Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan pada
penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin
bentuk reduksi, yang paling berperan adalah pigmen melanin. Melanosis adalah
kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit dapat berupa
hipermelanosis (melanoderma) bila produksi pigmen bertambah dan
hipomelanosis (lekoderma) bila produksi pigmen berkurang. Macam-macam
kelainan pigmen kulit seperti berikut ini :

1. Melasma, yaitu hipermelanosis yang tidak merata terutama pada muka,


berwarna coklat muda sampai coklat tua, berkembang lambat dan pada umumnya
simetris.

2. Lentiginosis, yaitu keadaan timbulnya lentigo (makula coklat/coklat


kehitaman berbentuk polisiklik) dalam jumlah yang banyak atau dengan distribusi
tertentu.

3. Efelid, yaitu makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang yang timbul


pada kulit yang sering terkena sinar matahari.

4. Lentigo senilis, yaitu makula hiperpigmentasi pada kulit daerah yang terbuka,
biasanya pada orang tua.

5. Vitiligo, merupakan pokok bahasan dalam makalah ini.

Sejak zaman dahulu vitiligo telah dikenal dengan beberapa istilah yakni
shwetekusta, suitra, behak, dan beras. Kata vitiligo sendiri berasal dan bahasa
latin, yakni vitellus yang berarti anak sapi, disebabkan karena kulit penderita
berwarna putih seperti kulit anak sapi yang berbercak putih. Istilah vitiligo mulai

1
diperkenalkan oleh Celsus, ia adalah seorangdokter Romawi pada abad kedua.
Insidensi Vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin. Pernah dilaporkan bahwa vitiligo
yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini
dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena
masalah kosmetik. Penyakit juga dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut
dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus) pada usia 10 – 30 tahun.

Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga
iniadalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secara poligenik atau secara
autosomal dominan. Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari30% dari
penderitavitiligomempunyai penyakit yang sama pada orangtua, saudara, atau
anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar
identik. Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui sepenuhnya. Namun,
beberapa faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang:

1. Faktor mekanis

Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah
tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi.

2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A

Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UV
A dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan.

3. Faktor emosi/psikis

Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat


gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat.

4. Faktor hormonal

Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan kontrasepsi


oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Vitiligo adalah suatu kelainan kulit akibat gangguan pigmentasi (hipomelanosis)


idiopatik yang ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas. Dapat
mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut
dan mata. Vitiligo adalah gangguan pigmentasi yang didapat, ditandai dengan lesi
yang tidak berpigmentasi, yang disebabkan karena hilangnya fungsi melanosit
dari epidermis. Kriteria diagnostik, terutama klinis, berdasarkan hasil pemeriksaan
yang diperoleh, yaitu lesi putih pada kulit, tanpa peradangan terkait yang
cenderung untuk memperbesar sentrifugal.

Klasifikasi terbaru vitiligo membagi vitiligo secara klinis menjadi dua jenis:
segmental (tipe B) dan nonsegmental (Tipe A). Tipe B lebih jarang dan memiliki
distribusi dermatomal; setelah onset cepat dan mengalami perkembangan,
biasanya memiliki perjalanan penyakit yang lebih stabil. Tipe A lebih sering
ditemukan, serta memiliki potensi evolusi seumur hidup, dan berhubungan dengan
fenomena Koebner dan sering berkaitan dengan penyakit autoimun seperti
gangguan tiroid, Diabetes Melitus Tipe 1, Anemia Pernisiosa, dan Penyakit
Addison.

Klasifikasi klinis lainnya adalah klasifikasi Nordlund berdasarkan distribusi dan


perluasan lesi, yaitu vitiligo lokal, general, dan universal. Vitiligo Lokal
diklasifikasikan menjadi bentuk fokal (satu atau lebih bercak di satu daerah tetapi
tidak dalam satu pola segmental) dan segmental (satu atau lebih makulapada
distribusi dermatoma). Vitiligo General dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu
akrofasial (mempengaruhi wajah dan distal ekstremitas), vulgaris (varietas yang
paling umum, dengan distribusi lesi yang simeteris pada zona khas), dan
campuran (ditambah segmantalis vulgaris atau) acrofacialis. Sedangkan pada
Vitiligo Universal, melibatkan lebih dari 80% dari tubuh.

3
Penyebab vitiligo masih belum diketahui secara pasti, tetapi peneliti dan dokter
telah mengemukakan beberapa teori. Terdapat bukti kuat bahwa pasien vitiligo
mewarisi sekelompok gen yang menyebabkan mereka rentan terhadap
depigmentasi. Teori yang paling banyak diterima adalah depigmentasi terjadi
karena vitiligo reaksi autoimun, yaitu penyakit yang pada penderitanya terdapat
sistem kekebalan tubuh yang bereaksi terhadap organ atau jaringan tubuhnya
sendiri. Tubuh penderita tersebut memproduksi protein yang disebut sitokin yang
mengubah sel-sel penderita yang memproduksi pigmen, dan menyebabkan sel-sel
tersebut mati. Teori lain adalah melanosit menghancurkan diri mereka sendiri.

B. EPIDEMIOLOGI

Insidens yang dilaporkan bervariasi antara 0,1 sampai dengan 8,8% penduduk
dunia tanpa membedakan ras dan jenis kelamin. Mengenai semua umur, paling
banyak umur 20 – 40 tahun. Frekuensi pada kedua jenis kelamin sma, hanya sja
penelitian epidemiologik menunjukan bahwa penderita yang datang berobat lebih
banyak wanita daripada pria. Terdapat juga pengaruh faktor genetik, dimana pada
penderita vitiligo, 5% akan mempunyai anak dengan vitiligo juga.

C. ETIOLOGI

Penyebab vitiligo masih belum diketahui dengan jelas, namun ada beberapa
teori yang berusaha menerangkan patogenesisnya. Masih sedikit yang diketahui
tentang patogenesis vitiligo, sehingga patofisiologi penyakit ini masih menjadi
teka-teki. Sampai saat ini terdapat 3 hipotesis klasik patofisiologi vitiligo yang
dianut, yang masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan yaitu :

1. Hipotesis autositoksik

Hipotesis ini berdasarkan biokimiawi melanin dan prekursornya.


Dikemukakan bahwa terdapat produk antara dari biosintesis melanin yaitu
monofenol atau polifenol. Sintesis produk antara yang berlebihan tersebut akan

4
bersifat toksik terhadap melanosit. Seorang peneliti mengemukakan bahwa
melanosit normal mempunyai proteksi terhadap proses tersebut, sedangkan pada
penderita vitiligo mekanisme proteksi ini labil, sehingga bila ada gangguan,
produk antara tersebut akan merusak melanosit dan akibatnya terjadi vitiligo. Hal
ini secara klinis dapat terlihat lesi banyak dijumpai pada daerah kulit yang
mengandung pigmen lebih banyak (berwarna lebih gelap). Juga hal ini dapat
terjadi pada pekerja-pekerja industri karet, plastik dan bahan perekat karena
banyak berkontak dengan bahan fenol dan katekol.

2. Hipotesis neurohumoral

Hipotesis ini mengatakan bahwa mediator neurokimiawi seperti asetilkolin,


epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf perifer
merupakan bahan neurotoksik yang dapat merusak melanosit ataupun
menghambat produksi melanin. Bila zat-zat tersebut diproduksi berlebihan, maka
sel melanosit di dekatnya akan rusak. Secara klinis dapat terlihat pada vitiligo
segmental satu atau dua dermatom, dan seringkali timbul pada daerah dengan
gangguan saraf seperti pada daerah paraplegia, penderita polineuritis berat.

3. Hipotesis imunologik

Vitiligo merupakan suatu penyakit autoimun, pada penderita dapat


ditemukan autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik, yaitu autoantibodi
anti melanosit yang bersifat toksik terhadap melanosit. Dari hasil-hasil penelitian
terakhir, tampaknya hipotesis imunologik yang banyak dianut oleh banyak ahli.
Hal ini disokong dengan kenyataan bahwa insidens vitiligo meningkat pada
penderita penyakit autoimun, yaitu antara lain : penyakit kelenjar tiroid, alopesia
areata, anemia pernisiosa, anemia hemolitik autoimun, skleroderma dan artritis
rheumatoid.

5
Selain itu, terdapat beberapa teori lain mengenai patogenesis vitiligo, diantaranya:

1. Teori Neurogenik

Teori ini berdasarkan atas beberapa pengamatan. Menurut teori ini suatu mediator
neurokemik dilepaskan dan senyawa tersebut dapat menghambat melanogenesis
serta dapat menyebabkan efek toksik pada melanosit.

2. Teori Autoimun

Teori ini menganggap bahwa kelainan sistem imun menyebabkan terjadinya


kerusakan pada melanosit. Beberapa penyakit autoimun yang sering dihubungkan
dengan vitiligo antara lain adalah tiroiditis (Hashimoto), anemia pernisiosa,
penyakit Addison, alopesia areata dan sebagainya.

3. Teori rusak diri (self destruction theory)

Teori menyebutkan bahwa metabolit yang timbul dalam sintesis melanin


menyebabkan destruksi melanosit. Metabolit tersebut misalnya kuinon.

4. Teori Autositotoksik

Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA
ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal
bebas.

D. GEJALA KLINIS

Makula hipopigmentasi (kurang warna/pucat) yang khas pada vitiligo


berupa bercak putih seperti susu, berdiameter beberapa milimeter sampai
sentimeter, berbentuk bulat, lonjong, ataupun tak beraturan, dan berbatas tegas.
Selain hipopigmentasi tidak dijumpai kelainan lain pada kulit. Kadang-kadang
rambut pada kulit yang terkena ikut menjadi putih. Pada lesi awal kehilangan

6
pigmen tersebut hanya sebagian, tetapi makin lama seluruh pigmen melanin
hilang.
Lesi vitiligo umumnya mempunyai distribusi yang khas. Lesi terutama
terdapat pada daerah terpajan (muka, dada, bagian atas, punggung tangan), daerah
intertriginosa (aksila, lipat paha), daerah sekitar orifisium (sekitan mulut, hidung,
mata dan anus), pada bagian ekstensor permukaan tulang yang menonjol (jari-jari,
lutut, siku), daerah tibia anterior, daerah sekitar puting susu dan umbilikus
(pusar). Daerah mukosa yang sering terkena terutama genital, bibir dan gusi.

Di samping itu dapat pula ditemukan bentuk-bentuk lain dari lesi vitiligo, antara
lain:

1. Trichome vitiligo : vitiligo yang terdiri atas lesi berwarna coklat, coklat muda
dan putih.

2. Vitiligo inflamatoar: lesi dengan tepi yang meninggi eritematosa dan gatal.

3. Lesi linear.

Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis (tanya jawab yang


mengarah ke penyakit) dan pemeriksaan klinis, dan ditunjang oleh pemeriksaan
histopatologik serta pemeriksaan dengan lampu Wood. Pemeriksaan histopatologi
lesi vitiligo menunjukkan tidak dijumpainya melanosit dan granul melanin di
epidermis; pewarnaan perak atau reaksi dopa, memberi hasil negatif. Pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron terlihat hilangnya melanosit, sedangkan
pada tepi lesi sering dijumpai melanosit yang besar dengan prosesus dendritikus
yang panjang; beberapa penulis menjumpai infiltrat limfositik di dermis. Pada lesi
awal atau tepi lesi masih dapat dijumpai beberapa melanosit dan granul melanin.
Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi vitiligo tampak putih berkilau dan hal
ini berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya.

Gejala subyektif tidak ada, tetapi dapat timbul rasa panas pada lesi. Gejala
atau gambaran klinis vitiligo dimulai dengan bintik – bintik atau makula putih

7
yang makin lama makin lebar hingga mencapai ukuran lentikular atau plakat
dengan batas tegas tanpa perubahan epidermis yang lain. Biasanya tidak gatal atau
nyeri.

Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi normal


atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifaolikular. Kadang – kadang
ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema dan gatal disebut inflamatoar.

8
E. KLASIFIKASI

Vitiligo mempunyai beberapa pola distribusi yang khas. Ada 2 bentuk vitiligo :

1. Lokalisata

a. Vitiligo Fokal (Localized) : satu atau lebih makula pada satu area, tetapi tidak
segmental.

b. Vitiligo Segmental : distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang unilateral


dalam suatu distribusi dermatom atau quasidermatom. Tipe ini dikatakan sebagai
suatu jenis vitiligo yang bersifat stabil.

c. Vitiligo Mukosal : hanya terdapat pada membrane mukosa.

2. Generalisata

Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris. Vitiligo


generalisata dapat dibagi menjadi :

a. Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi dibagian distal ektremitas dan muka,


merupakan stadium mula vitiligo generalisata.

b. Vulgaris : makula tanpa pola tertentu di banyak tempat.

c. Campuran : depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh


merupakan vitiligo yang total.

F. PREDILEKSI ATAU LOKALISASI

Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Daerah yang sering
terkena adalah :

1. Kulit jari tangan


2. Fleksura pergelangan tangan
3. Siku

9
4. Daerah tulang kering
5. Lutut
6. Pergelangan kaki
7. Genitalia
8. Kelopak mata
9. Regio perioral

G. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis bisa didasarkan atas pemeriksaan klinis (Anamnesa,


pemeriksaan fisik), uji diagnostik (Untuk membedakan dengan penyakit lain yang
menyerupai) dan pemeriksaan laboratorium (Untuk membantu mencari adanya
kaitan dengan penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus, penyakit tiroid dan lain
– lain).

Anamnesa

a. Awitan penyakit

b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini.

c. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes mellitus, dan anemia
pernisiosa.

d. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stress, emosi, terbakar surya dan


pajanan bahan kimia.

e. Riwayat inflamasi, iritasi atau ruam kulit sebelum bercak putih.

Pemeriksaan Fisik

Perlu dilakukan pemeriksaan umum, adanya depigmentasi yang


asimptomatik, tanpa gejala inflamasi, ada tidaknya batas inflamasi sekitar lesi,
tempat lesi pertama kali muncul (tangan, lengan, kaki, muka dan bibir), pola
vitiligo (fokal, segmental, universal atau akral/akrofasial).

10
Tes Diagnostik

Dilakukan untuk membedakan dengan penyakit yang menyerupai,


misalnya limfoma kutan sel-T, LED/LES, lepra, pinta, nevus anemikus,
depigmentosus, skleroderma, tinea versikolor dan lain – lain.

Tes Laboratorium

Dilakukan untuk mendeteksi penyakit – penyakit sistemik yang menyertai


seperti insufisiensi adrenal, diabetes mellitus. Tes – tes yang mungkin membantu
antara lain biopsi.

Pemeriksaan Histopatologi

Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal kecuali


tidak ditemukan melanosit, kadang – kadang ditemukan limfosit pada tepi makula.

H. DIAGNOSIS BANDING

Sebagai diagnosis banding ialah

1. Piebaldisme

2. Sindrom Wardenburg dan Sindrom Woolf.

3. Vitiligo segmental perlu dibedakan dengan nevus depigmentosus,


tuberosklerosis, hipomelanositosis

4. Lesi tunggal harus dibedakan dengan tinea versikolor, pitiriasis alba,


hipomelanosis gutata dan hipopigmentasi pasca inflamasi.

11
I. PENGOBATAN

Ada sejumlah cara untuk mengubah penampilan vitiligo tanpa mengatasi


penyebab yang mendasarinya. Pada kasus ringan, patch vitiligo dapat
disembunyikan dengan make up atau solusi kamuflase kosmetik. Jika orang yang
terkena berkulit pucat, patch dapat dibuat kurang terlihat oleh sinar matahari dan
menghindari matahari tanning kulit tidak terpengaruh. Namun, paparan sinar
matahari juga dapat menyebabkan melanosit untuk regenerasi untuk
memungkinkan pigmentasi untuk datang kembali ke warna aslinya.

Rumah fototerapi UVB narrowband adalah pendekatan yang sangat umum yang
memperlakukan vitiligo. Paparan UVB cahaya berasal dari lampu UVB kecil
narrowband yang memberikan panjang gelombang tertentu hanya 311-313
nanometer. Kekuatan lampu sangat rendah dan ada panas. Tingkat keberhasilan
sangat tinggi pada anak dan pada orang dewasa ketika Bintik-bintik pada wajah
dan leher. Waktu pemaparan bervariasi; frekuensi pengobatan berkisar dari dua
sampai tiga kali per minggu dengan meningkat secara bertahap dalam paparan
setiap sesi berikutnya.

Sumber untuk narrowband UVB sinar UVB dapat jenis dari lampu neon yang
merawat area yang luas dalam beberapa menit atau daya tinggi serat optik
perangkat dalam sepersekian detik, di klinik.

Gelombang panjang ultraviolet (UVA) cahaya dari lampu UVA, dengan Psoralen,
yang disebut "PUVA", diberikan di klinik. Ini membantu dalam sebagian besar
kasus. Psoralen dapat diambil dalam sebuah pil 1-2 jam sebelum paparan atau
sebagai Psoralen merendam daerah ½ jam sebelum paparan.

Akhir-akhir ini, UVB narrowband menggantikan PUVA sejak pengobatan ini


tidak melibatkan Psoralen karena efek dari lampu UVB narrowband cukup.

Pengobatan tradisional (jika ada) yang diberikan oleh ahli dermatologi


kebanyakan krim kortikosteroid.

12
Studi juga menunjukkan bahwa krim imunomodulator seperti Protopic dan Elidel
juga menyebabkan repigmentation dalam beberapa kasus, bila digunakan dengan
perawatan narrowband UVB.

Pada akhir Oktober 2004, dokter berhasil ditransplantasikan ke daerah vitiligo


melanosit yang terkena, efektif repigmenting wilayah tersebut. Prosedur ini
melibatkan mengambil lapisan tipis kulit berpigmen dari wilayah glutealis pasien.
Melanosit kemudian dipisahkan dan digunakan untuk membuat suspensi seluler.
Area yang akan diobati kemudian ablated dengan laser medis, dan cangkok
melanosit diterapkan. Tiga minggu kemudian, wilayah itu terkena sinar UV
berulang kali selama dua bulan. Antara 73 dan 84 persen pasien mengalami
repigmentation hampir lengkap dari kulit mereka. Umur panjang repigmentation
itu berbeda dari orang ke orang. Pada 1980-an, profesor dermatologi Aaron B.
Lerner telah memelopori terapi transplantasi kulit untuk vitiligo.

Pada awal 2008 para ilmuwan di King College London menemukan bahwa
piperin, bahan kimia yang berasal dari lada hitam, dapat mempersingkat proses
repigmentation di kulit dan mengurangi eksposur UVB, menghasilkan pigmentasi
lebih tahan lama dan lebih merata.

Sebuah studi tahun 2003 yang terbatas di India dari 25 pasien dengan vitiligo
terbatas dan lambat menyebarkan diberikan secara lisan-diambil Ginkgo biloba
menemukan itu menjadi "terapi yang cukup efektif untuk menahan perkembangan
penyakit". Sebuah tinjauan 2008 dari produk kesehatan alami yang ditemukan
studi untuk umum dengan kualitas yang miskin, tetapi menyimpulkan bahwa L-
fenilalanin digunakan dengan fototerapi, dan Ginkgo biloba lisan sebagai
monoterapi menunjukkan janji.

Umum

1. Seseorang yang akan mengobati vitiligo, harus mengenal dan mengetahui


beberapa hal misalnya : tentang sifat dan biologi sel melanosit, tentang
farmakologi obat – obat yang digunakan, prinsip - prinsip terapi sinar, resiko serta
hasilnya.

13
2. Penderita vitiligo perlu periksa KGD.

3. Pada lesi, oleh karena mudah terbakar sinar matahari, dianjurkan memakai tabir
surya.

4. Melanosit sangat lamban dalam merespon pengobatan, untuk mencapai hasil


yang optimal terapi harus dilanjutkan sampai 6 – 12 bulan.

Khusus

Tidak ada terapi yang memuaskan, bila perlu dianjurkan untuk penggunaan
kamufalse agar kelainan tersebut tertutup dengan cover mask.

Psoralen (PUVA)

Bahan aktif yang sering digunakan adalah trimetoksi psoralen (TPM) dan 8
metoksi psoralen yang bersifat photosensitizer.

Cara pemberian : Obat psoralen 20-30 mg (0,6 mg/kgBB) dimakan 2 jam


sebelum penyinaran, selama 6 bulan sampai setahun. Obat psoralen topikal
dioleskan lima menit sebelum penyinaran, tetapi sering menimbulkan dermatitis
kontak iritan .

Lama Penyinaran : mula-mula sebentar kemudian setiap hari dinaikan perlahan –


lahan ( antara ½ samapai 4 menit ). Ada yang menganjurkan pengobatan
dihentikan seminggu setiap bulan.

Obat psoralen topikal dioleskan lima menit sebelum penyinaran, tetapi sering
menimbulkan dermatitis kontak iritan .

Kontra indikasi : hipertensi, gangguan hati, kegagalan ginjal dan jantung.

Helioterapi

Helioterapi merupakan salah satu bentuk fotokemoterapi, yang merupakan


gabungan antara trisoralen dan sinar matahari

14
Prosedur pelaksanaan :

- Trisoralen diberikan dengan dosis 0,3mg/kgBB, kemudian lesi disinari selama


15 menit.

- Obat dimakan 2-4 jam sebelum penyinaran

- Pengobatan diberikan 2-3 kali setiap minggu tidak boleh dua hari berturut – turut

- Tidak dianjurkan memberikan terapi vitiligo di daerah genitalia, kecuali pada


keadaan khusus.

Kortikosteroid

Pemakaian kortikosteroid ini kemungkinan didasarkan pada teori rusak diri


maupun teori autoimun. Dalam hal ini kortikosteroid dapat memperkuat
mekanisme pertahanan tubuh pada auto destruksi melanosit atau menekan
perubahan imunologik.

Penggunaan kortikosteroid topikal dapat dilakukan dengan prosedur Drake dkk :

a. Krim kortikosteroid (KST) dioleskan pada lesi sekali sehari selama 3-4 bulan.

b. Setiap minggu sekali dilakukan evaluasi dengan menggunakan lampu Wood.

c. Penggunaan diteruskan apabila ada repigmentasi, namun harus segera


dihentikan apabila tidak ada respons dalam waktu 3 bulan.

Fluorourasil

Untuk menimbulkan pigmentasi pada lesi, dapat dipakai fluorourasil secana


topikal. Pemakaian fluorourasil tersebut dilakukan secara tertutup di atas kulit
yang telah diepidermabrasi. Pada kulit yang erosif tersebut dioleskan krim
fluorourasil 5% dan ditutup dengan bahan polietilen untuk jangka waktu 24 jam.
Cara pengobatan ini dihentikan setelah aplikasi sebanyak 7 10 kali. Salah satu
hipotesis mengatakan bahwa fluorourasil juga mengakibatkan kolonisasi

15
melanosit di epidermis yang kemudian bermigrasi ke daerah lesi sewaktu proses
epitelisasi.

Depigmentasi

Jika lesi vitiligo sangat luas, jauh lebih luas dari kulit normalnya (lebih dari 50%)
ada yang menganjurkan untuk memberikan monobenzil hidrokuinon 20% dua kali
sehari pada kulit normal sehingga terjadi bleaching dan diharapkan warna kulit
menjadi sama.

Tindakan Bedah

Tindakan bedah yang dapat dilakukan adalah autologous skin graft yakni
memindahkan kulit yang normal (2-4 mm) ke ruam vitiligo. Efek samping yang
mungkin timbul antara lain parut, repigmentasi yang tidak teratur, Koebnerisasi
dan infeksi

Terapi NB-UVB pada Penyakit Vitiligo

Sinar ultraviolet B gelombang pendek adalah teknologi yang relative baru dalam
pengobatan vitiligo. Dahulu kebanyakan dokter menggunakan sistem PUVA
namun efek samping tidak dapat dihindarkan. Panel dan kabinet sinar UVB
gelombang pendek memecahkan masalah paparan berlebihan sinar UV dengan
memaksimalkan pengiriman radiasi UVB gelombang pendek (dalam kisaran 311
sampai 312 nanometer).

Jarak optimum kulit ke lampu UV adalah 7 inchi, waktu pemaparan tergantung


warna kulit dan telah berapa mendapatkan pengobatan.

UVB gelombang pendek hanya memancarkan sinar 311 sampai 312 nanometer.
Studi klinis menunjukkan panjang gelombang yang paling efektif bersifat
therapeuik adalah 295 sampai 313 nanometer, namun panjang gelombang

16
dibawah 300 nm dapat menyebabkan eritema atau luka bakar parah dan
meningkatkan resiko kanker kulit. UVB gelombang pendek lebih efektif untuk
penanganan vitiligo anak-anak.

NB-UVB merupakan terapi dengan menggunakan lampu ultraviolet dengan


pemancaran maksimal 311 nm (Majid, 2010). Saat ini, NB-UVB merupakan
terapi pilihan pertama pada penyakit ini karena aman dan efektif pada pasien anak
maupun dewasa dengan generalized vitiligo.

Gambar. NB-UVB

Narrowband Ultraviolet B (NB-UVB) menyebabkan repigmentasi dari bercak


vitiligo setidaknya dua kali lipat dengan cara:

(a) imunosupresi untuk menghentikan pembunuhan melanosit membunuh

(b) memulihkan pigmentasi melalui peningkatan jumlah melanosit.

UVB mempunyai efek imunomodulator yang dapat menstabilisasi respon imun


yang abnormal pada penderita vitiligo. Stimulasi melanosit folikular terjadi karena
NB-UVB mengaktivisasi melanosit inaktif pada outer root seath folikel rambut di
bagian tengah dan bawah. Melanosit inaktif mengandung protein melanosomal
tapi tidak mempunyai enzim yang dibutuhkan untuk melanogenesis.
Pengaktivisasian sel melanosit di outer root seath ini menyebabkan sel-sel

17
tersebut berploriferasi dan bermigrasi dari folikel rambut ke epidermis dan
menyebar secara sentrifugal.

Gambar. Penggunaan NB-UVB

Pada penelitian yang dilakukan oleh Marina Hapsari dan beberapa peneliti
pembantu lainya dari Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada 7
orang pasien vitiligo pada bulan Januari-Desember 2005, pengobatan
menggunakan terapi NB-UVB terbukti efektif. Dalam jangka waktu 1 tahun,
terjadi repigmentasi sebesar <25% pada lima orang pasien, 26-50% pada satu rang
pasien, dan >75% pada pasien lainnya. Perbedaan kecepatan respon terapi diduga
berhubungan dengan letak anatomis lesi. Hipotesis ini masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.

Zat warna sebagai kamuflase pada kulit

Karena vitiligo mengganggu penampilan seseorang maka dapat dipakai zat warna
topikal sebagai kamuflase. Ini dapat dilakukan dalam kasus yang ringan di mana
bercak vitiligo dapat disembunyikan dengan make up atau kamoflase kosmetik
lain.

18
Lain-lain

1. Teknik bedah:

Cangkok tandur kulit, dengan cara kulit dari bagian tubuh yang normal diambil
dan ditempelkan di tempat lain yang terkena vitiligo. Umumnya digunakan pada
dengan vitiligo yang kecil.

Mikropigmentasi (tattooing), dilakukan dengan cara menanamkan pigmen ke


dalam kulit dengan alat bedah khusus. Cara ini lebih baik untuk area bibir, terutaa
pada orang dengan kulit gelap. Namun, sulit untuk cocok dengan sempurna
warna kulit sekitarnya.

Transplantasi melanosit, dilakukan dengan cara mengambil sampel dari kulit


dengan pigmen normal lalu diletakkannya dalam sebuah bejana berisi bahan
kultur khusus untuk menumbuhkan melanosit. Ketika melanosit dalam kultur
telah mengalami multiplikasi, kemudian ditanam pada kulit yang mengalami
bercak putih.

2. Akupunktur, Diperkirakan akupunktur memberikan efek stimulasi terhadap


melanosit, perbaikan mikrosirkulasi, peningkatan respons imunitas dan efek
regulasi fungsi organ.

3. Monobenzil hidrokuinon adalah bahan pemutih yang memberikan efek


samping vitiligo. Obat ini dapat menyebabkan kerusakan melanosit dan biasanya
dipakai pada vitiligo yang sangat luas, sehingga sisa kulit yang normal diputihkan
seluruhnya. Biasanya dipakai dalam bentuk krim dengan konsentrasi 2-4%.

4. Tabir surya dan pelindung kulit yang pucat, Suatu pelindung yang kuat Sun-
blok dioleskan pada daerah vitiligo untuk mencegah sengatan matahari. Daerah
kulit yang terkena mengalami gangguan vitiligo dilindungi ketika sinar matahari
kuat, terutama di siang hari, misalnya memakai topi yang lebar dan pakaian
berlengan panjang.

19
Cara pengobatan di atas memang memerlukan waktu yang lama, pengobatan
biasanya memerlukan waktu 18 bulan sampai 2 tahun.

Efek psikososial vitiligo juga tidak boleh dilupakan. Tiap penderita memerlukan
dukungan psikologis, lebih-lebih bila terdapat hambatan sosial atau psikis.
Vitiligo bukan penyakit yang membahayakan kehidupan, tetapi prognosisnya
masih meragukan dan bergantung pula pada kesabaran dan kepatuhan penderita
terhadap pengobatan yang diberikan.

20
BAB III

PENUTUP

Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi didapat yang disebabkan hilangnya


melanosit pada epidermis, memban mukosa, mata, dan rambut. Penyebab
hilangnya melanosit belum diketahui dengan pasti dan banyak hipotesis yang
mencoba untuk menjelaskannya. Vitiligo terbanyak dijumpai pada usia 10-30
tahun, walaupun pada bayi vitiligo jarang dijumpai, tetapi kongenital vitiligo
pernah dilaporkan. Gambaran klinis berupa makula atau bercak putih seperti susu,
berbatas tegas, pinggir yang hiperpigmentasi, asimptomatik, dan mempunyai
distribusi lesi yang tertentu. Pemeriksaan menggunakan lampu Wood, biopsi,
pewarnan khusus untuk melanosit dan melanin, dapat membantu menegakkan
dianosa vitiligo. Pengobatan pada vitiligo sangat individual dan memiliki banyak
pilihan sehingga membutuhkan kecermatan dalam memilih pengobatan dan
terjadinya repigmentasi membutuhkan waktu yang lama, sehingga diperlukan
kesabaran penderita, orang tua, maupun dokter yang merawatnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Soepardiman Lili, Kelainan pigmen “Vitiligo”, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 1999, Hal:274-76

Siregar, R.S, Prof, Dr, Vitiligo dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit
Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004, Hal:252-53

Harahap Marwali, Prof, Dr, Vitiligo dalam Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates,
Jakarta 2000, Hal 151-56

Ovedoff D., Kapita Selekta Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta, 2002, 91-92

Vittiligo, Available at, www.Mayoclinic.com.vitiligo

Vitiligo, Available at, www.Emedicine.com.vitiligo

Vitiligo, Available at, www.homephototherapy.com/vit-uvb-narrow-band.htm

22

Anda mungkin juga menyukai