Anda di halaman 1dari 19

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO

Nama Mahasiswa : Firmansyah Bayu Putra Paputungan


NRI : 15101105077
Program Studi : Farmasi
Judul Penelitian :Uji Efektivitas Antiinflamasi Salep Ekstrak Buah Cengkeh
(Syzygium Aromaticum) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Komisi Pembimbing : 1. Prof. dr. Edwin de Queljoe, M.sc, Sp, And (Ketua)

2. Olvie S. Datu, S.Farm.,M.Farm.,Apt (Anggota)


Hari / Tanggal : , 2020
Jam : , WITA
Tempat : Ruang Seminar Program Studi Farmasi

1
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR USUL PENELITIAN


Nama : Firmansyah Bayu Putra Paputungan
NIM : 15101105077
Program Studi : Farmasi
Judul Penelitian : Uji Efektivitas Antiinflamasi Salep Ekstrak Buah Cengkeh
(Syzygium Aromaticum) Pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus)

Yang bersangkutan telah layak untuk melaksanakan seminar usul penelitian pada tanggal
November 2020

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Prof. dr. Edwin de Queljoe, M.sc, Sp, And Olvie S. Datu, S.Farm.,M.Farm.,Apt

2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman cengkeh (Eugenia carryophyllus) merupakan tanaman
perkebunan/industri yang banyak ditemukan di kawasan timur Indonesia misalnya di
Sulawesi Utara. Tanaman yang termasuk dalam famili Myrtaceae ini banyak ditemukan di
dataran rendah dengan ketinggian 200 – 900 di atas permukaan laut. Tinggi dari tanaman
cengkeh dapat mencapai 5 – 10 m. Daun dari tanaman tersebut berbentuk bundar telur atau
oval sedangkan warnanya adalah kehijauan dan kemerah-merahan (Hernani dan Rahardjo,
2005) Tanaman cengkeh mempunyai sifat yang khas karena semua bagian pohon
mengandung minyak, mulai dari akar, batang, daun sampai bunga (Ketaren, 1985).
Minyak cengkeh dapat diperoleh dari bunga cengkeh (Clove Oil), tangkai atau
gagang bunga cengkeh (Clove Steam Oil) dan dari daun cengkeh (Clove Leaf Oil).
Kandungan minyak atsiri di dalam bunga cengkeh mencapai 21,3% dengan kadar eugenol
antara 78-95%, dari tangkai atau gagang bunga mencapai 6% dengan ka-dar eugenol
antara 89-95%, dan dari daun cengkeh mencapai 2-3% dengan kadar eugenol antara 80-
85%. Kandungan terbe-sar minyak cengkeh adalah eugeno (Saiful, 2012).
Salah satu bahan aktif yang telah terbukti berkhasiat sebagai antiinflamasi adalah
minyak atsiri buah cengkeh. Kandungan eugenol (4-allyl-2-methoxyphenol) dalam minyak
atsiri buah cengkeh telah banyak diteliti terbukti memiliki aktivitas sebagai antioksidan
dan antiinflamasi. Mekanisme kerja eugenol sebagai anti inflamasi melalui penghambatan
terhadap sintesis prostaglandin dan neutrofil chemotaxis, selain itu juga mampu
menghambat faktor nuclear factor-kB (NF-kB) dalam mengaktivasi faktor tumornecrosis
factor-α (TNF-α) dan menghambat ekspresi cyclooxygenase-2 (COX-2) dalam
lipopolisakarida (LPS) yang dirangsang makrofag. Minyak atsiri bunga cengkeh dengan
bahan aktif eugenol berperan sebagai antiinflamasi, telah dikembangkan bentuk sediaan
yang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat luas (Dewi et al, 2017). Dari hal inilah
peneliti ingin mengetahui bagaimana aktivitas anti inflamasi untuk salep ekstrak buah
cengkeh (Syzygium Aromaticum).
Inflamasi adalah mekanisme respon tubuh terhadap kerusakan seluler. Tanpa
respon inflamasi, tubuh kita tidak dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, inflamasi adalah
mekanisme protektif yang dirancang untuk membersihkan tubuh dari penyebab cedera dan
mempersiapkan jaringan tubuh kita untuk membentuk kembali jaringan yang mengalami
cedera. Respon inflamasi adalah reaksi lokal yang melibatkan pelepasan substansi

3
antibakteri yang menjaga tubuh dari serangan zat asing. Proses inflamasi membatasi area
cedera sehingga toksin tidak dapat mempengaruhi keseluruhan sistem(Barber, 2012).
Inflamasi biasanya diobati dengan menggunakan obat antiinflamasi golongan
steroid (AIS) dan obat antiinflamasi golongan nonsteroid (AINS). Obat antiinflamasi dari
bahan kimia sintesis banyak digunakan masyarakat karena mempunyai efek yang cepat
dalam menghilangkan inflamasi tetapi juga mempunyai resiko efek samping yang
berbahaya, antaralain menimbulkan gangguan pada saluran cerna, sistem sirkulasi tubuh
,saluran pernafasan, prosesmetabolik, dan hipersensitivitas(Kertia,2009).
Salep merupakan sediaan semisolid yang lunak, mudah dioleskan, dan digunakan
sebagai obat luar pada kulit dan membran mukosa. Pelepasan bahan obat dari basis salep
sangat dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia baik dari basis maupun dari bahan obatnya,
kelarutan, viskositas, ukuran partikel, homogenitas, dan formulasi. (Hasrawat et al, 2019).
Terapi topikal merupakan salah satu metode pengobatan yang sering digunakan
dalam bidang dermatologis. Contohnya salep, salep merupakan sediaan semi solid yang
dapat digunakan pada kulit maupun mukosa. Kelebihan dari sediaan salep ini adalah
mempunyai bentuk yang lunak, halus, homogen, dan mudah dioleskan, sehingga dapat
digunakanuntuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi, sebagai bahan pembawa
substansi obat untuk pengobatan kulit, sebagai bahan pelumas pada kulit, sebagai
pelindung untuk kulit (mencegahkontak permukaan kulit dengan larutan berair) dan
sebagai obat luar (Asmara, 2012).
Pada penelitian yang di lakukan oleh Ermawati & Nurmaila, (2019) yaitu Efek
Anti Inflamasi Salep Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heteropyllus L) Terhadap Mencit,
memiliki efektivitas antiinflamasi pada mencit yang diinduksi karagenan. Hewan
kelompok kontrol negative memiliki tebal lipatan kulit punggung mencit pada jam ke 6
yang lebih besar daripada hewan kelompok salep. Hasil persen penurunan udem salep
ekstrak daun nangka konsentrasi 10% dan 15% pada jam ke 6 masing-masing adalah
71,4% dan 51,4%. Hasil persen inhibisi udem salep daun nangka konsentrasi 10% dan
15% pada jam ke 6 masing-masing adalah 47,9% dan 62,5%. Mengacu pada penelitian
sebelumnya dan melihat dari manfaat buah cengkeh (Syzygium Aromaticum) maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian “Uji Efektivitas Antiinflamasi Salep Ekstrak Buah
Cengkeh (Syzygium Aromaticum) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Dengan melihat
waktu pemberian konsentrasi dengan menggunakan konsentrasi 10%, 20% dan 40%

4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dari penelitian ini yaitu
bagaimanakah pengaruh sediaan salep ekstrak buah cengkeh (Syzygium Aromaticum)
sebagai antiinflamasi pada tikus putih jantan (Rattus novergicus)?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada uji efek antiinflamasi dari ekstrak etanol buah cengkeh
(Syzygium Aromaticum) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus).
1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya :
1. Mengetahui efek antiinflamasi dari salep ekstrak buah cengkeh (Syzygium Aromaticum)
pada Tikus Putih (Rattus norvegicus).
2. Mengetahui dengan konsentrasi berapa efek salep ekstrak buah cengkeh (Syzygium
Aromaticum) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Dapat memberikan efek
antiinflamasi.
3. Mengetahui perbandingan efek antiinflamasi salep ekstrak buah cengkeh (Syzygium
Aromaticum) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan natrium diklofenak
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi kesehatan kepada
masyarakat tentang adanya efek antiinflamasi buah cengkeh (Syzygium Aromaticum) Tikus
Putih (Rattus norvegicus).

5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Deskripsi (Syzygium Aromaticum)
1.1.1 Klasifikasi
Menurut Suwarto, dkk. (2014), Klasifikasi Ilmiah Cengkeh (Syzygium Aromaticum)
di klasifikasikan dalam taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Plantes
Division : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum

Buah Cengkeh (Suwarto, dkk. 2014)


1.1.2 Morfologi Tanaman Cengkeh
Tanaman Cengkeh yang ditemukan di kawasan timur Indonesia misalnya di
Sulawesi Utara. Tanaman ini termasuk dalam famili Myrtaceae yang ditemukan di dataran
rendah dengan ketinggian 200-900 m di atas permukaan laut. Tinggi dari tanaman cengkeh
dapat mencapai 5-10 m. Tanaman cengkeh mempunyai sifat yang khas karena semua
bagian pohon mengandung minyak atsiri mulai dari akar, batang, daun sampai bunga
(Rorong, 2008).
1. Habitus : Berupa pohon dengan tinggi 10-20 meter.
2. Akar : Tunggang.
3. Batang : Keras berkayu bercabang. Bentuk bulat (teres) dan memilikipermukaan
kasar. Tipe percabangan monopodial dan memilki cabang
yangbanyak.Kulitnya mengandung asam betulinat, friedelin,
epifriedelinol, sitosterim,eugenin (suatu senyawa ester dari epifriedelinol
dengan suatu asam lemak rantaipanjang), dan C27H55COOH

6
4. Daun : Kaku bentuk lanset. Warna pangkal daun hijau suram, dan bergradasike
kuning lalu jingga ke ujungnya. Mengandung eugenol dan karioeugenol,
asamgallat, metil gallat, turunan triterpen, asam oleanolat (kariofilin),
asam betulinat.
5. Bunga : Majemuk tak berbatas malai rata ( corymbus rasomus ), muncul padujung
ranting daun ( flos terminalis ) dengan tangai pendek. Warnanya hijau
yangmejadi merah ketika tua.Kelopak anjangnya 4-5 mm, dengan stamen
banyak danputik 1. Merupakan bunga tunggal.Kuncupnya mengandung
16-23% eugenol, zatsamak tipe gallat, sianidin ramnoglukosida,
kuersetin,kaemferol, mirsetin danisokuersitin.
6. Buah : Termasuk kedalam buah dengan panjang 2-2,5 cm warna merah sampai
merah kehitaman
7. Biji : Berwarna coklat berukuran ± 4 mm (Tjitrosoepomo, 2005)
1.1.3 Kandungan Kimia
Semua bagian pohon (Syzygium aromaticum) mengandung minyak atsiri, mulai dari
akar, batang, daun sampai bunga (Ketaren, 1985). Minyak astiri daun cengkeh terdiri atas
eugenol dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan asetil eugenol dan
karioeugenol yang juga terkandung di dalam minyak atsiri cengkeh. Kuncup bunga
mengandung 16-23% minyak atsiri yang terdiri dari eugenol, zat samak tipe gallat,
sianidin ramnoglukosida (pigmen utama bunga), kuersetin, kaemferol, mirisetin dan
isokuersitrin. Daun cengkeh mengandung asam gallat, metil gallat, turunan triterpen, asam
oleanolat (kariofilin), asam betulinat. Kulit batang mengandung asam betulinat, friedelin,
epifriedelinol, sitosterim, eugenin (suatu senyawa ester dari epifriedelinol dengan suatu
asam lemak rantai panjang), dan C27H55COOH (Tjitrosoepomo, 1994). Tanaman
cengkeh mengandung beberapa flavonoid (Nassar, 2006), selain itu tanaman cengkeh juga
mengandung campesterol, karbohidrat, lipid, rhamnetin, sitosterol, stigmasterol dan
vitamin (Barnes, dkkl., 2002).
Senyawa eugenol yang mempunyai rumus molekul C10H12O2 mengandung
beberapa gugus fungsional yaitu alil (-CH2-CH=CH2), fenol (-OH) dan metoksi (-OCH3),
sehingga dengan adanya gugus tersebut dapat memungkinkan eugenol sebagai bahan dasar
sintesis berbagai senyawa lain yang bernilai lebih tinggi seperti isoeugenol, eugenol asetat,
isoeugenol asetat, benzil eugenol, benzyl isoeugenol, metil eugenol, eugenol metil eter,
eugenol etil eter, isoeugenol metil eter, vanillin dan sebagainya (Bulan, 2004; Mustikarini,
2007).

7
1.1.4 Manfaat Tanaman Cengkeh
Minyak atsiri yang berasal dari tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum) yang
memiliki aktivitas biologis karena mengandung senyawa eugenol dan diketahui berkhasiat
sebagai antiinflamasi dengan mekanisme menghambat sintesis prostaglandin dan neutrofil
chemotaxis(Murakami dkk., 2003)
Khasiat lain dari tanaman cengkeh antara lain sebagai, antiemetik (Barnes, dkk.,
2002, antikarsinogenik (Zheng, 1992), analgetik, antivirus terutama Herpes simplex
(Kurokawa, 1998).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dua atau lebih komponen kimia yang
diinginkan dengan menambahkan suatu pelarut untuk melarutkan komponen tersebut
(Suryanto, 2012). Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam pelarut organik dan karena adanya
perbedaan antara konsentrasi di dalam dan konsentrasi diluar sel, mengakibatkan
terjadinya difusi pelarut organik yang mengandung zat aktif keluar sel. Proses ini
berlangsung terusmenerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif di dalam dan
diluar sel (Nurhayati, 2011).
Prinsip ekstraksi adalah memisahkan dua komponen atau lebih berdasarkan
perbedaan kelarutan komponen tersebut dalam pelarut ysng digunakan. Secara umum
ekstraksi dengan pelarut dapat dibedakan menjadi dua yaitu dengan ekstarksi tunggal dan
ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal yaitu dilakukan dengan cara merendam sampel
dengan satu jenis pelarut sedangkan ekstarksi bertingkat yaitu dilakukan dengan cara
merendam sampel dengan pelarut berbeda-beda secara berurutan, dimulai dengan pelarut
non polar, pelarut dengan yang kepolarannya menengah kemudian pelarut polar
(Harborne, 1987).
2.3 Tikus(Rattus norvegicus)
2.3.1 Klasifikasi Tikus
Menurut Moore (2000), klasifikasi Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus)
Wistar diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae

8
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus L.

Tikus wistar(Rattus norvegicus)(Moore, 2000).


2.3.2 Morfologi Tikus
Tikus putih (Rattus norvegicus L.) atau yang disebut dengan norway rat yang
berasal dari negri china yang kemudian menyebar di daerah eropa bagian barat. Dan pada
wilayah asia tenggara, tikus putih ini berkembangbiak di filipina, indonesia, laos singapura
dan malaysia (Moore, 2000). Tikuss wistar ini adalah salah satu jenis strain tikus yang
hampir banyak digunakan sebagai penelitian laboratorium. Tikus putih juga memiliki ciri-
ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan
badannya, pertumbuhannya cepat, temperamennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan
cukup tahan terhadap perlakuan. Biasanya pada umur empat minggu tikus 10 putih
mencapai berat 35-40 gram, dan berat dewasa rata-rata 200-250 gram (Akbar, 2010).
2.4 Inflamasi
Inflamasi menempatkan infrastruktur yang memungkinkan tubuh sembuh dengan
sendirinya dan kembali berfungsi secara normal. Dalam beberapa aspek, inflamasi dapat
dideskripsikan sebagai mekanisme homeostatis. Tanda dan gejala utama inflamasi adalah
kemerahan, nyeri, bengkak, panas, dan hilangnya fungsi (Barber, 2012)
2.5 Salep Sebagai Bahan Dasar Obat
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada
kulit. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dan yang di oles pada kulit. Syarat
dasar salep adalah tidak boleh berbau tengik, kecuali dinyatakan lain. Kadar bahan obat
dalam salep yang mengandung obat keras dan narkotika, kualitasnya stabil baik secara
fisik atau kimia semua, zatnya lunak, dapat dikonsumsi setiap orang, halus dan licin
sehingga mudah dipakai dan terdistribusi merata, tidak mengiritasi kulit. Fungsi salep

9
adalah sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, bahan pelumas
pada kulit, mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair, dan rangsang kulit
(Hartati, 2004; Ansel, 2005).
Salep yang mengandung cairan dalam jumlah besar harus dilindungi terhadap
pengenceran cairan jika wadah tidak terjamin kerapatannya. Ini dilakukan dengan cara
menutup menggunakan folia logam atau plastik, Salep biasanya dikemas baik dalam botol.
Botol dapat dibuat dari gelas atau botol plastik bening dan botol yang berwarna seperti
warna hijau, biru, atau buram digunakan untuk obat yang peka terhadap cahaya. Salep
harus disimpan pada suhu temperatur dibawah 30°C untuk mencegah cairnya salep. Salep
dibuat dengan dua metode yaitu pencampuran dan peleburan baik dalam ukuran besar
ataupun ukuran kecil, Metode ini sangat tergantung tujuan dan bahan yang digunakan,
Dalam metode pencampuran komponen salep dicampur dengan bahan campuran salep
secara bersama-sama sampai diperoleh sediaan yang merata (Ansel, 1999).
2.6 Nartium Diklofenak 1% (Voltaren)
Natrium diklofenak merupakan salah satu obat antiinflamasi non steroid yang
bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase yaitu COX-1 dan COX-2.Obat
tersebut diindikasikan untuk mengobati nyeri dan berbagai macamperadangan seperti
artitis (Dipiro, 2008). Menurut Katzung (2004), natrium diklofenak mempunyai waktu
paruh pendek yaitu 1-3 jam. Obat yang mempunyai waktu paruh pendek, dieliminasi lebih
cepat dari sirkulasi darah sehingga membutuhkan frekuensi pemberian yang lebih sering
(Ma et al., 2008).
Uraian kimia dari Natrium Diklofenak menurut Windholz (1976) adalahsebagaiberikut :
Nama Resmi : DICLOFENAC SODIUM
Nama Lain : Natrium Diklofenak
Rumus Kimia : 2-[(2,6-dichorophenyl)amino] acid monosodium salt, 2-
[(2,6-dichlorophenyl)amino] asetic acid sodium salt,
sodium 2- [(2,6-dichorophenyl)amino] phenyl acetat GP
458450, Volteran, Voltarol.
RumusMolekul : C14H10Cl2NNaO2
BeratMolekul : 318,13
Kelarutan : Mengkristaldalam air
Penggunaan : Antiinflamasi

10
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2020 sampai Januari 2021 di
Laboratorium Farmakologi, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Program Studi
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi,
Manado.
3.2 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini ialah penelitian eksperimen laboratorium dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hewan uji dikelompokan dalam 5 kelompok masing-
masing terdiri dari 3 ekor hewan uji. Pemberian dosis kepada hewan uji menurut (Wardani
dan Rachmania, 2017; Andiana, 2018), dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Kelompok I : Tikus putih diberikan perlakuan basis salep yaitu vaseline
putih (kontrol negatif).
B. Kelompok II : Tikus putih diberikan Salep Voltaren 1% (kontrol positif)
C. Kelompok III : Tikus putih diberi salep ekstrak daun cengkeh dengan
konsentrasi 10%.
D. Kelompok IV : Tikus putih diberi salep ekstrak buah cengkeh dengan
konsentrasi 20%.
E. Kelompok V : Tikus putih diberi salep ekstrak buah cengkeh dengan konsentrasi 40%.
3.3 Popilasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tikus putih jantan
wistar (Rattus novergicus) yang berumur 2 – 3 bulan dan berat badan 150 -200 gram
dengan jumlah 15 ekor.
3.4 Alat dan Bahan
3.4.1 Alat
Alat-alat gelas (pyrex), oven, blender (Philips), pengayakan 40 mash, wadah,
pisau, timbangan analitik, sarung tangan, masker, kandang pemeliharaan hewan, tempat air
minum dan makanan hewan, sudip, kapas , pipet ukur, lumpang dan alu, waterbath,
evapolator, stopwatch, jangka sorong, pencukur bulu, disposable syringe 3 ml,
3.4.2 Bahan
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan yaitu : Buah Cengkeh, Aquades, NaCl
0,9% , Vaselin Putih, Cream Veet® dan makanan hewan uji.

11
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan wistar
(Ratutus novergicus) sebanyak 15 ekor yang diaklimatisasi selama 7 hari dan dibagi dalam
5 kelompok perlakuan dimana setiap kelompok terdiri dari 3 tikus putih yang dipelihara
dalam kandang yang terpisah dimana satu kandang berisi satu tikus dan diberi pangan
berupa pellet dan beras milu.
3.5.2 Pengambilan Sampel dan Penyiapan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Buah cengkeh, yang diambil
dari Perkebunan desa Dumagin, Kecamatan Pinolosian Timur, Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan, Sulawesi Utara. Buah cengkeh di cuci dengan bersih menggunakan
air mengalir , di tiriskan dan di timbang berat basahnya. Buah cengkeh yang telah di
bersihkan di jemur hingga kering di bawah sinar matahari. Buah cengkeh yang sudah
kering di blender sampai menjadi halus dan di ayak menggunakan ayakan 40 mesh dan di
timbang sebanyk 300 Gram.
3.5.3 Pembuatan Ekstrak Buah Cengkeh (Syzygium Aromaticum)
Metode yang digunakan adalah destilasi uap , Sebanyak 300 g sampel buah
cengkeh yang sudah di ayak dimasukkan ke dalam tangki distilasi sesuai kapasitas,
kemudian dimasukkan ke dalam labu destilasi. Pada labu destilasi yang lain diisi dengan
aquades sebanyak 5 Liter dan dipanaskan pada suhu 90 ºC. Uap air akan mengalir ke labu
destilasi spampel buah cengkeh sehingga menghasilkan campuran buah cengkeh dan
akuades. Hasil dari destilasi ditampung di botol kaca steril dan didiamkan pada suhu
kamar. Cairan pembawa akan terpisah dari komponen target karena berbeda massa jenis
dan akan terpisah dengan mudah karena gaya gravitasi (Mario dkk., 2015). Penampungan
minyak atsiri cengkeh dihentikan setelah tidak terjadi penambahan volume minyak atsiri.
Destilat selanjutnya dipisahkan dalam corong pisah. (Fransisca dkk., 2017)
3.5.4 Pembuatan Larutan Penginduksi
Larutan penginduksi yang digunakan adalah karangenan 3%. Serbuk karangenan
sebanyak 1,5 gram dimasukan ke dalam labu ukur, kemudian dilarutkan dengan larutan
NaCL 0,9% hingga 50 ml.

12
3.5.5 Pembuatan Salep Uji

JENIS BAHAN (gram)


10% 20% 40%
Ekstrak Buah Cengkeh 1 2 4
Vaselin Putih 9 8 6

Pembuatan salep ekstrak Buah cengkeh (Syzygium Aromaticum), dengan


konsentrasi 10%, 20% dan 40%. Basis salep ditimbang sesuai yang diperlukan
(Rahmawati dkk, 2009). Lalu dimasukan kedalam cawan dan dileburkan diatas penangas
air hingga meleleh (Sari dan Maulidya, 2016). Kemudian diaduk sampai dingin lalu
ditimbang sesuai yang dibutuhkan dan tambahkan dengan ekstrak Buah cengkeh
(Syzygium Aromaticum) sedikit demi sedikit hingga homogen. Kemudian dimasukkan
dalam wadah salep (Rahmawati dkk, 2009).
3.5.6 Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Menurut (Ermawati dan Nurmila, 2019) Proses pengujian dimulai dengan hewan
uji dicukur terlebih dahulu bulu punggungnya dengan pisau cukur, kemudian dioleskan
Krim Veet® untuk merontokkan bulu, dibiarkan selama satu hari untuk menghindari
adanya inflamasi yang disebabkan oleh pencukuran atau pemberian krim Veet®, sehingga
pada saat pengujian inflamasi benar-benar berasal dari penginduksi karagenan. Tikus
diukur tebal lipatan kulit punggungnya menggunakan jangka sorong. Tebal lipatan kulit
kemudian dicatat angka sebagai tebal awal (T0) yaitu tebal lipatan kulit punggung Tikus
sebelum diberi perlakuan. Masing-masing punggung Tikus diinduksikan secara subkutan
dengan suspensi karagenan 3% sebanyak 0,2 ml. Satu jam setelah diinduksikan dengan
karagen, setiap kelompok diberi perlakuan secara topikal.
Kelompok I : Tikus putih diberikan perlakuan basis salep yaitu vaseline putih (kontrol
negatif).
Kelompok I I : Tikus putih diberikan Salep Voltaren 1% (kontrol positif)
Kelompok III : Tikus putih diberi salep ekstrak daun cengkeh dengan konsentrasi 10%.
Kelompok IV : Tikus putih diberi salep ekstrak buah cengkeh dengan konsentrasi 20%.
Kelompok V : Tikus putih diberi salep ekstrak buah cengkeh dengan konsentrasi 40%.
Tebal lipatan kulit punggung Tikus diukur kembali menggunakan jangka sorong.
Perubahan tingkat pembengkakan yang terjadi dicatat sebagai tebal lipatan kulit punggung
setelah perlakuan pada awal (Tt) tertentu. Pengukuran dilakukan setiap 1 jam selama 6
jam. Persen penurunan udem dihitung dengan rumus:

13
Persen Udem = Tt – T0 x 100%
T0
Selanjutnya dihitung persen inhibisi menggunakan rumus yang diperoleh dari data
persen udem pada kontrol negatif (KN) dan persen udem pada kelompok perlakuan salep
(KS), menggunakan rumus:
Persen Inhibisi Udem = KN – KS x 100%
KN
3.6 Perawatan Hewan Uji
Menurut Qomariyah (2014) perawatan luka dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mencuci tangan dan memasang sarung tangan.
2. Menempatkan perlak yang dilapisi kain dibawah tikus yang akan dirawat.
3. Mengatur posisi tikus senyaman mungkin sehingga memudahkan tindakan perawatan.
4. Mengecek perkembangan bengkak pada punggung tikus dengan melihat ada tidaknya
penyusutan bengkak
5. Memberikan pengobatan pada masing-masing kelompok perlakuan.
6. Pengobatan dilakukan 2x/hari dan diberikan sebanyak 0.07 gram
3.7 Tahapan Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan selang waktu selama 6 jam karena
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taufiq (2008) pada saat pelepasan mediator
inflamasi terjadi udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Udem yang disebabkan
induksi karagenan bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24
jam. dengan cara melihat lama penyembuhan dari tiap–tiap perlakuan dan kontrol.
Parameter pada penelitian ini yaitu, dengan melihat adanya penyusutan Udem karena
inflamasi
3.8 Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah inflammation associated
oedema yaitu metode yang menggunakan jangka sorong untuk mengukur tebal lipatan
kulit punggung Tikus (Ermawati dan Nurmila, 2019).
3.9 Analisis Data
Untuk mengetahui efektifitas salep ekstrak Buah cengkeh (Syzygium Aromaticum)
pada penyembuhan inflamasi tikus putih jantan witsar (Rattus norvegicus), data dianalisis
dengan mengelolah data secara statistic menggunakan SPPS versi 25. Uji Homogenitas

14
dan Normalitas dilakukan dengan Uji ANOVA dilanjutkan dengan Uji LSD dengan taraf
kepercayaan 95%.

15
DAFTAR PUSTAKA

Asmara A.,Daili SF, Noegrohowati T, Zubaedah I. 2012. Vehikulum Dalam Dermatoterapi


Topikal. MDVI Vol 39 No1 halaman 25-35. Departemen Ilmu Farmasi
Kedokteran FKUI/RSCM. Jakarta.

Ansel H. 1999. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia, Jakarta.

Ansel HC. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. 4th ed. UI Press, Jakarta.

Akbar B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai
Bahan Antifertilitas. Adabia Press, Jakarta.

Barber, Paul dan Deborah. 2012. Intisari Farmakologi Untuk Perawat. Terjemahan Wuri
Praptiani. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.

Barnes J, Anderson LA dan Phillipson JD. Herbal interaction. The Pharmaceutical Journal.
270: 118-121, 2003.

Bulan, R. 2004. Reaksi asetilasi eugenol dan oksidasi metil iso eugenol. Program Studi
Teknik Kimia, FMIPA, Universitas Sumatera Utara.

British Pharmacopoeia Comission. 2008. British Pharmacopoeia. London: Crown

Barnes J, Anderson LA dan Phillipson JD. Herbal interaction. The Pharmaceutical Journal.
270: 118-121, 2003.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak


Tanaman Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Dipiro J.T.,Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M., 2008,
Pharmacotherapy Handbook 7th Edition, MC Graw Hill, New York.

Ermawati dan Nurmila. 2019. Efek Antiinflamasi Salep Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heteropyllus L)Terhadap Mencit. Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol 2
No 2. Makassar

Fransisca Meyla Aryawati., Nyuwito. Pengaruh Perlakuan Bahan Dan Masa Daun
CengkehTerhadap Rendemen Dan Kualitas Dengan Metode Air Dan Uap.
Prosiding Seminar Nasional seri 7. Menuju Masyarakat Madani dan Lestari.
Yogyakarta, 22 November 2017

16
Hartati S. 2004. Kemampuan Pelepasan Daya Anti Bakteri Klorafenikol dari Sediaan
Krim dan Produk Paten Salep. Majalah Farmasi Indonesia. 5(2): 81-86.

Hernarni dan Rahardjo. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. ITB, Bandung.

Johnly Alfrets Rorong. Uji Aktivitas Antioksidan Dari Daun Cengkeh (Eugenia
Carryophyllus) Dengan Metode DPPH, ol. 1, No. 2. November 2008

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia.

Kertia,N.(2009). Aktivitasanti inflamasi kurkuminoid ekstrak rimpang kunyit. Disertasi.


Yogyakarta: Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada.

Ketaren S. Pengantar Teknologi Atsiri. PN Balai Pustaka. Jakarta. 1985

Kurokawa M, Hozumi T, Basnet P, Nakano M, Kadota S, Namba T, Kawana T, Shiraki K.


1998. Purification and characterization of eugeniin as an anti-herpesvirus
compound from Geum japonicum and Syzygium aromaticum. J Pharmacol
Exp Ther. 284(2):728-35.

Katzung B.G., 2004, Basic and Clinical Pharmacology, Pharmacokinetics &


Pharmacodynamics : Rational Dosing &the Time Course of Drug Action
9thedition, Mc Graw Hill Medical, New york.

Mario S. Howarto., Pemsi M. Wowor., Christy N. Mintjelungan. Uji Aktivitas Minyak


Atsiri Sereh Dapur Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Terhadap
Bakteri Enteracocus Faecalis. Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2015

Mardiyanto, Najma Anuria Fithri, Winesfin Raefty. Optimasi Formula Submikro Partikel
Poly (Lactic-co-Glycolic Acid) Pembawa Betametason Valerat dengan Variasi
Konsentrasi Poly (Vinyl Alcohol) dan Waktu Sonikasi. Vol. 5 No. 1. April
2018.55–65
Murakami, Y., Shoji, M., Hanazawa, S., Tanaka, S., and Fujisawa, S., 2003. Preventive
effect of bis-eugenol, a eugenol ortho dimer, on lipopolysaccharide-stimulated
nuclear factor kappaBactivation and inflammatory cytokine expression in
macrophages, Biochem. Pharmacol., 66:1061–1066.

17
Mustikarini, S. 2007. Sintetis ionofor 5-kloro-2-4-2-trihidroksiazobenzena dan studi
infregnasi resin kopoli (Eugenol-DVB) dengan ionofor. [Skripsi]. Jurusan
Kimia, FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 51 hlm.

Moore D. 2000. Laboratory Animal Medicine And Science Series II. University Of
Washington Health Science Centre. Washington. Pp 1- 23

Ma N., Xu L., Wang Q., Zhang X., Zhang W., Li Y., Jin L. and Li S., 2008, Development
and Evaluation of New Sustained Release Floating Microspheres,
International Journal of Pharmaceutics, 358 (1–2), 82–90.

Nurhayati. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar (Ipomoea
batatas L.), Cultivar Umbi Putih Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan
pseudomonas aeruginosa [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Alauddin, Makassar..

Rahmawati I, Tiara N dan Harti A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Salep Hidrokarbon
Ekstrak Etil Asetat Daun Jengkol (Pithecollobium labatum Benth) terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923. Jurnal Farmasi Indonesia. 3 (6): 27

Suwarto. Octavianty, Y., & Hermawati, S. 2014. Top 15 Tanaman Perkebunan. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference Thirty-Sixth Edition.
Pharmaceutical Press: London

Tjitrosoepomo, G. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gajah Mada University Press.


Yogyakarta. 1994

Taufiq, H. W. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Patikan Kebo (Euphorbia lirta L) Pada
Tikus Jantan. Pharmacon, vol 9.

Tatro, et al. 2003. A to Z Drug Facts. Facts and Comparisons: San Fransisco

Windholz et al.1976. The Merck Index AnExcyclopedia of Chemical And Drugs Ninth
Edition. Rahway USA: Merck & CO. Inc.

Zhang Yi, YueWang, Xiaojing Zhu, Ping Cao, Shaomin Wei, Yanhua Lu. 2017. Merr. &
L. M. Perry (clove) leaf against periodontal pathogen Porphyromonas
gingivalis. Elsevier. 113(12): 396-402.

18
19

Anda mungkin juga menyukai