Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA APRIL 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS : SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)


REFERAT : DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA PARANOID

DISUSUN OLEH:

Fitri Sasmita Kusuma B


C 111 12 291

PEMBIMBING:
dr. Andiny Syamsinar

SUPERVISOR:
Dr. dr. H. M. Faisal Idrus, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Fitri Sasmita Kusuma
NIM : C111 12 291
Universitas : Universitas Hasanuddin
Judul referat : Diagnosis dan Penatalaksanaan Skizofrenia Paranoid
Judul lapsus : Skizofrenia Paranoid
Adalah benar telah menyelesaikan referat berjudul ”Diagnosis dan Penatalaksanaan
Skizofrenia Paranoid” dan laporan kasus yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” (F20.0) dan
telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan pembimbing dan supervisor dalam rangka
kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Makassar, 20 April 2017

Koas Psikiatri, Residen Pembimbing,

Fitri Sasmita Kusuma B dr. Andiny Syamsinar

Supervisor Pembimbing,

Dr. dr. H. M. Faisal Idrus, Sp.KJ

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................................ iii
LAPORAN KASUS .................................................................................................................... 1

REFARAT ................................................................................................................................. 16
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 18
A. DEFINISI GANGGUAN PSIKOTIK ..................................................................... 18
B. PEDOMAN DIAGNOSTIK GANGGUAN PSIKOTIK ......................................... 18
C. PENATALAKSANAAN GANGGUAN PSIKOTIK ............................................. 26
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 36

iii
LAPORAN KASUS
SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

IDENTITAS PASIEN
Nama :Tn. Abd. Rahman
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Teuku Umar 10 LR. 3 NO.2
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Masuk RS : 03 April 2017
No. RM : 011994

LAPORAN PSIKIATRI
I. RIWAYAT PENYAKIT :
A. Keluhan utama:
Mengamuk
B. Riwayat gangguan sekarang :
Seorang laki-laki masuk ke UGD RSKD untuk kesekian kalinya
diantar oleh keluarganya dengan keluhan mengamuk, sejak 1 hari
yang lalu. Saat mengamuk pasien melukai dirinya, mengancam orang
lain. Pasien sering mengamuk dialami sejak tahun 1990. Saat itu
pasien tiba-tiba menikam orang sampai meninggal dan mengancam
orang sekitarnya.
Sejak 2 bulan terakhir pasien sering gelisah. Pasien sering keluar
rumah mondar mandir tanpa tujuan, sering tertawa sendiri dan sering
nampak ketakutan dan mengatakan ada bisikan menurut keluarga
pasien, pasien biasa mendengar bisikan berupa suara-suara yang

1
menyuruh untuk memukul orang dan suara menakutkan, ada yang
ingin merampok dan membunuh pasien, dan pasien sering melihat
bayangan seperti ular dan binatang-binatang lain di tembok terutama
pada malam hari dan sejak 1 bulan yang lalu sulit tidur. .
Pasien dirawat di RSKD berkali-kali, keluar masuk. Jika telah
pulang kerumah pasien rajin kontrol ke poli RSKD namun berobat
tidak teratur.
Awal perubahan perilaku pertama kali dialami sejak tahun 1980an.
Pasien sering pergi meninggalkan rumah berhari-hari, sering melamun
dan menyendiri. Berapa tahun kemudian pasien cerai dengan istrinya.
Riwayat keluarga dengan gejala yang sama ariwayat infeksi tidak
ada, riwayat kejang tidak ada,da, Hendaya dalam bidang sosial ada,
hendaya dalam bidang pekerjaan ada, hendaya dalam penggunaan
waktu senggang ada, Faktor stressor psikososial tidak jelas, Riwayat
trauma tidak ada, riwayat infeksi tidak ada, riwayat kejang tidak ada,
riwayat pemakaian NAPZA tidak ada.
C. Riwayat gangguan sebelumnya :
Awal perubahan perilaku pertama kali dialami sejak tahun 1980an.
Pasien sering pergi meninggalkan rumah berhari-hari, sering melamun dan
menyendiri. Saat awal perubahan perilaku tersebut pasien tidak langsung
dibawa kerumah sakit. Namun semakin lama kondisi pasien semakin
memburuk dan mulai mengamuk sampai menikam orang hingga
meninggal, keluarga pasien membawa pasien ke RSKD, Setelah keluar
dari rumah sakit pasien rajin kontrol ke poli RSKD namun berobat tidak
teratur.

D. Riwayat kehidupan pribadi :


1. Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Lahir pada tahun 1969, Riwayat kelahiran pasien tidak diketahui

2
2. Riwayat Kanak Awal (1-3 tahun)
Perkembangan masa kanak-kanak awal pasien seperti berjalan,
berbicara baik, perkembangan motorik berlangsung baik. Pasien
bermain dengan teman seusiannya.
3. Riwayat Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tinggal bersama kedua ibunya. Bapak pasien telah bercerai
dengan ibu pasien dan pasien tidak pernah lagi bertemu dengan
bapaknya.. Hubungan pasien dengan ibu baik dan saudara-saudara
nya baik. Pasien juga mendapatkan pendidikan yang layak.
4. Riwayat Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Semasa usia remaja pasien terus melanjutkan pendidikannya hingga
SMA
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan: Pasien tidak memiliki pekerjaan
b. Riwayat Pernikahan : Pasien sudah menikah dan memiliki 2
orang anak, 1 orang meninggal, 1 orang ikut dengan ibunya tapi
sekarang pasien tidak pernah lagi bertemu anaknya sejak pasien
bercerai dengan istrinya.
c. Riwayat Agama :Pasien memeluk agama Islam
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
- Pasien anak pertama dari 8 bersaudara (♂,♂,♂,♂,♂,♂,♂,♂)
- Hubungan dengan keluarga baik
- Pasien tinggal bersama ibu dan ipar
- Pasien mempunyai 2 orang anak (♂,♂) , 1 orang meninggal dan 1 orang
tinggal bersama ibunya.
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama: (+) keluarga jauh dari maros.

3
GENOGRAM

Keterangan:
: Pasien laki-laki

: laki-laki

: perempuan

: laki-laki yang sudah meninggal

F. Situasi Sekarang
Pasien sekarang tinggal dengan orang tua (ibu) dan ipar
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien merasa dirinya sakit dan membutuhkan pengobatan.

4
II. STATUS MENTAL :
A. Deskripsi Umum :
 Penampilan
- Penampilan umum:
Seorang laki-laki, perawakan sedang, berambut pendek,
mengenakan baju kaos, dan jelana jeans, perawatan diri cukup,
wajah sesuai umur.
 Kesadaran : Berubah
 Aktivitas psikomotor : Cukup tenang
 Pembicaraan : Spontan, lancar, intonasi biasa.
 Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, dan empati, perhatian :
 Mood : Sulit dinilai
 Afek : Tumpul
 Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (kognitif) :


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan sesuai dengan
pendidikan
2. Daya konsentrasi : Mudah beralih
3. Orientasi :
 Orientasi waktu : Tidak Terganggu
 Orang : Tidak Terganggu
 Tempat : Tidak Terganggu
4. Daya ingat :
 Jangka panjang : Tidak Terganggu
 Jangka pendek : Tidak Terganggu
 Jangka segera : Tidak Terganggu
5. Pikiran abstrak : Tidak Terganggu
6. Bakat kreatif : Tidak ada

5
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
D. Gangguan Persepsi :
1. Halusinasi : Halusinasi auditorik (+), pasien mengaku
mendengar suara-suara bisikan ada yang ingin merampok dan
membunuh pasien.
Halusinasi Visual (+), pasien sering melihat bayangan seperti ular dan
binatang-binatang lain di tembok terutama pada malam hari.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir :
1. Arus pikiran :
 Produktivitas : Cukup
 Kontinuitas : Relevan dan koheren
 Hendaya berbahasa : Tidak ada hendaya dalam berbahasa
2. Isi pikiran :
 Preokupasi : Tidak ada
 Gangguan isi pikiran : Tidak ada
F. Pengendalian impuls : Tidak Terganggu
G. Daya nilai :
 Norma sosial : Terganggu
 Uji daya nilai : Terganggu
 Penilaian realitas : Terganggu

H. Tilikan (insight) : VI
I. Taraf dipercaya : Dapat dipercaya
J.
III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT:
1. Status Internus
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis

6
c. Tanda vital
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Nadi : 103x/menit
- Suhu : 36,2°C
- Pernapasan : 23x/menit
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan
abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada
kelainan.
2. Status Neurologi
a. GCS : E4M6V5
b. Rangsang meningeal : tidak dilakukan
c. Tanda ekstrapiramidal
- Tremor tangan : tidak ada
- Cara berjalan : normal
- Keseimbangan : baik
d. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam batas normal
e. Kesan : normal
f.
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA :
Seorang laki-laki masuk ke UGD RSKD untuk kesekian kalinya
diantar oleh keluarganya dengan keluhan mengamuk, sejak 1 hari yang
lalu. Saat mengamuk pasien melukai dirinya, mengancam orang lain.
Pasien sering mengamuk dialami sejak tahun 1990. Saat itu pasien tiba-
tiba menikam orang sampai meninggal dan mengancam orang sekitarnya.
Sejak 2 bulan terakhir pasien sering gelisah. Pasien sering keluar
rumah mondar mandir tanpa tujuan, sering tertawa sendiri dan sering
nampak ketakutan dan mengatakan ada bisikan menurut keluarga pasien,
pasien biasa mendengar bisikan berupa suara-suara yang menyuruh untuk
memukul orang dan suara menakutkan, ada yang ingin merampok dan
membunuh pasien, dan pasien sering melihat bayangan seperti ular dan

7
binatang-binatang lain di tembok terutama pada malam hari dan sejak 1
bulan yang lalu sulit tidur. .
Pasien dirawat di RSKD berkali-kali, keluar masuk. Jika telah
pulang kerumah pasien rajin kontrol ke poli RSKD namun berobat tidak
teratur.
Awal perubahan perilaku pertama kali dialami sejak tahun 1980an.
Pasien sering pergi meninggalkan rumah berhari-hari, sering melamun dan
menyendiri. Berapa tahun kemudian pasien cerai dengan istrinya.
Riwayat keluarga dengan gejala yang sama (+)
Pada pemeriksaan status mental didapatkan pembicaraan spontan,
koheren, intonasi biasa, lancar. Sikap pasien kooperatif. Mood mudah
beralih, afek tumpul, tidak dapat dirabarasakan, fungsi kognitif dalam
batas normal, tidak ada gangguan pengendalian impuls. Pasien juga
memiliki halusinasi auditorik dan visual

V. FORMULASI DIAGNOSTIK
1. Diagnosis Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan adanya
gejala klinis yang bermakna yaitu berupa pola prilaku yang sering
mengamuk dan gelisah, selalu berbicara sendiri, susah untuk tidur
malam,. Keadaan ini mengakibatkan keluarga dan pasien terganggu dan
tidak nyaman (distress), sulit melakukan pekerjaan dengan benar, dan
sulit mengisi waktu luangnya dengan hal yang bermanfaat (disability).
Oleh karena itu, digolongkan sebagai gangguan jiwa. Dari pemeriksaan
fisik tidak ditemukan tanda disfungsi otak sehingga dapat digolongkan
gangguan jiwa non organik. Pasien juga mengalami hendaya berat
dalam menilai realita sehingga digolongkan sebagai gangguan jiwa non-
organik-psikotik.
Berdasarkan status mental ditemukan adanya hendaya berat dalam
menilai realita berupa halusinasi auditorik yaitu mendengar suara-suara
bisikan, sehingga pasien disimpulkan menderita Skizofrenia (F20)

8
Pasien juga mengalami gangguan isi pikir berupa waham curiga yaitu
pasien beranggapan kalau ada orang yang ingin membunuhnya. Dari
autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan adanya afek
yang tumpul, ada halusinasi auditorik dan visual halusinasi auditorik
seperti mendengar bisikan berupa suara-suara yang menyuruh untuk
memukul orang dan suara menakutkan, ada yang ingin merampok dan
membunuh pasien, dan halusinasi visual pasien sering melihat bayangan
seperti ular dan binatang-binatang lain di tembok dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ III) diagnosis diarahkan pada Skizofrenia Paranoid (F20.0)
2. Diagnosis Aksis II
Belum cukup data untuk mengarahkan pasien dalam salah satu ciri
kepribadian
3. Diagnosis Aksis III
Tidak ada diagnosis
4. Diagnosis Aksis IV
Faktor stressor psikososial tidak diketahui
5. Diagnosis Aksis V
GAF SCALE saat ini 50-41 (gejala berat, disabilitas berat)

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL :


 Aksis I : Skizofrenia Paranoid (F20.0)
 Aksis II : Belum cukup data untuk mengarahkan pasien dalam salah satu
ciri kepribadian.
 Aksis III : Tidak ada diagnosis
 Aksis IV : Faktor stressor psikososial tidak diketahui.
 Aksis V : GAF SCALE 50-41

Diagnosis Banding:
F.22.0 Paranoia atau gangguan waham

9
VII. DAFTAR PROBLEM :
 Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, namun diduga terdapat
ketidak seimbangan neurotransmitter, maka dari itu pasien memerlukan
farmakoterapi.
 Psikologik
Prilaku dan aktifitas motorik normoaktif, afek tumpul, empati tidak dapat
dirabarasakan, daya ingat jangka panjang dan jangka pendek tidak
terganggu, intelegensia dan pengetahuan umum sesuai dengan
pendidikan dan usia, halusinasi ada.
 Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya sosial, hendaya pekerjaan dan hendaya
waktu senggang.

VIII. RENCANA TERAPI :


 Farmakoterapi :
- Haloperidol tab 5 mg 3 x 1
- Clopromazin tab 100 mg 0-0-I
- Trihexyphenidil 2mg 2 x 1
 Psikoterapi :
- Ventilasi: Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pasien
untuk menceritakan keluhan dan isi hati serta perasaan sehingga pasien
merasa lega.
- Konseling: Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien
tentang penyakitnya, agar pasien memahami cara menghadapinya,
serta memotivasi pasien agar tetap rutin minum obat.
 Sosioterapi :
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang
disekitarnya tentang gangguan yang dialami pasien sehingga mereka dapat
menerima dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu
proses pemulihan pasien.

10
IX. PROGNOSIS :
Ad vitam : dubia ad bonam
Faktor pendukung:
- Keluarga pasien mendukung penyembuhan pasien
- Tilikan derajat VI
- Pasien teratur control ke poli RSKD
Faktor penghambat:
- Minum obat tidak teratur
-
X. FOLLOW UP :
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya, efektifitas
terapi serta kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang diberikan.

11
AUTOANAMNESA (09-April-2017)
DM: Dokter Muda P: Pasien

DM :Assalamualaikum Pak, perkenalkan saya dokter muda Fitri, kalau boleh


tau, siapa nama ta?
P : A dok.
DM : Pak, bagaimana kabarta hari ini?
P : Baik-baikji dok
DM : Pak tinggal dimanaki?
P : Di jalan teuku umar dok.
DM : Sama siapa ki tinggal disana?
P : Sama mama dan ipar ku dok
DM : Bekerja ki pak?, atau dulu pernah bekerja?
P : Tidak dok. Dulu pernah jadi pengelas kapal
DM : Apa pendidikan terakhirta?, tidak lanjut sekolah ki?
P : STM di jalan pongtiku, Tidak, tidak sanggup biaya
DM : Pak, kita sudah menikah?
P : sudah dok, tapi saya sudah cerai semenjak sakit jiwa.
DM : Ada anak ta pak?
P : Ada 2 orang tapi sudah meninggal yang 1 nya, laki-laki anakku.
DM : Masih sering ki ketemu istrita dengan anak ta??
P : Tidak pernah mi dok.
DM : Kapan ki pertama kali masuk rumah sakit?
P : Tahun 1999 pertama kali masuk rumah sakit dok di dadi
DM : Berapa kali mki masuk rumah sakit pak?
P : Saya sudah lupa dok, tapi berkali-kali mi
DM : Waktu tahun 1999 kita masuk karena apa pak?
P : Observasi, karena kambuh penyakitku di pasar panampu mengamuk ka,
banyak suara-suara saya dengar, suara-suara menyuruh dia suruhka pukul
orang, suara menakutkan. (halusinasi auditorik).
DM : Kalau lihat yang aneh-aneh pak? Pernahki juga?

12
P : Iya pernah juga liat bayang-bayangan, ular binatang-binatang tidak jelas di
dinding terutama kalau malam (halusinasi visual).
DM : Pak siapa yang bawa ki kerumah sakit ini? Siapa namanya?
P : Adek, Mustafa namanya
DM : Kita tauji kenapaki dibawa kesini lagi?
P : Iye mengamuk ka
DM : Saya lihat itu ditangan ta kaya ada luka, kenapa itu pak?
P : Sakitka dirumah dok,
DM : Sakit apaki?
P : Sakit kaya banyak suara-suara saya dengar, kaya ada mau merampok, kaya
ada mau bunuh ka, kaya ada bayang-bayangan. Banyak sekali ganggu ka.
Tidak bisaka tidur lebih mi satu bulan tidak bisaka tidur.
DM : Tapi kenapa sampai kita lukai dirita pak?
P : karna kaya ada yang suruhka, tapi ku lupa-lupa karena saya pelupa ka
orangnya.
DM : Kalau dikeluarga ada masalah pak? Atau lingkungan sekitarta? Yang mau
lukai ki
: Tidak adaji.
DM : Sekarang enaki tidur ta pak? Nda pernah mki terganggu ? tidak adami
suara-suara?
P : iya enak mi ini baruka bangun. Tidak adami
DM : Bagaimana makan ta?
P : iye enak ji.
DM : berapaki bersaudara pak?
P : 8 ka bersaudara saya anak pertama
DM : Baik ji hubungan ta dengan mama ta? Ipar ta? Tida pernah jki bertengkar?
P : iye baikji
DM : kalau keluar mki dari rumah sakit apa pekerjaan ta?
P : Tidak ada.
DM : Jadi tinggal jeki dirumah saja ? apa kita kerja kalo dirumah ki?
P : iya tinggal dirumah ji, tidur-tidur saja

13
DM : berapa umurta pak? Kelahiran tahun berapaki?
P : tidak tau dok, saya kelahiran enam sembilan
DM : kalau kita lihat saya pakai baju putih begini kita tau saya apa?
P : biasanya dokter
DM : pintar ki kali-kali atau menghitung?
P : bisaji
DM : kalau 2 tambah 2 berapa? Seratus kurang tujuh berapa? Sembilan puluh
tujuh kurang tujuh berapa? Delapan puluh enam kurang tujuh berapa?
P : ee empat, eee Sembilan puluh tiga, eee delapan puluh enam, tidak tau
berapa
DM : Sekarang kalua begini matahari kita rasa pagi, siang, malam?
P : siang
DM : pak kalau sekarang kita liat orang tidk adai lain-lain kita liat? Tidak takut
jki?
P : tidak ji
DM : pak kalau kita liat barang nya orang tercecer dijalan biasanya apa kita
lakukan?
P : saya ambil tidak kasih kembali
DM : Menurutta itu perbuatan dosa atau bukan kalua mencuri?
P : berengkali dosa, tidak tauka juga
DM : kan nama ta ABDUL, bisa kita eja dari belakang nama ta ? pertama L
P : aih tidak tau ka
DM : Apa hobi ta kalua dirumah? Yang buatki senang?
P : bicara-bicara ji sama orang rumah
DM : Rumah ta yang di teuku umar bisaki jelaskan ka warna apa ? berapa
tingkat ?
P : warna hijau berengkali, 2 tingkatji
DM : disebelah mana kamarta? Berapa kamar dirumah ta?
P : Tidak ada saya kamarku, 2 kamar ji kayanya
DM : warna apa pagar rumah ta?
P : Warna hitam

14
DM : Pak kita bisa lanjutkan ini peribahasa? Tong kosong apa lagi pak?
P : aih tidak tauka
DM : kalau lingkunganta tidak pernah mki rasa aneh-aneh? Liat-liat ular atau
apa?
P : Iye tidak pernah mi duluji
DM : kenapa ki pak?
P : saya mengantuk ini mau tidur dulu.
DM : Oh iye pak, sudah mi kalua begitu, terimakasih pak rajinki makan dan
minum obat.
P : iye
DM : Pak kita bisa lanjutkan ini peribahasa? Tong kosong apa lagi pak?
P : aih tidak tauka
DM : kalua lingkunganta tidak pernah mki rasa aneh-aneh? Liat-liat ular atau
apa?
P : Iye tidak pernah mi duluji
DM : kenapa ki pak?
P : saya mengantuk ini mau tidur dulu.
DM : Oh iye pak, sudah mi kalua begitu, terimakasih pak rajinki makan dan
minum obat.
P : iye

15
BAB I
PENDAHULUAN
American Psychiatric Association (APA) mendefinisikan gangguan psikotik
atau psikosis secara luas sebagai gangguan dalam pengujian realitas atau
hilangnya batas-batas ego yang menggangu kapasitas untuk memenuhi tuntutan
hidup sehari-hari. Secara sempit APA dan WHO mendefinisikan psikosis sebagai
gangguan dimana terdapat halusinasi, delusi atau gabungan keduanya1. Gangguan
psikotik merupakan sindrom klinik yang tersusun dari beberapa gejala. Delusi,
halusinasi, dan gangguan berpikir dianggap sebagai gejala klinis inti dari
gangguan psikotik 2.
Salah satu tipe gangguan psikotik adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan
gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1 % penduduk di dunia menderita
skizofrenia selama hidup mereka3, di mana prevalensi antara laki-laki dan
perempuan adalah sama, namun berbeda pada onset dan perjalanan penyakitnya.
Pada laki-laki, gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia kurang dari 25 tahun
dengan usia puncak awitan antara 10-25 tahun. Sementara pada wanita usia
puncak awitan adalah 25-35 tahun dan prognosis skizofrenia biasanya lebih baik
pada perempuan dibanding laki-laki4.
Gangguan psikotik diobati dengan menggunakan obat Anti Psikosis. Obat
anti psikotik atau obat anti skizofren, terutama digunakan dalam pengobatan
skizofrenia tetapi juga efektif untuk psikotik lain, seperti keadaan manik atau
delirium. Obat-obat anti psikotik ini terbagi atas dua golongan besar, berdasarkan
mekanisme kerjanya yaitu dopamine receptor antagonist atau antipsikotik
goenerasi I (APG-I), yang disebut juga antipsikotik tipikal dan Serotonin-
domapine antagonist atau antipsikotika generasi II (APG-II) yang disebut juga
antipsikotik atipikal. Obat antipsikosis tipikal terbagi ke dalam 3 golongan, yakni
golongan Phenothiazine (Chlorpromazine, Perphenazine, Trifluoperazine,
Thioridazine), golongan Butyrophenone (Haloperidol), dan golongan Diphenyl-
butyl-piperidine (Pimozide)3. Obat psikosis atipikal juga terbagi menjadi 3
golongan yaitu golongan benzamide (Sulpride), golongan dibenzodiazepin

16
(Clozapine, Olanzapine, Quetiapiene, Zotepine), dan golongan benzisoxazole
(risperidon, aripiprazole)5.
Antipsikotik bekerja dengan menduduki reseptor dopamin, serotonin dan
beberapa reseptor neurotransmiter lainnya. Ciri terpenting obat antipsikotik ialah:
(1) berefek antipsikosis, terhadap gejala positif (halusinasi, delusi, bicara kacau
dan agitasi), dan secara terbatas juga memperbaiki gejala negatif (apatis, miskin
ide/motivasi, dan miskin kata-kata), serta gangguan kognitif; (2) batas
keamanannya besar, dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun
anesthesia; (3) dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau
ireversibel. Pada antipsikotik yang lebih baru, efek samping ini minimal sehingga
antipsikotik menurut efek samping ekstrapiramidal yang ditimbulkan digolongkan
menjadi antipsikotik tipikal (efek samping ekstrapiramidal yang nyata) dan
antipsikotik yang atipikal (efek samping ekstrapiramidal yang minimal); (4) tidak
ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis 6,7.

17
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI GANGGUAN PSIKOTIK


Gangguan psikotik atau psikosis adalah sindrom klinik yang tersusun dari
beberapa gejala. Delusi, halusinasi, dan gangguan berpikir dianggap sebagai
gejala klinis inti dari gangguan ini2. Gejala psikotik juga biasanya disertai dengan
ekspresi emosi yang tidak sesuai (inappropriate) atau tumpul (blunted) dan
penurunan motivasi. Gangguan suasana perasaan dan gangguan tidur juga umum
dijumpai8. Psikosis merupakan gangguan psikiatri yang paling parah, yang tidak
hanya ditandai oleh perubahan pelaku, tetapi juga ketidakmampuan yang serius
untuk berpikir koheren, memahami realitas, ataupun untuk memperoleh informasi
tentang adanya abnormalitas tersebut. Gangguan ini biasanya ditandai dengan
adanya keyakinan yang salah (delusi) dan sensasi abnormal (halusinasi). Sindrom
yang termasuk dalam kategori ini antara lain skizofrenia, psikosis singkat, dan
gangguan waham. Gejala psikotik juga dapat muncul pada gangguan suasana
perasaan mayor, terutama mania dan depresi berat9.
Skizofrenia merupakan salah satu tipe gangguan psikotik, dan merupakan
gangguan psikotik yang paling sering3. Pada umumnya skizofrenia ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta
oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang
jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian10.

B. PEDOMAN DIAGNOSTIK GANGGUAN PSIKOTIK


Butir-butir diagnostik sindrom psikosis:5
 Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality
testing ability), bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness)
yang terganggu, daya nilai norma sosial (judgement) terganggu, dan daya
tilikan diri (insight) terganggu.

18
 Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala
POSITIF: gangguan asosiasi pikiran (inkohherensi), isi pikiran yang tidak
wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak
sesuai dengan situasi), perilaku yang aneh atau tidak terkendali
(disorganized), dan gejala NEGATIF : gangguan perasaan (afek tumpul,
respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif,
apatis), gangguan proses pikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang
stereotip dan tidak ada insiatif, perilaku yang sangat terbatas dan
cenderung menyendiri (abulia).
 Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam
gejala: tidak mampu bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan
kegiatan rutin.

Sindrom psikosis salah satunya dapat terjadi pada skizofrenia. Untuk


menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria diagnostik
PPDGJ-III, sebagai berikut.
Pedoman diagnostik:10
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas):
a. - “Thought echo”= isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- “thought insertion or withdrawal”= isi pikiran yang asing dari
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;
b. - “delusion of control”= waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence”= waham tentang dirinya dipengaruhi
oleh suatu kekuatan tertentu;

19
- “delusion of passivity”= waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;
(tentang “dirinya”= secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus);
- “delusional perception”= pengalaman inderawi yang tak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus tehadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing
dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;

20
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (ex-citement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor;
h. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal)
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup
tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Berdasarkan PPDGJ-III, terdapat beberapa subtipe skizofrenia, yaitu:
1. Skizofrenia Paranoid10
Tipe ini merupakan yang paling sering dan awitan subtipe ini biasanya
terjadi pada usia yang lebih tua dibanding dengan skizofrenia lain. Tipe ini
ditandai dengan preokupasi pada satu atau lebih delusi atau halusinasi
auditori yang terus-menerus (Kaplan & Sadock, 2015). Adapun kriteria
diagnostik untuk skizofrenia tipe ini adalah:
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan:
 Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

21
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi
tawa (laughing);
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol;
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas;
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
2. Skizofrenia Hebefrenik10
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Diagnosis hebefrenia untuk pertama kalinya hanya ditegakkan pada
usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
 Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
 Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang bertahan:
 perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu
menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan
dan hampa perasaan;
 afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),
sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri
(self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau
oleh sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau

22
(pranks), keluhan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases);
 proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu (rambling) serta inkoheren.
 Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi
biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku
penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purposes). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien.
3. Skizofrenia Katatonik10
Gejala klasik dari skizofrenia tipe katatonik adalah gangguan pada fungsi
motorik, di mana gangguan ini melibatkan stupor, negativisme, rigiditas,
gaduh gelisah, atau posturing. Terkadang pasien dapat menunjukkan
perubahan yang cepat dari keadaan gaduh gelisah menjadi stupor. Gejala
tambahan yang dapat pula terlihat pada pasien ini adalah stereotipik,
mannerisme, dan fleksibilitas cerea. Berdasarkan PPDGJ-III, pedoman
diagnostik untuk skizofrenia tipe katatonik adalah:
 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
a. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak
berbicara);
b. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimulus eksternal);

23
c. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
d. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, serta
pergerakan ke arah yang berlawanan);
e. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya);
f. Fleksibilitas cerea/ “waxy flexibility” (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
g. Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan
secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta
kalimat-kalimat.
 Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda
sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala
lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan
petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan
obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
4. Skizofrenia Tak Terinci10
 memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
 tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik, atau katatonik;
 tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia10
 Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:
a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

24
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya); dan
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi
paling sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah
lama ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi Episode Depresif (F32.-). Bila gejala skizofrenia masih jelas
dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia
yang sesuai (F20.0-F20.3).
6. Skizofrenia Residual10
 untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua:
a. gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya
perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam
kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk
seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan
posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
b. sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
c. sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom “negatif” dari skizofrenia:
d. tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan
disabilitas negatif tersebut.
7. Skizofrenia Simpleks10
 diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan
dan progresif dari:

25
- gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode
psikotik, dan
- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan
diri secara sosial.
 Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.

C. PENATALAKSANAAN GANGGUAN PSIKOTIK


Gangguan psikotik diobati dengan menggunakan obat Anti Psikosis. obat anti
psikotik atau obat anti skizofren, terutama digunakan dalam pengobatan
skizofrenia tetapi juga efektif untuk psikotik lain, seperti keadaan manik atau
delirium. Obat-obat anti psikotik ini terbagi atas dua golongan besar, berdasarkan
mekanisme kerjanya yaitu dopamine receptor antagonist atau antipsikotik
goenerasi I (APG-I), yang disebut juga antipsikotik tipikal dan Serotonin-
domapine antagonist atau antipsikotika generasi II (APG-II) yang disebut juga
antipsikotik atipikal3.
1. Anti Psikosis Tipikal
Kebanyakan antipsikotik golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi
dalam menghambat reseptor dopamin 2, hal inilah yang diperkirakan
menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Penggunaan antipsikotik
tipikal umumnya hanya berespons untuk gejala-gejala positif dan gangguan
organisasi isi pikir pasien pada 60-70% pasien skizofrenia maupun pasien
psikotik dengan gangguan afek. Antipsikotik yang memiliki potensial rendah
lebih memberikan efek sedatif, antikolinergik, dan lebih menyebabkan
hipotensi postural. Sedangkan antipsikotik potensial tinggi memiliki
kecenderungan untuk memberikan gejala ekstrapiramidal6.
Obat antipsikosis tipikal terbagi ke dalam 3 golongan, yakni golongan
Phenothiazine (Chlorpromazine, Perphenazine, Trifluoperazine, Thioridazine),

26
golongan Butyrophenone (Haloperidol), dan golongan Diphenyl-butyl-
piperidine (Pimozide)3.
a. Chlorpromazine dan derivat fenotiazin6
Prototip kelompok ini adalah chlorpromazine (CPZ). Derivat dari
lainnya dari fenotiazin adalah flufenazin, perfenazin, tioridazin, dan
trifluperazin.
Semua derivat fenotiazin mempengaruhi ganglia basal, sehingga
menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ekstrapiramidal). Fenotiazin
potensi rendah menurunkan ambang bangkitan sehingga penggunaannya
pada pasien epilepsi harus berhati-hati.
Dalam hal efek samping obat, atas keamanan CPZ cukup lebar,
sehingga obat ini cukup aman. Gejala idiosinkrasi mungkin timbul, berupa
ikterus, dermatitis, dan leukopenia. Reaksi ini disertai dengan eosinofilia
dalam darah perifer.
Untuk sediaan, CPZ tersedia dalam bentuk tablet 25mg dan 100mg,
selain itu juga tersedia dalam bentuk larutan suntik 25mg/ml. Perfenazin
tersedia sebagai obat suntik dan tablet 2, 4, 8 mg. Tioridazin tersedia dalam
bentuk tablet 50 dan 100mg. Flufenazin tersedia dalam bentuk tablet HCl
0,5 mg, dengan masa kerja cukup lama hingga 24 jam.

b. Butirofenon
Termasuk golongan obat ini adalah haloperidol. Indikasi utama
pemberian haloperidol adalah gejala psikosis. Haloperidol juga berguna
untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis yang karena hal tertentu
tidak dapat diberi fenotiazin. Haloperidol terutama bekerja pada reseptor D2,
memiliki beberapa efek pada reseptor 5-HT2 dan α1, namun tidak bekerja
pada reseptor D16,11.
Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan selektif untuk
fase mania penyakit manik depresif pasien skizofrenia. Efek dari
butirofenon yaitu menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang

27
mengalami eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibandingkan
CPZ, haloperidol juga memiliki efek antimuntah seperti CPZ6.
Untuk efek samping, haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal
dengan insidens yang tinggi, terutama pada pasien usia muda. Haloperidol
sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat bukti bahwa
obat ini tidak menimbulkan efek teratogenik6.
Haloperidol tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg dan 1,5 mg selain itu
juga tersedia dalam bentuk sirup 5 mg/100ml dan ampul 5mg/ml10.

2. Anti Psikosis Atipikal


Obat antipsikotik atipikal mulai dikenal sebagai alternatif antipsikotik
klasik (tipikal) dikarenakan memiliki tiga kelebihan, yaitu: 1) Dapat ditoleransi
dengan baik, memberikan efek ekstrapiramidal dan hiperprolaktinemia (dengan
ginekomastia dan galaktorea) lebih sedikit, 2) Lebih bermanfaat mengobati
gejala negatif dari skizofrenia, dan 3) mencegah relaps dari psikotik dan
melindungi pasien dari kerusakan jangka panjang akibat gangguan psikotik
yang tidak tertangani 6,12.
a. Dibenzodiazepin
1) Klozapine
Obat yang paling sering digunakan dari golongan dibenzodiazepin
yaitu klozapin. Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis
dan skizofrenia baik yang positif maupun yang negatif6. Klozapin
memperlihatkan perbedaan klinis dari obat lainnya, yang mana klozapin
mengikat lebih banyak reseptor D4, 5-HT2, α1, dan reseptor histamin H1
dibandingkan ia mengikat reseptor D1 atau D2 hal ini menyebabkan
rendahnya efek samping ekstra piramidal11,12.
Klozapin tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan 100 mg6.
2) Olanzapin
Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2, D3, D4,
dan D5), reseptor serotonin 5HT2, muskarinik, histamin H1 dan reseptor
alfa 1. Indikasi utama adalah mengatasi gejala negatif maupun positif

28
skizofrenia dan sebagai antimania pada gangguan bipolar. Obat ini juga
menunjukkan efektivitas pada pasien depresi dengan gejala psikotik6.
Meskipun strukturnya mirip dengan klozapin, olanzapin tidak
menyebabkan agranulositosis seperti klozapin. Efek samping yang sering
dilaporkan adalah peningkatan berat badan dan gangguan metabolik yaitu
intoleransi glukosa, hiperglikemia, dan hiperlipidemia. Olanzapin
tersedia dalam bentuk tablet 5 mg, 10 mg, dan vial 10 mg6.
3) Quetiapine
Merupakan senyawa potensi rendah yang bersifat antagonis terhadap
reseptor D2, serotonin 5HT2, serotonin 5HT1, reseptor α1 dan α2
adrenergik6. Sama halnya dengan klozapin, quetiapin juga inhibitor yang
kuat terhadap reseptor histamin H112. Indikasi untuk skizofrenia dengan
gejala positif dan negatif. Obat ini dilaporkan meningkatkan kemampuan
kognitif pasien skizofrenia seperti perhatian, kemampuan berpikir,
berbicara, dan kemampuan mengingat membaik. Masih diperlukan
penelitian lanjut untuk membuktikan apakah manfaat klinisnya berarti.
Di samping itu obat ini diindikasikan pula untuk gangguan depresi dan
mania. Efek samping yang umum adalah sakit kepala somnolen,
hipotensi, dan dizziness. Seperti antipsikotik atipikal umumnya, quetiapin
juga memiliki efek samping peningkatan berat badan, gangguan
metabolik dan hiperprolaktinemia, sedangkan efek samping
ekstrapiramidalnya minimal6.
b. Benzisoxazole
1) Risperidon
Obat yang sering digunakan pada golongan benzisoxazole adalah
risperidon. Risperidon merupakan derivat dari benzisoksazol mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap reseptor 5-HT2, dan aktivitas menengah
terhadap reseptor D2, α1 dan α2 adrenergik dan reseptor histamin.
Aktivitas antipsikotik dihubungkan dengan hambatan terhadap reseptor
serotonin dan dopamin.6

29
Secara umum risperidon dapat ditoleransi dengan baik. Efek
samping yang dilaporkan adalah insomnia, agitasi, ansietas, somnolen,
mual, muntah, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia, dan reaksi
ekstrapiramidal terutama diskinesia tardif. Efek samping ekstrapiramidal
umumnya lebih ringan dibanding antipsikotik tipikal. Sediaan risperidon
dalam bentuk tablet 1 mg, 2 mg, 3 mg, sirup dan injeksi (long lasting
injection) 25mg.ml, 50mg/ml. Indikasi risperidon adalah untuk terapi
skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif. Di samping itu
diindikasikan pula untuk gangguan bipolar, dan iritabilitas pada autistik.6
2) Aripiprazole
Obat ini memiliki efek agonis parsial reseptor D2 dan 5HT1A, serta
bersifat antagonis terhadap 5HT2A. Sifat parsial agonis terhadap 5HT1A
dihubungkan dengan efektivitas obat ini dalam menurunkan gejala positif
dan negatif skizofrenia serta meningkatkan kognitif penderita. Sedangkan
sifat antagonis terhadap reseptor serotonin 5HT2A diperkirakan
berhubungan dengan insiden efek samping ekstrapiramidal yang
rendah.12
Obat ini diindikasikan untuk skizofrenia, dan gangguan bipolar serta
mengatasi iritabilitas pada anak dengan gangguan autistik. Sediaan
injeksinya digunakan untuk mengatasi agitasi pada skizofrenia maupun
episode manik pada gangguan bipolar. Efek samping yang dilaporkan
adalah konstipasi, akatisia, tremor, sedasi, dan restlessness. Efek samping
ekstrapiramidal minimal. Sediaan tablet 2 mg, 5 mg, 10 mg, 15 mg, 20
mg, 30 mg. sediaan injeksi 7,5 mg/ml.12

c. Amisulpiride 7,11
Diindikasikan untuk skizofrenia akut dan kronis dengan gejala positif
dan/atau negatif. Juga diberikan pada pasien dengan distimia. Bekerja
dengan menghambat reseptor dopamin 2 presinaptik dengan dosis yang
kecil. Dengan dosis yang besar menghambat reseptor dopamin 2 di
postsinaptik. Kemampuan menghambat parsial, sehingga, mengurangi

30
pengeluaran dopamin saat konsentrasi dopamin tinggi, dan sebaliknya
meningkatkan pengeluaran dopamin saat konsentrasi dopamin rendah.
Dosis oral 50-300 mg/hari, dosis disesuaikan dengan kebutuhan
individual, dosis optimum 100mg/hari. Untuk gejala campuran positif dan
negatif, awal terapi 400-800 mg/hari. Dosis maksimal 1200 mg. Jika dosis
harian kurang dari 400 mg, diberikan sebagai dosis tunggal, dan dosis dua
kali sehari jika lebih dari 400 mg/hari. Sediaan tablet salut selaput 100mg,
400 mg.
Efek samping yang dapat timbul diantaranya, peningkatan kadar
prolaktin serum sehingga menyebabkan galaktorea, amenorea,
ginekomastia, payudara membengkak, impotensi, berat badan meningkat,
gejala ekstrapiramidal, mengantuk, gangguan saluran cerna seperti
konstipasi, mual, muntah, mulut kering. Memiliki sedikit efek
antikolinergik, dan efektif mengatasi gejala negatif skizofrenia.

No Golongan Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis anjuran


I. ANTIPSIKOSIS TIPIKAL
1. Phenothiazin
a. Rantai Chlorpromazine - PO: 150 - 600
Tab.25; 100 mg
Aliphatic (indofarma) mg/h

Promactil
Tab. 100 mg
Chlorpromazine (combipar)

( largactil) Meprosetil Tab. 100 mg


(meprofarm)

Cepezet Tab. 100 mg - IM: 50-100mg


(Mersifarma) Amp.50mg/ 2cc setiap 4-6 jam
b. Rantai Perfenazine
Tab. 4 mg 12 - 24 mg/hari
Piperazine Perfenazine (indofarma)
Trifalon (Schering) Tab 2; 4; 8 mg
Stelazine
Trifluoperazine Tab. 1; 5 mg 10 -15 mg/hari
(GlaxoSmith-kline)

31
Anatensol
Fluphenazine Tab. 2,5; 5 mg 10 - 15 mg/hari
(B-M Squibb)
Fluphenazine Modecate 25 mg (IM) setiap
Vial 25 mg/cc
deconoate (B-M Squibb) 2 - 4 mgg
c. Rantai 150-300 mg/hari
Thioridazine Melleril (Novartis) Tab.50; 100mg
Piperidine

2. Buthiropheno Tab. 0,5; 1,5;


Haloperidol
n 5mg
(indofarma)

- PO: 5-15mg/h
Dores Cap. 5 mg - IM: 5-10mg
(pyridam) Tab. 1,5 mg setiap 4-6jam
- 50mg setiap 2-4
Tab. 0,5; 1,5; 5
minggu
Serenace mg
(pfizer-pharmacia) Liq. 2 mg/ml
Haloperidol
Amp.50 mg/cc
Haldol
Tab. 2; 5 mg
(jansen)
Govotil (Guarian-
Tab. 2; 5 mg
pharmacia)
Lodomer Tab. 2; 5 mg
(Mersifarma) Amp. 5 mg/cc
Haldol decanoas
Amp. 50mg/cc
(Janssen)
3. Diphenil-
Orap forte
butyl Pimozide Tab. 4 mg 2 – 4 mg/hari
(janssen)
piperidine

II. ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL

1. Benzamide Dogmatil Forte Tab. 200mg 300 - 600mg/h


Sulpiride
(Delagrange) Amp.100mg/2cc 3 - 6 amp/hari IM
2. Dibenzodiaza Clozaril (Novartis) Tab. 25; 100 mg
Clozapine 25-100mg/hari
pine Sizoril

32
(Meprofarm) Tab. 25; 100mg

Olanzapine Zyprexa Tab. 5; 10mg 10-20mg/hari

Seroquel Tab. 25; 100;


Quetiapine 50-100mg/hari
(Astra Zeneca) 200mg
Lodopin
Zotepine Tab. 25; 50mg 75-100mg/hari
(Kalbe Farma)
3. Benzisoxazole Risperidone - PO:
Tab. 1; 2; 3mg
(Dexamedica) 2 – 6 mg/hari

Risperdal (Janssen) Tab. 1; 2; 3mg

Risperdal consta Vial 25;50mg/cc -IM: 25-50 mg


setiap 2 minggu
Risperidone Neripros (Pharos) Tab. 1; 2; 3mg

Persidal
Tab. 1; 2; 3mg
(Mersifarma)
Rizodal (Guardian-
Tab. 1; 2; 3mg
pharmatama)
Zopredal
Tab. 1; 2; 3mg
(Kalbefarma)
Tab. 5; 10; 15
Aripiprazole Abilify (Otsuka) 10- 30 mg/hari
mg
Tabel 2. Sediaan Obat Antipsikosis dan Dosis Anjuran 5

Prinsip pemilihan obat anti psikosis:5


 Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek
sekunder (efek samping : sedasi, otonomik, ekstrapiramidal)
 Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan
dosis ekivalen
Misalnya pada contoh sbb:

33
Chlorpromazine dan Thiridazine yang efek samping sedatif kuat
terutamadigunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan :
gaduh gelisah,hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan
perilaku, dll. SedangkanTrifluoperazine, Fluphenazine, dan Haloperidol
yang efek samping sedatif lemahdigunakan terhadap Sindrom Psikosis
dengan gejala dominan : apatis, menarikdiri, perasaan tumpul, kehilangan
minat dan insiatif, hipoaktif, waham,halusinasi, dll. Tetapi obat yang
terakhir ini paling mudah menyebabkantimbulnya gejala ekstrapiramidal
pada pasien yang rentan terhadap efeksamping tersebut perlu digantikan
dengan Thioridazine (dosis ekivalen) dimanaefek samping
ekstrapiramidalnya sangat ringan. Untuk pasien yang sampai timbul
“tardive dyskinesia” obat anti psikosis yang tanpa efek samping
ekstrapiramidal adalah Clozapine
 Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti
dengan obat anti-psiosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama),
dengan dosis ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.
 Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis
obat anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolelir dengan
baik efek samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
 Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran
miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau,
perilaku takterkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat
antipsikosis atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada penderita
Skizofrenia yang tidak dapat mentolelir efek samping ekstrapiramidal atau
mempunyai risiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic
induced medical complication).

34
BAB III

PENUTUP
Gangguan psikotik atau psikosis adalah sindrom klinik yang tersusun dari
beberapa gejala. Delusi, halusinasi, dan gangguan berpikir dianggap sebagai
gejala klinis inti dari gangguan ini2. Gejala psikotik juga biasanya disertai dengan
ekspresi emosi yang tidak sesuai (inappropriate) atau tumpul (blunted) dan
penurunan motivasi. Gangguan suasana perasaan dan gangguan tidur juga umum
dijumpai8. Psikosis merupakan gangguan psikiatri yang paling parah, yang tidak
hanya ditandai oleh perubahan pelaku, tetapi juga ketidakmampuan yang serius
untuk berpikir koheren, memahami realitas, ataupun untuk memperoleh informasi
tentang adanya abnormalitas tersebut. Gangguan ini biasanya ditandai dengan
adanya keyakinan yang salah (delusi) dan sensasi abnormal (halusinasi). Sindrom
yang termasuk dalam kategori ini antara lain skizofrenia, psikosis singkat, dan
gangguan waham. Gejala psikotik juga dapat muncul pada gangguan suasana
perasaan mayor, terutama mania dan depresi berat9.
Skizofrenia merupakan salah satu tipe gangguan psikotik, dan merupakan
gangguan psikotik yang paling sering3. Pada umumnya skizofrenia ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta
oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang
jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. 10
Gangguan psikotik diobati dengan menggunakan obat Anti Psikosis. Obat-
obat anti psikotik ini terbagi atas dua golongan besar, berdasarkan mekanisme
kerjanya yaitu dopamine receptor antagonist atau antipsikotik goenerasi I (APG-
I), yang disebut juga antipsikotik tipikal dan Serotonin-domapine antagonist atau
antipsikotika generasi II (APG-II) yang disebut juga antipsikotik atipikal 3

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Arciniegas, David B. Psychosis. Continuum Journal (2015); 21(3): 715-


736.
2. Gaebel, Wolfgang & Jurgen Zielasek. Focus on Psychocis. Dialogues Clin
Neurosci (2015); 17: 9-18.
3. Elvira, S. 2014. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: FK UI.
4. Sadock B.J., Sadock, V.A., Ruiz, P. 2015. Kaplan & Sadock’s Synopsis Of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry 11th Edition. New
York: Wolters Kluwer.
5. Maslim Rusdi. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik (Psychotropic Medication) Edisi 2014. Jakarta: PT Nuh Jaya.
6. Gunawan S.G., Setabudy, R., Nafrialdi, dan Elysabeth. 2012. Farmakologi
dan Terapi Edisi 5 Cetak ulang dengan tambahan, 2012). Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
7. Crossley N. A., Constante M., McGuire P., dan Power P. Efficacy of
Atypical V. Typical Antipsychotics in the Treatment of Early Psychosis:
Meta-Analysis. The British Journal of Psychiatry (2010) 196, 434–439.
doi: 10.1192/bjp.bp.109.066217.
8. Larson M.K, Elaine F. W, Michael T.C. Early Signs, Diagnosis, and
Therapeutics of the Prodromal Phase of Schizophrenia and Related
Psychotic Disorders. Expert Rev Neurother. 2010 August ; 10(8): 1347–
1359. doi:10.1586/ern.10.93.
9. Goodman & Gilman’s. 2008. Goodman & Gilman’s Manual of
Pharmacology and Therapeutics. USA: The McGraw-Hill Companies,
Inc.
10. Maslim Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya.
11. Oruch R.,Pryme I.F., dan Lund A. The Ideal Antipsychotic: Hybrid
between Typical “Haloperidol” And the Atypical “Clozapine”

36
Antipsychotic. J Bioanal Biomed Volume 7: 124-135. doi:10.4172/1948-
593X.1000134.
12. Mauri M.C., Paletta S. M., Maffini M., Colasanti A., Dragogna F., C. Pace
C.D., dan Altamura A.C. Review Article: Clinical Pharmacology Of
Atypical Antipsychotics: An Update. EXCLI Journal 2014;13:1163-1191 –
ISSN 1611-2156. Received: June 20, 2014, accepted: July 27, 2014,
published: October 13, 2014.

37

Anda mungkin juga menyukai