Anda di halaman 1dari 11

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK )

SATUAN KERJA : PUSKESMAS MEKARSARI


PROGRAM : IMUNISASI
KEGIATAN : PENYUNTIKAN IMUNISASI DIFTERI
TAHUN ANGGARAN : 2018
KERANGKA ACUAN KEGIATAN DIFTERI

PUSKESMAS MEKARSARI

I. LATAR BELAKANG

Difteri adalah infeksi bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan
tenggorokan, serta terkadang dapat memengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular dan
termasuk infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa. Difteri disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheriae.  Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan mudah, terutama
bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri.

Menurut World Health Organization (WHO), tercatat ada 7.097 kasus difteri yang
dilaporkan di seluruh dunia pada tahun 2016. Di antara angka tersebut, Indonesia turut
menyumbang 342 kasus. Sejak tahun 2011, kejadian luar biasa (KLB) untuk kasus difteri
menjadi masalah di Indonesia. Tercatat 3.353 kasus difteri dilaporkan dari tahun 2011 sampai
dengan tahun 2016 dan angka ini menempatkan Indonesia menjadi urutan ke-2 setelah India
dengan jumlah kasus difteri terbanyak. Dari 3.353 orang yang menderita difteri, dan 110 di
antaranya meninggal dunia. Hampir 90% dari orang yang terinfeksi, tidak memiliki riwayat
imunisasi difteri yang lengkap.

Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relative rendah. Lingkungan
buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Sejak diperkenalkan DPT ( Dyphtheria,
Pertusis dan tetanus ), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri
diberikan pada anak-anak untuk meningkatkn sistim kekebalan tubuh agar tidak terserang
penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapat vaksin difteri akan lebih rentan terhadap
penyakit yang menyerang saluran nafas ini.

Difteri termasuk salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan imunisasi
terhadap difteri termasuk ke dalam program imunisasi wajib pemerintah Indonesia. Imunisasi
difteri yang dikombinasikan dengan pertusis (batuk rejan) dan tetanus ini disebut dengan
imunisasi DTP. Sebelum usia 1 tahun, anak diwajibkan mendapat 3 kali imunisasi DTP.
Cakupan anak-anak yang mendapat imunisasi DTP sampai dengan 3 kali di Indonesia, pada
tahun 2016, sebesar 84%. Jumlahnya menurun jika dibandingkan dengan cakupan DTP yang
pertama, yaitu 90%.

Kementrian Kesehatan menetapkan status terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) pada
penyakit ini, karena penyakit mematikan yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
Diptheriae ini telah memakan puluhan korban jiwa setidaknya 20 privinsi. Data kementrian
kesehatan menunjukan sampai dengan November 2017, ada 95 kabupaten dan kota dari 20
provinsi yang melaporkan kasus difteri. Secara keseluruhan terdapat 622 kaus, 32 diantaranya
meninggal dunia. Sementara pada kurun waktu Oktobe hingga November 2017, ada 11
Provinsi yang melaporkan terjadinya KLB difteri, antara lain di Sumatra barat, jawa tengah,
aceh, Sumatra selatan, Sulawesi selatan, Kalimantan timur, riau, banten, DKI Jakarta, Jawa
Barat dan Jawa Timur.

II. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM

Memberikan kekebalan terhadap penyakit Difteri

2. Tujuan Khusus

a. Memutuskan rantai penularan dengan segera.

b. Menurunkan jumlah kasus difteri.

c. Mencegah agar penyakit tersebut tidak semakain meluas dengan cara memberikan
imunisasi difteri kepada kelompok usia tertentu.

III. SASARAN

Sasaran kegiatan Outbreak Response Immunization (ORI) adalah anak usia 1 s/d <19 tahun
diwilayah kerja Puskesmas Mekarsari sebanyak 7018 anak .

IV. WAKTU PELAKSANAAN

a. Tempat Pelaksanaan

Pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) dilaksanakan di wilayah kerja


puskesmas mekarsari. Pelayanan dilakukan di pos pos pelayanan imunisasi yang telah
ditentukan yaitu di posyandu, dan di sekolah-sekolah yaitu Paud, TK, SD/MI/sederajat,
SMP/MTS/sederajat, SMA/sederajat dan komunitas lainnya.

b. waktu dan periode pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI)

Pelaksanaaan ori dilaksanakan sebanyak 3 putaran dengan interval 0-1-6 bulan, dengan
ketentuan pemberian vaksin adalah :

- DPT-HB-HIB untuk usia 1 tahun sampai dengan <5 tahun


- Dt untuk anak usia 5 tahun sampai dengan < 7 tahun
- Td untuk usia 7 tahun sampai dengan < 19 tahun
Waktu pelaksanaan di wilayah kerja Puskesmas Mekarsari pada bulan :

Upaya Bulan
Kesehata Ja Fe Ma Ap Me Ju Ju Ag Se Ok No De
N
n n b r r i n l s p t v s
o
Pemberia
n Vaksin

V. BIAYA

Sumber dana berasal dari APBD II (DUA) Kabupaten Lebak, DAK non Fisik/BOK

VI. SASARAN

Sasaran kegiatan outbreak Response Immunization (ORI) adalah anak usia 1 s/d < 19 tahun
diwilayah kerja Puskesmas Mekarsari sebanyak 7018 anak.

VII. IFTERI

 Definisi

Difteri adalah infeksi bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan
tenggorokan, serta terkadang dapat memengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular dan
termasuk infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa.

 Penyebab

Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae.  Penyebaran bakteri ini


dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri.

 Cara Penularan

Ada sejumlah cara penularan yang perlu diwaspadai, seperti:

1) Terhirup percikan ludah penderita di udara saat penderita bersin atau batuk. Ini
merupakan cara penularan difteri yang paling umum.
2) Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, contohnya mainan atau
handuk.
3) Sentuhan langsung pada luka borok (ulkus) akibat difteri di kulit penderita.
Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang
padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.
Bakteri difteri akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam
tenggorokan, sehingga akhirnya menjadi sel mati. Sel-sel yang mati inilah yang akan
membentuk membran (lapisan tipis) abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, racun
yang dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung,
ginjal, serta sistem saraf.

Terkadang, difteri bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun sehingga penderitanya tidak
menyadari bahwa dirinya terinfeksi. Apabila tidak menjalani pengobatan dengan tepat,
mereka berpotensi menularkan penyakit ini kepada orang di sekitarnya, terutama mereka
yang belum mendapatkan imunisasi.

 Diagnosis dan Pengobatan Difteri

Untuk menegakkan diagnosis difteri, awalnya dokter akan menanyakan beberapa hal
seputar gejala yang dialami pasien. Dokter juga dapat mengambil sampel dari lendir di
tenggorokan, hidung, atau ulkus di kulit untuk diperiksa di laboratorium.

Apabila seseorang diduga kuat tertular difteri, dokter akan segera memulai
pengobatan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya
untuk menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Lalu langkah
pengobatan akan dilakukan dengan 2 jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin.

Antibiotik akan diberikan untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis
penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien
menderita difteri.

Sebagian besar penderita dapat keluar dari ruang isolasi setelah mengonsumsi
antibiotik selama 2 hari. Tetapi sangat penting bagi mereka untuk tetap menyelesaikan
konsumsi antibiotik sesuai anjuran dokter, yaitu selama 2 minggu.

 Komplikasi

Pengobatan difteri harus segera dilakukan untuk mencegah penyebaran sekaligus


komplikasi yang serius, terutama pada penderita anak-anak. Diperkirakan 1 dari 5
penderita balita dan lansia di atas 40 tahun meninggal dunia akibat komplikasi difteri.

Jika tidak diobati dengan cepat dan tepat, toksin dari bakteri difteri dapat memicu
beberapa komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa. Beberapa di antaranya
meliputi:
1. Masalah pernapasan. Sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri
difteri akan membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernapasan.
Partikel-partikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini
berpotensi memicu reaksi peradangan pada paru-paru sehingga fungsinya akan
menurun secara drastis dan menyebabkan gagal napas.
2. Kerusakan jantung. Selain paru-paru, toksin difteri berpotensi masuk ke jantung
dan menyebabkan peradangan otot jantung atau miokarditis. Komplikasi ini dapat
menyebabkan masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung,
dan kematian mendadak.
3. Kerusakan saraf. Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit
menelan, masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma, serta
pembengkakan saraf tangan dan kaki. Paralisis pada diafragma akan membuat
pasien tidak bisa bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan atau
respirator. Paralisis diagfragma dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul
gejala atau berminggu-minggu setelah infeksi sembuh. Karena itu, penderita
difteri anak-anak yang mengalami komplikasi umumnya dianjurkan untuk tetap di
rumah sakit hingga 1,5 bulan.
4. Difteri hipertoksik. Komplikasi ini adalah bentuk difteria yang sangat parah.
Selain gejala yang sama dengan difteri biasa, difteri hipertoksik akan memicu
pendarahan yang parah dan gagal ginjal.

 Pencegahan Difteri dengan Vaksinasi

Langkah pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin.
Pencegahan difteri tergabung dalam vaksin DTP. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus,
dan pertusis atau batuk rejan.

Vaksin DTP termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia. Pemberian
vaksin ini dilakukan 5 kali pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu
setengah tahun, dan lima tahun. Selanjutnya dapat diberikan booster dengan vaksin
sejenis (Tdap/Td) pada usia 10 tahun dan 18 tahun. Vaksin Td dapat diulangi setiap 10
tahun untuk memberikan perlindungan yang optimal.

Apabila imunisasi DTP terlambat diberikan, imunisasi kejaran yang diberikan tidak
akan mengulang dari awal. Bagi anak di bawah usia 7 tahun yang belum melakukan
imunisasi DTP atau melakukan imunisasi yang tidak lengkap, masih dapat diberikan
imunisasi kejaran dengan jadwal sesuai anjuran dokter anak Anda. Namun bagi
mereka yang sudah berusia 7 tahun dan belum lengkap melakukan vaksin DTP,
terdapat vaksin sejenis yang bernama Tdap untuk diberikan.
Perlindungan tersebut umumnya dapat melindungi anak terhadap difteri seumur hidup.

VIII. PENUTUP

Kerangka acuan pelaksanaan ORI adalah acuan dalam pelaksanaan kegiatan orientasi agar
dapat berjalan dengan baik. Kerangka acuan orientasi menjadi acuan bagi petugas dalam
menjalankan tugas poko dan fungsinya.

LATAR Dasar Hukum


BELAKANG a. Undang – undang nOmor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
b. Permenkes RI Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan

c. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehata,


Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri RI. No. I/U/SKB//2003,
No. 1067/Menkes/SKB/VII 2003, MA/230 A/2003, dan No. 26 Tahun
2003 Tentang Pembinaan Dan Pengembangan Usaha Kesehatan
Sekolah

Gambaran Umum
Usaha Kesehatan Sekolah ( UKS ) adalah bagian dari usaha
kesehatan pokok yang menjadi beban tugas puskesmas yang ditujukan
kepada sekolah – sekolah dengan anak beserta lingkungan hidupnya,
dalam rangka mencapai keadaan sehat sebaik-baiknya dan sekaligus
meningkatkan prestasi belajar anak sekolah setinggi-tingginya (Azwar
dalam Nasrul, 1998)

Usaha kesehatan sekolah merupakan salah satu usaha kesehatan


pokok yang dilaksankan oleh puskesmas dan juga usaha kesehatan
masyarakat yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik
beserta lingkungan sekolahnya sebagai sasaran utama. Usaha
kesehatan sekolah berfungsi sebagai lembaga penerangan agar anak
tahu bagaimana cara menjaga kebersiha diri, menggosok gigi yang
benar, mengobati luka, merawat kuku dan memperoleh pendidikan
seks yang sehat (Prasasti dalam Effendi,2009).

Usaha kesehatan di sekolah juga merupakan wadah untuk


meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta
didik sedini mungkin. Usaha kesehatan di sekolah merupakan
perpaduan antara upaya dasar, yakni upaya pendidikan sekolah dan
upaya kesehatan, yang diharapkan UKS dapat dijadikan sebagai usaha
untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada setiap jalu, jenis
dan jenjang pendidikan (Ananto dalam Efendi,2009)

UKS juga merupakan wadah untuk meningkatkan kemampuan


hidup sehat dan selanjutnya membentuk prilaku yang sehat sehingga
menghasilkan derajat kesehatan yang optimal Departemen Kesehatan
dalam Nasrul,1998).

Salah satu upaya yang strategis untuk meningkatkan kualitas


manusia Indonesia ini adalah upaya pendidikan dan kesehatan dan
upaya ini paling tepat dilakukan melalui institusi pendidikan. Karena
sekolah merupakan sebagai tempat berlangsungnya proses belajar dan
mengajar yang harus menjadi “Health Promoting School” artinya
“sekolah dapat meningkatkan derajat kesehatan warga sekolah”.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) “ untuk belajar


dengan efektif anak – anak memerlukan kesehatan yang baik”.
Kesehatan adalah factor penting pada waktu memasuki sekolah, ikut
menentukan presensi ( kehadiran ) peserta didik secara terus menerus
dan ikut pula menentukan keberhasilan belajar disekolah. Sekolah
adalah TK,
TKI.B,RA,SD,SDLB,MI,SMP,SMPLB,MTS,SMA,SMK,SMALB,MA
,MAK Serta satuan pendidikan keagamaan yang sederajat dan setara
termasuk ponpes baik pada jalur formal dan non formal.
KEGIATAN Pembinaan dokcil diprioritaskan pelaksanaannya di kelas 3, 4 dan
YANG 5 SD/MI di wilayah Puskesmas Mekarsari pada tahun 2018, frekuensi
DILAKSANAK pembinaan 2 kali dengan jadwal kunjungan disesuaikan dengan
AN kondisi Puskesmas. Tujuan Umum kegiatan ini untuk meningkatkan
kemampuan perilaku hidup bersih dan sehat dan derajat kesehatan
anak sekolah serta menciptakan lingkungan yang sehat sehingga
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan
optimal. Tujuan khusus 1). Meningkatkan anak/peserta didik dapat
menolong dirinya sendiri dan lingkungannya, 2). Meningkatkan
anak/peserta didik dapat menolong dirinya sendiri, sesama dan orang
lain untuk hidup sehat. Masing – masing sekolah dilatih 20 orang
siswa untuk menjadi dokter kecil.

MAKSUD DAN Maksud Kegiatan


TUJUAN 2. Maksud Kegiatan
1 Maksud kegiatan pembinaan dokter Kecil meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan peserta didik dalam
menolong diri sendiri dan sesama

2. Tujuan Kegiatan
2  Peserta memahami dan dapat menjelaskan tentang kesehatan
lingkungan, rumah sehat, air bersih, air limbah, sampah dan
kotoran manusia
 Memahami dan menjelaskan tentang penyakit menular dan tidak
menular
 Memahami anatomi gigi dan mulut, indera penglihatan dan
pendengaran
 Mampu mengenal penyakit dan menjelaskan cara pencegahan
penyakit gigi dan mulut, penglihatran dan pendengaran.
 Peserta mampu mengetahui jenis imunisasi, manfaat dan cara
pemberian sasaran, jadwal BIAS dan penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi.
 Peserta mampu dan mengetahui dan mampu melaksanakan
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan dengan mengukur
IMT
 Peserta didik dapat memiliki keterampilan dalam penanganan
kegawatdaruratan (P3K)
 Peserta mengetahui jenis-jenis NAFZA dan bahaya dari
penyalahgunaannya.

INDIKATOR Output
KINERJA  Terlaksanannya pembinaan dokter kecil di 2 SD/MI di wilayah
KEGIATAN puskesmas kerja Mekarsari
 Terlaksananya pembinaan KKR 2 SMP/MTS di wilayah kerja
Puskesmas Mekarsari

Outcome
 Meningkatnya presentase pengetahuan dan kemampuan peserta
dokcil dan KKR
 Meningkatnya sekolah yang memiliki dokter kecil dan KKR
CARA Metode pelaksanaan/Tahapan Kegiatan
PELAKSANAA 1 Persiapan
N
 Membuat surat pemberitahuan pelaksanaan kegiatan
pembinaan dokter kecil
 Membuat daftar hadir peserta
 Menyusun KAK kegiatan pembinaan
 Menyiapkan bahan materi dan praktek
 Membuat laporan sebagai pertanggungjawaban kegiatan
2 Pelaksanaan

2.1 Registrasi
 Peserta dokcil dikumpulkan di fruanagn kelas
 Mengisi daftar hadir

2.2 Pelaksanaan
 Melakukan pemeriksaan satus gizi peserta dengan mengukur
BB dan TB
 Melaksankan pre test dokter kecil
 Memberikan materi
 Kesehatan lingkungan
 Pencegahan penyakit menular
 Kesehatn gigi dan mulut
 Kesehatan indera penglihatan dan pendengaran
 Imunisasi
 Gizi
 NAPZA
 Pemeriksaan Fisik

 Memberikan praktek P3K


 Pemeriksaan status gizi
o Cara mengyukut TB dab BB
o Cara menentukan Indeks masa tubuh
o Cara melakukan plotting dan interpretasi hasil
penentuan IMT kedalam grafik IMT
o Praktek penolongan pada korban kecelakaan (tingkat
kesadaran, pemeriksaan jalan pernafasan dan tanda-
tanda vital)
o Praktek pada kasus Syok/ pingsan, pendarahan dan
fraktur

 Melaksanakan post test


 Membuat hasil kegiatan

3 Evaluasi

Monitoring pelaksanaan pedoman dokter kecil dan KKR ke sekolah


yang dibina.

WAKTU Waktu Pelaksanaan

WAKTU MATERI PELAKSANAN KET.


Kunjungan I a. kesehatan Pengelola UKS
lingkungan dan
b. pencegahan survelans/Kesling
penyakit menular

Kunjungan II c. kesehatan gigi Pengelola UKS


dan mulut dan dokter
d. kesehatan indera gigi/perawat
penglihatan gigi/dokter
e. kesehatan umum
pendengaran

Kunjungan III f. Imunisasi Pengelola UKS


g. Materi Gizi dan dan petugas Gizi
praktek
pemantauan
status gizi dan
membuat grafik
IMT

Kunjungan h. Materi dan Pengelola UKS


IV praktek P3K dan dokter
i. NAPZA Umum

Pembinaan dokter kecil dilaksanakan pada bulan maret, april dan mei
tahun 2018

SASARAN  Pembinaan dokter kecil di SD 20 orang kelas 3, 4 dan 5


 Pembinaan kader kesehatan remaja di tingkat SMP 20 orang
kelas 2

PELAKSANA Petugas UKS puskesmas, kesling, dokter umum, dokter/perawat gigi,


surveilans, gizi

SUMBER APBD dan BOK anggaran tahun 2018


DANA/BIAYA

Mengetahui Rangkasbitung, ……………………………………………..


Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Kepala Seksi Promkes dan UKS

Dr. Sri Agustina Sinuhaji. M.Epid Hj. Tiktik Susiati Ikna, SKM. M.Kes
NIP. 19650823 199703 2 002 NIP. 19660122 198701 2 002

Anda mungkin juga menyukai