PENDAHULUAN
Difteri adalah suatu penyakit infeksi yang bersifat lokal pada membran
mukosa atau kulit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae, pada
lokasi infeksi dapat dijumpai adanya lapisan tipis (pseudomembran) yang merupakan
karakteristik infeksi pada Difteri (Parwati, 2006). Bakteri Corynebacterium diphtheriae
adalah kuman yang bersifat toksigenik yaitu kuman yang mampu menguraikan
eksotoksin dengan akibat timbulnya penyakit difteri.Toksin yang dihasilkan kuman
Difteri dapat dipengaruhi oleh kadar zat besi (Fe) dan profaga pada kromosom
bakteri yang didapatkan melalui siklus lisogenik (Rusmana, 2006).
Bakteri Corynebacterium diphtheriae, berdasarkan beratnya penyakit yang
ditimbulkan, dapat dibedakan menjadi tiga biotipe, yaitu gravis, mitis dan
intermedius. Penyakit difteri merupakan salah satu penyakit menular yang akan
berakibat fatal jika tidak ditangani atau diberi pengobatan dengan cepat karena bisa
mengakibatkan komplikasi dan kematian.
Berdasarkan data World Health Organitation (WHO), jumlah kasus difteri di
dunia terjadi peningkatan tiap tahun dimulai dari tahun 2012 sampai 2014. Jumlah
kasus difteri di dunia tahun 2012 sebanyak 4490 kasus dan tahun 2013 sebanyak
4680 kasus. Peningkatan yang besar terjadi pada tahun 2014 yaitu sebanyak 7321
kasus. Ada beberapa negara di dunia yang masih tergolong endemik penyakit difteri.
Negara tersebut adalah negara di bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.
Pada tahun 2011 Indonesia adalah negara tertinggi kedua dunia setelah India
jumlah kasus difteri yaitu sebanyak 806 kasus dan (CFR) Case Fatality Rate sebesar
4,71%. Tahun 2012 Indonesia berada pada urutan kedua dunia setelah India dan
jumlah kasus meningkat sebanyak 1192 kasus dan CFR sebesar 6,38%. Begitu juga
pada tahun 2013 Indonesia berada pada urutan kedua tertinggi dunia setelah India
yaitu terdapat 778 kasus dan CFR 5.01%. Meskipun pada tahun 2014 jumlah kasus
difteri menurun namun, Indonesia masih berada pada urutan tertinggi kejadian difteri
diantara negara ASEAN
Tujuan :
1. Untuk mengetahui peranan bakteri Corynebacterium Diphtheriae sebagai
penyebab penyakit difteri
PEMBAHASAN
Bakteri Corynebacterium sp. berasal dari tanah, air, tumbuhan, dan makanan
yang tidak higienis. Ini adalah habitat kelompok bakteri ini di alam. Beberapa
spesies Corynebacterium non-difteri juga dapat hidup di selaput mukosa dan kulit
pada hewan dan manusia.
Bahaya yang ditimbulkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae termasuk
dalam kategori infeksi fatal yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian.
Ketika menginfeksi manusia, ia akan membentuk strain penghasil racun/ toksin yang
dapat membunuh sel-sel hidup. Sel-sel yang mati akibat serangan racun ini
kemudian akan membentuk lapisan tebal berwarna abu-abu pada tenggorokan dan
hidung yang disebut dengan pseudomembran. Umumnya bakteri difteri akan
menyerang saluran pernapasan bagian atas yaitu hidung dan tenggorokan.
Bakteri difteri sejatinya tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi toksin.
Racun yang disebut dengan exotoxin tersebut dihasilkan oleh bakteri difteri yang
sudah terinfeksi oleh virus bernama Lysogenic bacteriophages. Jadi
bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyebabkan difteri itu sebenarnya juga
mengalami infeksi.Sedangkan bakteri yang tidak terinfeksi oleh bacteriophages tidak
akan mampu memproduksi exotoxinsehingga ia belum berbahaya bagi manusia,
bakteri ini disebut dengan Nontoxigenic C. diphtheriae.
Bakteri Corynebacterium diphtheriae yang sudah mengalami infeksi kemudian
akan mengalami mutasi genetik melalui penyisipan (insersi) gen toksin virus ke
dalam salinan genomnya. Sederhananya, sifat atau kemampuan bakteri difteri dalam
menghasilkan racun mematikan ini di peroleh dari gen virus.
Namun jika infeksi berlanjut dan tidak segera mendapat penanganan, maka
toksin akan menyebar ke organ-organ lainnya melalui aliran darah. Jika sudah
masuk ke tahap ini maka akan terjadi komplikasi berbahaya yang dapat
menyebabkan kematian. Komplikasi berbahaya yang sering terjadi pada penyakit
difteri adalah:
1. Miokarditis (kerusakan otot jantung)
Miokarditis adalah gangguan pada otot jantung yang ditandai dengan irama
jantung yang tidak normal, terjadi inflamasi dan pembengkakan otot jantung,
dan dapat berujung pada gagal jantung (kematian).
2. Neuritis (kerusakan saraf)
Neuritis difteri umumnya akan mempengaruhi saraf motorik yang
menyebabkan kelumpuhan jaringan lunak, otot mata, diafragma, dan
kelumpuhan tungkai. Kerusakan saraf ini juga dapat menyebabkan gagal
napas yang berujung pada kematian.
D. Gejala difteri
Gejala difteri umumnya timbul 2-5 hari sejak seseorang terinfeksi kuman. Gejala
yang timbul, antara lain:
DAFTAR PUSTAKA
Scorpia Lestari, Kusuma. 2012. “ Faktor – faktor yang berhubungan dengan
kejadian difteri di Kabupaten Sidoarjo”. Tesis FKM UI.
Kambang Sariadji, Sunarno. 2017. “Toksigenitas corynebacterium diphtheria
pada sampel kejadian luar biasa difteri tahun 2010 – 2015 menggnakan elektes”.
Jurnal Kesehatan Andalas.
Rudi HP, Sariadji K, Sunarno, Roselinda. Corynebacterium diphtheriae:
diagnosis laboratorium bakteriologi. Edisi ke-1. Yayasan Pustaka Obor Indonesia;
2014.