Anda di halaman 1dari 3

BAB III

PENUTUP

A. kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Difteri adalah penyakit yang sebabkan oleh kuman Corynebacterium Diphteriae
dan merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi
PD3I, bahkan sebelum era vaksinasi racun yang dihasilkan oleh kuman ini sering
menyebabkan penyakit yang serius, bisa sampai meninggal.

2. Insiden disteri menurun setelah perang dunia II, ketika vaksin digunakan secara
intensif dan luas. Pada era pre-vaksinasi di negara berkembang, disteri kulit
merupakan masalah yang lazim terjadi pada bayi di negara tropis. Penggunaan
vaksin dimulai akhir tahun 1970 dengan Expanded Program on Immunization (EPI).
Dan di indonesia kasus disteri masih terus terjadi diberbagai daerah, bahkan
cenderung mengalami peningkatan pada tahun-tahun terakhir. Pada cakupan
imunisasi disteri di suatu daerah yang rendah akan berdampak pada suatu keadaan
wabah difteri di wilayah tersebut, sementara pada cakupan yang cukup baik akan
jarang dijumpai penyakit difteri. Berkurangnya penyakit difteri akibat program
imunisasi bukan berarti jenis bakteri tersebut tidak ada sama sekali atau hilang pada
tubuh seseorang, akan tetapi seseorang yang terinfeksi bakteri Corynebacterium
Diphteriae tetap dapat berkolonisasi walaupun orang tersebut telah diimunisasi.
3. Gejala dan tanda yang muncul pada penyakit difteri:
a. Ada membran tebal warna abu-abu yang melapisi tenggorokan dan fosil (ciri
khas)
b. sakit tenggorokan dan suara serak
c. sakit ketika menelan
d. gelenjer getah bening pada leher membengkak
e. kesulitan bernafas dan nafas cepat
f. keluar cairan dari hidung
g. demam dan menggigil
h. malaise
Tanda dan gejala umumnya muncul 2-5 hari setelah terinfeksi, namun
mungkin juga baru muncul 10 hari kemudian. Pada tahap lanjut penderita difteri
dapat menyebabkan:
a. nafas berhenti
b. radang pada otot jantung dengan gagal jantung atau aritmia.
c. kelumpuhan syaraf
d. sehingga hampir setiap 1 dari 10 orang yang menderita penyakit disteri akan
meninggal karenanya.
4. Penyakit ini mempunyai dua bentuk, yaitu :

Tipe respirasi, yang disebabkan oleh strain bakteri yang memproduksi toksin
(toksigenik).

Tipe kutan, yang disebabkan oleh strain toksigenik maupun yang nontoksigenik.

5. Penularan penyakit terjadi melalui droplet saat penderita(atau carrier) batuk,


bersin, dan berbicara. Kuman difteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui
mukosa atau selaput lendir. Kuman akan menempel dan berkembang biak pada
mukosa saluran napas atas. Selanjutnya kuman akan memproduksi toksin yang
merembes dan menyebar ke daerah sekitar dan ke seluruh tubuh melalui
pembuluh darah dan limfa. Menurut Chin, J.( 2000) dalam Alawiyah (2019)
bahwa Selain itu, debu atau muntahan juga bisa menjadi sumber penularan.
6. Pengobatan dapat dilakukan dengan :
a). Diphtheriae anti-toxin (DAT) atau antidifteri serum (ADS) merupakan
antitoksin yang bisa diproduksi dari serum kuda dan akan mengikat toksin dalam
darah namun tidak dalam jaringan. DAT diberikan pada tersangka penderita difteria
tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium.

b). Antibiotik eritromisin atau penisilin diberikan untuk terapi dan profilaksis.
Pengobatan tersangka difteria bertujuan untuk menekan penularan penyakit.

c). Kortikosteroid, untuk mencegah dan mengurangi peradangan.


7. Pencegahan dilakukan dengan memberikan imunisasi DPT (Diftera, Pertusis, dan
Tetanus) pada bayi, dan vaksin DT (Difteria, Tetanus) pada anak usia sekolah dasar.

B. Saran
Dari pembahasan makalah diatas, diharapkan pembaca mampu mengetahui
apa yang dimaksud dengan penyakit difteri. Maka disarankan untuk anak-anak
dibawah usia kurang dari 5 tahun wajib diberikan imunisasi PD3I dan orang tua usia
diatas 60 tahun sebaiknya menjalani vaksinasi setiap 10 tahun sekali.

Anda mungkin juga menyukai