguan jiwa skizofrenia meliputi faktor genetic
(50%), faktor lingkungan serta faktor biologis seperti
dopamin.3,4,5
Tanda dan gejalanya bervariasi dan mencakup
perubahan persepsi berupa halusinasi delusi, ilusi, gangguan
emosi/mood dan afek, gangguan kognisi, pemikiran dan
perilaku. Manifestasi ini bervariasi pada setiap pasien dan
seiring waktu, tetapi efek penyakit selalu parah dan biasanya
berlangsung dalam jangka waktu yang lama.6
Pada umumnya, skizofrenia ditandai oleh penyimpangan
yang fundamental dan karakteristik dari pikiran persepsi, serta
oleh afek yang inappropriate atau tumpul. Kesadaran yang tetap
jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara
walaupun kemunduran kognitif tertentu dan berkembang
kemudian.7

Kriteria diagnostik menurut PPDGJ III:

A. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut yang amat jelas


(dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu
kurang tajam atau kurang jelas)

1. Thought

a. Thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang


berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau

b. Thought insertion of withdrawal, isi pikiran yang asing


dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau
isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal);atau

c. Thought of broadcasting, isi pikirannya tersiar keluar


sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.

2. Delusion

a. Delusion of control, adalah waham tentang


dirinya dikendalikan oleh sesuatukekuatan
tertentu dari luar.

b. Delusion of influence, adalah waham tentang


dirinya dipengaruhi oleh suatukekuatan tertentu
dari luar.

c. Delusion of passivity, adalah waham tentang


dirinya yang tidak berdaya danpasrah terhadap
sesuatu kekuatan dari luar.

d. Delusion of perception, adalah pengalama inderawi


yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
dirinya; biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

3. Halusinasi auditorik

a. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus


menerus terhadap perilaku pasien,atau

b. Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka


sendiri (diantara berbagai suarayang berbicara),
atau

c. Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu


bagian tubuh.

4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut


budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu
yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu , atau kekuatan dan kemampuan diatas
manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca,
atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

B. Atau paling sedikit 2 gejala di bawah ini yang harus ada secara
jelas :

1. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja


apabila disertai baik oleh waham yang mengambang
maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued-idea) yang menetapatau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan terusmenerus.

2. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami


sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan tidak relevan, atau neologisme.

3. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah


(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

4. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara


yang jarang, dan respons emosional yang menumpul
atau tidak wajar,biasanya yang mengakibatkan
penarikandiri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerjasosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan olehdepresi atau
neuroleptika.

C. Harus ada gejala-gejala khas yang telah berlangsung


selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku
untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

D. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna


dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa
aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan ,
tidakberbuat sesuatu
, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude) dan
penarikandiri secara sosial.

Jenis-jenis skizofrenia dapat dibagi menjadi


skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia
katatonik, skizofrenia tak terinci (undifferentiated), depresi
pascaskizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia
simpleks, skizofrenia lainnya, dan skizofrenia YTT.7
Kriteria Diagnostik Skizofrenia Paranoid menurut PPDGJ III:7

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

 Sebagai tambahan :

a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi


perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit (whistling),

mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);

b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,


atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;

c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan


(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas;

 Gangguan afektif, dorongan, kehendak dan pembicaraan, serta gejala


katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

Pasien ini diberikan Haloperidol 5 mg dan Chlorpromazine 100

mg sesuai dengan terapi antipsikosis tipikal. Chlorpromazine bekerja

sebagai dopamine antagonis. Chlorpromazine selain memiliki afinitas

terhadap reseptor dopamin, juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap

reseptor a-adrenergik. Chlorpromazine menimbulkan efek sedasi yang

disertai sikap acuh tak acuh terhadap terhadap rangsang dari luar. Batas

keamanan Chlorpromazine cukup lebar sehingga obat ini cukup aman.

Pasien diberikan psikoterapi berupa terapi interpersonal dan

sosioterapi. Hal ini sesuai karena terapi interpersonal, sosioterapi dan

kognitif telah terbukti efektifitasnya dalam kasus gangguan psikotik. Terapi

kognitif bertujuan untuk mengurangi gejala depresi dan mencegah


rekurensi, dengan cara mengajarkan pasien untuk mengidentifikasi

masalah dan mengubah pola pikir pasien menjadi positif. Terapi

interpersonal dilakukan untuk memperbaiki kemampuan sosial pasien dan

memperbaiki hubungan interpersonal. Selain itu, terapi sosioterapi

dilakukan untuk keluarga pasien, atau orang disekitar pasien dapat

menerima keadaan pasien dan menciptakan suasana yang mendukung

pasien.
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien merupakan pasien psikotik non organik. Sehingga terapis harus

memberikan edukasi dengan baik pada keluarga pasien, sehingga pemberian

psikoterapi dapat menjadi lebih maksimal. Pasien menerima pemberian

formulasi psikoterapi yang diberikan, serta mengkonsumsi obat dengan benar.

Sehingga pasien akan merasa ada perubahan setelah berobat, serta

mengurangi kekambuhan yang akan terjadi nanti.

Psikoedukasi memainkan peran penting dalam meningkatkan kepatuhan

pasien dan kepatuhan minum obat. Bukti terbaru juga mendukung bahwa

modifikasi gaya hidup, termasuk olahraga ringan, dapat membantu

memperbaiki gangguan jiwa. Keterlibatan keluarga selanjutnya dapat

menambah hasil yang lebih baik dari perawatan kesehatan mental secara

keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Herz, M. I. et al. (2017) Practice guideline for the treatment of patients with
schizophrenia‟, American Journal of Psychiatry, 154(4 SUPPL.), pp. 1–63. doi:
10.1176/ajp.154.4.1.

2. Volkan, K. (2020) Schizophrenia: Epidemiology, Causes, Neurobiology,


Pathophysiology, and Treatment‟, Journal of Health and Medical Sciences, 3(4).
doi: 10.31014/aior.1994.03.04.143.

3. Owen MJ, Sawa A, Mortensen PB. Schizophrenia. Lancet 2016 Jul


2;388(10039):86- 97. Doi:10.1016/S0140-6736(15)01121-6. Epub 2016 Jan 15.
PMID:26777917, PMCID: PMC4940219.

4. Maniacci, M. P. and Sperry, L. (2017) Neurocognitive disorders, Psychopathology


and Psychotherapy: DSM-5 Diagnosis, Case Conceptualization, and Treatment. doi:
10.4324/9780203772287-23.

5. Uhlhaas, P. J. and Singer, W. (2016) Abnormal neural oscillations and synchrony in


schizophrenia‟, Nature Reviews Neuroscience, 11(2), pp. 100– 113. doi:
10.1038/nrn2774.

6. Saraceno,B.(2018) “Nations for mental health: A new who action programme on


mental health for underserved populations‟, European Psychiatry, 13(S4), pp. 164s-
164s. doi: 10.1016/s0924-9338(99)80120-5.

7. MaslimR.Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari


PPDGJ-III, DSM- 5, ICD11. Cetakan 3. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika AtmaJaya,2019.

8. Häfner, H.The Concept of Schizophrenia: From Unity to Diversity. s.l. : Advances


in Psychiatry, 2016. doi:10.1155/2014/929434.

9. Viljoen, M. & Roos, J. L. Physical exercise and the patient with schizophrenia.
Aust. J.Gen. Pract. 49, 803–808, 2020.

10. Sadock, B James and Sadock, V Alcott. Kaplan and Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed. Philadelphia :
Lippincott Williams and Wilkins and Wolter Kluwer Health, 2019. 13:978-81-
89960-37-7.

Anda mungkin juga menyukai