Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PENGELOLAAN PENYAKIT INFEKSI DIFTERI


(Dibuat untuk memenuhi nilai tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah1)
Dosen Pengampu :
Dian Puspitasari F, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.,KMB

Disusun oleh :
KELOMPOK 5
Annisa Nur Awalia Kusmawati
32722001D20012
Fito Adisa Wiananda
32722001D20033
Gita Andriani
32722001D20035
Muhammad Farrel Maulana Akbar
32722001D20057
Neng Reista Djeniary
32722001D20067

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2021
DAFTAR ISI

Daftar isi ii
Kata pengantar iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang ………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan masalah ……………………………………………………………..1
1.3 Tujuan makalah ……………………………………………………………….1
1.4 Manfaat makalah ……………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Etiologi penyakit difteri ………………………………………………………3
2.2 Gejala penyakit difteri ………………………………………………………...3
2.3 Patofisiologi penyakit difteri ………………………………………………….4
2.4 Patogenesis penyakit difteri……………………………………………….......4
2.5 Manifestasi klinis penyakit difteri …………………………………………….5
2.6 Pencegahan penyakit difteri …………………………………………………..7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 9
3.1 Kasus difteri …………………………………………………………………..9
3.2 Asuhan keperawatan ………………………………………………………….9
3.2.1 Anamnesa …………………………………………………………...9
3.2.2 Diagnosa keerawatan ………………………………………………16
3.2.3 Intervensi keperawatan …………………………………………….17
3.2.4 Implementasi dan evaluasi ………………………………………...19
BAB IV PENUTUP 22
4.1 Simpulan ……………………………………………………………………..22
4.2 Saran …………………………………………………………………………22
DAFTAR PUSTAKA 23

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“ PENGELOLAAN PENYAKIT INFEKSI DIFTERI ” ini dengan baik meskipun
masih banyak kekurangan didalamnya. Penulis sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita, baik untuk
penulis maupun pembaca. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis
berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang penulis buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis memohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan, Terimakasih.

III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyaknya kasus penyakit difteri yang menyerang masyarakat
Indonesia, perlu upaya pencegahan dan penanganan secara aktif. Difteri
merupakan infeksi seriu pada hidung dan tenggorokan yang mudah
dicegah dengan vaksin. Infeksi ini bersifat menular, disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium Diphtheriae.Gejala yang timbulkan biasanya
berupa sakit tenggorokan, demam, dan terbentuknya lapisan diamandel
dan tenggorokan.
Apabila sudah mencapai keparahan, infeksi difteri ini dapat
meyerang orang tubuh lain seperti jantung, sistem saraf, dan sistem
integumen. Penanganannya berupa antibiotik dan antitoksin yang
bertujuan untuk menetralkan toksin difteri, dapat cegak dengan vaksin, dan
memerlukan pemeriksaan oleh petugas medis dan petugas kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana etiologi penyakit difteri ?
1.2.2 Bagaimana gejala yang ditimbulkan penyakit difteri ?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi penyakit difteri ?
1.2.4 Bagaimana patogenesis penyakit difteri ?
1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit difteri ?
1.2.6 Bagaimana pencegahan penyakit difteri ?
1.2.7 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien difteri berdasarkan
acuan kasus ?

1.3 Tujuan Makalah


1.3.1 Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan dan memahami pengelolaan penyakit difteri

1
1.3.2 Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah untuk
menambah nilai tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah 1.
1.4 Manfaat Makalah
1.4.1 Untuk menambah wawasan mahasiswa dalam menerapkan metode
tim pada pelayanan kesehatan
1.4.2 Sebagai bahan evaluasi pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etiologi penyakit difteri


Etiologi difteri adalah infeksi bakteri gram positif,
Corynobacterium diphtheria. C. diphtheria adalah bakteri basilus,
nonmotil, tidak berspora dan tidak berkapsul. Terdapat strain yang
patogenik dan tidak patogenik. Kuman difteri dapat menular melalui
droplet respiratorik seperti dari batuk atau bersin atau kontak
langsung dengan secret respiratorik, dari lesi kulit yang terinfeksi, dan
dari barang – barang yang sudah terkontaminasi dari oleh bakteri
difteri. C.diphtheria bukan kuman yang sangat invasive dan biasanya
hanya menempati lapisan supersial mukosa respiratorik dan lesi kulit,
dan dapat menyebabkan reaksi inflasi ringan dijaringan lokal.
Penyakit difteri disebabkan terutama oleh eksotoksin yang
dihasilkan oleh C. diphtheria. Toksin hanya diproduksi jika bakteri .
diphtheria diinfeksi oleh virus spesifik ( bakteriofag ) yang membawa
informasi genetic toksin. Terdapat 4 strain C. diphtheria, yaitu gravis,
intermedius, mitis, dan belfanti. Semua strain ini dapat memproduksi
toksin dan menyebabkan penyakit difteri berat. Selain C. diphtheria,
spesies C. ulcerans dapat tersebar melalui transmisi zoonotik ke
manusia dan banyak ditemukan pada komunitas yang banyak
berhubungan dengan peternakan

2.2 Gejala penyakit difteri


Walau bakteri difteri dapat menyerang jaringan apa saja pada
tubuh, tanda-tanda yang paling menonjol adalah pada tenggorokan dan
mulut. Tanda-tanda dan gejala umum dari difteri adalah:
1) Tenggorokan dilapisi selaput tebal berwarna abu-abu
2) Radang tenggorokan dan serak
3) Pembengkakan kelenjar pada leher
4) Masalah pernapasan dan saat menelan
5) Cairan pada hidung, ngiler
6) Demam dan menggigil
7) Batuk yang keras
8) Perasaan tidak nyaman
9) Perubahan pada penglihatan

3
10) Bicara yang melantur
11) Tanda-tanda shock, seperti kulit yang pucat dan dingin, berkeringat
dan jantung berdebar cepat.

2.3 Patofisiologi penyakit difteri


Corynobacterium diphtheria yang menempel pada sel epitel
mukosa merupakan dasar dari patofisiologi difteri. Bakteri ini melepaskan
eksotoksin dari endosomnya yang menyebabkan reaksi inflamasi lokal diikuti
pengrusakan jaringan dan nekrosis. Patofisiologi terjadinya difteri disebabkan
oleh 2 hal :
1) Fragmen Toksin A dan B
Toksin terdiri atas dua macam protein, A dan B. Fragmen B berperan
membuka jalan bagi fragmen A untuk masuk ke dalam sel. Fragmen B akan
menyebabkan proses proteolisis melalui ikatan dengan reseptor pada
permukaan sel host yang rentan. Hal ini menyebabkan hancurnya lapisan
membran lipid.
Fragmen A kemudian akan masuk melalui lapisan yang hancur tersebut.
Fragmen ini akan menonaktifkan faktor elongasi EF-2 pada sel yang akan
menyebabkan terjadinya blok pada sintesis protein sel yang akan berujung
pada kematian sel. Destruksi jaringan lokal menyebabkan toksin menyebar
secara limfatik dan hematologik menuju bagian lain tubuh, seperti
miokardium, ginjal dan sistem saraf.
2) Perubahan Strain Corynobacterium diphtheria Nonpatogenik
Strain yang bersifat nonpatogenik pada dasarnya menimbulkan infeksi yang
tidak terlalu berbahaya, tetapi semenjak program vaksinasi berkembang, telah
dilaporkan kejadian strain patogenik C. diphtheria menyebabkan penyakit
yang invasif.

2.4 Patogenesis penyakit difteri


Pathogenesis infeksi bakteri meliputi langkah awal proses infeksius
dan mekanisme selanjutnya yang menimbulkan perkembangan gejala

4
penyakit. Corynebacterium diptheriae memiliki factor virulensi yang
memungkinkannya untuk menginvasi sel epitel saluran pernafasan atas dan
kemudian menghasilkan seuatu eksotoksin. Kemampuan invasi dan virulensi
basil difteri ditentukan oleh antigen K bersama-sama dengan glikolipid.
Antigen K adalah suatu protein termolabil dan terdapat pada permukaan
dinding sel. Anti-gen ini berperan penting dalam imunitas antibakteri dan
hipersensitivitas, tetapi tidak ada hubungannya dengan imunitas anti toksin.
Selain antigen K, basil difteri juga memiliki cord factor berupa glikolipid
yang mengandung mycolic acids. Pada tikus, cord factor ini terbukti
menyebabkan kerusakan mitokondria, mereduksi respi rasi, mereduksi
fosforilasi dan mengakibatkan kematian sel.
Setelah menginvasi epitel saluran pernafasan atas, C. diphtheriae
akan membentuk koloni pada tenggorokan dan kemudian menghasilkan
enzim neuraminidase yang akan memecah N-acetylneuraminic acid (NAN)
pada permukaan sel untuk menghasilkan piruvat yang berperan sebagai
pemicu pertumbuhan. C. diphtheria juga menghasilkan diphthine, yaitu suatu
protease yang menginaktifkan IgA. C. diphtheriae juga akan menghasilkan
protein eksotoksin yang potensial, toksin difteri, yang akan memasuki aliran
darah lalu didistribusikan ke jaringan-jaringan tubuh dan menyebabkan gejala
difteri disertai gejala komplikasi, terutama miokarditis dan neuritis.

2.5 Manifestasi klinis penyakit difteri


Tanda dan gejala difteri tergantung pada fokus infeksi, status
kekebalan dan apakah toksin yang dikeluarkan itu telah memasuki peredaran
darah atau belum. Masa inkubasi difteri biasanya 2-5 hari, walaupun dapat
singkat hanya satu hari dan lama 8 hari bahkan sampai 4 minggu. Biasanya
serangan penyakit agak terselubung, misalnya hanya sakit tenggorokan yang
ringan, panas yang tidak tinggi, berkisar antara 37,8°C-38,9°C. Pada mulanya
tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan sudah terjadi membran
putih/keabu-abuan.

5
Dalam 24 jam membrane dapat menjalar dan menutupi tonsil,
palatum molle, uvula. Mula-mula membrane tipis, putih dan berselaput yang
segera menjadi tebal, abu-abu/hitam tergantung jumlah kapiler yang
berdilatasi dan masuknya darah ke dalam eksudat. Membran mempunyai
batas-batas jelas dan melekat dengan jaringan dibawah-Nya, sehingga sukar
diangkat sehingga jika diangkat secara paksa menimbulkan perdarahan.
Jaringan yang tidak ada membrane biasanya tidak membengkak. Pada difteri
sedang biasanya proses yang terjadi akan menurun pada hari-hari 5-6,
walaupun antitoksin tidak diberikan.
Gejala local dan sistemik secara bertahap menghilang dan
membrane akan menghilang. Bentuk difteri antara lain bentuk Bullneck atau
Malignant difteri. Bentuk ini timbul dengan gejala-gejala yang lebih berat
dan membrane secara cepat menutupi faring dan dapat menjalar ke hidung.
Udema tonsil dan uvula dapat timbul, dapat disertai nekrosis. Pembengkakan
kelenjar leher, infiltrate kedalam sel-sel jaringan leher, dari satu telinga ke
telinga yang lain dan mengisi bagian bawah mandibula sehingga member
gambaran Bullneck.
Gambaran klinik dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1) Gejala umum, kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala,
tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri
menelan.
2) Gejala local, yang tampak berupa tonsil yang membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas, dan dapat
menyumbat saluran nafas. Pseudomembran ini melekat erat pada
dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada
perkembangan penyakit ini infeksi berjalan terus, kelenjar limfe leher
akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai
sapi( bullneck ).Bila difteri mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah
pasiendifteria) gejala yang timbul berupa pilek, sekret yang keluar
bercampur darah yang berasal dari pseudomembran dalam hidung.

6
Biasanya penyakit ini akan meluas ke bagian tenggorak pada tonsil,
faring dan laring.
3) Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kumandifteri ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitumiokarditis, mengenai
saraf cranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot
pernapasan.

2.6 Pencegahan difteri


Setelah mengetahui gejala-gejala difteri yang dapat terjadi, kamu
juga harus mengetahui cara mencegahnya. Dengan begitu, tubuh kamu benar-
benar kuat saat terserang bakteri berbahaya tersebut. Hanya dengan menjaga
kebersihan, serta mengonsumsi makanan yang sehat saja tidak cukup untuk
mencegah penyakit difteri.

Pencegahan difteri yang paling efektif adalah dengan melakukan


imunisasi. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan untuk
imunisasi difteri lengkap sebagai pencegahan sesuai dengan usia.

Berikut adalah pembagian waktu vaksin yang dapat dilakukan:

1. Usia kurang dari 1 tahun wajib mendapatkan 3 kali imunisasi difteri


(DPT).
2. Anak usia 1 sampai 5 tahun wajib mendapatkan imunisasi ulangan
untuk difteri sebanyak 2 kali.
3. Anak usia sekolah wajib mendapatkan imunisasi difteri melalui
program BIAS untuk siswa sekolah dasar (SD) kelas 1, kelas 2, dan
kelas 3 atau kelas 5.
4. Setelah itu, imunisasi harus dilakukan setiap 10 tahun, termasuk untuk
orang dewasa. Apabila kamu belum melakukan imunisasi lengkap,
segera lakukan hal tersebut di fasilitas kesehatan terdekat
ORI (Outbreak Response Immunization)

Selain itu, untuk pencegahan wabah difteri yang terjadi di Indonesia,


pemerintah mengadakan program ORI atau imunisasi untuk
penanganan kejadian luar biasa pada daerah yang ramai terkena kasus
difteri. Program ini diadakan pada tiga provinsi yang tercatat paling
banyak mengalami kasus difteri, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan
Banten dari tahun 2017 hingga 2018 silam.

7
Dengan imunisasi dan ORI, pemerintah berusaha keras agar penyakit
ini tidak menimbulkan kasus yang baru. Walau begitu, peran
masyarakat sangat penting untuk kesuksesan hal ini. Maka dari itu,
pastikan diri kamu dan orang-orang yang kamu sayangi sudah
mendapatkan imunisasi untuk pencegahan difteri.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus Difteri
Sdr. B, 25 thn, mengeluh sesak napas, RR: 26x/menit, pola napas cepat dan
dangkal, disertai keluhan lemas, sakit kepala, dan kesulitan makan. Kesadaran
klien compos mentis, TD: 100/60 mmHg, Nadi: 99x/menit, suhu: 37,2°C. Riwayat
sebelumnya klien pernah mengalami peradangan sinus. Setelah sakit klien
kesulitan untuk tidur karena sesak napas, Hasil inspeksi terdapat pseudomembran
di faring, lidah berwarna putih, hasil laboratorium swab nasofaring (+).

3.2.1 Anamnesa

Tanggal Pengkajian :-
Tanggal Masuk :-
Jam Pengkajian :-

1. Identitas Klien Nama : Sdr. B


Usia :25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku/Bangsa :-
Bahasa yang Digunakan :-
Agama :-
Alamat :-
Diagnosa Medis :-

9
No. RM :-
Sumber Biaya :-
Identitas Penanggung Jawab Klien
Nama :-
Usia :-
Jenis Kelamin :-
Status Perkawinan :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku/Bangsa :-
Agama :-
Hubungan dengan Klien :-
Alamat :-

2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan utama : Sesak nafas
2) Kronologi keluhan
 Faktor pencetus :Riwayat kesehatan
sebelumnya
 Timbulnya keluhan :Kesulitan untuk tidur karena
sesak nafas, pusing dan sulit makan
 Lamanya :-
 Cara mengatasi :-

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1) Riwayat alergi :-
2) Riwayat kecelakaan :-
3) Riwayat dirawat di Rumah Sakit :-
4) Riwayat pemakaian obat :-
5) Penyakit yang pernah dialami : Peradangan sinus
10
c. Riwayat Kesehtan Keluarga :
2) Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi
faktor resiko : -
d. Kondisi Lingkungan Rumah :-
e. Pola Kebiasaan :-

Hal yang dikaji Pola Kebiasaan


Sebelum Di Rumah
Sakit Sakit/Saat ini
a. Pola Nutrisi
 Frekuensi makan (kali/menit) - -
 Nafsu makan (baik/tidak, alasan: - -
mual, muntah, sariawan, dll)
 Porsi makan yang dihabiskan - -

 Makanan yg tidak disukai - -


- -
 Makanan yg membuat alergi
- -
 Makanan pantangan
- -
 Makanan diet
- -
 Penggunaan obat sebelum makan
- -
 Penggunaan alat (NGT, dll)
- -
b. Pola Eliminasi
- -
1). BAK
 Frekuensi
- -
 Warna
 Keluhan
 Penggunaan alat bantu (kateter, dll
2). BAB
 Frekuensi -

11
Waktu(pagi/siang/malam/tidaktentu)
 Warna - -

 Konsistensi
 Penggunaan laxatif -

 Perubahan dalam kebiasaan BAB


-
(terpasang kolostomi/ ileostomy)
c. Pola Personal Hyigiene
-
1) Mandi
-
 Frekuensi
-
 Waktu (pagi/sore/malam) 2) Oral
-
Hyigien
- -
 Frekuensi
 Waktu (pagi/sore/malam) 3) Cuci
Rambut Frekuensi 4) Mengganti
-
Pakaian
d. Pola Istirahat dan Tidur
 Lama tidur siang (jam/hari)
-
 Lama tidur malam (jam/hari)
-
 Kebiasaan sebelum tidur
 Kesulitan tidur/keluhan -
e. Pola Aktivitas dan Latihan - -
 Waktu bekerja (pagi/siang/ malam) -
 Olahraga (ya/tidak)
 Jenis olahraga -
 Frekuensi olahraga (kali/minggu) -
 Keluhan dalam beraktifitas
(pergerakan tubuh/mandi/
mengenakan pakaian/sesak setelah -
beraktivitas)
-

12
f. Kebiasaan yang mempengaruhi -
kesehatan -
1) Merokok (ya/Tidak) -
 Frekuensi
 Jumlah - -

 Lama pemakaian
2) NAPZA/MIRAS
-
-
-
-
- -
-
- -
-

-
-
-
-

13
f. Pola Presepsi dan Pemeliharaan Kesehatan :-
g. Pola Kognitif – Preseptual Sensosi ;-
h. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri :-
i. Pola Mekanisme Koping :-
j. Pola Seksual – Reproduksi :-
k. Pola Peran Berhubungan dengan Orang Lain :-
l. Pola Nilai dan Kepercayaan ;-

a. Pengkajian fisik head to toe secara inspeksi, perfusi, dan


auskultasi

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Sadar penuh
● Penampilan umum :-
● Kesadaran : Compos mentis
● Berat Badan sebelum sakit :-
● Berat badan saat ini :-
● Tinggi badan :-

b. Tanda-Tanda vital
● Tekanan darah : 100/60 mmHg
● Nadi : 99x/menit
● Suhu : 37,2oC
● Respirasi : 26x/menit

c. Pemeriksaan head to toe


 Kepala :-
 Mata :-

14
 Hidung :-
 Mulut dan bibir : Lidah berwarna
putih, terdapat pseudomembrane difaring
 Telinga :-
 Leher :-
 Dada dan punggung : Nampak kembang
kempis cepat
 Paru kiri dan kanan :-
 Abdomen :-
 Genitalia dan anus :-
 Ekstremitas :-
 Kulit :-
d. Pemeriksaan penunjang Pemberian obat
 Ceftriaxon :-
 Ranitidin :-
 Paracetamol infus :-

e. Hasil pemeriksaan laboratorium


 Hemoglobin :-
 Hematokrin :-
 leukosit :-
 Trombosit :-

15
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Analisis Data

No Data/symptom Etiologi Masalah/problem


1. DS :
 Klien mengeluh sesak Ketidakmampuan Bersihan jalan
nafas, pusing, dan kesulitan membersihkan nafas tidak efektif
untuk tidur karena sesak secret atau
napas obstruksi jalan nafas
 Klien mengatakan untuk
sebelumnya pernah mempertahankan
mengalami peradangan sinus. jalan nafas tetap paten

DO :
 RR: 26x/menit
 Pola napas cepat dan dangkal
 Hasil inspeksi terdapat
pseudomembran di faring,
lidah berwarna putih, hasil
laboratorium swab nasofaring
(+).
2. DS :
 Klien mengeluh lemas, sakit Asupan nutrisi Risiko defisit
kepala, dan kesulitan makan tidak cukup untuk nutrisi
DO : memenuhi
 Kesadaran klien compos kebutuhan
mentis metabolisme
 Hasil pemeriksaan TTV (RR:
26x/menit,TD: 100/60
mmHg, Nadi: 99x/menit,
suhu: 37,2°C)

16
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan dan proses
infeksi D.0001
b. Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan menelan makanan dan infeksi
faring D.0032

3.2.3 Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Intervensi


1. SDKI SIKI
Bersihan jalan nafas tidak Pemantauan respirasi
efektif b.d sekresi yang tertahan Observasi :
dan proses infeksi 1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
4. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Atur intervensi pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan prosedur
pemantauan
2. SDKI SIKI
Risiko Defisit Nutrisi d.d Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan menelan Observasi :
makanan dan infeksi faring 1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang
disukai
4. Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastic
5. Monitor asupan makanan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan
17
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan yang tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan yang tinggi
protein dan kalori
6. Berikan suplemen makanan
7. Hentikan pemberian makanan
dengan selang nasogestic jika
asupan oral dapat dikonsumsi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan

18
2.3.4 Implementasi
No Diagnosa Tanggal Implementasi Paraf
1. Bersihan jalan Pemantauan respirasi
nafas tidak 3. Memonitor frekuensi,
efektif b.d irama, kedalaman dan
sekresi yang upaya nafas
tertahan dan 4. Memonitor pola nafas
proses infeksi 5. Memonitor adanya
. sumbatan jalan nafas
6. Mengatur intervensi
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
7. Mendokumentasikan hasil
pemantauan
8. Menjelaskan tujuan
prosedur pemantauan

2. Resiko Defisit Manajemen Nutrisi


Nutrisi d.d 8. Mengidentifikasi status
ketidak nutrisi
mampuan 9. Mengidentifikasi alergi dan
menelan intoleransi makanan
makanan dan 10. Mengidentifikasi makanan
infeksi faring yang disukai
11. Mengidentifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastic
12. Memonitor asupan
makanan
13. Memonitor asupan
makanan
14. Memonitor berat badan
15. Memonitor hasil
pemeriksaan laboratorium
16. Melakukan oral hygiene
sebelum makan
17. Memfasilitasi menentukan
pedoman diet
18. Mensajikan makanan
secara menarik dan suhu
yang sesuai
19. Memberikan makanan
yang tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
20. Memberikan makanan

19
yang tinggi protein dan
kalori
21. Memberikan suplemen
makanan
22. Menghentikan pemberian
makanan dengan selang
nasogestic jika asupan oral
dapat dikonsumsi
23. Menganjurkan posisi
duduk, jika mampu
24. Mengajarkan diet yang
diprogramkan
25. Mengkolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
26. Mengkolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan

2.3.5 Evaluasi
No Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf
1. Bersihan jalan nafas S:
tidak efektif b.d • klien mengatakan sesak
sekresi yang nafas sudah berkurang
tertahan dan proses • klien mengatakan sudah
infeksi bisa tidur
O:
• RR : 24 x/m
• Pola nafas tidak dangkal
• TD 120/90 mmHg
• masih terdapat
psedomembran pada
faring
• swab nasofaring (+)
A : masih terdapat
pseudomembran pada
faring
P : intervensi dilanjutkan
• pemberian obat
antitoksin dan antibiotik
2. Resiko Defisit S:
Nutrisi d.d ketidak - klien mengatakan sudah
mampuan menelan tidak lemas dan tidak
makanan dan infeksi sakit kepala
20
faring -kliem mengatakan sudah
bisa makan dengan
bentuk makanan lunak
O : lidah berwarna pink
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

21
BAB IV
PENUTUP

4.1 SIMPULAN

Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri


penghasil racuncorynebacterium diphtheria. Bakteri ini biasanya menyerang
saluran pernafasan, terutama laring, tonsil, dan faring. Tetapi tidak jarang
racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakaan saraf dan
juga jantung. Masa inkubasi penyakit difteri ini 2-5 hari. Masa penularan
penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier
bisa sampai 6 bulan.
Pengobatan difteri dilakukan untuk mengantivikasi toksin yang
belum terikat secepatnya. Mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang
terjadi minimal, mengeliminasi C,diptheriae untuk mencegah penularan serta
mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteri.

4.2 SARAN

Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka


disarankan untuk diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan
wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun
setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi
booster (DT) setiap 10 tahun sekali, dan harus dilakukan pencarian dan
kemudian mengobati carier difteri dan dilakukan uji schick.
Selain itu juga kita hendak mengurangi minum es karena minum-
minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan
dan menyebabkan tenggorokan terasa sakit. Juga menjaga keberihan badan,
pakaian, dan lingkungan karena difteri mudah menular dalam lingkungan
yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan makanan yang dikonsumsi
harus bersih yaitu makan makanan 4 sehat dan 5 sempurna.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://rsudpariaman.sumbarprov.go.id/read-post/difteri.html
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/difteri/patofisiologi
TIM Pokja SDKI DPP PPNI. Edisi I cetakan III ( revisi ) Standar Diagnostik
Keperawatan Indonesia
https://id.scribd.com/doc/208489678/askep-difteri-makalah
http://rsudpariaman.sumbarprov.go.id/read-post/difteri.html
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/difteri/patofisiologi
TIM Pokja SDKI DPP PPNI. Edisi I cetakan III ( revisi ) Standar Diagnostik
Keperawatan Indonesia
https://id.scribd.com/doc/208489678/askep-difteri-makalah
https://media.neliti.com/media/publications/148733-ID-mekanisme-toksigenitas-
molekuler-dan-pot.pdf
PPNI 2018 Standar Intervensi Keperawatan. Definisi dan tindakan keperawatan,
Edisi I jakarta : DPP.PPNI
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/difteri/etiologi

23

Anda mungkin juga menyukai