Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH INFEKSI

JAMUR BAKTERI VIRUS


Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sistem Integumen

DISUSUN OLEH:
HENI FITRIANI
1117008

PROGRAM RPL-DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi merupakan proses invasif oleh organisme dan berproliferasi di dalam tubuh
sehingga menimbulkan penyakit (Potter & Perry, 2005). Sedangkan infeksi kulit merupakan
suatu penyakit yang ditimbulkan karena suatu bakteri/kuman, virus, dan jamur. Penularannya
dapat disebabkan dengan kontak langsung yaitu dengan menyentuh kulit yang terinfeksi
maupun tidak langsung melalui perantara benda-benda yang terkontak dengan organisme
pembawa infeksi.
Status ekonomi dan tingkat pengetahuan (pendidikan) individu sangat berpengaruh
terhadap penyakit infeksi kulit. Semakin rendah status ekonomi dan tingkat pengetahuan
individu maka resiko kejadian infeksi kulit semakin tinggi. Faktor terjadinya musibah seperti
banjir semakin mendukung rantai penularan infeksi kulit. Salah satu contoh kasus tahun
2003, lebih dari 100 orang warga kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut, Jawa Barat,
terserang penyakit gatal-gatal diikuti bintik-bintik merah dan hitam disekujur tubuh. Dokter
puskesmas di daerah tersebut menjelaskan bahwa penyakit kulit tersebut bernama scabies
akibat infeksi jamur dari air yang kurang bersih. (Cecep Hendar dan Wahyu Wacana/Sup,
indosiar.com :2003).
Dari fakta kejadian di atas perlu digarisbawahi bahwa infeksi kulit khususnya jamur, virus,
dan bakteri tidak dapat dianggap remeh. Efek yang muncul dapat mengganggu
keberlangsungan hidup individu baik itu fisik maupun psikologis individu. Kompetensi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang tepat diharapkan dapat menjembatani
permasalahan di bidang integumen khususnya mengenai infeksi jamur, virus, dan bakteri
yang akan dibahas dalam makalah ini.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mampu
memberikan asuhan keperawatan terhadap klien dengan infeksi jamur, bakteri, dan virus.
1.2.2 Tujuan Khusus
Menjelaskan serta mengidentifikasi definisi, etiologi, patofisiologi, WOC, manifestasi
klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis dari infeksi
serta infeksi bakteri, virus, dan jamur itu.
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mengidentifikasi, memahami serta melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan infeksi jamur, virus, dan bakteri secara komprehensif, tepat, dan efisien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infeksi merupakan proses invasif oleh organisme dan berproliferasi di dalam tubuh
sehingga menimbulkan penyakit (Potter & Perry, 2005). Sedangkan infeksi kulit merupakan
suatu penyakit yang ditimbulkan karena suatu bakteri/kuman, virus dan jamur.

1. Infeksi Bakteri (Pioderma)


Infeksi bakteri pada kulit bisa primer atau sekunder. Infeksi kulit primer berawal dari kulit
yang sebelumnya tampak normal, dan biasanya infeksi ini disebabkan oleh satu macam
mikroorganisme. Infeksi kulit sekunder terjadi akibat kelainan kulit yang sudah ada
sebelumnya atau akibat disrupsi keutuhan kulit karena cedera atau pembedahan. Pada kedua
keadaan ini, beberapa jenis mikrooganisme dapat terlibat, misalnya Staphylococcus aureus
atau streptokus grup A. Infeksi bakteri primer yang sering terjadi, antara lain :
a. Impertigo bulosa. Merupakan infeksi superfisial kulit yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, ditandai oleh pembentukan bula dari vsikel asalnya. Bula
tersebut mengalami ruptur dan meninggalkan lesi merah serta basah.
b. Folikulitis. Merupaka infeksi stafilokokus yang timbul dalam folikel rambut. Lesi bisa
bersifat superfisial atau dalam. Sering terlihat pada daerah dagu laki-laki yang
mencukur janggutnya dan pada tungkai wanita.
c. Furunkel (bisul). Merupakan inflamasi kulit akut yang timbul dalam satu atau lebih
folikel rambut dan menyebar ke lapisan dermis sekitarnya. Lebih sering terjadi pada
daerah yang mengalami iritasi. Seperti:posterior leher, aksila atau pantat (gluteus).

2. Infeksi Virus
Infeksi yang paling sering terjadi adalah Herpes zoster. Herpes zoster merupakan kelainan
inflamatorik viral dimana virus penyebabnya menimbulkan erupsi vesikuler yang nyeri di
sepanjang distribusi saraf sensork dari satu atau lebih ganglion posterior.

3. Infeksi Mikotik (Fungus)


Fungus (jamur) yang merupakan anggota dunia tanaman yang berukuran kecil dan makan
dari bahan organik, merupakan penyebab berbagai jenis infeksi kulit yang sering ditemukan,
antara lain :
a. Tinea Pedis (jamur kaki/athlete’s foot). Merupakan infeksi jamur yang paling sering
ditemukan. Infeksi ini sering menjangkiti para remaja dan dewasa muda kendati dapat
terjadi pada setiap kelompok usia serta kedua jenis kelamin.
b. Tinea korporis (penyakit jamur badan). Menjangkiti bagian muka, leher, batang tubuh
dan ekstremitas. Pada bagian yang terinfeksi akan tampak lesi berbentuk cincin atau
lingkaran yang khas.
c. Tinea kapitia (penyakit jamur kulit kepala). Merupakan infeksi jamur menular yang
menyerang batang rambut dan penyebab kerontokan rambut yang sering ditemukan di
antara anak-anak.
d. Tinea unguiun (inikomikosis). Merupakan infeksi jamur yang kronis pada kuku jari
kaki atau kuku jari tangan. Biasanya disertai dengan infeksi jamur yang lama pada
kaki.

2.2 Etiologi
Etiologi dari infeksi parasit dibedakan berdasarkan jenis parasitnya. Dalam Muttaqin
(2012), berbagai macam etiologi infeksi pada sistem integument meliputi :
1. Infeksi Jamur
Infeksi jamur dapat terjadi di superfisial, subkutan, atau sistemik, hal ini tergantung
dari karakteristik organisme yang menginfeksi host nya. Pada infeksi jamur superfisial,
yaitu pada stratum korneum, rambut, dan kuku, dapat dibagi menjadi dua yaitu infeksi
yang memicu respon inflamasi dan yang tidak memicu respon inflamasi. Infeksi yang
memicu respon inflamasi disebabkan oleh dermatofit sedangkan yang tidak memicu
respon inflamasi disebabkan oleh piedra.
Penyebab terjadinya infeksi jamur ini adalah kelompok jamur dari dermatofit seperti
microsporum, Trichophyton, dan epidermophyton. Yang terbanyak di Indonesia adalah T.
Rubrum dermatofita yang lain adalah E. Floccosum, T. Mentagrophytes, M. Canis, M.
gypseum, T. cocentricum, T. schoenleini dan T. tonsurans. Kemudian juga disebabkan
dari jamur candida patogen yaitu candida albican.
Infeksi jamur dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan tempat yang diserang
dan jenis jamur yang menjadi penyebabnya, yaitu daerah jari-jari tangan dan kaki,
rambut, kuku, daerah lipatan paha, ketiak, punggung, glutea.\
2. Infeksi Virus
Ada beberapa virus yang bisa menyebabkan infeksi virus diantaranya adalah Human
papiloma virus (HPV), varicela zoster, herpes zoster, herpes simplex, pox virus variolae,.
Contoh penyakit yang disebabkan virus adalah varicela (cacar air), variola
(cacar/smallpox), herpes zoster (cacar ular), herpes simplex, veruka (kutil/common wart).
3. Infeksi Bakteri
Ada 2 jenis yaitu infeksi bakteri primer yang sering sekali disebabkan oleh stafilakok
koagulase positif dan streptokok beta hemolitik dan infeksi bakteri sekunder.
Staphycoccus Aureus suatu bakteri koagulase positif merupakan kokus patogen utama
pada kulit. Kokus ini adalah gram positif, berbentuk bola dan bergerombol dalam bundle-
bundel kecil. Kokus ini mudah tumbuh dimedia biakan. Dalam media padat dalam 24 jam
akan tumbuh koloni-koloni berkilat, berwarna kekuningan dan besar.
Bakteri-bakteri lain seperti difteroid aerobic, difteroid anaerobic, dan bakteri gram
negatif serta bakteri tahan asam dapat pula menyebabkan berbagai infeksi kulit. Rentang
infeksi ini mulai dari yang ringan, seperti infeksi yang asimtomatik eritrasma sampai
penyakit sistemik seperti lepra.
Infeksi Virus Infeksi Jamur Infeksi Bakteri
Etiologi  Human papiloma virus  kelompok jamur  bakteri primer
(HPV) dermatofit: disebabkan oleh
 herpes zoster microsporum, stafilakok koagulase
 herpes simplex Trichophyton, dan positif, streptokok
 varicela (cacar air) epidermophyton, beta hemolitik

 variola (cacar/smallpox) E. Floccosum, T.  infeksi bakteri

 herpes zoster (cacar ular) Mentagrophytes, sekunder

 veruka (kutil/common M. Canis, M.  Staphycoccus

wart) gypseum, T. Aureus suatu bakteri


cocentricum, T. koagulase positif
schoenleini dan T.  difteroid aerobic
tonsurans.  difteroid anaerobic
 terbanyak di  bakteri gram negatif
Indonesia: T.  bakteri tahan asam
Rubrum
 jamur candida
patogen yaitu
candida albican.
Manifestasi  Demam  Peradangan kulit,  perasaan tidak
Klinis  Malaise eritema dan gatal nyaman
 Nyeri terutama pada  Sisik pada tepi  gatal
persendian kulit  demam
 Gatal  Nyeri  apnea
 Kemerahan pada kulit  Pembengkakan  sianosis
 Kerusakan integritas  Lesi  takikardia
jaringan  infeksi di vagina  penurunan berat
 Sesak nafas menimbulkan badan
rabas yang  muntah
berwarna putih  letargi
seperti keju  ruam
 infeksi di mulut  petekie
menimbulkan  nyeri tekan
ulkus – ulkus putih  kulit terasa panas
yang dikelilingi  bengkak
eritema dan sangat
 tampak seperti kulit
nyeri dan lesi
jeruk yang
bersisik, kemerah-
mengelupas (peau
merahan, alopesia,
d'orange) pada
dan kadang-kadang
selulitis
terjadi gambaran
 kulit melepuh berisi
klinis yang lebih
cairan pada impetigo
berat disebut
 menggigil
kerion pada
 sakit kepala (pada
dermatofitosis
kasus-kasus
tertentu)
 tekanan darah
menurun
Penatalaksanaan a. Herpes Zoster Health Education a. Infeksi Streptokokus
Pengobatan dengan : Selulitis
asiklofir oral, a. Keringkan Bila diduga selulitis
valasiklovir atau handuk setelah diobati dengan
famsiklovir. Untuk dipakai dan penisilin. Bila
zoster yang menyebar ganti sesering terserang tungkai,
luas siklovir intravena mungkin istirahat di tempat
b. Herpes simpleks b. Mandi rutin tidur. Bila timbul
Analgesic dalam dosis (min : 2x/hari), daerah nekrosis
yang kuat dalam masa memakai sabun jaringan yang luas
serangan primer. dan bersih maka perlu tindakan
Kotrimoksazol oral c. Simpan atau bedah mengangkat
dalam dosis 2x2 gantung jaringan nekrotik
tab./hari. Zat pengering pakaian di (debridement).
antiseptic seperti tempat kering b. Furunkulosis (Bisul)
Povidoniodine, larutan d. Pola hidup Pengobatan dengan
garam faali, sebagai obat sehat. Hal yang anti bakteri topikal
kompres. mempengaruhi seperti mupirosi,
c. Varisela tumbuhnya obat anti bakteri
untuk panas dapat jamur: udara untuk mandi,
diberikan asetosal atau yang panas, misalnya triklosan
antipiretik lain. lembab, 2% dan
Antihistamin oral kebersihan diri flukloksasilin dalam
diberikan bila ada gatal. yang kurang, waktu yang lama.
Secara topikal diberikan kegemukan, c. Karbunkel
bedak (losio kalamin). sosial ekonomi Pengobatan :
Istirahat dan tirah baring. rendah, flukloksasilin
d. Kandiloma Akuminata pemakaian d. Impetigo
Penutupan lesi dengan obat-obatan Pada infeksi lokal
tingtura podofilin 25%, yang lama, pengobatan dengan
daerah sekitarnya adanya antibiotik topikal
dilapisi Vaseline untuk penyakit kronis seperti mupirosin.
menghindari iritasi. seperti TBC Pada infeksi yang
Pilihan lain adalah atau keganasan lebih luas dengan
memakai krem 5- dan penyakit antibiotik sistemik
fluorourasil, bedah endokrin (diabe seperti flukloksasilin
listrik, bedah eksisi, atau tes mellitus). atau eritromisin.
bedah beku e. Rajin e. Staphylococal
menjemur scalded skin
kasur, agar bila syndrome
ada jamur Pengobatan dengan
ataupun flukloksasilin
mikroorganism parenteral.
e patologi bisa f. Eritrasma
mati terkena diobati dengan
terik matahari. imidazol topikal
Kolaborasi : (misalnya
a. Infeksi kulit:obat klortrimazol,Mikona
anti jamur khusus zol) asam fusidat
yang diberikan topikal, atau
secara topikal atau pemberian
kadang-kadang eritromisin oral
sistemik. selama dua minggu.
b. Kandidiasis diterapi
dengan krim atau
supositoria
antijamur.
c. Mitra seksual dari
wanita dengan
infeksi ragi vagina
yang kronik juga
munkin perlu
diterapi.
Infeksi dalam
memerlukan terapi
anti jamur spesifik
Komplikasi a. Zoster trigeminus dapat a. Infeksi mendalam  tergantung dari efek
menimbulkan gangguan menyebabkan yang ditimbulkan
mata seperti morbiditas yang agen bakteri yang
konjungtivitas, keratitis, bermakna. menginvasi.
dan/atau iridosiklitis yang b. Jaringan parut kulit  Pada kasus
mebabkan peradangan atau alopesia folikulitis, furunkel
sebagian atau seluruh (rambut rontok) dan karbunkel dapat
bagian mata yang akibat tinea kapitis. menyebabkan
mengancam penglihatan. c. Lesi mulut yang pembentukan
b. Postherpetic neuralgia/ nyeri dan jaringan parut,
Neuralgia pasca Herpes. menurunnya berat bakteremia atau
Merupakan nyeri di badan pada selulitis
daerah kulit yang penderita AIDS.  penyebaran kuman
dipersarafi oleh saraf yang d. Kelinan kulit yang meluas
terkena herpes zoster. karena mikosis menyebabkan cacat
Nyeri ini bisa menetap yang dalam pada katup jantung
selama beberapa bulan atau arthritis pada
atau beberapa tahun persendian.
setelah terjadinya herpes  Keadaan yang
zoster. Kadang pada sangat parah terjadi
oragtua bisa timbul bekas selulitis yang dalam
jaringan parut. dengan nekrosis
c. Kelemahan otot oleh jaringan yang parah
karena zoster motoris disertai toksemia
yang menyerang serabut bisa cepat
saraf. menyebabkan
d. Timbul penyakit Eksema kematian
herpetikum, penyakit ini  Selulitis pada
merupakan infeksi herpes ekstremitas bawah
yang tersebar luas di lebih besar
tubuh dan terjadi pada kemungkinan
eksema atopik. Bisa menjadi
timbul limfadenopati dan tromboflebitis pada
kelemahan tubuh pasien lansia
2.3 Patofisiologi
Secara alamiah, kulit dan permukaan epitel memiliki sistem innate protective yang akan
menahan organisme patogen masuk. Substrat asam lemak bersifat toksik pada
mikroorganisme sehingga bisa menghancurkan mikroorganisme patogen yang masuk.
Sayangnya ada mikroorganisme yang dapat menghasilkan exfoliative toxin yang
menyebabkan nekrolisis epidermis dan esotoksin yang menyebabkan toxic shock syndrome.
Jenis jenis mikroorganisme penyebab toksin seperti ini antara lain : Staphylococcus aureus, S.
epidermis.

2.4 Manifestasi Klinis


Berikut ini merupakan beberapa manifestasi klinis umum yang dapat muncul dari infeksi
berdasarkan etiologinya menurut muttaqin (2012) dan Sidharta (1994):
Infeksi Jamur yaitu peradangan kulit disertai eritema dan gatal, dapat ditemukan sisik
pada tepi kulit, nyeri, terjadi penebalan (pembengkakan), terdapat lesi, infeksi di vagina
menimbulkan rabas yang berwarna putih seperti keju, infeksi di mulut menimbulkan ulkus –
ulkus putih yang dikelilingi eritema dan sangat nyeri dan lesi bersisik, kemerah-merahan,
alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat disebut kerion pada
dermatofitosis
Infeksi Bakteri yaitu perasaan tidak nyaman dan gatal – gatal, demam, apnea, sianosis,
takikardia, penurunan berat badan, muntah, letargi, ruam, petekie, kemerahan, nyeri tekan,
kulit terasa panas, bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d'orange)
pada selulitis, kulit melepuh berisi cairan pada impetigo, menggigil, dan sakit kepala (pada
kasus-kasus tertentu), tekanan darah menurun, pada pemeriksan fisik ditemukan daerah
pembengkakan yang terlokalisir (edema), yang pada beberapa kasus dapat ditemukan
pembengkakan kelenjar getah bening.
Infeksi Virus yaitu demam, malaise, nyeri terutama pada persendian, gatal, kemerahan
pada kulit, kerusakan integritas jaringan, sesak nafas.

2.5 Pemeriksaan diagnostik


a. Riwayat dan hasil pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan mikroskopik dengan goresan kulit mengunakan kalium hidroksida untuk
identifikasi hyphae (spora karakteristik dan filament jamur)
c. Mengobservasi area terkena dengan sinar UV khusus (lampu Wood) dapat pula
mengindentifikasi infeksi jamur. Spora memancarkan cahaya biru-hijau dengan
penyinaran ini. Bila hyphae atau spora tidk tampak, kulit hasil goresan dibiakkan
untuk menegakkan diagnosis.

2.7 Penatalaksanaan
1. Infeksi Jamur
Health Education:
f. Keringkan handuk setelah dipakai dan ganti sesering mungkin
g. Mandi rutin (min : 2x/hari), memakai sabun dan bersih
h. Simpan atau gantung pakaian di tempat kering
i. Pola hidup sehat. Hal-hal yang mempengaruhi tumbuhnya jamur adanya udara yang
panas, lembab, kebersihan diri yang kurang, kegemukan, sosial ekonomi rendah,
pemakaian obat-obatan yang lama, adanya penyakit kronis seperti TBC atau
keganasan, dan penyakit endokrin (diabetes mellitus).
j. Rajin menjemur kasur, agar bila ada jamur ataupun mikroorganisme patologi bisa
mati terkena terik matahari.
Kolaborasi:
d. Infeksi kulit diobati dengan obat anti jamur khusus yang diberikan secara topikal atau
kadang-kadang sistemik.
e. Kandidiasis diterapi dengan krim atau supositoria antijamur.
f. Mitra seksual dari wanita dengan infeksi ragi vagina yang kronik juga munkin perlu
diterapi.
g. Infeksi dalam mungkin memerlukan terapi anti jamur spesifik. (Corwin, 2008)
Terdapat banyak obat anti jamur topikal untuk pengobatan infeksi dermatofit,
antara lain mikonazol, sulkonazol, dan terbinafin. Obat oral (bersifat sistemik) seperti
griseofulvin, terbinafin atau itrakonazol. Obat topikal tdak efektif pada tinea kapitis.
Obat pilihan untuk infeksi kuku adalah terbinafin oral – 250 mg perhari selama 6
minggu untuk infeksi kuku jari tangan dan selama 3 bulan untuk infeksi kuku jari
kaki. (Brown, 2005).

2. Infeksi Bakteri
a. Infeksi Streptokokus Selulitis
Infeksi bakteri oleh Streptococus pyrogenesis. Bila diduga selulitis diobati dengan
penisilin yaitu memberi benzilpenisilin intravena. Bila terserang tungkai, istirahat di
tempat tidur. Bila timbul daerah nekrosis jaringan yang luas maka perlu dilakukan
tindakan bedah dengan mengangkat jaringan nekrotik (debridement).
b. Furunkulosis (Bisul)
Infeksi oleh S. Aureus. Pengobatan dengan anti bakteri topikal seperti mupirosi, obat
anti bakteri untuk mandi, misalnya triklosan 2% dan flukloksasilin dalam waktu yang
lama.
c. Karbunkel
Infeksi oleh S. Aureus pada folikel rambut yang berdekatan. Pengobatan :
flukloksasilin
d. Impetigo
Pada infeksi lokal pengobatan dengan antibiotik topikal seperti mupirosin. Pada
infeksi yang lebih luas dengan antibiotik sistemik seperti flukloksasilin atau
eritromisin.
e. Staphylococal scalded skin syndrome
Pengobatan dengan flukloksasilin parenteral.
f. Eritrasma
Eritrasma bisa diobati dengan imidazol topikal (misalnya klortrimazol. Mikonazol),
asam fusidat topikal, atau pemberian eritromisin oral selama dua minggu.

3. Infeksi Virus
a. Herpes Zoster
Pengobatan dengan asiklofir oral, valasiklovir atau famsiklovir. Untuk zoster yang
menyebar luas siklovir intravena munkin dapat menyelamatkan jiwa.
b. Herpes simpleks
Analgesic dalam dosis yang kuat dalam masa serangan primer. Kotrimoksazol oral
dalam dosis 2x2 tab./hari. Zat pengering antiseptic seperti Povidoniodine, larutan
garam faali, sebagai obat kompres.
c. Varisela
Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain. Antihistamin oral
diberikan bila ada gatal. Secara topikal diberikan bedak (losio kalamin). Istirahat dan
tirah baring.
d. Kandiloma Akuminata
Penutupan lesi dengan tingtura podofilin 25%, daerah sekitarnya dilapisi Vaseline
untuk menghindari iritasi. Pilihan lain adalah memakai krem 5-fluorourasil, bedah
listrik, bedah eksisi, atau bedah beku. (Brown, 2005)

2.8 Komplikasi
1. Infeksi Jamur
a. Infeksi mendalam menyebabkan morbiditas yang bermakna.
b. Jaringan parut kulit atau alopesia (rambut rontok) akibat tinea kapitis.
c. Lesi mulut yang nyeri dan menurunnya berat badan pada penderita AIDS.
d. Kelinan kulit karena mikosis yang dalam menyerupai infeksi kronis seperti infeksi
tuberkulosis, frambusia, atau infeksi piokokus yang kronis (Corwin, 2008)
2. Infeksi Bakteri
Komplikasi tergantung dari efek yang ditimbulkan agen bakteri yang menginvasi.
Pada kasus folikulitis, furunkel dan karbunkel dapat menyebabkan pembentukan jaringan
parut, bakteremia atau selulitis, dan penyebaran kuman yang meluas menyebabkan cacat
pada katup jantung atau arthritis pada persendian. Keadaan yang sangat parah terjadi
selulitis yang dalam dengan nekrosis jaringan yang parah disertai toksemia bisa cepat
menyebabkan kematian. Selulitis pada ekstremitas bawah lebih besar kemungkinan
menjadi tromboflebitis pada pasien lansia (Brown, 2005).
3. Infeksi Virus
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan orang. Bila timbul
komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi adalah sebagai berikut (Brown, 2005):
a. Zoster trigeminus dapat menimbulkan gangguan mata seperti konjungtivitas, keratitis,
dan/atau iridosiklitis yang mebabkan peradangan sebagian atau seluruh bagian mata
yang mengancam penglihatan.
b. Postherpetic neuralgia / Neuralgia Pasca Herpes
Merupakan komplikasi yang paling umum. Merupakan nyeri di daerah kulit yang
dipersarafi oleh saraf yang terkena herpes zoster. Nyeri ini bisa menetap selama
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya herpes zoster. Kadang pada
oragtua bisa timbul bekas jaringan parut.
c. Kelemahan otot oleh karena zoster motoris yang menyerang serabut saraf.
Timbul penyakit Eksema herpetikum, penyakit ini merupakan infeksi herpes yang
tersebar luas di tubuh dan terjadi pada eksema atopik. Bisatimbul limfadenopati dan
kelemahan tubuh
2.9 Prognosis
Apabila ditangani dengan cara yang tepat, prognosis infeksi ini biasanya cukup baik.
Faktor kesehatan lain yang turut mempengaruhi, seperti diabetes, imunodefisiensi, kerusakan
sirkulasi, dan neuropati, berisiko lebih besar untuk terkena infeksi yang berkembang dan
meluas. Kesembuhan dari infeksi juga sangat dipengaruhi oleh hygiene dari pasien. Prognosis
untuk infeksi jamur biasanya baik, infeksi jamur bereaksi baik dengan terapi obat yang tepat
dan segera menghilang. (Siregar, 2002)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Umum


3.1.1 Anamnesa
a. Identitas/ data demografi
1. usia ( aging proses)
2. suku bangsa - ras
3. pekerjaan - paparan sinar matahari, kimia, iritasi zat atau substansi yang
abrasive - lingkungan yang menjadi faktor masalah kulit
4. Status sosial ekonomi meliputi latar belakang status ekonomi klien untuk
mengidentifikasi faktor lingkungan yang dapat menjadi faktor penyebab
penyakit kulit (berapa jam terpapar sinar matahari, bagaimana dengan personal
hygienenya).
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah keluhan utamanya seperti
sering gatal/ menggaruk pada area mana, ada lesi pada kulit penyebab terjadinya
penyakit, apa yang dirasakan klien dan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
sakitnya sampai pasien bertemu perawat yang mengkaji.
c. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga mengidap penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau
bakteri
d. Riwayat psikososial
perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
e. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya, berapa lama
pasien pernah mengalaminya, dan pengobatan apa yang dilakukan pasien.
f. Riwayat diet
Kaji BB, bentuk tubuh, dan makanan yang disukai

3.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi dan palpasi.
a. Warna
Pemeriksaan fisik pada infeksi virus biasanya bersifat lokal, lesi menyebar di
seluruh tubuh dimulai suatu vesikula dan akan berkembang lebih banyak di seluruh
tubuh. Setelah 5 hari kebanyakan lesi mengalami krustasi dan lepas. Ciri khas
infeksi virus pada vesikula adalah terdapat bentukan umbilikasi yaitu vesikula di
mana bagian tengahnya cekung didalam.
Pemeriksaan fisik pada infeksi bakteri, ditemukan karakteristik lesi adalah vesikel
yang berkembang menjadi sebuah bula kurang dari 1 cm pada kulit normal, dengan
sedikit atau tidak ada kemerahan disekitarnya. Awalnya vesikel berisi cairan
bening yang menjadi keruh. bula akan pecah, pabila bula pecah akan meninggalkan
jaringan parut di pinggiran.
Infeksi jamur : lesi pada bagian muka, leher, ekstremitas, lesi berbentuk cincin atau
lingkaran yang khas dan berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama.
b. Kelembapan
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap basah dan
minyak. Kelembapan biasa dipengaruhi oleh usia. Semakin tua usia seseorang,
kelembapan akan semakin menurun. Apabila ada infeksi bakteri, virus, dan jamur
maka kelembapan akan cenderung mengering atau basah disekitar lesi.
c. Suhu
Suhu dikaji menggunakan dorsal tangan secara keseluruhan. Dalam keadaan
normal permukaan kulit akan terasa hangat secara keseluruhan. Apabila ada infeksi
biasanya akan memyebabkan hipertermi.
d. Turgor
Turgor adalah elastisitas kulit. Pengkajian fisik bisa dilihat dengan cara mencubit
kulit, berapa lama kulit dan jaringan dibawahnya kembali ke bentuk semula. Angka
normal turgor < 3 detik.
e. Texture
Texture bisa dilihat dengan menekankan ibu jari secara lembut ke daerah kulit.
Normal terasa halus, lembut dan kenyal. Abnormal terasa bengkak atau atrofi.
f. Lesi
Lesi dilihat dimana lokasinya, distribusi, ukuran, warna, adanya drainase.
g. Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebih pada jaringan. Pemeriksaan
pitting edema dilakukan pada tibia dan kaki. Yang perlu dikaji dari edema adalah
konsistensi, temperature, bentuk, mobilisasi.
h. Odor
Odor atau bau ditemui apabila ada bakteri pada kulit, infeksi, hygine tidak adekuat.
i. Kuku
Inpeksi : ketebalan, waran, bentuk, tekstur
Palpasi : CRT 3-5 detik.

3.1.3 Pemeriksaan Diagnostik


a. Biopsi Kulit
Mendapatkan jaringan untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan cara
eksisi dengan scalpel atau alat penusuk khusus ( skin punch) dengan mengambil
bagian tengah jaringan. Indikasi Pada nodul yang asal nya tidak jelas untuk
mencegah malignitas. Dengan warna dan bentuk yang tidak lazim. Pembentukan
lepuh.
b. Patch Test
Digunakan untuk mengenali substansi yang menimbulkan alergi pada pasien
dibawah plester khusus ( exclusive putches ). indikasi - Dermatitis, gejala
kemerahan, tonjolan halus, gatal- gatal. Reaksi + lemah. - Blister yang halus,
papula dan gatal –gatal yang hebat reaksi + sedang. - Blister/bullae, nyeri, ulserasi
reaksi + kuat. Penjelasan pada pasien sebelum dan sesudah pelksanaan patch test : -
Jangan menggunakan obat jenis kortison selam satu minggu sebelum tgl
pelaksanaan. - Sample masing – masing bahan tes dalam jumlah yang sedikit
dibubuhkan pada plester berbentuk cakaram kemudian ditempel pada
punggung,dengan jumlah ynag bervariasi.( 20 – 30 buah.). - Pertahankan agar
daerah punggung tetap kering pada saat plester masih menempel. - Prosedur
dilaksanakan dalam waktu 30 menit. - 2- 3 hari setelah tes plester dilepas kemudian
lokasi dievaluasi.
Pengerokan Kulit Sampel kulit dikerok dari lokasi lesi, jamur, yang
dicurigai.dengan menggunakan skatpel yang sudah dibasahi dengan minyak
sehingga jaringan yang dikerok menempel pada mata pisau hasil kerokan
dipindahkan ke slide kaca ditutup dengan kaca objek dan dipriksa dengan
mikroskop.Pengambilan bahan dapat dengan kerokan biasa atau dengan
menggunakan cellotape yang ditempel pada lesi. Setelah diambil, bahan diletakkan
di atas gelas obyek lalu diteteskan larutan KOH 20% atau campuran 9 bagian KOH
20% dengan 1 bagian tinta parker blueback superchrome X akan lebih memperjelas
pembacaan karena memberi tampilan warna biru yang cerah pada elemen-elemen
jamur.Hasil positif apabila Hifa pendek, lurus, bengkok (seperti huruf i, v, j) dan
gerombolan spora budding yeast yang berbentuk bulat mirip seperti sphagetti with
meatballs.Hasil negative apabila bila tidak ada lagi hifa, maka berarti bukan
pitiriasis versikolor walaupun ada spora.
c. Pemeriksaan Cahaya Wood ( Light Wood)
Menggunakan cahaya UV gelombang panjang yang disebut black light yang akan
menghasilakan cahaya berpedar berwarna ungu gelap yang khas.cahaya akan
terlihat jelas pada ruangan yang gelap, digunakan untuk memebedakan lesi
epidermis dengan dermis dan hipopigmentasi dengan hiperpigmentasi. 5. Apus
Tzanck Untuk memeriksa sel – sel kulit yang mengalami pelepuhan. Indikasi -
Herpes zoster,varisella, herpes simplek dan semua bentuk pemfigus. - Secret dari
lesi yang dicurigai dioleskan pada slide kaca diwarnai dan periksa
g. Tzank smear
Tujuan: melihat multinucleated giant cell untuk virus dan vesikobulosa
Cara pemeriksaan :
i.Bahan pemeriksaan diambil dari dasar vesikel dengan cara dikerok
ii.Oleskan pada kaca objek lalu fiksasi
iii.Warnai dengan giemsa
iv.Lihat dengan mikroskop
Hasil pemeriksaan :
Herpes zostersel datia dengan inti akantolisis. Vesikubulosasel Tzank
h. Pemeriksaan darah, menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih, eosinofil
dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit (Tucker, 1998:633).
i. Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan,
menunjukkan adanya organisme campuran (Issebacher 1999:634).
j. Rontgen Sinus-sinus para nasal (selulitis perioribital).
k. Kultur virus dari apusan dasar vesikel, spesimen biopsi, skraping kornea.
l. Histopatologis
Histopatologi lesi kulit varisela zoster sama sel epidermis (pada lapisan
germinal dan bagian dalam stratum spinosum) menunjukkan ballooning
degeneration dengan hilangnya intercellular bridges (akantholisis) yang nantinya
akan dipisahkan oleh edema interselular.
m. Pemerikasaan antigen dan antibody
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi local sekunder dari kerusakan saraf
perifer kulit
b. Kerusakan integitas jaringan kulit berhubungan dengan nekrosis local sekunder dari
akumulasi pus pada jaringan folikel rambut.
c. Hipertermi berhubungan dengan respons inflamasi sistemik sekunder dari proses
supurasi lokal.
d. Gangguan gambaran citra diri berbuhbungan dengan perubahan struktur kulit.
e. Risiko terhadap penularan infeksi berhubungan dengan pemajanan penularan kontak
(langsung, tidak langsung, kontak dengan droplet)
f. Kebutuhan pemenuhan informasi berhubungan dengan tidak adekuat sumber
informasi, risiko penularan, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan.
g. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.

3.3 Intervensi Keperawatan


Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi local sekunder dari kerusakan saraf
perifer kulit
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/jilamg atau teradaptasi
Kriteria evaluasi :
 Secara sbyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-
1 (0-4) ngidenti.
 Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
 Pasien tidak gelisah
Intervensit Rasional
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST Menjadi parameter dasar untuk mengetahui
sejauh mana intervensi yang diperlukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi
manajemen nyeri keperwatan
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan mengggunakan relaksasi
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan nonfarmakologi lainnya telah
dan non-invansif menunjukkan keefektifan dalam mengurangi
nyeri
Lakukan manajemen nyeri keperawatan 1. Posisi fisiologis akan meningkatkan
1. Atur posisi fisiologis asupan O2 kejaringan yang mengalami
2. Istirahatkan pasien iskemia
3. Manajemen lingkungan : 2. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2
lingkungan tenang dan batasi jaringan perifer dan akan meningkatkan
pengunjung suplai darah pada jaringan yang
4. Ajarkan teknik relaksasi mengalami peradangan
pernapasan dalam 3. Lingkungan tenang akan menurunkan
5. Ajarkan teknik distraksi pada stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
saat nyeri pengnjung akan membantu meningkatkan
6. Lakukan manajemen sentuhan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada
diruangan
4. Meningkatkan asupan O2 sehingga
menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
jaringan
5. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri
6. Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan liran
darah dan dengan otomatis membantu
suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan
menurunkan sensasi nyeri
Tingkatkan pengetahuan tentang : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
sebab-sebab nyeri dan menghubungkan mengurangi nyerinya dan dapat membantu
berapa lama nyeri akan berlangsung mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana terapeutik
Kolaborasi pemberian analgesic Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang
Hipertermi berhubungan dengan respons inflamasi sistemik sekunder dari proses
supurasi lokal
Tujuan : dalam aktu 1 x 24 jam perawatan suhu tubuh menurun
Kriteria evaluasi : suhu tubuh normal 36-37 C
Intervensi Rasional
Monitor suhu tubuh pasien Peningkatan suhu tubuh yang berkelanjutan
pada pasien akan memberikan komplikasi
pada kondisi penyakit yang lebih parah
dimana efek dari peningkatan tingakat
metabolisme umum dan dehidrasi akibat
hipertermi.
Beri kompres dingin di kepala dan Memberikan respons dingin pada pusat
aksila pengatur panas dan pada pembuluh darah
besar
Pertahankan tirah baring total selama Mengurangi peningkatan proses metabolism
fase akut umum
Pertahankan asupan cairan minimal Selain sebagai pemenuhan hidrasi tubuh, juga
2.500 ml sehari akan meningkatkan pengeluaran panas tubuh
melalui system perkemihan, maka panas
tubuh juga dapat dikeluarkan melalui urine
Kolaborasi pemberian analgesic- Analgetik diperlukan untuk penurunan
antipiretik respons nyeri , antipiretik diperlukan untuk
menurunkan panas tubuh dan memberikan
perasaan yang nyaman pada pasien
Kerusakan integitas jaringan kulit berhubungan dengan nekrosis local sekunder
dari akumulasi pus pada jaringan folikel rambut.

Tujuan : Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal


Kriteria Evaluasi :
a. Pertumbuhan jaringan meningkat
b. Keadaan luka membaik
c. Pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi
d. Luka menutup
Intervensi Rasional
Kaji kerusakan jaringan lunak yang Menjadi data dasar untuk memberikan
terjadi pada klien informasi intervensi perawatan luka, alat apa
yang akan digunakan dan jenis balutan apa
yang akan digunakan
Lakukan perawatan luka : a. Perawatan luka denganperawatan luka
a. Lakukan perawatan luka dengan dengan teknik steril dapa mengurangi
baik dan teknik steril kontaminasi kuman langsung ke area luka
b. Kaji keadaan luka dengan b. Manajemen membuka luka dengan
teknik membuka balutan dengan mengguyur larutan NaCl ke kasa dapat
mengurangi stimulus nyeri, bila mengurangi stimulus nyeri
melekat kuat kasa diguyur c. Teknik pembuangan jaringan dan kuman
dengan NaCl di area luka dan diharapkan keluar dari
c. Lakuakan pembilasan luka dari area luka
arah dalam keluar dengan cairan d. NaCl merupakan larutan fisiologis yang
NaCl lebih mudah diabsorpsi oleh jaringan
d. Tutup luka dengan kasa dibandingkan dengan larutan antiseptic,
antimikroba steril dan serta dicampur dengan antibiotic agar
dikompres dengan NaCl dapat mempercepat penyembuhan luka
e. Lakukan nekrotomi e. Jaringan nekrotik pada luka furunkel akan
memperlambat proses epitelisasi jaringan
luka sehingga memperlambat perbaikan
jaringan
Tingkatkan asupan nutrisi Diet TKTP diperlukan untuk meningkatakn
asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan
Evaluasi kerusakan jaringan dan Apabila masih belum mencapai dari criteria
perkembangan pertumbuhan jaringan evaluasi 5x24 jam, maka perlu dikaji ulang
faktor-faktor menghambat pertumbuhan luka
Gangguan gambaran citra diri berbuhbungan dengan perubahan struktur kulit
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam citra diri pasien meningkat
Kriteria evaluasi :
 Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang sedang terjadi
 Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individual dalam
dan hubungan dengan derajat menyusun rencana perawatan atau pemilihan
ketidakmampuan intervensi
Dukung perilaku atau usaha seperti Pasien dapat beradaptasi dengan perubahan
peningkatan minat atau partisipasi dan pengertian tentang peran individu dimasa
dalam aktivitas mendatang
Monitor gangguan tidur peningkatan Dapat mengindikasi terjadinya depresi yang
kondentrasi, letargi, dan withdrawl umumnya terjadi dimana keadaan ini
memerlukan intervensi dan evaluasi lebih
lanjut
Kolaborasi untuk oemberian regimen Multi Drug Therapi (MDT) diberikan selama
MDT 6-9 bulan dan diminum didepan petugas
Risiko terhadap penularan infeksi berhubungan dengan pemajanan penularan
kontak (langsung, tidak langsung, kontak dengan droplet)
Tujuan : Resiko penularan berkurang
Kriteria Evaluasi :
a. Mengungkapkan kebutuhan untuk diisolasi sampai tidak menularkan infeksi.
b. Menggambarkan cara penularan penyakit.
c. Memperagakan cuci tangan yang cermat selama perawatan di rumah sakit
Intervensi Rasional
Identifikasi penjamu yang rentan Mengetahui penjamu yang rentan diharapkan
berdasarkan pada fokus pengkajian dapat menhindari faktor-faktor resiko.
terhadap faktor-faktor risiko dan
riwayat pemajanan.
Identifikasi cara penularan berdasarkan Mengetahui cara penularan dapat mencegah
pada agen-agen penginfeksi. dan intervensi secara dini dan tepat
a. Melalui udara
b. Kontak
- Langsung
- Tidak langsung.
- Kontak dengan droplet.
c. Penularan melalui media makanan,
air, darah.
d. Penularan melalui ector (serangga,
hewan)
Amankan ruangan yang digunakan, Meminimalisir resiko infeksi yang ada
tergantung pada jenis infeksi dan diruangan tersebut
praktek ygiene dari orang yang
terinfeksi.

Ajarkan klien mengenai rantai infeksi Cuci seluruh tubuh sekali sehari dengan
dan tanggung jawab pasien baik di sabun antiseptik. Cuci tangan beberapa kali
rumah sakit maupun di rumah. sehari sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan. Hindari berbagi handuk dengan
anggota keluarga lainnya. Ganti pakaian dan
pakaian dalam secara teratur
Kebutuhan pemenuhan informasi berhubungan dengan tidak adekuatnya sumber
informasi, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan
Tujuan : Terpenuhnya pengetahuan pasien tentang kondisi penyakit
Kriteria Evaluasi :
a. Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi
b. Tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkinan komplikasi
c. Mengenal perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya komplikasi
Intervensi Rasional
Beritahukan pasien terdekat mengenai Informasi dibutuhkan untuk meningkatkan
dosis, aturan dan efek pengobatan perawatan diri, untuk menambah kejelasan
efektivitas pengobatan, dan mencegah
komplikasi
Jadwalkan kontrol ulang Mengatur tindak lanjut kunjungan dalam
waktu 2 minggu untuk memeriksa respons
terhadap pengobatan
Anjurkan untuk tidak memencet bisul Apabila frunkel pecah, cairannya dapat
menyebar kuman ke sekitar kulit yang normal
Jelaskan cara perawatn kebersihan diri Menurunkan respons penularan infeksi.
Kebersihan pribadi yang baik, termasuk
mandi, mencuci tangan, serta menjaga kuku
pendek dan bersih dapat mengurangi risiko
folikulitis. Memakai pakaian longgar daripada
ketat membantu mengurangi gesekan pada
kulit terutama folikel rambut.
Anjurkan aktivitas dan kegiatan untuk Jika berlebihan berat badan, anjurkan untuk
meningkatkan imunitas mengurangi berat badan dan berolahraga
secara teratur. Anjurkan diet sehat seimbang
dengan daging, banyak buah, sayuran. Bila
mengalami kekurangan zat besi, anjurkan
untuk mengkonsumsi tablet zat besi agar
membantu peningkatan imunitas
Cuci seluruh tubuh sekali sehari dengan
sabun antiseptik. Cuci tangan beberapa kali
sehari sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan. Hindari berbagi handuk dengan
anggota keluarga lainnya. Ganti pakaian dan
pakaian dalam secara teratur
Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, kondisi sakit, dan
perubahan kesehatan.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam kecemasan pasien berkuran
Kriteria Evaluasi :
a. Pasien menyatakan kecemasan berkurang
b. Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks
Intervensi Rasional
Kaji tanda verbal dan non verbal Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
kecemasan, damping pasien dan rasa agitasi, marah dan gelisah
lakukan tindakan bila menujukkan
perilaku merusak
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan
Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
mengurangi kecemasan. Beri perlu
lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat
Tingkatkan control sensasi pasien Control sensasi pasien (dan dalam
menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping (pertahanan
diri) yang psitif, membantu latihan relaksasi
dan teknik-teknik pengalihan, serta
memberikan respons balik yang positif
Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan
rutin dan aktifitas yang diharapkan
Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan
mengungkapkan ansietasnya kekhawatiran yang tidak diekspresikan
Berikan privasi untuk pasien dan orang Member waktu untuk mengekspresikan
terdekat perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku
adaptasi. Adanya keluarga dan teman yang
dipilih pasien melayani aktivitas dan
pengalihan (misalnya: mambaca) akan
menurunkan perasaan terisolasi
Kolaborasi : Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
Berikan anticemas sesuai indikasi, kecemasan
contohnya diazepam
Tingkatkan pengetahuan tentang : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
sebab-sebab nyeri dan menghubungkan mengurangi nyerinya dan dapat membantu
berapa lama nyeri akan berlangsung mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana terapeutik
Kolaborasi pemberian analgesic Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Infeksi merupakan proses invasif oleh organisme dan berproliferasi di dalam tubuh
sehingga menimbulkan penyakit (Potter & Perry, 2005). Sedangkan infeksi kulit merupakan
suatu penyakit yang ditimbulkan karena suatu bakteri/kuman, virus, dan jamur. Penularannya
dapat disebabkan dengan kontak langsung yaitu dengan menyentuh kulit yang terinfeksi
maupun tidak langsung melalui perantara benda-benda yang terkontak dengan organisme
pembawa infeksi.
Secara alamiah, kulit dan permukaan epitel memiliki sistem innate protective yang akan
menahan organisme patogen masuk. Substrat asam lemak bersifat toksik pada
mikroorganisme sehingga bisa menghancurkan mikroorganisme patogen yang masuk.
Sayangnya ada mikroorganisme yang dapat menghasilkan exfoliative toxin yang
menyebabkan nekrolisis epidermis dan esotoksin yang menyebabkan toxic shock syndrome.
Jenis jenis mikroorganisme penyebab toksin seperti ini antara lain : Staphylococcus aureus, S.
epidermis.
Infeksi Jamur yaitu peradangan kulit disertai eritema dan gatal, dapat ditemukan sisik
pada tepi kulit, nyeri, terjadi penebalan (pembengkakan),dll. Infeksi Bakteri yaitu perasaan
tidak nyaman dan gatal – gatal, demam, apnea, sianosis, takikardia, penurunan berat badan,
muntah, letargi, ruam, petekie, kemerahan, nyeri tekan, kulit terasa panas, bengkak,dll.
Infeksi Virus yaitu demam, malaise, nyeri terutama pada persendian, gatal, kemerahan pada
kulit, kerusakan integritas jaringan, sesak nafas., dll.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pengkajian sistem integumen adalah dengan
inspeksi dan palpasi. Sehingga masalah keperawatan yang sering muncul pada penyakit ini
adalah Nyeri, Kerusakan integitas jaringan kulit, Hipertermi, Gangguan gambaran citra diri ,
Risiko terhadap penularan infeksi, Kebutuhan pemenuhan informasi, Kecemasan.

4.2 Saran
Infeksi kulit khususnya jamur, virus, dan bakteri tidak dapat dianggap remeh. Efek yang
muncul dapat mengganggu keberlangsungan hidup individu baik itu fisik maupun psikologis
individu. Kompetensi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang tepat
diharapkan dapat mengatasi masalah di bidang integumen khususnya mengenai infeksi jamur,
virus, dan bakteri.
PATHWAY

Bakteri menginvasi
kulit (100.000/mm2)
Hilangnya resistensi pejamu:

Lingkungan  sawar fisik yang terganggu,


lembab  respon biokimiawi/humoral
yang menurun,
 respon selular yang
Peurunan fungsi menurun
imunitas

Infeksi bakteri

Melepas: Enzim, Eksotoksin,


Infeksi menyebar
Endotoksin

Respon inflamasi Respon imunitas

Abses MK: Gg.


MK: Nyeri MK: Hipertemi integritas kulit

Baik Buruk

Terbentuk Infeksi
MK: Gg Citra diri
jaringan parut kronis

Imunitas ↓ MK: nyeri

Virus kontak dg
Infeksi virus Respon inflamasi MK: hipertermi
sel rentan

Gatal
Replikasi virus di Erupsi kulit
epidermis
DAFTAR PUSTAKA

Brown, Graham. Robin. 2005. Dermatologi : Catatan Kuliah Robin Graham-Brown. Jakarta:
Erlangga
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta : EGC
Capernito,J,L. 1999. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2 (terjemahan).
Jakarta : EGC
Corwin, elizabeth J., 2008. Buku saku Patpfisiologi, Ed.3. Jakarta : EGC
Corwin.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Departemen farmakologi FK UNSRI. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 3. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Djohansjah, M. 1991. Pengelolaan Luka Bakar. Surabaya : Airlangga University Press
Harahap, Marwali.2001.Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates
http://www.anneahira.com/patofisiologi-kulit.htm diakses pada tgl 13 maret 2014
Long, Barbara, C. 1996. Perawatan medikal Bedah, Volume 1 (terjemahan). Bandung :
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Muttaqin Arif & Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta : Salemba Medika
Sidharta , Priguna. 1994. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat
Siregar, Sp.KK (K). 2002. Penyakit Jamur Kulit, E/2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai