Skenario 2
PEMBIMBING
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….3
BAB I
1.1 Latar belakang…………………………………………………………………………………4
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..5
1.3 Tujuan……………………………………………………………………................................5
BAB II
2.1 Pengertian Difteri........………………………………………………………………………..6
2.2 Penyebab…………………………………………………………….......................................7
2.3 Cara Penularan………..…………………………………………………................................7
2.4 Gejala Penyakit……………………………………………………...........…………………..8
2.5 Faktor Resiko…………............................................................................................................8
2.6 Pencegahan dan Pengobatan………………………………………………………………….9
2.7 Contoh KIE untuk masyarakat di pedesaan atau urban………………….................…………….11
2.8 Contoh Poster …………………….....................…………………………………………….12
2.9 Contoh KIE untuk masyarakat perkotaan atau rural …………………….................………..13
2.10 Diagram Fishbone…………………………………………………………………………..14
2.11 Penjelasam Diagram Fishbone……………………………………………………………...15
BAB III
3.1 Rencana Program…………………………………………………………………………….18
3.2 Rancangan Kegiatan…………………………………………………………………………19
BAB IV
Kesimpulan dan Saran………………………………………………………………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………21
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga tugas FGD
dengan judul “Difteri” ini dapat tersusun hingga selesai. Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Sebanyak 94 % kasus Difteri mengenai tonsil dan faring. Pada keadaan lebih berat dapat
ditandai dengan kesulitan menelan, sesak nafas, stridor dan pembengkakan leher yang tampak
seperti leher sapi (bullneck). Kematian biasanya terjadi karena obstruksi/sumbatan jalan nafas,
kerusakan otot jantung, serta kelainan susunan saraf pusat dan ginjal. Apabila tidak diobati dan
penderita tidak mempunyai kekebalan, angka kematian adalah sekitar 50 %, sedangkan dengan
terapi angka kematiannya sekitar 10%, (CDC Manual for the Surveilans of Vaccine Preventable
Diseases, 2017). Angka kematian Difteri ratarata 5 – 10% pada anak usia kurang 5 tahun dan 20%
pada dewasa (diatas 40 tahun).
4
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui faktor resiko penyakit difteri
2. Mengetahui metode desain media untuk KIE pada masyarakat berdasarkan sasaran
kelompok.
5
BAB II
Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relatif rendah. Rendahnya
kasus difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi. Jumlah kasus penyakit difteri di
Propinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar 39 kasus, dengan rincian jumlah terbanyak Kota
Surabaya 8 Kasus, Kab. Sidoarjo 7 kasus, Kab. Sumenep 4 kasus dan Kota Probolinggo 4 kasus
.( Dinkes Jatim ,2006).
6
2.2 Penyebab
Tipe 1-3 termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7 termasuk tipe
gravis yang tidak ganas, sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravis yang virulen.
Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak ganas dapat
ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaput mukosa.
7
2.4 Gejala Penyakit
8
Difteri jarang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, karena
telah mewajibkan imunisasi pada anak-anak selama beberapa dekade. Namun, difteri masih
sering ditemukan pada negara-negara berkembang di mana tingkat imunisasinya masih rendah
seperti halnya yang saat ini terjadi di Jawa timur.
9
ke pembuluh darah atau otot untuk menetralkan toksin difteri yang sudah terkontaminasi
dalam tubuh.
2. Sebelum memberikan antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi kulit untuk
memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi terhadap antitoksin. Dokter
awalnya akan memberikan dosis kecil dari antitoksin dan kemudian secara bertahap
meningkatkan dosisnya.
3. Antibiotik: Difteri juga dapat diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin.
Antibiotik membantu membunuh bakteri di dalam tubuh dan membersihkan infeksi.
Anak-anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi difteri dianjurkan untuk menjalani
perawatan di rumah sakit untuk perawatan.
4. Jika terkena diare, bisa diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri dapat menyebar
dengan mudah ke orang sekitar terutama yang tidak mendapatkan imunisasi penyakit ini.
Selain pemberian imunisasi perlu juga diberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama
kepada orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasi aktif diberikan kepada
bayi dan anak-anak. Dan perlu juga untuk menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan.
Penyakit menular seperti difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat
sanitasi rendah. Oleh karena itulah, selain menjaga kebersihan diri, kita juga harus menjaga
kebersihan lingkungan sekitar. Disamping itu juga perlu diperhatikan makanan yang kita
konsumsi harus bersih. Jika kita harus membeli makanan di luar, pilihlah warung yang bersih.
Jika telah terserang difteri, penderita sebaiknya dirawat dengan baik untuk mempercepat
kesembuhan dan agar tidak menjadi sumber penularan bagi yang lain. Pengobatan difteri
difokuskan untuk menetralkan toksin (racun) difteri dan untuk membunuh kuman
Corynebacterium diphtheriae penyebab difteri. Setelah terserang difteri satu kali, biasanya
penderita tidak akan terserang lagi seumur hidup.
10
2.7 Contoh KIE untuk masyarakat di pedesaan atau urban
Dengan memberikan poster dan leaflet kepada masyarakat agar dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang penyakit difteri
11
Contoh Leaflet
12
2.9 Contoh KIE untuk masyarakat perkotaan atau rural
13
Yaitu berupa iklan yang ditayangkan di TV atau Poster yang ada di tempat umum dan melalui
koran.
14
a.2.1 Ekonomi
masyarakat rendah MASUKAN
PROSES
b.1.1 kurang memberikan
penyuluhan tentang a.2 Dana
pentingnya imunisasi a.1. Tenaga
b.2. Manajemen b.1. Metoda
a.3.1 pendidikan
b.2.1 Kurangnya masyarakat yang
b.1.2 Kurangnya KIE
penggalakan dari masih rendah a.1.1 Kurang
dari pemerintah pengetahuan
Dinas Kesehatan terkait Difteri masyarakat
tentang pentingnya
terhadap
imunisasi.
a.3 Fasilitas imunisasi
Wabah Difteri di
Jawa Barat.
c.1. Kebijakan
c.2. Peran Serta
Masyarakat
c.1.1 kurang tegasnya dari
Dinas Kesehatan mengenai
c.2.1 Kurangnya keturut pentingnya imunisasi Difteri
sertan masyarakat terkait
program dari Dinas
Kesehatan.
c.3. Organisasi
15
1. MASUKAN
a.1 Tenaga
a.1.1 Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap imunisasi
Imunisasi adalah hal terpenting bagi tubuh manusia, karena dengan diberikan
imunisasi tubuh kita akan kebal dari paparan penyakit dan system imun tubuh akan
baik. Penyakit Difteri adalah salah satu penyakit yang sebelum terpapar sebaiknya
di berikan imunisasi agar tidak timbulnya keparahan. Tetapi, di Provinsi Jawa Barat
masih ada penolakan mengenai pemberian imunisasi tersebut. Hal ini dikarenakan
rata-rata pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat disana rendah, sehingga
pengetahuan mengenai imunisasi ini masih kurang.
a.2 Dana
a.3 Fasilitas
Pendidikan yang rendah juga adalah salah satu factor masalah kesehatan. Seperti
halnya pada scenario ini, dikatakan bahwa mereka menolak diberikannya
imunisasi, padahal imunisasi adalah hal yang sangat terpenting untuk menjaga
kekebalan system tubuh kita. Namun, mereka yang memiliki pendidikan yang
kurang, tidak tahu apa dampaknya juga tidak melakukan imunisasi untuk anak-
anaknya. Sehingga, pada scenario ini didapatkan angka kematian kasus Difteri,
dan penyakit Difteri ini sangat berhubungan dengan imunisasi tersebut.
2. PROSES
16
b.1 Metoda
b.1.1 Kurangnya memberikan penyuluhan tentang imunisasi
Imunisasi adalah hal terpenting bagi tubuh manusia, karena dengan diberikan
imunisasi tubuh kita akan kebal dari paparan penyakit dan system imun tubuh akan
baik. Penyakit Difteri adalah salah satu penyakit yang sebelum terpapar sebaiknya
di berikan imunisasi agar tidak timbulnya keparahan. Tetapi, di Provinsi Jawa Barat
masih ada penolakan mengenai pemberian imunisasi tersebut. Mungkin masyarakat
disana belum diberikan penyuluhan atau sosisalisasi tentang pentingnya dan
dampak apa yang didapatkan dari imunisasi tersebut.
Masyarakat Jawa Barat mungkin tidak tahu bahwa penyakit Difteri adalah penyakit
yang penularannya sangat cepat, sehingga pemerintah atau Dinas Kesehatan sampai
membuat program kesehatan. Tetapi, karena sebelum dilakukannya kegiatan
tersebut, pemerintah atau Dinas Kesehatan belum melakukan KIE ( Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) terkait tujuan adanya program tersebut. Oleh karenanya
banyak masyarakat yang menolak dan tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut.
b.2 Manajemen
3. LINGKUNGAN
c.1 Kebijakan
17
c.1.1 Kurang tegasnya dari Dinas Kesehatan mengenai imunisasi Difteri
Ketegasan dari Dinas Kesehatan merupakan hal terpenting jika ingin semua
masyarakat mau mengikuti kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan skenario, bahwa,
masih ada penolakan mengenai adanya imunisasi tersebut, sehingga kegiatan dan
target yang diharapkan tidak tercapai maksimal. Hal tersebut, mungkin dikarenakan
masyarakat disana tidak diberikan informasi yang lengkap mengenai apa tujuan
dari dibentuknya kegiatan tersebut, Maka dari itu, cara penyampaian dari Pihak
Dinas Kesehatan harus dipertegas lagi dalam memberikan informasi mengenai
tujuan kegiatan yang dibentuk.
c.2.1 Kurangnya keturut sertaan masyarakat terkait program dari Dinas Kesehatan
Masyarakat di Provinsi Jawa Barat tidak semua mengikuti Progam Kesehatan yang
telah dilakukan dari Dinas Kesehatan. Padahal, tujuan dibentuknya kegiatan
tersebut untuk mensejahterakan kesehatan masyarakat di daerah tersebut. Namun,
faktanya tidak semua masyarakat disana turut serta dan mendukung kegiatan
tersebut, bahkan sampai ada yang menolak terkait pemberian imunisasi.
c.3 Organisasi
Kader Tenaga kesehatan penting dibentuk disuatu daerah, karena dengan adanya
kader kesehatan ini, diharapkan para masyarakat lebih mengerti tentang masalah-
masalah kesehatan yang sedang terjadi, sehingga para masyarakat dapat lebih
berhati-hati atau mawas diri mengenai penyakit tersebut. Selain itu juga, melalui
Kader Tenaga Kesehatan ini, para masyarakat yang memiliki pendidikan kurang,
mendapatkan informasi-informasi yang lengkap mengenai kesehatan seperti halnya
imunisasi, dll.
BAB III
RENCANA PROGRAM
18
A. Tabel Scoring
𝑀𝑥𝐼𝑥𝑉
No. Masalah M I V C P=
𝐶
1. Penyuluhan dan Sosialisasi tentang 4 3 4 2 24
Difteri serta Pentingnya Vaksin.
2. Pemberian Imunisasi Difteri. 4 4 3 4 12
3. Penyuluhan tentang PHBS 3 2 3 2 9
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
Keterangan :
Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, kami memilih “Penyuluhan dan Sosialisasi
tentang Difteri serta Pentingnya Vaksin”. Adapun manfaat penyuluhan dan sosialisasi yaitu :
BAB IV
19
Kesimpulan
Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan imunisasi,
dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diptheriae strain toksin. Penyakit ini
ditandai dengan adanya peradangan pada tempat infeksi, terutama pada selaput mukosa faring,
laring, tonsil, hidung dan juga pada kulit.
Saran
1. Masyarakat harus turut serta ikut dalam program difteri dari Dinas Kesehatan.
Masyarakat di Provinsi Jawa Barat di harapkan semua mengikuti Progam Kesehatan
yang telah dilakukan dari Dinas Kesehatan.
2. Pembentukan Kader tenaga kesehatan.
Kader Tenaga kesehatan penting dibentuk disuatu daerah, karena dengan adanya kader
kesehatan ini, diharapkan para masyarakat lebih mengerti tentang masalah-masalah kesehatan
yang sedang terjadi, sehingga para masyarakat dapat lebih berhati-hati atau mawas diri
mengenai penyakit tersebut.
3. Penggalakan program dari Dinas Kesehatan lebih difokuskan dan ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
20
Alfina,R,dkk.2015.Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Aktif Kader Dalam Penjaringan Kasus Probable
Difteri. Departemen Epidemiologi FKM UA. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 3 September 2015: 353–
Saifudin, N,dkk.2015. Malnutrisi Pada Anak Balita. Jurnal Wiyata. P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-
6555. ( Di Akses Pada 25 April 2018 https://ojs.iik.ac.id/index.php/wiyata/article/download/72/71 )
Sari,s.2013.Penyelidikan Epidemiologi Klb Difteri Di Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan Tahun
2013. Dinas Kesehatan kabupaten bangkalan. Penyelidikan Epidemiologi Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di
Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan Tahun 2013. ( Di Akses Pada 25 April 2018
http://publikasi.stikesstrada.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/5-PENYELIDIKAN-
EPIDEMIOLOGI-KLB-DIFTERI.pdf )
Cooper, Robert B. 1996. Segala Sesuatu yang Perlu Anda Ketahui “Penyakit”. Jakarta:
Gramedia
21