Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN

Vitiligo merupakan kelainan kulit akibat gangguan pigmentasi dengan
gambaran berupa bercak-bercak putih yang berbatas tegas yang disebabkan oleh
tidak adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata, maupun bulbus
pada rambut. Karakteristik lesi ini biasa berupa makula putih maupun bercak
depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimtomatik. Kelainan ini cenderung
progresif dan familial. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan penyakit ini
sangat bervariasi, ada yang cepat, namun ada pula yang membutuhkan waktu
bertahun-tahun untuk bertambah. Pada beberapa kasus bercak yang timbul dapat
hilang dengan sendirinya, namun hal ini jarang terjadi.
1,2,3
Vitiligo adalah gangguan depigmentasi umum yang mempengaruhi sekitar
0,5% dari populasi dunia. Studi epidemiologi terbesar dilakukan pada tahun 1977 di
pulau Bornholm di Denmark, di mana vitiligo terjadi pada 0,38% dari populasi.
Sekitar 5% dari penderita ventiligo akan memiliki anak yang juga menderita vitiligo.
Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa muda,
dengan puncak onsetnya (50% kasus) pada usia 10-30 tahun, tetapi kelainan ini
dapat terjadi pada semua usia. Tidak dipengaruhi ras, dengan perbandingan laki-laki
sama dengan perempuan.
4,5

Penyebab vitiligo yang pasti masih belum diketahui, diduga suatu penyakit
herediter yang diturunkan secara autosomal dominan, krisis emosi, dan trauma fisis.
Penderita vitiligo umumnya mengeluhkan penampilan diri mereka yang buruk dan
mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri dalam pergaulan..
1,2
2

Prinsip pengobatan vitiligo adalah repimentasi,maka banyak cara dapat
dilakukan, umumnya pengobatan vitiligo melibatkan penggunaan kortikisteroid
topikal, psoralens plus PUVA.
1






















3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang disebabkan oleh tidak
adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata, maupun bulbus
pada rambut. Karakteristik lesi ini biasa berupa makula putih maupun bercak
depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimtomatik. Vitiligo
menyebabkan penderitanya sensitif terhadap cahaya matahari. Kelainan ini
cenderung progresif dan jarang mengalami regresi spontan. Waktu yang
diperlukan untuk perkembangan penyakit ini sangat bervariasi, ada yang cepat,
namun ada pula yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk bertambah.
Pada beberapa kasus bercak yang timbul dapat hilang dengan sendirinya,
namun hal ini jarang terjadi.
5,6

2.2. Epidemiologi
Vitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi mencapai 1%3.
Survey epidemiologi pada kepulauan Bornholm di Denmark menemukan
prevalensi vitiligo mencapai 0,38%. Kemungkinan bahwa angka ini juga
berlaku untuk negara-negara lain di utara-barat Eropa.
4
Pada banyak penelitian, vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita
dewasa dibandingkan pada laki-laki dewasa yaitu 2-3:1. Sedangkan penelitian
vitiligo pada anak-anak, dijumpai perbandingan yang hampir sama pada kedua
jenis kelamin. Kemungkinan ini disebabkan wanita dewasa lebih memberikan
perhatian terhadap penyakitnya dibandingkan laki-laki dewasa sehingga lebih
banyak mendapat pengobatan.
5
4

2.3. Etiologi
Penyebab vitiligo hingga kini belum diketahui. Beberapa faktor
pencetus antara lain.
3
Beberapa faktor predisposisi terjadinya vitiligo antara lain:
3
1) Faktor mekanis
Pada 30% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya
setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan
kimiawi.
2) Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A.
Ada 71,5% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan yang berat.
3) Faktor trauma psikis
Contoh: kematian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan.
4) Faktor hormonal
Diduga vitiligo memburuk penggunaan kontrasepsi oral.
2.4. Patogenesis
Proses pathogenesis vitiligo meliputi
1. Hipotesis Autoimun
Penderita vitiligo cenderung menderita kelainan autoimun seperti
tiroiditis Hashimoto, penyakit Grave, penyakit Addison, uveitis, alopecia
areata, kandidiatis mukokutan. melanosit yang terpilih dihancurkan oleh
limfosit tertentu yang telah diaktifkan. Namun, mekanisme pengaktifan
limfosit tersebut belum diketahui secara pasti. Teori ini juga berdasarkan
adanya temuan klinis terhadap hubungan antara vitiligo terhadap
gangguan autoimun. Autoantibodi organ spesifik untukt iroid, sel parietal
lambung, dan jaringan adrenal lebih sering ditemukan pada serum dengan
5

vitiligo dibandingkan dengan populasi umum. Antibodi terhadap
melanosit orang normal dapat dideteksi dengan menggunakan tes
immunoprecipitation spesifik yang memiliki pengaruh sitolisis. Didapati
profil sel-T yang abnormal pada pasien vitiligo dengan penurunan sel T-
helper.
2,6,7

2. Hipotesis Neurogenik
Hipotesis ini mengatakan bahwa mediator neurokimiawi seperti
asetilkolin, epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan oleh ujung-ujung
saraf perifer merupakan bahan neurotoksik yang dapat merusak melanosit
ataupun menghambat produksi melanin.
6

Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan katekol.
Kemungkinan adanya produk intermediate yang terbentuk selama sintesis
katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada
gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respons transmitter saraf,
misalnya asetilkolin.
7

Secara klinis dapat terlihat pada vitiligo segmental satu atau dua
dermatom, dan seringkali timbul pada daerah dengan gangguan saraf
seperti pada daerah paraplegia, penderita polineuritis berat.
2,6,7

3. Autotoksik
Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke
DOPA dan DOPA ke dopakinon yang kemudian dioksidasi menjadi
berbagai indol dan radikal bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh
penumpukan precursor melanin. Secara invitro dibuktikan tirosin, DOPA,
dan dopakrom merupakan sitotoksik terhadap melanosit.
2,6,7


6


4. Pajanan terhadap bahan kimiawi
Dipigmentasi kulit dapat terjadi akibat paparan monobenzil eter
hidroquinon yang terdapat pada sarung tangan atau detergen yang
mengandung fenol. Terdapat sejumlah bahan kimia yang mampu
menyebabkan terjadinya depigmentasi yaitu thiol, derivat katekol,
merkaptoamin, dan beberapa quinon. Menghirup dan menelan senyawa
kimia ini akan berperan dalam terjadinya dipigmentasi.
2,6,7

2.5. Gejala Klinis
Pada vitiligo tidak terdapat gejala subyektif, tetapi dapat timbul rasa
panas pada lesi. Gejala atau gambaran klinis vitiligo dimulai dengan adanya
bintik-bintik atau makula putih yang makin lama makin lebar hingga mencapai
ukuran yang luas dengan batas tegas tanpa perubahan epidermis yang lain.
Bercak putih muncul pada kulit, rambut dan selaput mukosa (bibir dan
kelamin). Lesi biasanya muncul pada area hiperpigmentasi yang terkena sinar
matahari seperti wajah, punggung tangan dan jari, alat kelamin eksternal, lutut
dan siku. Biasanya tidak ada rasa gatal atau nyeri.
6


Gambar1: Distribusi penyebaran vitiligo pada tubuh (Sumber: Lubis R
D. Vitiligo. http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/3407/1/08E00896.pdf)
7


Pada kulit kepala, vitiligo terlihat dari gejala rambut yang berwarna
putih atau abu-abu. Vitiligo juga terlihat pada kelopak mata. Pada area yang
terkena trauma dapat timbul vitiligo. 5,6,7
Daerah yang sering terkena adalah : kulit jari tangan, fleksura
pergelangan tangan, siku, daerah tulang kering, lutu, pergelangan kaki,
genitalia, kelopak mata, regio perioral.
2

Vitiligo mempunyai beberapa pola distribusi yang khas. 4,5
1. Vitiligo Lokal
a. Vitiligo Fokal: biasanya macula soliter, satu atau lebih makula
pada satu area, distribusi sering pada nervus trigeminal.5,6
b. Vitiligo Segmental : distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang
unilateral dalam suatu distribusi dermatom atau quasidermatom.
Tipe ini dikatakan sebagai suatu jenis vitiligo yang bersifat stabil.
Tidak berkaitan dengan penyakit tiroid dan autoimun. Sering
terjadi pada anak. Lebih dari sebagian penderita vitiligo jenis ini
memiliki ciri khas rambut berwarna putih, atau disebut juga
poliosis.5,6
c. Vitiligo Mukosal : hanya terdapat pada membran mukosa.5,6
2. Generalized Vitiligo
Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris.
Vitiligo generalisata dapat dibagi menjadi : 2,5,6
a. Vitiligo Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi dibagian distal
ektremitas dan muka, merupakan stadium mula vitiligo
generalisata. 2,6
8

b. Vitiligo Vulgaris : dipigmentasi luas dan distribusi simetris.2,6
c. Vitiligo Campuran : depigmentasi terjadi menyeluruh atau
hampir menyeluruh merupakan vitiligo yang total. Sering
berkaitan dengan multiple endocrinopathy syndrome .2,5,6

Gambar 2. Pasien vitiligo akrofasial (Sumber: Halder R.M.,
Taliaferro SJ. Vitiligo. In : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.
7
th
edition. New York : McGraw-Hill; 2008. P. 616-622)

2.6. Diagnosa
Diagnosis vitiligo dapat ditegakkan melalui anamnesis, gambaran
klinis, serta gambaran histologinya.3,6
3,4
1. Anamnesis
Diagnosis vitiligo didasarkan pada anamnesis dan gambaran
klinis. Hal yang ditanyakan kepada penderita meliputi: 5,7
a. Awitan penyakit
b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul
sendiri
9

c. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes
mellitus, dan anemia pernisiosa
d. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stress emosi, terbakar
sinar matahari, dan pajanan bahan kimia
e. Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit yang muncul sebelum
bercak putih
2. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik dapat dilihat karakteristik makula atau
bercak putih seperti susu, berbatas tegas, berdiameter beberapa mm
sampai cm dan berbentuk ovale sampai bundar. Biasanya lesi lebih
mudah dilihat pada penderita yang berkulit gelap atau agak kecoklatan.
Pada penderita vitiligo dengan kulit yang terang (putih) agak sulit
membedakan lesi vitiligo dengan kulit normal disekitarnya, untuk
keadaan ini dapat digunakan lampu wood yang memberikan hasil makula
yang amelanosit akan tampak putih berkilau. Lokasi yang paling sering
terjadi depigmentasi adalah diwajah, leher, dan kulit kepala dan daerah
yang sering mendapat trauma seperti extensor dari lengan, bagian ventral
pergelangan tangan, bagian dorsal dari tangan dan digital phalanges.Tapi
dapat juga dijumpai pada bibir, genitalia, gingival, areola dan puting
susu. Depigmentasi dapat juga mengenai rambut pada kulit kepala
dimana rambut menjadi berwarna abu-abu ataupun putih, yang pada
awalnya hanya melibatkan sebagian kecil dari rambut. Perubahan warna
tersebut dapat juga terjadi pada rambut, alis mata, bulu mata, pubis dan
axilla.
1,2

10

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Histologi
Pemeriksaan histologi dapat dilakukan dengan melakukan
biopsi pada pinggir lesi yang mengalami depigmentasi, lalu
dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya. Hasilnya
akan menunjukan hilangnya sebagian atau seluruh sel melanosit
pada epidermis, kadang-kadang juga ditemukan limfosit pada tepi
makula, pada batas melanosit tampak dendrit yang besar dan
panjang.

Pemeriksaan dapat juga dikonfirmasi dengan menggunakan
pewarnaan histokimia yaitu pewarnaan dopa untuk tyrosinase yang
merupakan enzim khusus untuk melanosit dan pewarnaan Fontana-
Mason untuk melanin. Reaksi dopa untuk melanosit negatif pada
daerah apigmentasi, tetapi meningkat pada tepi yang
hiperpigmentasi.

Pada pemeriksaan elektron mikroskop, dijumpai
jumlah sel-sel langerhans meningkat pada daerah basal epidermis
dibandingkan pada daerah tengah epidermis.128
1,2,8
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui
keterkaitan vitiligo dengan penyakit sistemik lainnya seperti tiroid
alopesia areata dapat dilakukan pemeriksaan TSH
(radioimmunoassay), antinuclear antibody, pemeriksaan gula darah
dan darah lengkap.
1,2,8
2.7. Diagnosis Banding.
Diagnosis vitiligo sering dikaburkan dengan beberapa penyakit, seperti :
1,2,3,6
11

1. Pityriasis alba (berukuran kecil, tepi yang tidak berbatas tegas, dan
warna yang tidak terlalu putih )
2. Pityriasis versicolor (sisik halus dengan warna fluoresensi kuning
kehijauan di bawah lampu Wood, KOH positif)
3. Hipopigmentasi Pasca Inflamasi (makula tidak terlalu putih, biasanya
riwayat psoriasis atau eksim pada yang sama daerah makula)
4. Nevus anemikus (tidak ada perubahan dengan wood lamp, tidak ada
eritema setelah digosok).
5. Piebaldisme (kongenital, putih, stabil, garis berpigmen pada punggung,
pola khas dengan makula hiperpigmentasi besar ditengah daerah
hypomelanotik).
2.8. Terapi
Ada beberapa pilihan penanganan untuk pasien vitiligo. Sebagian
besar terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen kulit. Semua memiliki
kelebihan dan kekurangan, dan bersifat individual.
6,7

TOPIKAL FISIKAL SISTEMIK BEDAH
Lini
pertama
Kortikosteroid
Kalsinieurin
inhibitor
Ultraviolet B
(gelombang
pendek)
Psoralen
sistemik dan
sinar
Ultraviolet A

Lini
kedua
Calcipotriol Psoralen
topikal dan
Kortikosteroid
(pulse therapy)
Cangkok
Melanosit
12

sinar
ultraviolet A
Excimer laser
transplantasi
1. Tabel 1 Pemgobatan Vitiligo. (Sumber: Halder R.M., Taliaferro SJ. Vitiligo. In :
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7
th
edition. New York : McGraw-Hill;
2008. P. 616-622)
2.8.1 Terapi Fisik
1. Sunscreens
Membantu mencegah terbakarnya kulit karena sinar
matahari, mengurangi photodamage sehingga mencegah
fenomena Koebner, dan mengurangi perbedaan warna kulit
normal dengan lesi vitiligo.
6,9
2. Kosmetik
Penggunaan kosmetik berguna bagi pasien dengan vitiligo
focal. Kosmetik dapat menutupi dan menyamarkan lesi pada
wajah, leher, dan tangan. Keuntungannya harga murah, efek
samping sedikit, dan mudah digunakan. Kosmetik pelindung
seperti dermablend, chromelin complexion blender dan
covermark dapat berfungsi dengan baik.
6,9
3. Nutrisi
Pasien vitiligo harus mengkonsumsi multivitamin B-
complex setiap harinya. Disamping itu pasien disarankan juga
untuk mengkonsumsi folic acid 1 mg, vitamin E 600 800 IU,
dan ascorbic acid 1000 mg per-harinya. Vitamin D dalam bentuk
saleb, diberikan sesuai dengan resep dokter dapat membantu
proses penyembuhan vitiligo pada beberapa pasien.
6,9
13

2.8.2 Terapi Topikal
1. Kortikosteroid Topikal
Indikasi pada lesi vitiligo yang terbatas dan merupakan
terapi lini pertama pada anak-anak. Respon terbaik didapatkan
pada lesi daerah wajah, dan juga baik untuk lesi pada leher dan
ekstrimitas kecuali jari tangan dan kaki. Respon yang baik terjadi
karena pada daerah tersebut permeabilitas kulitnya tinggi, banyak
tersedia melanosit residual, follicular reservoir yang banyak atau
melanosit mudah diperbaiki. Lesi local diterapi dengan
fluorinated corticosteroid potensi tinggi selama 1-2 bulan
kemudian perlahan-lahan diturunkan bertahap menjadi
kortikosteroid potensi rendah. Lesi yang lebih besar diterapi
dengan non-fluorinated korticosteroid potensi menengah.
Waspadai pemakaian steroid topical di sekitar kelopak mata
karena dapat meningkatkan tekanan intraocular menyebabkan
glaukoma.
6,9
Monitor respon pengobatan dengan pemeriksaan Woods
lamp. Jika tidak ada respon dalam 3 bulan, terapi dihentikan.
Repigmentasi maksimum terjadi 4 bulan atau lebih (30-40%
dalam 6 bulan). Pasien dengan pigmen gelap memiliki respon
yang lebih bagus daripada yang berpigmen terang. Keuntungan
terapi ini adalah kepatuhan yang tinggi dan harga terjangkau.
Kekurangannya adalah terjadi kekambuhan setelah penghentian
obat dan efek samping steroid (atrofi kulit, telangiektasis, striae,
14

dermatitis kontak). Semua pasien terutama anak-anak harus
dimonitor secara ketat terhadap efek samping obat.
6,9
Pada usia <18 tahun, hanya diobati dengan topikal saja
dengan losio metoksalen 1% yang diencerkan 1:10 dengan
spiritus dilutes. Kemudian dioleskan pada lesi. Didiamkan 15
menit lalu dijemur 10 menit. Waktu penjemuran kian diperlama,
yang dikehendaki ialah timbul eritema, tetapi jangan sampai
tampak erosi, vesikel, atau bula.
6,9
Sedangkan pada pasien >18 tahun,

pengobatan lesi
generalisata digabung dengan kapsul metoksalen (10mg). obat
diminum 2 kapsul (20mg) 2 jam sebelum dijemur, seminggu 3
kali.

Lesi lokalisata hanya diberikan pengobatan topical. Kalau
setelah 6 bulan tidak ada perbaikan pengobatan dihentikan dan
dianggap gagal.
6,9
2. Imunomodulator Topikal
Salep tacrolimus topikal 0,03-0,1% dua kali sehari efektif
menghasilkan repigmentasi vitiligo lesi local terutama pada wajah
dan leher. Lebih efektif jika dikombinasi dengan ultraviolet B
(UVB) atau terapi laser excimer (308 nm). Lebih aman daripada
steroid topical pada anak-anak.
6
Tiga kasus yang dipublikasikan tahun 2003 menunjukkan
keberhasilan penanganan vitiligo dengan pemberian ointment
yang mengandung 0,1% tacrolimus. Salep ini dicoba pertama
pada wajah dan kelopak mata pasien dioleskan 2 kali sehari.
Pasien kemudian mengalami paparan sinar matahari, 5 menit
15

pada musim panas, dan 10 menit pada musim gugur, dingin, dan
semi. Mereka diminta untuk menggunakan sunscreen sun
protection factor 30 atau lebih pada waktu yang lainnya. Ketiga
pasien mengalami repigmentasi pada follow up yang dilakukan 6-
9 bulan kemudian walaupun pasien mengalami putus obat. Tidak
ada yang mengalami efek samping local seperti pruritus dan
eritema.
6,9,10
3. Calcipotriol Topikal
Calcipotriol topical 0,005% efektif secara kosmetik pada
beberapa pasien. Dapat dikombinasi dengan kortikosteroid topical
pada anak dan dewasa untuk mempercepat dan stabilitas
repigmentasi.
6,9
4. Pseudocatalase
Katalase adalah enzim normal yang ditemukan pada kulit
berfungsi untuk mengurangi kerusakan oleh radikal bebas.
Kadarnya rendah pada pasien vitiligo. Terapi dengan
pseudocatalase dapat diberikan pada pasien dikombinasi dengan
narrowband UVB (NBUVB) fototerapi.
6,9
2.8.3 Terapi Sistemik
Memiliki banyak efek samping, namun dapat digunakan
dengan hasil pengobatan yang dilaporkan bermacam-macam dan
dapat mencegah depigmentasi yang cepat pada penyakit yang aktif.

Pada kasus vitiligo berat yang tidak merespon pengobatan standar
dapat diterapi menggunakan Benoquin dengan resep dokter. Namun
obat tersebut dapat menyebabkan pemutihan yang permanen pada
16

area kulit yang gelap. Oleh karena itu hanya digunakan sebagai
alternative terakhir.
6,9
1. Psoralen dan Terapi Ultravioleta
8-methoxypsoralen oral atau topikal dikombinasi dengan
UVA (320-400nm) iradiasi (PUVA) efektif untuk penanganan.
PUVA topical biasanya digunakan pada pasien dengan vitiligo
<20% area tubuh. Efek samping adalah hiperpigmentasi pada area
yang mengelilingi vitiligo, reaksi fototoksik yang berat, dan
pruritus. Oral psoralen diberikan pada pasien dengan lesi yang
luas dan tidak berespon terhadap PUVA topical. Harus dipilih
dengan hati-hati pasien yang akan ditangani dengan terapi PUVA
karena walaupun 70-80% pasien mengalami repigmentasi, <20%
yang akan mengalami repigmentasi sempurna. Respon yang baik
terhadap PUVA adalah lesi pada badan, wajah, dan ekstrimitas
proksimal.
7
Proses pengobatan ini memakan waktu yang sangat
lama. Dalam sepekan pasien harus datang berobat 2 4 kali dan
selama 15 30 menit berdiri dalam light box untuk 100 300
kali pengobatan. Pengobatan ini biasanya memakan waktu selama
satu tahun bahkan lebih.
6,9,11

2. Radiasi Narrowband Ultraviolet B
NB (311nm)-UVB iradiasi dipertimbangkan sebagai
terapi pilihan pertama untuk sebagian besar pasien. Pada vitiligo
generalisata terapi ini lebih efektif daripada PUVA topical. Jika
tidak ada perbaikan dalam waktu 6 bulan, terapi dihentikan.
17

Pigmentasi terbaik terjadi di wajah, badan, dan ekstrimitas
proksimal.
6,9
3. Excimer Laser
Paling efektif jika diberikan 3 kali seminggu dengan
durasi >12 minggu. Dosis awal 50-100 mJ/cm
2
. Hasil paling baik
pada daerah wajah.
6,7,9
4. Depigmentasi
Monobenzyl ether of hydroquinone (monobenzone)
merupakan satu-satunya sediaan yang tersedia di Eropa dan AS
untuk digunakan pada pasien vitiligo yang luas. Dapat
menghasilkan depigmentasi yang seragam. Sediaan berbentuk
krim 20% dan dapat diformulasikan sampai 40%. Orang yang
memakai obat ini harus menghindari kontak dengan orang lain 1
jam setelah pemakaian karena kontak dapat menyebabkan
depigmentasi pada orang lain. Efek samping bersifat iritatif dan
alergi.
6,7,9
2.8.4 Operasi
1. Autologous Thin Thiersch Grafting
Epidermis yang mengalami depigmentasi termasuk
papillary dermis disingkirkan dengan dermabrasi superficial.
Kemudian lapisan dermoepidermal yang sangat tipis yang
dibiakkan menurut dermatom ditanamkan. Dapat menangani area
6-100cm
2
. Keuntungan dapat menangani area yang luas dalam
waktu singkat. Memerlukan general anastesi dan risiko
hypertrophy scarring pada donor dan pasien.
6,9,10
18

2. Suction Blister Grafts
Graft epidermis dapat didapatkan dari sedotan vakum, 150
mmHg. Daerah tujuan donor dapat dipersiapkan dengan suction,
freezing, atau dermabrasion 24 jam sebelum pendonoran. Akar
blister depigmentasi dikeluarkan, kemudian donor graft epidermal
ditempatkan pada area lesi. Keuntungannya scarring minimal,
dermis intak pada donor dan pasien.
6,9,10,11
3. Autologous Mini-Punch Grafts
Graft donor yang kecil disisipkan pada insisi di kulit
pasien. Graft itu akan segera sembuh dan menunjukkan
repigmentasi dalam 4-6 minggu.
6,10,11
4. Transplantation Of Cultured Autologous Melanocytes
Kulit yang mengalami depigmentasi disingkirkan
menggunakan cairan nitrogen, dermabrasi superficial,
thermosurgery, atau laser karbon dioksida. Kultur epidermis yang
sangat tipis kemudian ditanamkan atau berupa suspense yang
disebarkan pada permukaan kulit.
6,10,11








19














Gambar 3. Algoritma Penanganan Vitiligo

(Sumber: Halder R.M., Taliaferro SJ.
Vitiligo. In : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7
th
edition. New York :
McGraw-Hill; 2008. P. 616-622)
2.9. Prognosis
Vitiligo bukan penyakit yang membahayakan kehidupan.
Keberhasilan terapi bergantung pula pada kesabaran dan kepatuhan penderita
terhadap pengobatan yang diberikan. Efek psikososial vitiligo dapat berupa
hambatan sosial atau psikis.
5





Bila tidak merespon
Bila tidak merespon
Keterlibatan luas lesi
Vitiligo pada kulit
Bila <20%
dari kulit
Bila 20%
dari kulit
Kortikosteroid topikal,
imunomodulator, atau calcipotriol
atau kombinasi keduanya
Fototerapi: NB-UVB atau PUVA
atau PUVASOL (psoralen, UV A,
dan solar light)
Terapi PUVA topical atau
fototerapi pada lesi target
Bila tidak merespon dan luas
vitiligo > 50% luas kulit
Cangkok kulit atau transplantasi
melanosit
Terapi Depigmentasi
20

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Tanggal pemeriksaan : 30 Juni 2014
Nama : Aisyah
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 7 tahun
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status Perkawinan : -
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Parampuan
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Bercak Putih
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengalami perubahan warna kulit berupa bercak putih
pada daerah paha selangkangan dan bokong yang dialami sejak 6
bulan yang lalu muncul tiba-tiba dan menetap. Pertama kali bercak
putih muncul pada paha berupa titik, putih kecil dengan ukuran
kurang lebih 1cm x 1 cm yang semakin lama semakin meluas ke
daerah selangkangan dan bokong. Keluhan gatal dan nyeri disangkal.
Pasien sudah mendapatkan terapi dengan salep dan di jemur setelah di
olesi salep, tetapi tidak sembuh, bercak putih tetap ada dan semakin
meluas.
Riwayat Penyakit Dahulu : (-)
21

Riwayat Penyakit Keluarga :
Pada keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama yaitu paman pasien.
3.3. Pemeriksaan Fisik
3.3.1. Status General :
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Baik
Tanda Vital
- Tekana Darah :
- Nadi :
- Respirasi Rate :
- Suhu :
Kepala : Normochepali
- Mata : Anemia (-/-), Sclera ikterus (-/-), edema palpebra
(-/-)
- Mulut : lesi (-), mukosa mulut basah (+), mukosa mulut
eritema (+)
- Bibir : Lesi (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP: mmHg
Punggung : Fokal frenicus simetris
Thorax:
- Inspeksi :
Bentuk : Simetris
Retraksi : Tidak ada
Dispnea : Tidak ada
Pernafasn : Thorak
22

- Palpasi: Fokal frenicus simetris
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi :
Suara napas dasar : Versikuler
Suara nafas tambahan: Ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Nyeri (-)
- Perkusi : Timpani
- Hepar : Tidak teraba
- Lien Tidak teraba
Ekstremitas atas : akral hangat, anemis (-), ikterik (-),
sianosis (-), edema (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, anemis (-), ikterik (-),
sianosis (-), edema (-)
3.3.2. Status Dermatologis :
Lokasi: Regio Femoralis dextra, Regio Inguinal dan Regio Gluteus.
Efloresensi : Makula hipopigmentasi berwarna putih susu dengan
batas tegas.
23


Sumber: Data Primer tanggal
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Histopatologi, Pemeriksaan Laboratorium.
3.5. Resume
Pasien mengalami perubahan warna kulit berupa bercak putih pada
daerah pada, selangkangan dan bokong yang dialami sejak 6 bulan yang lalu
yang myncel secara tiba-tiba. Pertama kali bercak putih muncul pada paha
berupa titik putih kecil semakin lama semakin meluas ke daerah
selangkangan dan bokong. Paman pasien juga mengalami hal yang sama.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status vital dan status generalis
dalam batas normal. Dari pemeriksaan status dermatologis, lokasinya
terdapat pada paha kanan, daerah selangkangan dan bokong, didapatkan
efloresensi berupa makula hipopigmentasi, bentuk plakat ukuran bervariasi
dan berbatas tegas.
3.6. Diagnosis Banding
1. Tinea Versicolor
2. Pityriasis Alba
24

3. Tuberosclerosis
3.7. Diagnosis
Vitiligo Tipe Segmental
3.8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Histopatologi, Pemeriksaan Laboratorium.
3.9. Penatalaksanaan
- Kombinasi Psoralen dengan Ultra Violet A (PUVA)
- Triamcinolone acetonide 0,1%
- Sunscreens
3.10. Prognosis
Penyakit yang diderita pasien mempunyai prognosis baik














25


BAB IV
PEMBAHASAN

Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan adanya makula
putih yang meluas, mengenai seluruh tubuh yang mengandung sel melanosit. Angka
kejadian vitiligo antara 0,1-8,8% di dunia, terbanyak mengenai umur sebelum 20
tahun. Adanya pengaruh faktor genetik ditandai dengan angka insiden 5% dari anak
dengan vitiligo salah satu dari orang tua nya menderita vitiligo, sedangkan riwayat
keluarga bervariasi antara 20-40.
Pasien datang dengan keluhan mengalami perubahan warna kulit berupa
bercak putih pada daerah paha selangkangan dan bokong yang dialami sejak 6 bulan
yang lalu muncul tiba-tiba dan menetap. Pertama kali bercak putih muncul pada paha
berupa titik, putih kecil dengan ukuran kurang lebih 1cm x 1 cm yang semakin lama
semakin meluas ke daerah selangkangan dan bokong. Keluhan gatal dan nyeri
disangkal. Pasien sudah mendapatkan terapi dengan kombinasi psoralen dan
ultraviolet A, tetapi tidak sembuh, bercak putih tetap ada dan semakin meluas.
Selanjutnya berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan lesi pada paha,
selangkangan dan daerah bokong dengan eflurosensi makula hipopigmentasi, batas
tegas, beberapa berbentuk geografika sesuai dengan gambaran vitiligo. Dari hasil ini
dapat disingkirkan diagnosis banding Tinea Versicolor dan Pityriasis Alba karena
pada dua penyakit tersebut terdapat eflurosensi skuama.
Diagnosis vitiligo ditegakkan melalui anamesis, pemeriksaan fisik dan dapat
juga dilakukan pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Pemeriksaan didapatkan
gambaran klinis yang muncul sesuai dengan vitiligo. Riwayat inflamasi, iritasi atau
26

ruam kulit sebelum bercak putih disangkal. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang apapun seperti menurut teori dimana pasien dengan vitiligo dilakukan
pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan DL, UL, FL, LFT serta pemeriksaan
lain yang berhubungan dengan penyakit yang berkaitan (DM, tiroid, penyakit
autoimun dan genetik) dan lampu wood.
Penatalaksanaan pasien dengan vitiligo diberikan medikamentosa topikal,
sistemik dan fototerapi. Adapun pengobatan topikal yang diberikan adalah
kortikosteroid lemah sedang atau psoralen 1-5% (likuid atau cream) atau liquor
carbonas detergen 3 5 % atau kombinasi obat-obat tersebut. Dianjurkan pada
penderita untuk menggunakan kamuflase agar kelainan tersebut tertutup dengan
cover mask. Pengobatan sistemik diberikan bila lesi luas dengan psoralen 10-60 mg
per hari selama 2 9 bulan. Fototerapi dilakukan apabila pemberian obat-obat
tersebut tidak berhasil yang menggunakan gabungan antara psoralen dengan UVA
atau narrow-band UVB. Sebelumnya pasien telah diberikan terapi kombinasi
psoralen dengan ultra violet A (PUVA) dan tidak membaik.










27

BAB V
KESIMPULAN

Vitiligo merupakan penyakit yang masih belum diketahui penyebabnya
secara pasti. Namun, beberapa faktor diduga bisa menjadi pencetus untuk penyakit
ini. Begitu juga, telah banyak hipotesis yang diungkapkan oleh para peneliti untuk
menyingkap misteri dibalik perjalanan penyakit ini.
Tidak adanya melanosit pada lapisan kulit, merupakan tanda khas penyakit
ini. Gambaran ruam vitiligo dapat berupa makula hipopigmentasi yang lokal sampai
universal. Daerah tangan, pergelangan tangan, lutut, leher dan daerah sekitar lubang
(misalnya mulut) adalah daerah-daerah predileksi dari vitiligo.
Setelah anamnesis dan pemeriksaan klinis, pemeriksaan woodlamp dan
pemeriksaan laboratorium histopatologi dapat menjadi penunjang untuk menegakkan
diagnosis vitiligo.
Terapi vitiligo sendiri sampai saat ini masih kurang memuaskan. Tabir surya
dan kosmetik covermask bisa menjadi pilihan terapi yang murah dan mudah serta
dapat digunakan oleh pasien sendiri dibanding dengan terapi lainnya. Kortikosteroid
topikal juga dapat menjadi terapi inisial untuk vitiligo. Tindakan pembedahan
Minirafting pada vitiligo dapat menjadi pilihan terapi apabila terapi lain memang
tidak berhasil. Khusus untuk vitiligo dengan luas permukaanya lebih dari 50% dan
pengobatan psoralen tidak berhasil, dapat dipilih terapi depigmentasi agar seluruh
kulit memiliki warna yang seragam.
Prognosis vitiligo masih meragukan dan bergantung pula pada kesabaran dan
kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang diberikan.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar RS, Saripati Penyakit Kulit, Edisi II, EGC, Jakarta, 2004: 252-253
2. SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Pedoman Diagnosis dan Terapi,
Edisi III. Surabaya, 2005: 112-113.
3. Soepardiman L, Kelainan Pigmen, Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editor, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi V, FKUI, Jakarta, 2010:
296-298.
4. Eleftheriadou V, Setting priorities and reducing uncertainties for the
treatment of vitiligo, University of Nottingham, 2013: 19-50
5. Febriyanti D, Vitiligo, Fakultas kedokteran universitas jember, 2011: 2-13
6. Halder RM, Taliaferro SJ., Vitiligo, In : Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. 7
th
edition. New York : McGraw-Hill; 2008. P. 616-622
7. Lubis RD Vitiligo. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/3407/1/08E00896.pdf (Akses: 13 Juli 2014)
8. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases.
Vitiligo, U.S. Department of Health and Human Services Public Health
Service, 2010: 1-4.
9. Schulze B, Guideline on Vitiligo, European Dermatology Forum, 2011: 1-
30.
10. Park KK., Vitiligo Management and Therapy, Intech. 2011: 31-50
11. Halder RM, dan Johnathan L., Chappell. 2009, Vitiligo Update, Semin
Cutan Med Surg, 86-92.

Anda mungkin juga menyukai