Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Flu burung telah menjadi perhatian yang luas dari masyarakat karena telah
menewaskan banyak korban baik unggas maupun manusia. Pada awal tahun 1918,
wabah pandemi virus influenza telah membunuh lebih dari 40.000 orang, dimana
subtipe yang mewabah saat itu adalah virus H1N1 yang dikenal dengan “Spanish
Flu”. Tahun 1957 virus bermutasi menjadi H2N2 atau “Asian Flu” menyebabkan
100.000 kematian. Tahun 1968 virus bermutasi menjadi H3N2 atau “Hongkong Flu”
menyebabkan 700.000 kematian. Tahun 1977 virus bermutasi menjadi H1N1 atau
“Russian Flu”. Akhirnya pada tahun 1997, virus bermutasi lagi menjadi H5N1 atau
“Avian Influenza”. Beberapa tahun kemudian, awal wabah pada peternakan di dunia
telah dikonfirmasi sejak Desember 2003. Pada 8 Februari 2006, Organisasi Kesehatan
Hewan Dunia menyatakan bahwa wabah flu burung pertama kali terjadi di Nigeria,
kemudian menyebar hingga ke Mesir dan Kamerun.
Di Asia Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur transportasi
atau peternakan unggas sebagai jalur migrasi burung liar. Sehingga pada 21 Juli 2005,
tiga kasus fatal terjadi di Tangerang, yang disebabkan oleh flu burung subtipe H5N1.
Hingga 6 Juni 2007, WHO telah mencatat sebanyak 310 kasus dengan 189 kematian
pada manusia yang disebabkan virus ini termasuk Indonesia dengan 99 kasus dengan
79 kematian. Hal ini dipengaruhi oleh matapencaharian penduduk Indonesia sebagai
peternak unggas sehingga Indonesia rawan pada penyebaran penyakit flu burung.
Selain itu, kurangnya pengetahuan sebagian penduduk Indonesia terhadap dampak
dari flu burung juga ikut berpengaruh pada kasus penyebaran flu burung.
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang menyebar antar
unggas. Virus influenza ini termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe
A dapat berubah-ubah bentuk (drift, shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang
ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N) dan memiliki waktu
inkubasi selama 1 minggu pada unggas dan 3 hari pada manusia. Burung liar dan
unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Virus ini dapat
menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan.
Virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi (60ᵒC selama 30 menit), namun dapat
bertahan hidup pada suhu rendah (0ᵒC selama lebih dari 30 hari). Gejala flu burung
pada unggas adalah kematian secara mendadak dengan laju mortalitas mendekati
100%, jengger berwarna biru, dan luka pada kaki. Sedangkan gejala umum yang
terjadi pada manusia adalah demam tinggi (suhu badan di atas 38ᵒC), batuk dan nyeri
tenggorokan, radang saluran pernapasan atas, pneumonia, infeksi mata, dan nyeri otot.
Replikasi virus dalam tubuh dapat berjalan cepat sehingga pasien perlu segera
mendapatkan perhatian medis. Virus H5N1 lebih patogen daripada subtipelainnya
sehingga disebut dengan Highly Pathogenic H5N1 Avian Influenza (HPAI).

1
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Flu Burung?
2. Etiologi Flu Burung?
3. Patogenesis Flu Burung?
4. Tanda dan Gejala Flu Burung?
5. Pengobatan Flu Burung?
6. Pencegahan Flu Burung?
7. Hubungan Flu Burung dengan Epidemiologi Kesehatan Lingkungan?
8. Teori Simpul Flu Burung?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu Flu Burung.
2. Mengetahui penyebab dari Flu Burung.
3. Mengetahui bagaimana perkembangan atau perjalanan penyakit Flu Burung.
4. Mengetahui bagaimana tanda dan gejala dari penyakit Flu Burung.
5. Mengetahui cara pengobatan Flu Burung.
6. Mengetahui cara pencegahan Flu Burung.
7. Mengetahui apa hubungannya Flu Burung dengan Epidemiologi Kesehatan
Lingkungan.
8. Mengetahui bagaimana teori simpul dari Flu Burung.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Flu burung atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan avian flu atau avian
influenza (AI) adalah penyakit menular yang disebabkan virus influenza A sub tipe
H5N1 yang biasanya menyerang unggas tetapi juga dapat menyerang manusia. Virus
ini termasuk family Orthomyxoviridae dan memiliki diameter 90-120 nanometer. Virus
avian influenza ini menyerang alat pernapasan, pencernaan dan system saraf pada
unggas.
Secara normal, virus tersebut hanya menginfeksi ternak unggas seperti ayam,
kalkun dan itik, akan tetapi tidak jarang dapat menyerang spesies hewan tertentu selain
unggas misalnya baabi, kuda, haarimau, macan tutul dan kucing. Walaupun hampir
semua jenis unggas dapat terinfeksi virus yang terkenal sangat ganas ini, tetapi
diketahui yang lebih rentan adalah jenis unggas yang diternakkan secara massal.
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas baik
berupa burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang lain seperti babi. Data lain
menunjukkan penyakit ini dapat juga mengena pada puyuh dan burung unta. Penyakit
flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas
dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja,
Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi
burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.
Pada Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Botabek,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus
kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh
karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian
disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati
akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu
3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi
Jawa Barat (1.541.427 ekor). Kehebohan itu bertambah ketika wabah tersebut
menyebabkan sejumlah manusia juga meninggal. Pada tanggal 19 Januari 2004, pejabat
WHO mengkonfirmasikan lima warga Vietnam tewas akibat flu burung. Sementara itu
di negara Thailand sudah enam orang tewas akibat terserang flu burung, seorang remaja
berusia 6 tahun dipastikan menjadi orang Thailand pertama yang dikonfirmasi tewas
akibat wabah tersebut. Seorang Epidemiologis dari Pusat Pengawasan Penyakit Dr.
Danuta Skowronski, mengatakan bahwa 80% kasus flu burung menyerang anak-anak
dan remaja. Tingkat kematian akibat flu burung sangat tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian atas 10 orang yang terinfeksi virus flu burung di Vietnam, WHO menemukan
bahwa dari 10 orang yang terinfeksi 8 orang yang meninggal, seorang sembuh dan
seorang lagi dalam kondisi kritis.

3
Bila kita bandingkan dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)
Penyakit flu burung ini lebih sedikit kasusnya hanya 25 kasus di seluruh dunia dan
yang meninggal mencapai 19 orang (CFR=76%). Sedangkan pada penyakit SARS dari
8098 kasus yang meninggal hanya 774 orang (CFR = 9,6%).

B. Etiologi Flu Burung


Etiologi penyakit ini adalah virus influenza. Adapun sifat virus ini, yaitu dapat
bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C.
Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama,
tetapi mati pada pemanasan 60°C selama 30 menit. Dikenal beberapa tipe Virus
influenza, yaitu tipe A, tipe B dan tipe C. Virus Inluenza tipe A terdiri dari beberapa
strain, yaitu H1N 1, H3N2, H5N1, H7N7, H9N2 dan lain-lain. Saat ini, penyebab flu
burung adalah Highly Pothogenic Avian Influenza Viru, strain H5N1
(H=hemagglutinin; N= neuraminidase). Hal ini terlihat dari basil studi yang ada
menunjukkan bahwa unggas yang sakit mengeluarkan virus Influenza A (H5N1)
dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus Inluenza A (H5N1) merupakan
penyebab wabah flu burung pada unggas. Secara umum, virus Flu Burung tidak
menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebih
ganas dan menyerang manusia.

C. Patogenesis Flu Burung


Pada awalnya virus H5N1 hanya terbatas pada unggas, tetapi dalam beberapa
tahun terakhir telah mucul sebagai penyakit menular yang sangat fatal pada manusia.
Pada tahun 1997, Avian Influenza Tipe A subtipe H5N1 telah menginfeksi manusia
untuk pertama kalinya, dimana dari 18 orang pertama yang terinfeksi 6 diantaranya
meninggal dunia. Pada bulan Januari 2003, flu burung kembali menginfeksi manusia
di Hongkong dan sejak tahun 2004 infeksi pada manusia banyak terjadi di negara-
negara Asia lainnya.
Meskipun reservoir alami virus Al adalah unggas liar yang sering bermigrasi
(bebek liar), tetapi hewan tersebut resisten terhadap penyakit in. Menurut WHO,
kontak hewan tersebut dengan unggas ternak menyebabkan epidemik flu burung di
kalangan unggas. Penularan penyakit ini terjadi melalui udara dan ekskret (kotoran,
urin, dan ingus) unggas yang terdeteksi.
Virus Al dapat hidup selama 15 hari diluar jaringan hidup. Virus pada unggas
akan mati pada pemanasan 80oC selama 1 menit dan virus pada telur akan mati pada
suhu 64oC selama 5 menit. Virus akan mati dengan pemanasan sinar matahari dan
pemberian desinfektan.
Selain itu, dapat terjadi melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu,
kadang, alat-alat peternakan, pakan ternak, pakaiaan, tinja ternak dan sepatu para
peternak yang langsung mengenai unggas yang sakit, juga pada saat jual-beli ayam
hidup dipasar, dan mekanisme lainnya. Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui
udara (air borne) dan melalui kontak langsung dengan unggas sakit atau kontak
dengan bahan bahan infeksius seperti tinja, urin, dan sekret saluran napas unggas
sakit.

4
Penularan antar ternak unggas seekor unggas yang terinfeksi virus H5N1 akan
menularkannya dalam waktu singkat. Jika semua unggas peliharaan memiliki daya
tahan yang bagus  maka infeksi tidak akan menyebabkan kematian, dengan kata lain
virus tidak aktif. Sebaliknya, jika kondisi unggas berada dalam kondisi buruk maka
flu burung dapat mematikan.

Secara singkat, penyakit flu burung dapat ditularkan dari unggas ke unggas
lain atau dari peternakan ke peternakan lainnya dengan cara sebagai berikut :
1. Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka
2. Melalui lendir yang berasal dari hidung dan mata
3. Melalui kotoran (feses) unggas yang terserang flu burung
4. Lewat manusia melalui sepatu dan pakaian yang terkontaminasi dengan
virus.
5. Melalui pakan, air, dan peralatan kandang yang terkontaminasi.
6. Melalui udara karena memiliki peran penting dalam penularan dalam satu
kandang, tetapi memiliki peran terbatas dalam penularan antar kandang.
7. Melalui unggas air yang dapat berperan sebagai sumber (reservoir) virus
dari dalam saluran intestinal dan dilepaskan lewat kotoran.

Penularan dari ternak ke manusia faktor yang memengaruhi penularan flu


burung dari ternak ke manusia adalah jarak dan intensitas dalam aktivitas yang
berinteraksi dengan kegiatan peternakan. Semakin dekat jarak peternakan yang
terkena wabah virus dengan lingkungan manusia maka peluang untuk menularnya
virus bisa semakin besar. Penularan virus ke manusia lebih mudah terjadi bila orang
tersebut melakukan kontak langsung dengan aktivitas peternakan.Orang yang
mempunyai risiko tinggi terserang flu burung adalah pekerja peternakan unggas,
penjual, penjamah unggas, sampai ke dokter hewan yang bertugas memeriksa
kesehatan ternak di peternakan. Penularan antar manusia penularan flu burung antar
manusia belum dapat dibuktikan, tetapi tetap perlu diwaspadai. Hal ini dikarenakan
virus cepat bermutasi dan beradaptasi dengan manusia sehingga memungkinkan
adanya varian baru dari virus flu burung yang dapat menular antar manusia.

Virus yang masuk ke dalam tubuh manusia akan berinkubasi terlebih dahulu
selama 3-7 hari sebelum menimbulkan gejala.

D. Tanda dan Gejala


Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia. 
1. Gejala pada unggas:
a. Jengger berwarna biru
b. Borok di kaki 
c. Kematian mendadak
2. Gejala pada manusia:
a. Demam (suhu badan diatas 38 °C) 
b. Lemas 
c. Pendarahan hidung dan gusi 

5
d. Sesak nafas 
e. Muntah dan nyeri perut serta diare 
f. Batuk dan nyeri tenggorokan 
g. Radang saluran pernapasan atas 
h. Pneumonia 
i. Infeksi mata 
j. Nyeri otot

E. Pengobatan
Pengobatan flu burung pada ternak virus flu burung yang dapat menyerang
pada hewan saat ini belum diketahui obat maupun vaksin yang tepat untuk
mengobatinya. Pemberian obat maupun vaksin dilakukan lebih ke arah pencegahan
supaya tidak menular kepada hewan lain maupun manusia di sekitarnya. Beberapa
langkah yang dapat ditempuh dalam penanggulangan pengobatan flu burung antara
lain sebagai berikut:
1. Biosekuriti
Disebut juga keamanan hayati, yaitu perlakuan yang ditujukan untuk
menjaga keamanan hayati demi pemeliharaan kesehatan dan
memperkecil ancaman terhadap individu yang dilindungi. Usaha ini
antara lain:
a. Membatasi secara ketat lalu lintas unggas atau ternak, produk
unggas, pakan, kotoran, bulu, dan alas kandang.
b. Membatasi lalu lintas pekerja atau orang dan kendaraan keluar
masuk peternakan.
c. Peternak dan orang yang hendak masuk peternakan harus memakai
pakaian pelindung seperti masker, kaca mata plastik, kaos tangan,
dan sepatu.
d. Mencegah kontak antara unggas dengan burung liar.
2. Depopulasi
Depopulasi adalah tindakan pemusnahan unggas secara selektif di
peternakan yang tertular virus flu burung. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah penyebaran penyakit lebih luas. Cara pemusnahan unggas
yang terinfeksi virus flu burung adalah menyembelih semua unggas yang
sakit dan yang sehat dalam satu kandang (peternakan). Selain itu, dapat
juga dilakukan dengan cara disposal, yaitu membakar dan mengubur
unggas mati, sekam dan pakan yang tercemar, serta bahan dan peralatan
yang terkontaminasi.
3. Vaksinasi
Dilakukan pada semua jenis unggas yang sehat di daerah yang telah
diketahui ada virus flu burung. Vaksin yang digunakan adalah vaksin
inaktif (killed vaccine) yang resmi dari pemerintah.

6
Pengobatan flu burung pada manusia Flu burung pada manusia belum ada
obatnya. Meskipun tidak semua penderita mengalami kematian, flu burung tetap harus
diwaspadai karena dikhawatirkan virus ini akan mengalami mutasi menjadi lebih
ganas.

Berikut ini beberapa tindakan untuk mewaspadai flu burung:


1. Berolahraga secara teratur, sehingga fisik sehat.
2. Makan makanan yang bergizi, agar dapat menyuplai energi untuk pembentukan
kekebalan tubuh yang optimal.
3. Mengkonsumsi produk unggas yang benar-benar sudah matang.
4. Hindari berkunjung ke peternakan.
5. Seringlah mencuci tangan dan hindari meletakkan tangan di hidung dan mulut.
6. Membiasakan hidup bersih dan menjaga kebersihan lingkungan.
7. Cukup istirahat.

F. Pencegahan
1. Pada Unggas: 
a. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
b. Vaksinasi pada unggas yang sehat 
2. Pada Manusia: 
Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang): 
a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja. 
b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung.
c. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
d. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja. 
e. Membersihkan kotoran unggas setiap hari. 
f. Imunisasi.
3. Masyarakat umum: 
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat
cukup.
b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu : Pilih unggas yang sehat
(tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya) 
c. Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 800 °C selama 1 menit dan pada
telur sampai dengan suhu ± 640 °C selama 4,5 menit.
d. Basuh tangan sesering mungkin, penjamah sebaiknya juga melakukan
disinfeksi tangan (dapat dengan alcohol 70%, atau larutan pemutih/khlorin
0,5%untuk alat2/instrumen) 
e. Lakukan pengamatan pasif terhadap kesehatan mereka yang terpajan dan
keluarganya. Perhatikan keluhan-keluhan seperti Flu, radang mata, keluhan
pernafasan.

7
G. Hubungan Flu Burung dengan Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
Interaksi berbagai komponen lingkungan baik fisik, kimia, dan biologi telah
menjadi penyebab timbulnya penyakit flu burung. Lingkungan biologis adalah semua
mahluk hidup yang berada disekitar manusia yaitu flora dan fauna, termasuk manusia
(Budiarto dan Anggraeni 2003). Komponen lingkungan biologi dan kimia yang
berperan langsung terhadap timbulnya penyakit flu burung adalah golongan virus
influenza tipe A yang terdiri atas Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N). Penularan
dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika manusia telah menghirup udara yang
mengandung virus flu burung atau kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi.
Lingkungan air merupakan tempat hidup virus H5N1 juga bahkan dapat bertahan di
air sampai 4 hari pada suhu 22º C dan lebih dari 30 hari pada 0º C (Depkes 2004).
Isu utama perubahan iklim disebabkan fluktuasi secara alami dan banyak
menunjukkan fluktuasi kesehatan secara musiman dan tahunan. Hal tersebut hanya
menegaskan bahwa penyakit memiliki kebergantungan pada musim dan perubahan
iklim (IPCC, 2001). Pada musim dingin, burung liar bermigrasi ke arah selatan
melintasi Indonesia. Migrasi burung liar yang merupakan reservoir virus pada hewan
domestik yang ada di jalur perjalanan mereka. Para ilmuwan menyakini bahwa
burung liar/burung air yang bermigrasi membawa virus H5N1 dalam bentuk HPAIV
(High Pathogenic Avian Influenza Virus). Hal ini terbukti dengan KLB flu burung
pada hewan di Asia Tenggara yang terjadi pada musim dingin 2003-2004. Saat itu,
kepadatan burung-burung liar di Asia Tenggara berada pada puncaknya. Semakin
banyak hewan peliharaan yang terinfeksi maka risiko penularan pada manusia
semakin besar (Endarti dan Juwita, 2006).

Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah agregat dari semua kondisi dan pengaruh-pengaruh luar


yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisasi (Azwar, 1999).
Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan biologi, lingkungan fisik, dan lingkungan
sosial ekonomi (Budiarto dan Anggraeni, 2003).

Lingkungan Biologi

Lingkungan biologi ialah semua mahluk hidup yang berada disekitar manusia
yaitu flora dan fauna, termasuk manusia. Misalnya wilayah dengan flora yang berbeda
akan mempunyai pola penyakit berbeda. Faktor lingkungan biologi ini selain bakteri
dan virus patogen, ulah manusia juga mempunyai peranan penting dalam terjadinya
penyakit. Bahkan dapat dikatakan penyakit timbul karena ulah manusia. Lingkungan
biologi yang berhubungan dengan penyakit flu burung akan diuraikan secara rinci
berikut ini.

Virus Penyebab Penyakit Flu Burung

Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk
famili Orthomyxoviridae. Virus inflenza tipe A dapatberubah-rubah bentuk (drifshift).
Berdasarkan sub tipe virusterdiri atas hemaglutinin (H) dan neuramidase(N). Kedua

8
huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode sub tipe flu burung yang banyak
jenisnya. Penjamu Alami Burung-burung air yang liar, terutama yang termasuk dalam
ordo Anserformis (bebek dan angsa) dan Charadiformis (burung camar dan burung-
burung pantai), adalah pembawa (carier) semua varietas subtipedari virus influenza A.
Oleh karenanya, sangat mungkin merupakan penampung (reservoir) alami untuk
semua spesies burung dianggap sebagai rentan terinfeksi, beberapa spesies unggas
domestik-ayam, kalkun, balam. Puyuh dan merak diketahui terutama rentan terhadap
sekuele (lanjutan) dari infeksi virus influenza.

Virus

Virus influenza A unggas biasanya tidak menimbulkan penyakit pada pejamu


alami mereka. Sebaliknya virus-virus tersebut tetap dalam suatu keadaan statis yang
evolusioner, yang secara molekuler ditandai dengan rendahnya rasio mutasi N/S (non
synonymous vs synonymous) yang menunjukkan adanya evolusi pemurnian (Gorman,
et al. 1992; Taubenberger,et al.2005). Antara pejamu dengan virus agaknya terjadi
saling toleransi yang seimbang, yang secara klinis ditunjukan dengan tidak adanya
penyakit dan replikasi virus secara efiesien. Sejumlah besar virus sampai sebanyak 10
8,7 x 50% dosis infektif (egg-infective dose) per gram tinja, dapat dikeluarkan
(Webster 1978dalam Mohamad 2006 ). Jika virus tersebut menular ke spesies unggas
yang rentan, dapat timbul gejala-gejala sakit yang kalau ada hanya bersifat ringan.
Virus dari fenotip seperti ini disebut sebagaiberpatogenisitas rendah (LPAIV; Low
Pathogenic Avian Influenza Virus). Pada umumnya, hanya mengakibatkan terjadinya
penurunan produksi telur yang bersifat ringan dan sementara dalam unggas petelur,
atau menurunkan penambahan berat badan dalam unggas pedaging (Capua and
Minelli, 2001). Strain-strain dari subtipe H5 dan H7 berpotensi untuk mengalami
mutasi menjadi bentuk yang sangat patogen setelah mengalami perpindahan dan
adaptasi unggas terhadap pejamu baru. Kelahiran bentuk yang sangat patogen dari H5
dan H7 atau subtipe yang lain tidak pernah dijumpai pada unggas liar (Webster 1998).
Oleh karena itu, orang dapat mengambil kesimpulan bahwa bentuk yang sangat
patogen tersebut sebenarnya merupakan hasil perbuatan manusia juga, akibat
kelakuan manusia yang mempengaruhi keseimbangan sistem alami.Sekali fenotip
HPAIV tumbuh dalam unggas domestik, mereka akan dapat ditularkan secara
horisontal dari unggas ternak kembali ke burung liar. Kerentanan burung liar terhadap
penyakit yang ditimbulkan oleh HPAIV sangat bervariasi bergantung pada spesies
dan umur unggas, serta strain virusnya. Sampai pada munculnya virus ganas (HPAIV)
garis H5N1 di Asia, limpahan dari HPAIV ke populasi burung liar hanya terjadi
secara sporadik dan terbatas pada suatu daerah saja, kecuali satu yaitu pada kematian
sekelompok sterna (sejenis camar) di Afrika Selatan pada tahun 1961 (Becker 1996).
Sebegitu jauh unggas liar secara epidemiologik tidak dianggap mempunyai peranan
penting dalam penyebaran HPAIV. Pandangan ini kini berubah secara fundamental
sejak awal 2005. Ketika terjadi wabah virus ganas (HPAIV) yang terkait dengan garis
H5N1 Asia pada ribuan burung unggas di cagar alam Danau Qinghai di barat laut
China (Chen et al, 2005).

9
H. Teori Simpul

SIMPUL A (SUMBER) a. Ternak unggas seperti ayam,


kalkun dan itik, akan tetapi tidak
jarang dapat menyerang spesies
hewan tertentu selain unggas
misalnya baabi, kuda, haarimau,
macan tutul dan kucing.
SIMPUL B (AMBIENT) a. Kontak langsung dari unggas
terinfeksi dengan hewan yang peka
b. Melalui lendir yang berasal dari
hidung dan mata
c. Melalui kotoran (feses) unggas
yang terserang flu burung
d. Lewat manusia melalui sepatu dan
pakaian yang terkontaminasi
dengan virus.
e. Melalui pakan, air, dan peralatan
kandang yang terkontaminasi.
f. Melalui udara karena memiliki
peran penting dalam penularan
dalam satu kandang, tetapi
memiliki peran terbatas dalam
penularan antar kandang.
g. Melalui unggas air yang dapat
berperan sebagai sumber
(reservoir) virus dari dalam saluran
intestinal dan dilepaskan lewat
kotoran.

SIMPUL C (MANUSIA) a. Menyerang semua bagian tubuh


manusia. Mulai dari pernafasan,
kulit, pencernaan, dan lain
sebagainya.
SIMPUL D (DAMPAK) a. Manusia yang terkena penyakit flu
burung ada yang bisa sembuh ada
juga yang berujung pada kematian

10
BAB II
TINJAUAN
ASUHAN KEPERAWATAN FLU BURUNG

1. PENGKAJIAN

a) Data Dasar Pengkajian Pasien

  Aktivitas/istirahat

Gejala: batuk panjang, kelelahan, demam ringan

Tanda: sesak, kelelahan otot dan nyeri

  Makanan/cairan

Gejala: nafsu makan hilang, mual/muntah, penurunan BB.

Tanda: turgor kulit buruk, penurunan massa otot.

  Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri dada berkembang/berubah naik karena batuk berulang.

  Integritas ego

Tanda: gelisah

  Pernafasan

Gejala : batuk, tarikan nafas panjang.

Tanda : muka merah, sianotik

b) Pemeriksaan diagnostik

  Pemeriksaan sputum

Pengelompokan Data

a) Data Subyektif

  Pasien mengeluh batuk


  Pasien mengeluh nyeri pada dadanya
  Pasien mengeluh sesak

b) Data Obyektif

11
  Suhu badan berkembang/berubah naik
  Penurunan berat badan
  Turgor kulit buruk
  Mual-muntah
  Nafsu makan hilang
  Pasien tampak gelisah

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, berihubungan dengan


peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
2. Diagnosa Keperawatan: Pertukaran gas, kerusakan dapat dihubungkan dengan
gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
3. Diagnosa Keperawatan: Nutrisi, perubahan, minus dari kebutuhan tubuh dapat
dihubungkan dengan dispnea.
INTERVENSI
1. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, berihubungan dengan
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
Intervensi:
• Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels
basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak
adanya bunyi napas (asma berat).
•Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
• Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan “lapar udara,” gelisah, ansietas, distres
pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi,
reaksi alergi.

12
• Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan
memanfaatkan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi
yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan
lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
• Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
• Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
2. Diagnosa Keperawatan: Pertukaran gas, kerusakan dapat dihubungkan dengan
gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
Intervensi:
• Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidakmampuan bicara/berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya
proses penyakit.
• Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi
individu.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
• Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar
bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
• Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak
efektif.
• Palpasi fremitus

13
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
• Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA
memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang
berhubungan dengan hipoksemia.
• Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi
aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut.
Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai
toleransi individu.
Rasional : Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak
mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat
diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun,
program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
3. Diagnosa Keperawatan: Nutrisi, perubahan, minus dari kebutuhan tubuh dapat
dihubungkan dengan dispnea.
Intervensi:
• Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum, dan obat.
• Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster
dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan
cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
• Berikan perawatan oral sering, buang secret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tisu.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu
makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
• Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan
kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

14
• Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen
dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
• Hindari makanan yang sangat pedas atau sangat dingin.
Rasional : Suhu ekstrim dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
• Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat
badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Catatan: Penurunan berat badan
dapat berlanjut, meskipun masukan adekuat sesuai teratasinya edema.
IMPLEMENTASI
1. Mengkaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh
2. Mengkaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas
bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang
Mengevaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem.
Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut.
Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai
toleransi individu.
Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels
basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak
adanya bunyi napas (asma berat).
3. Mengkaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur
4. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan
porsi kecil tapi sering.
EVALUASI
Setelah melakukan implementasi diharapkan pasien mengalami perubahan yang
diinginkn sesuai dengan intervensi yang dibuat.
Jika pasien tidak mengalami perubahan apapun segera kaji kembali intervensi dan
kemudian buat intervensi yang baru.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Flu Burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang
menyerang burung/unggas/ayam . Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang
disebabkan oleh virus influenza dengan kode genetik H5N1 (H=Haemagglutinin,
N=Neuramidase) yang selain dapat menular dari burung ke burung ternyata dapat
pula menular dari burung ke manusia Flu burung bisa menulari manusia bila manusia
bersinggungan langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus
flu burung hidup di saluran pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi dapat pula
mengeluarkan virus ini melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi
semacam bubuk. Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya.
Menurut WHO, flu burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding
dari manusia ke manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan
juga belum terbukti penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Saat ini,
penyebab flu burung adalah Highly Pothogenic Avian Influenza Viru, strain H5N1
(H=hemagglutinin; N= neuraminidase). Hal ini terlihat dari basil studi yang ada
menunjukkan bahwa unggas yang sakit mengeluarkan virus Influenza A (H5N1)
dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus Inluenza A (H5N1) merupakan
penyebab wabah flu burung pada unggas. Secara umum, virus Flu Burung tidak
menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebih
ganas dan menyerang manusia. Ada berbagai macam cara pengobatan dan
pencegahan dari penyakit flu burung ini.

B. Saran
Saran dari kami kelompok I yaitu masyarakat tetap menanamkan pola pikir
dan perilaku hidup bersih dan sehat agar bisa terhindar dari berbagai macam penyakit
terutama penyakit flu burung ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-13409-Chapter1.pdf
http://rivafauziah.wordpress.com/2006/02/25/pengertian-flu-burung/
http://dreamfile.wordpress.com/2012/03/09/flu-burung-gejala-cara-penularan-pencegahan-
dan-pengobatannya/
http://individuasi.blogspot.com/2011/10/makalah-flu-burung-dbd.html
http://fluburung.org/gejala-pada-manusia.asp
 http://tiopenta.wordpress.com/tag/flu-burung/

17

Anda mungkin juga menyukai