Anda di halaman 1dari 21

REFLEKSI KASUS

“GANGGUAN CEMAS MENYELURUH”

NILUH FENCY RETMIANA


N 111 17 084
PEMBIMBING KLINIK
dr. Dewi Suriany A, Sp. KJ
Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Binagga Kecamatan Marawola
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Status Perkawinan: Menikah
Pendidikan : SMA
Tanggal Pemeriksaan : 24 Juli 2017
Tempat Pemeriksaan : Poliklinik RSUD Undata Palu
Deskripsi Kasus
Anamnesis (Autoanamnesis) :
Keluhan Utama : Cemas yang berlebihan
Riwayat penyakit sekarang : Seorang pasien Ny. W berumur
60 tahun MRS diantar oleh suaminya dengan keluhan cemas
yang berlebihan sejak dua hari yang lalu. Pasien meruakan
pasien yang rutin kontrol di Poli Jiwa. Pasien datang
keluhan leher sakit, badan sakit, ulu hati sakit, jantung
berdebar, dan susah tidur. Pasien merasa cemas timbul
karena masalah dalam keluarganya. Pasien juga takut jika
mendengar bunyi tiang listrik yang di pukul dan
menghasilkan suara nyaring karena dia merasa tidak tenang
dan gelisah merasa akan terjadi sesuatu yang buruk.
Awalnya pasien mengalami cemas pada tahun
2010 saat terjadi kerusuhan di desa Marawola. Pada
saat itu pasien merasa cemas, takut dan gelisah
ketika tiang listrik di pukul dan menghasilakan
bunyi yang nyaring pertanda ada kejadian
pembakaran rumah ataupun warga yang menjadi
korban. Selain cemas, takut dan gelisah pada
kejadian kerusuhan di desa Marawola tersebut
pasien juga mengalami masalah dalam keluarganya
di mana anak laki-lakinya berkelakuan tidak baik
dan menjadi beban pikiran oleh pasien.
Emosi Yang Terlibat

Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien


yang koperatif dan dapat menjelaskan masalahnya
sehingga informasi yang dibutuhkan terkait dengan
masalah pasien dapat diketahui.
Apakah pasien mengalami Gangguan anxietas
menyeluruh?
Apakah dapat terjadi stress pasca trauma ?
Evaluasi

a. Pengalaman Baik
Pasien sangat kooperatif saat dilakukan
wawancara. Pada saat pemeriksaan tersebut
membuat perasaannya menjadi lebih tenang
karena telah menceritakan semua masalahnya dan
semua apa yang ia rasakan.

b. Pengalaman Buruk
Tidak ada
Analisis

Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi


gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan. Kondisi ini dialami selama
beberapa minggu sampai berbulan-bulan (6 bulan).
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan
cemas menyeluruh :
a. Ansietas dan kekhawatiran yang berlebihan (perkiraan
yang menakutkan), terjadi hampir setiap hari selama
setidaknya 6 bulan, mengenai sejumlah kejadian atau
aktivitas (seperti bekerja atau bersekolah).

b. Orang tersebut merasa sulit mengendalikan


kekhawatirannya.
c. Ansietas dan kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau
lebih) dari keenam gejala berikut (dengan beberapa gejala
setidaknya muncul hamper setiap hari selama 6 bulan).
Perhatikan : hanya satu gejala yang diperlukan pada
anak-anak.
1. Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok.
2. Mudah merasa lelah.
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong.
4. Mudah marah.
5. Otot tegang.
6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau
tidur yang gelisah dan tidak puas).
d. Fokus dari ansietas dan kekhawatiran tidak terbatas hanya
pada gambaran gangguan Aksis I, mis., ansietas atau
cemas bukan karena mengalami serangan panik (seperti
pada gangguan panik), merasa malu berada dikeramaian
(seperti pada fobia sosial), merasa kotor (seperti pada
gangguan obsesif kompulsif), jauh dari rumah atau
kerabar dekat (seperti pada gangguan ansietas
perpisahan), bertambah berat badan (seperti pada
gangguan anoreksia nervosa), mengalami keluhan fisik
berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau
mengalami penyakit serius (seperti pada hipokondriasis),
juga ansietas dan kekhawatiran tidak hanya terjadi selama
gangguan stress pasca trauma.
e.Ansietas, kekhawatiran, atau gejala fisis menyebabkan
distress yang secara klinis bermakna atau hendaya sosial,
pekerjaan, atau area penting fungsi lainnya.

f. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung


dari suatu zat (mis., penyalahgunaan obat, obat-obatan)
atau keadaan medis umum (mis., hipertiroidisme) dan
tidak terjadi hanya selama gangguan mood, gangguan
psikotik, atau gangguan perkembangan pervasive.
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR
Gangguan Stres Pascatrauma

 Berikut ini adalah kriteria diagnostik untuk gangguan stres pasca


trauma menurut DSM-IV yaitu:
 1. Orang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik
dimana kedua dari berikut ini terdapat:
 a. Orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan
suatu kejadian atau kejadian-kejadian yang berupa ancaman
kematian atau kematian yang sesungguhnya cedera yang serius
atau ancaman kepada integritas fisik diri sendiri atau orang lain.
 b. Respon orang tersebut berupa takut yang kuat, rasa tidak
berdaya atau horor.
 Catatan: pada anak-anak hal ini diekspresikan dengan perilaku
yang kacau atau teragitasi.

 2. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu (atau lebih) cara berikut:
 a. Rekoleksi yang menderitakan, rekuren, dan mengangu tentang kejadian, termasuk bayangan,
pikiran atau persepsi.
 Catatan: pada anak kecil, dapat menunjukan permainan berulang dengan tema atau aspek trauma.
 b. Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian.
 Catatan: pada anak-anak, mungkin terdapat mimpi menakutkan tanpa isi yang dapat dikenali.
 c. Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatikterjadi kembali ( termasuk
perasaan penghidupan kembali pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik disosiatif,
termasuk yang terjadi selama terbangun atau saat terintoksikasi ).
 Catatan: pada anak kecil, dapat terjadi penghidupan kembali yang spesifik dengan trauma.
 d. Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang
menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik.
 e. Reaktifitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang
menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik.
 3. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma dan
kaku kerena responsivitas umum ( tidak ditemukan sebelum trauma ), seperti yang
ditujukan oleh tiga ( atau lebih ) berikut ini:
 a. Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan atau percakapan yang
berhubungan dengan trauma.
 b. Usaha untuk menghindari aktivitas, tempat atau orang yang menyadarkan
rekoleksi dengan trauma.
 c. Tidak mampu untuk mengingat aspek penting dari trauma.
 d. Hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktivitas yang bermakna.
 e. Perasaan terlepas atau asing dari orang lain.
 f. Rentang efek yang terbatas ( misalnya tidak mampu memiliki perasaan cinta ).
 g. Persaan bahwa masa depan menjadi pendek ( misalnya, tidak berharap
memiliki karir, menikah, anak-anak, atau panjang kehidupan normal ).
 4. Gejala menetap adanya peningkatan kesadaran ( tidak ditemukan sebelum
trauma ), seperti yang ditujukan oleh dua (atau lebih ) berikut:
 a. Kesulitan untuk tidur atau tetap tertidur.
 b. Iritabilitas atau ledakan kemarahan.
 c. Sulit berkonsentrasi.
 d. Kewaspadaan yang berlebihan.
 e. Respon kejut yang berlebihan.

 5. Lama gangguan ( gejala dalam kriteria 1, 2, 3, dan 4 ) adalah lebih dari


satu bulan.

 6. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau


gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi lainya.
Terapi
a. Psikofarmaka
1. Benzodiazepine
Merupakan obat pilihan untuk gangguan cemas
menyeluruh. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis
rendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Lama
pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan massa
tapering off selama 1-2 minggu.
Penggunaan benzodiazepine dengan waktu paruh
intermediate (8 hingga 15 jam) cenderung menghindari sejumlah
efek samping penggunaan benzodiazepine dengan waktu paruh
panjang, serta penggunaan dosis terbagi mencegah timbulnya
efek samping akibat tingginya kadar plasma.
2. Buspiron
Efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih
efektif dalam memperbaiki gejala somatic pada GAD.
Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah
efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat
bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan
benzodiazepine tidak akan memberikan respons yang baik
dengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama
antara benzodiazepine dengan buspiron kemudian
dilakukan tapering benzodiazepine setelah 2-3 minggu,
disaat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal.

3. SSRI
Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang
lebih baik daripada fluoksetin. Karena dapat meningkatkan
anxietas sementara.
b. Psikoterapi
1. Terapi kognitif-perilaku
2. Terapi suportif
3. Terapi relaks
Kesimpulan

 Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi


gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan. Kondisi ini dialami selama
beberapa minggu sampai berbulan-bulan (6 bulan).
 Menurut PPDGJ III :
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-
unsur berikut: (a) kecemasan (khawatir akan nasib buruk,
merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi); (b)
ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran,
tidak dapat santai); (c) overaktivitas otonomik (kepala
terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak
napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dan
lain sebagainya).
 Menurut DSM-IV-TR :
Ansietas dan kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau lebih)
dari keenam gejala berikut (dengan beberapa gejala setidaknya muncul
hamper setiap hari selama 6 bulan).
Perhatikan : hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak.
 Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok.
 Mudah merasa lelah.
 Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong.
 Mudah marah.
 Otot tegang.
 Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur yang
gelisah dan tidak puas).
Daftar Pustaka

1. Elvira, SD dan Hadisukanto, G,. Buku Ajar


Psikiatri. Ed. 2. Badan Penerbit FKUI : Jakarta.
2013.
2. Rusdi, M,. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III dan DSM-5.
Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atmajaya : Jakarta. 2013.
3. Benjamin, JS dan Virginia, AS,. Buku Ajar
Psikiatri Klinis. Ed. 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta. 2010.

Anda mungkin juga menyukai