Anda di halaman 1dari 17

Laporan Health Education September 2017

GLOMERULONEFRITIS AKUT

Nama : Ade Fitriani Batalipu


Stambuk : N 111 16 114
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A
dr. I Kadek Rupawan

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah jenis penyakit ginjal yang


menunjukkan peradangan glomerulus dan nefron yang paling sering menyerang
anak usia 2 – 15 tahun. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme
imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme
yang masih belum jelas.1,2
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada
anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS dapat
terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun.
Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun
dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1.1,3
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik
lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden
GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit
infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak
dijumpai.2 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada
golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9%1 & 66,9%.3
Manifestasi klinis dari GNA adalah hematuria, oliguria, overload cairan
(hipertensi dan edema), dan insufisiensi ginjal (elevasi BUN dan kreatinin).
Glomerulonefritis akut pascainfeksi streptokokus (GNAPS) adalah jenis GNA
yang paling umum dan merupakan fitur klasik dari GNA. Anak-anak dengan
GNAPS biasanya memiliki riwayat faringitis atau infeksi kulit yang disebabkan
oleh kuman streptokokus.4
Untungnya, sebagian besar kasus GNA pada anak-anak yang baik self-
limited atau dapat diterapi meskipun mungkin ada komplikasi yang mengancam
selama fase akut. Observasi jangka panjang diperlukan untuk membuktikan
kemungkinan penyakit menjadi kronik.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.
Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut = GNA) mencerminkan
adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi,
patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.2
GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara
histopatologi menunjukkan proliferasi & Inflamasi glomeruli yang didahului
oleh infeksi group A β-hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan
gejala nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang terjadi
secara akut.2
Sindrom nefritik akut (SNA): suatu kumpulan gejala klinik berupa
proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria & hipertensi
(PHAROH) yang terjadi secara akut.5

B. ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan bukan infeksi.3
1. Kelompok Infeksi
Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh
spesies Streptococcus (yaitu, kelompok A, beta-hemolitik). Dua jenis telah
dijelaskan, yang melibatkan serotipe yang berbeda:
 Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis Poststreptococcal akibat infeksi
saluran pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin
 Serotipe 49, 55, 57, 60 - nefritis Poststreptococcal karena infeksi kulit,
biasanya diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di
daerah selatan Amerika Serikat.5

3
GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang
1-3 minggu setelah infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup
A streptokokus beta-hemolitik. Insiden GN adalah sekitar 5-10% pada
orang dengan faringitis dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit.5,6,7
2. Kelompok Non-infeksi
Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit
ginjal primer, penyakit sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.4
Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GNA
meliputi:
 Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) - Ini menyebabkan
glomerulonefritis yang menggabungkan nephritides granulomatosa
atas dan bawah.
 Penyakit kolagen-vaskular (misalnya, lupus eritematosus sistemik
[SLE]) - Ini menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi
kompleks imun pada ginjal.
 Polyarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis
melibatkan arteri ginjal.
 Henoch-Schönlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis umum
mengakibatkan glomerulonefritis.
 Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang beredar pada
kolagen tipe IV dan sering mengakibatkan kegagalan ginjal progresif
cepat (minggu ke bulan).6,7

C. PATOGENESIS
Lesi pada glomerulus di GNA adalah hasil dari deposisi kompleks imun
pada glomerulus atau in situ. Pada penampilan kasar, ginjal dapat membesar
hingga 50%. Perubahan histopatologis termasuk pembengkakan gelung
glomerulus dan infiltrasi oleh sel polimorfonuklear. Imunofluoresensi
mengungkapkan pengendapan imunoglobulin dan komplemen.3,4
Kecuali di GNAPS, pemicu yang tepat untuk pembentukan kompleks
imun tidak jelas. Dalam GNAPS, keterlibatan turunan dari protein

4
streptokokus telah dilaporkan. Sebuah neuraminidase streptokokus dapat
mengubah imunoglobulin G (IgG). IgG menggabungkan antibodi host. IgG /
kompleks imun anti-IgG terbentuk dan kemudian terkumpul dalam glomeruli.
Selain itu, ketinggian titer antibodi terhadap antigen lainnya, seperti
antistreptolysin O atau antihyaluronidase, DNAase-B, dan streptokinase,
memberikan bukti infeksi streptokokus baru-baru ini.3,4,5

D. MANIFESTASI KLINIS
1) Anamnesis
Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnesis:
a) Periode laten
 Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset
pertama kali muncul gejala.
 Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi
tenggorok dan 3-6 minggu setelah infeksi kulit
 Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis
biasanya merupakan imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada
GNAPS.
b) Urin berwarna gelap
 Merupakan gejala klinis pertama yang timbul
 Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke
membran
 basalis glomerular dan telah masuk ke sistem tubular.
c) Edema periorbital
 Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya
tampak jelas saat psaat bangun tidur dan bila pasien aktif akan
tampak pada sore hari.
 Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi
seperti dispneu dapat timbul.
 Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.

5
 Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan
ginjal.
d) Gejala nonspesifik
 Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan
anoreksia, muncul pada 50% pasien.
 15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.
 Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.4,7,8
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sindrom Nefritis Akut
 Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi
dengan atau tanpa klinis GNA PS.
 95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua
manifestasi akut nefritik sindrom
b) Edema
 Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat
ke dokter.
 Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi
natrium dan urin menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium
dan air ini menyebabkan terjadinya edema.
c) Hipertensi
 Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang
yang lebih besar.
 Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.
 Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk
progresifitas ke arah lebih kronis atau bukan merupakan GNA PS.
 Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.
 Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam
plasma meningkat.
 Aktivitas renin dalam plasma rendah.

6
 Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa
defisit neurologis.
d) Oliguria
 Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.
 Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.
 Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.
e) Hematuria
 Muncul secara umum pada semua pasien.
 30% gross hematuria.
f) Disfungsi ventrikel kiri
 Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi
perikardium dapat timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.
 Pada kasus yang jarang, GNA PS dapat menunjukkan gejala
perdarahan pulmonal.2,5,9

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan
biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah
diberikan antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen
streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi
streptokokus, antara lain antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan
anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena
mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer
anti streptolosin O meningkat pada 75-80% pasien dengan
glomerulonefritis akut pasca streptokokus dengan faringitis, meskipun
beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O. Bila
semua uji dilakukan uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi streptokokus.10
Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum
CH50 dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak

7
dengan GNA PS. Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali
normal dalam 3 hari atau paling lama 30 hari setelah onset.10
Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya
transien. Bila peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan
menunjukkan pasien bukan GNA PS sebenarnya. Pasien yang mengalami
bentuk kresentik GN mengalami perubahan cepat, dan penyembuhan
tidak sempurna. Adanya hiperkalemia dan asidosis metabolik
menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu didapatkan juga
hiperfosfatemi dan Ca serum yang menurun.11
Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan
proteinuria muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat
eritrosit, leukosit, granular. Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga
urin menjadi lebih terkonsentrasi dan asam. Ditemukan juga glukosuria.
Eritrosit paling baik didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85%
pada anak yang dirawat di RS. Hematuria biasanya menghilang dalam
waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat bertahan 18 bulan. Hematuria
mikroskopik dapat muncul meskipun klinis sudah membaik. Proteinuria
mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang dalam 6 bulan.
Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria berat
memiliki prognosis buruk.11

F. DIAGNOSIS
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi
pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala-gejala klinik :
1) Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown
case dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang
merupakan gejala-gejala khas GNAPS.
2) Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium
berupa ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa
adanya torak eritrosit, hematuria & proteinuria.

8
3) Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß
hemolitikus grup A.
Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen
urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan
penderita GNAPS.2,4,5

G. DIAGNOSIS BANDING
Banyak penyakit ginjal atau di luar ginjal yang memberikan gejala
seperti GNAPS.
1) Penyakit ginjal :
a. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
Kelainan ini penting dibedakan dari GNAPS karena prognosisnya
sangat berbeda. Perlu dipikirkan adanya penyakit ini bila pada
anamnesis terdapat penyakit ginjal sebelumnya dan periode laten yang
terlalu singkat, biasanya 1-3 hari. Selain itu adanya gangguan
pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas meninggi waktu
timbulnya gejala-gejala nefritis dapat membantu diagnosis.
b. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
Penyakit-penyakit ini dapat berupa glomerulonefritis fokal, nefritis
herediter (sindrom Alport), IgA-IgG nefropati (Maladie de Berger)
dan benign recurrent haematuria. Umumnya penyakit ini tidak
disertai edema atau hipertensi. Hematuria mikroskopik yang terjadi
biasanya berulang dan timbul bersamaan dengan infeksi saluran napas
tanpa periode laten ataupun kalau ada berlangsung sangat singkat.
c. Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN)
RPGN lebih sering terdapat pada orang dewasa dibandingkan pada
anak. Kelainan ini sering sulit dibedakan dengan GNAPS terutama
pada fase akut dengan adanya oliguria atau anuria. Titer ASO, AH
ase, AD Nase B meninggi pada GNAPS, sedangkan pada RPGN
biasanya normal. Komplemen C3 yang menurun pada GNAPS, jarang
terjadi pada RPGN. Prognosis GNAPS umumnya baik, sedangkan

9
prognosis RPGN jelek dan penderita biasanya meninggal karena gagal
ginjal.5,6,8
2) Penyakit-penyakit sistemik.
Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah purpura
Henoch-Schöenlein, eritematosus dan endokarditis bakterial subakut.
Ketiga penyakit ini dapat menunjukkan gejala-gejala sindrom nefritik
akut, seperti hematuria, proteinuria dan kelainan sedimen yang lain, tetapi
pada apusan tenggorok negatif dan titer ASO normal. Pada HSP dapat
dijumpai purpura, nyeri abdomen dan artralgia, sedangkan pada GNAPS
tidak ada gejala demikian. Pada SLE terdapat kelainan kulit dan sel LE
positif pada pemeriksaan darah, yang tidak ada pada GNAPS, sedangkan
pada SBE tidak terdapat edema, hipertensi atau oliguria. Biopsi ginjal
dapat mempertegas perbedaan dengan GNAPS yang kelainan
histologiknya bersifat difus, sedangkan ketiga penyakit tersebut umumnya
bersifat fokal.1,4
3) Penyakit-penyakit infeksi :
GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu
selain oleh Group A β-hemolytic streptococci. Beberapa kepustakaan
melaporkan gejala GNA yang timbul sesudah infeksi virus morbili,
parotitis, varicella, dan virus ECHO. Diagnosis banding dengan GNAPS
adalah dengan melihat penyakit dasarnya.2

H. KOMPLIKASI
Urinalisis yang abnormal (yaitu, microhematuria) dapat bertahan
selama bertahun-tahun. Penurunan ditandai dalam laju filtrasi glomerulus
(GFR) jarang.4
Edema paru dan hipertensi dapat terjadi. Edema anasarka dan
hipoalbuminemia dapat terjadi akibat proteinuria berat.6
Sejumlah komplikasi yang mengakibatkan terkait kerusakan akhir
organ dalam sistem saraf pusat (SSP) atau sistem kardiopulmoner dapat

10
berkembang pada pasien yang hadir dengan hipertensi berat, ensefalopati, dan
edema paru.6
Komplikasi GNA meliputi:
 hipertensi retinopati
 hipertensi ensefalopati
 Cepat progresif GN
 Gagal ginjal kronis
 Sindrom nefrotik

I. TATALAKSANA
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan
dibutuhkan apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat
(klirens kreatinin < 60 ml/mnt/1,73 m2), BUN > 50 kg, anak dengan tanda
dan gejala uremia, muntah letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria
menetap.6,7
Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau antihipertensi. Bila
hipertensi ringan (sistolik 130 mmHg dan diastole 90 mmHg), umumnya
diobservasi tanpa diberi terapi. Hipertensi sedang (sistolik > 140-150 mmhg
dan diastole > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau IM,
nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat inap
pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi antihipertensi yang lama. Pada
hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,3 mg/kgbb IV, dapat diulang
setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,1 mg/kgbb (1-3 mg/m2) IV, natrium
nitroprusid 1-8 mg/kgbb/mnt. Pada krisis hipertensi (sistolik > 180 mmHg
atau diastolic > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgbb IV secara cepat
bersama furosemid 2 mgg/kgbb IV. Pilihan lain klonidin drip 0,002
mg/kgbb/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5
mg/kgbb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.2,5
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan
dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium,
hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi

11
tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan
teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya
menolong juga.3
Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium.
Asupan cairan sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas
permukaan tubuh/hari) ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar.
Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2 mg/kgbb,
1-2 kali/hari.4
Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun,
pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi
organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba
berupa injeksi benzathin penisilin 50.000 U/kgbb IM atau eritromisin oral 40
mg/kgbb/hari selama 10 hari bila 17 pasien alergi penisilin.4
Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edema, gagal ginjal
dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea < 75 mg/dL atau
100 mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgbb/hari.
Pada edema berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari
sedangkan bila edema minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/hari.
Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan
oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10% anak. Penanganannya sama
dengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.4

J. PROGNOSIS
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila
tidak ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting
disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali.5
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut
yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya
gejala laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam
waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna,
sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis,

12
baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang
dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan
pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik. Walaupun
prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat
gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati
hipertensi.7

13
BAB III
KESIMPULAN

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk


menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Etilogi
dari GNA sendiri dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian besar, yaitu kelompok
infeksi (yang paling sering adalah infeksi streptokokus), dan kelompok non-
infeksi.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah
hematuria, oliguria,edema,hipertensi dan beberapa gejala non-spesifik seperti rasa
lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisis, bakteriologis, serologis, imunologis, dan histopatologis. Pengobatan hanya
bersifat suportif dan simtomatik.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk
meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada
ginjal, dan meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
glomerulus. Pemberian pinisilin untuk memberantas semua sisa infeksi, tirah
baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal
jantung dan antihipertensi kalau perlu, sementara kortikosteroid tidak mempunyai
efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Prognosis umumnya baik, namun ditentukan pula oleh faktor penyebab
terjadinya GNA itu sendiri, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus.
Observasi jangka panjang diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit
menjadi kronik.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit EGC.
Jakarta.2007.
2. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi kedua. Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2012.
3. Hay, William W, MD. Pediatric Diagnosis and Treatment Edisi
keenambelas. Penerbit McGraw-Hill (Asia). Singapura. 2013. H 698 – 699
4. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2010, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
5. Glomerulonefritis. In: Syaifullah, Muhammad, editors. Buku Ajar Nefrologi
Anak. 2012. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 323
6. Lyttle, John D. The Treatment of Acute Glomerulonephritis in Children. The
Bulletin. 2010. Hlm : 212 – 221.
7. Sanjad, Sami. Acute Glomerulonephritis in Children : A review of 153
cases. Southern Medical Journal. 2014. Hlm : 1202 – 1206.
8. Geetha, Duvuru. Glomerulonephritis, Poststreptococcal [online]. 2010
[Dikutip tanggal 3 Desember 2012]. Tersedia pada
http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview
9. Anonim. Glomerulonephritis [online]. 2011[dikutip tanggal 4 Desember
2012]. Tersedia pada
http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503/DSECTIO
N=causes
10. Rammelkamp, Jr., Charles H. Dan Robert S. Weaver. Acute
Glomerulonephritis. The Significance of the Variations in the Incidence of
the Disease. 2012. Hlm : 345 – 358.
11. Anonim. Acute Glomerulonephritis in Children [online]. 2009[dikutip
tanggal 5 Desember 2012]. Tersedia pada
http://mezology.blogspot.com/2009/06/acute-glomerulonephritis-in-
children.html

15
DOKUMENTASI

Gambar 1. Pemberian edukasi kepada keluarga pasien di ruang


Catelia Bawah

Gambar 2. Pemberian edukasi kepada keluarga pasien di ruang


Catelia Bawah

16
Gambar 3. Sesi tanya jawab dengan salah satu peserta dari
keluarga pasien

Gambar 4. Pembagian leaflet kepada keluarga pasien

17

Anda mungkin juga menyukai