PENDAHULUAN
1
2
orang beresiko, dimana hampir 510.000 orang dirawat pada tahun 2008. Di
wilayah Asia Tenggara sekitar 66% dari populasi global berisiko filariasis
limfatik yang terdiri 9 negara endemis dengan 426 juta orang yang menerima
perawatan (WHO, 2010).
Pada tahun 2004, filariasis telah menginfeksi 120 juta penduduk di 83
negara diseluruh dunia, terutama dinegara-negara tropis dan sub tropis (WHO
dalam Karwiti, 2011). Tahun 2009, diperkirakan larva cacing filaria telah
menginfeksi lebih dari 700 juta orang di seluruh dunia, dimana 60 juta orang
diantaranya (64%) terdapat di regional Asia Tenggara. Di Asia Tenggara,
terdapat 11 negara yang endemis filariasis dan salah satu diantaranya adalah
Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak dan wilayah yang
luas memiliki masalah filariasis yang kompleks. Di Indonesia, ke tiga jenis
cacing filaria (Wucheraria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori) dapat
ditemukan (WHO dalam Kemenkes RI, 2010b).
Di Indonesia ditemukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis
limfatik pada manusia yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugiatimori. Parasit ini tersebar di seluruh kepulauan Indonesia oleh
berbagai spesies nyamuk yang termasuk dalam genus Aedes, Anopheles,
Culex,Mansonia (Gandahusada 2001)
Hasil Riskesdas tahun 2007 dalam Mardiana dkk (2011) menyatakan
orang yang tinggal dengan rumah tangga yang saluran air limbahnya terbuka,
memiliki probabilitas lebih besar yaitu 2,56 kali terjadinya filariasis
dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan rumah tangga yang saluran
air limbahnya tertutup. Saat ini filariasis telah menjadi salah satu penyakit
yang diprioritaskan untuk dieliminasi, diprakarsai oleh WHO sejak tahun
1999, pada tahun 2000 diperkuat dengan keputusan WHO mendeklarasiakan
“The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health
Problem by the Year 2020”, Indonesia sepakat untuk memberantas filariasis
sebagai bagian dari eliminasi filariasis global.
Banyak faktor risiko yang mampu memicu timbulnya kejadian
filariasis, beberapa diantaranya adalah faktor lingkungan, baik lingkungan
dalam rumah maupun lingkungan luar rumah. Konstruksi plafon rumah,
3
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep tentang penyakit Filariasis
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Defisini dan Etiologi
filariasis.
b. Mahasiswa mampu mengetahui tentang riwayat alamiah
penyakit Filariasis.
c. Mahasiswa mengetahui patofisiologi penyakit filariasis.
d. Mahasiswa mengetahui insiden prevalensi penyakit Filariasis.
e. Mahasiswa mampu mengetahui tindakan preventif, faktor
risiko dan protektif dari penyakit Filariasis.
f. Mahasiswa mampu mengetahui program dan penanggulagan
penyakit Filariasis.
1.3 Manfaat
a. Sebagai dasar pengetahuan untuk mahasiswa mengenai penyakit Filariasis
b. Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi bagi
masyarakat dalam upaya pencegahan dan pengendalian mikrofilaria positif
dan filariasis.
c. Sebagai sumber informasi mengenai pengaruh faktor lingkungan terhadap
kejadian mikrofilaria positif dan filariasis sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan kepustakaan dalam pengembangan keilmuan
5
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
2.1 Definisi Filariasis
Penyakit kaki gajah / filariasis adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh cacing filarial yang ditularkan melalui berbagai jenis
nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan
pengobatan akan mengakibatkan cacat menetap berupa pembesaran kaki,alat
kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit kaki gajah ini umumnya
terdeteksi melalui pemeriksaan mikrokopis darah.Sampai saat ini hal tesebut
masih ini dirasakan karna microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri
didalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal
periodicity).
Selain itu berbagai metode pemeriksaan juga dilakukan untuk
mendiaknosa penyakit kaki gajah diantaranya ialah dengan yang dikenal
sebagai penjaringan membrane, metode konsentrasi knott dan teknik
pengendapan.Metode pemeriksaan yang lebih mendekati kearah diagnosa dan
diakui oleh pihak WHO adalah dengan jalan pemriksaan system “Tes kartu”,
hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendetaksi penyebaran parasit
(Larva),yaitu dengn cara mengambil sample darah dengan system tusukan jari
droplets diwaktu kapanpun, tidak harus di malam hari.
Penyakit Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis.
Menurut info dari WHO, urutan negara yang terdapat penderita mengalami
penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika,
Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak pula terjadi di negara Thailand dan
Indonesia (Asia Tenggara).
5. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
Filariasis abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar
getah bening dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah, pembesaran
tungkai, lengan, buah dada (Mamae), buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (Early lymphodema). Gejala klinis yang kronis
berupa pembesaran yang menetap (Elephantrasis) pada tungkai, lengan, buah
dada (Mamae), buah zakar (Elephantiasis skroti). Tidak Seperti malaria, dan
demam berdarah, filariasis dapat ditularkan oleh berbagi jenis nyamuk
diantaranya spesies nyamuk dari genus anopheles, culex, mansonia, aedes dan
arnigeres. Karna inilah yang menyebabkan filariasis dapat menular dengan
cepat.
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi Siklus hidup mikrofilaria terjadi dalam dua tahap yaitu
dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk (gambar 1).
Gambar 1
Siklus Hidup dari Filaria
10
Keterangan :
1. Selama mengisap darah, nyamuk yang terinfeksi memasukkan larva
stadium tiga (L-3) melalui kulit manusia dan penetrasi melalui luka
bekas gigitan.
2. Larva berkembang menjadi dewasa dan pada umumnya habitatnya pada
kelenjar limfatik.
3. Cacing dewasa menghasilkan microfilaria yang migrasi ke limfe dan
mencapai sirkulasi darah perifer.
4. Nyamuk mengingesti microfilaria selama mengisap darah.
5. Setelah masuk dalam tubuh nyamuk, selubung (sheath) dari microfilaria
terlepas dan melalui dinding proventikulus dan ke usus bagian tengah
(midgut) kemudian mencapai otot toraks.
6. Microfilaria berkembang menjadi larva stadium pertama (L-1).
7. kemudian menjadi L-2 dan selanjutnya menjadi larva stadium tiga (L-3).
8. Larva stadium tiga bermigrasi menuju probosis dan dapat menginfeksi
penderita yang lain ketika mengisap darah.
Morfologi mikrofilaria dan cacing dewasa dari Wuchereria
bancrofti,Brugia malayi, dan Brugia timori diuraikan pada tabel 1.
Tabel 1
Diagnosis Banding Morfologi Mikrofilaria dan Cacing Dewasa
Wuchereria Brugia malayi Brugia timori
bancrofti
Microfilaria
Ukuran 244-296 x 7,5-10µ 177 -230µ ±280 µ
Kepala Panjang kepala = Panjang kepala = 2 Panjang kepala = 3
lebar kepala kali lebar kepala x lebar kepala
Inti Tersusun Berkelompok, Terdapat 2 inti
teratur,tidak ada susunannya tidak tambahan yang
inti tambahan teratur, terdapat inti letaknya lebih
tambahan berjauhan
dibanding Brugia
malayi
11
orang), dan Sulawesi Utara (30 orang), dapat dilihat pada Gambar 4.
Kejadian filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan
provinsi lain dan merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di
seluruh Indonesia. Hal ini memerlukan perhatian untuk ditindak lanjuti,
dan dicari kemungkinan penyebabnya.
Gambar 4
Penderita Filariasis Per Provinsi Tahun 2009
b. Nyamuk
Nyamuk termasuk serangga yang melangsungkan siklus kehidupan
di air. Kelangsungan hidup nyamuk akan terputus apabila tidak ada
air. Nyamuk dewasa sekali bertelur sebanyak ± 100-300 butir, besar
telur sekitar 0,5 mm. Setelah 1-2 hari menetas jadi jentik, 8-10 hari
menjadi kepompong (pupa), dan 1-2 hari menjadi nyamuk dewasa.
Nyamuk jantan akan terbang disekitar perindukkannya dan makan
cairan tumbuhan yang ada disekitarnya.
Nyamukbetina hanya kawinsekali dalam hidupnya. Perkawinan
biasanya terjadi setelah 24-48 jam keluar dari kepompong. Makanan
17
2. Lingkungan (Environment)
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis
dan mata rantai penularannya. Biasanya daerah endemis Brugia Malayi
adalah daerah sungai, hutan, rawa-rawa, sepanjang sungai atau badanair
lainyang ditumbuhi tanaman air. Daerah endemis W. Bancrofti tipe
perkotaan (urban) adalah daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat
penduduknya dan banyak genangan air kotor sebagai habitat dari vektor
yaitu nyamuk Cx. Quinquefasciatus. Sedangkan daerah endemis W.
Bancrofti tipe pedesaan (rural) secara umum kondisi lingkungannya
sama dengan derah endemis B.Malayi.
Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian,
internal dan ekstemal. Lingkungan hidup internal merupakan suatu
keadaanyang dinamis dan seimbang yang seimbang yang disebut
homeostatis, sedangkan lingkungan hidup eksternal merupakan
lingkungan di luar tubuh manusia yang terdiri atas tiga komponen,
antara lain:
a. LingkunganFisik
Yang termasuk lingkungan fisik antara lain geografik dan
keadaan musim. Lingkungan fisik bersifat abiotik. atau benda mati
seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah,panas,sinar,
radiasi,danIain-lain.
Lingkungansangat berpengaruh terhadap distribusi kasus
filariasis dan mata rantai penularannya. Biasanya daerah endemis
B.malayi adalah daerah dengan hutan rawa, sepanjang sungai atau
badan air lain yang ditumbuhi tanaman air. Daerah endemis
Wbancrofti tipe perkotaan adalah daerah kumuh, pada penduduknya
18
3. Agent
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filarial,yaitu :
W. Bancroft, B.Malayi. B. Timori. Cacing filaria (Nematode
:Filarioidea) baik limfatik maupunnon lirnfatik, rnempunyai ciri khas
yang sama sebagai berikut: dalam reproduksinya tidak lagi
mengeluarkan telur melainkan mikrofilaria (larva cacing), dan
ditularkan oleh Arthropoda (nyamuk). Sebanyak 32 varian subperiodik
baik nokturnal maupun diurnal dijumpai pada filaria limfatik
Wuchereria dan Brugia. Periodisitas mikrofilaria berpengaruh terhadap
risikopenularan filarial.
Sedangkan faktor protektif yang mempengaruhi penyakit
filariasis adalah :
1. Imunitas
Orang yang pernah terinfeksi filariasis sebelumnya tidak teerbentuk
imunitas dalam tubuhnya terhadap filaria demikianjuga yang tinggal
di daerah endemis biasanya tidak mempunyai imunitas alami
terhadap penyakit filariasis. Pada daerah endemis filariasis, tidak
semua orang terinfeksi filariasis dan orang yang terinfeksi
menunjukkan gejala klinis. Seseorang yang terinfeksi filariasis tetapi
belum menunjukkan gejala klinis biasanya terjadi perubahan
patologis dalam tubuhnya.
2. Mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara
memberantas nyamuk dengan membersihkan tanaman air pada rawa-
rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun,
mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat
perindukan nyamuk ; membersihkan semak-semak disekitar rumah.
3. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis
mengenai cara penularan dan cara pengendalianvektor (nyamuk).
4. Mengidentifikasikan vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif
dalam nyamuk dengan menggunakan umpan manusia,
mengidentifikasi waktu dan ternpat menggigit nyamuk serta ternpat
perkembangbiakannya.
20
A. Pokok Kegiatan
Penanggulangan filariasis merupakan upaya-upaya dalam mecapai eliminasi
filariasis, yang terdiri dari beberapa kegiatan pokok seperti surveilans
kesehatan , penanganan penderita, pengendalian faktor resiko dan
komunikasi, informasi dan edukasi.
1. Surveilans Kesehatan
a. Penemuan Penderita
Penemuan penderita Filariasis dilaksanakan dengan melakukan survei
penderita Filariasis kronis atau dengan kegiatan rutin lainnya. Secara
teoritis penemuan kasus klinis berdasar pada ebaran keberadaan
penderita Filariasis klinis, dan identifikasi orang-orang yang positif
microfilaria serta analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya, pada
kenyataannya, penderita Filariasis klinis seringkali tersembunyi
ditengah-tengah masyarakat, tanpa diketahui oleh perugas kesehatan
(Puskesmas), terutama di daerah yang jauh dari jangkauan pelayanan
kesehatan.
Survei penderita filariasis kronis merupakan cara untuk mencari,
menemukan dan menentukan sebaran penderita filariasis kronis
menurut desa/kelurahan di setiap wilayah Kabuparen/kota. Identifikasi
orang-orang yang terinfeksi cacing filaria pada suatu populasi
dilakukan dengan pemeriksaan adanya mikrifilaria pada daerah tepi
atau dengan metode diagnosis cepat atau rapid test yang tepat
penggunaan.
21
sehingga para pengambil keputusan, program, sektor dan LSM terkait serta
masyarakat mendukung dan berperan aktif dalam penyelenggaraan
Program Penanggulanagn Filariasis sesuai potensi spesifik masing-masing
daerah.
B. Vektor Filariasis
Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui terdapat 23 spesies nyamuk dari 5
genus yaitu: Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi
vektor Filariasis. Sepuluh spesies nyamuk Anopheles telah diidentifikasi sebagai
vektor Wuchereria bancrofti tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan
vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan. Enam spesies Mansonia merupakan
vektor Brugia malayi. Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles
barbirostris merupakan vektor filariasis yang penting. Beberapa spesies Mansonia
dapat menjadi vektor Brugia Malayi tipe sub periodic nokturna. Sementara
Anopheles barbirostris merupakan vektor penting terhadap Brugia timori yang
terdapat di Nusa Tenggara Timur dan Kepulauan Maluku Selatan.
C. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya yang paling utama. Di daerah dengan tingkat
endemisitas tinggi, penting sekali mengetahui dengan tepat bionomil dari vektor
nyamuk, prevalensi dan insidensi penyakit dan faktor lingkungan yang berperan
dalam penularan di setiap daerah.
Bahkan dengan upaya pengendalian vektor yang tidak lengkap pun dengan
menggunakan obat anti nyamuk masih dapat mengurangi insiden dan penyebaran
penyakit. Hasil yang diperoleh sangat lambat karena masa inkubasi yang panjang.
Ada beberapa metode pengendalian vektor, antara lain metode pengendalian fisik
dan mekanis (modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan,
pemasangan kelambu, memakai baju lengan panjang, pemasangan kawat kasa dan
lain-lain), metode pengendalian dengan menggunakan agen biotik (predator
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di
wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh
sekelompok cacing nematode parasite yang tergabung dalam superfamilia
Filarioidea.
2. Di Indonesia sendiri Filariasis termasuk penyakit yang menjadi masalah
kesehatan rakyat yang penting terutama bagi daerah pedesaan di luar pulau
Jawa-Bali karena mengakibatkan berkurangnya kemampuan kerja
masyarakat dan cacat yang ditimbulkannya
3. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva
infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap
selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan
tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini
menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi
pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin
4. Penyakit kaki gajah (filariasis) ini umumnya terdeteksi melalui
pemeriksaan mikroskopis darah.
5. Agar tidak terkena Filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan
nyamuk (mengurangi kontak dengan vector)
6. Penanggulangan filariasis ditangani pada semua fase yaitu: pemberantasan
parasitnya pada semua hospes, pemberantasan vektornya dan penanganan
lingkungan yang dapat mengganggu kelestarian lingkaran hidupparasit.
7. Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah
endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC).
DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan
jangka panjang.
29
3.2 Saran
Pemerintah dari berbagai sector harus bekerja secara serius dalam
melakukan penanganan dan penanggulangan Filariasis, dengan
mengerahkan jajaran terdepan yaitu Puskesmas untuk melakukan
penanggulanga, pencegahan serta pendidikan kepada masyarakat agar
masyarakat lebih serius untuk ikut serta menangani kasus filariasis, karena
penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga
akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan
penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu
mewujudkan Indonesia Sehat dan terbebas dari penyakit filariasis.
30
REFERENSI
Sunish IP, et al. Vector control complements mass drug administration against
bancroftian filariasis in Tirukoilur, India. Bulletin of Word Health
Organization. Februari 2007; 85 (2).