Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar di hampir
semua negara berkembang yang memiliki angka kesakitan dan kematian yang relatif
tinggi dalam waktu yang cepat. Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan
oleh mikroorganisme atau toxinnya yang ditularkan oleh reservoir kepada manusia
yang rentan. Salah satu penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian adalah
penyakit difteri.
Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan
imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diptheriae
strain toksin. Penularan terjadi secara droplet (percikan ludah) dari batuk, bersin,
muntah, melalui alat makan, atau kontak langsung dari lesi di kulit. Tanda dan gejala
berupa infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas, adanya nyeri tenggorok,
nyeri menelan, demam tidak tinggi (kurang dari 38,5º C), dan ditemui adanya
pseudomembrane putih/keabu-abuan/kehitaman di tonsil, faring, atau laring yang tak
mudah lepas, serta berdarah apabila diangkat. Sebanyak 94 % kasus Difteri mengenai
tonsil dan faring. Pada keadaan lebih berat dapat ditandai dengan kesulitan menelan,
sesak nafas, stridor dan pembengkakan leher yang tampak seperti leher sapi
(bullneck). Kematian biasanya terjadi karena obstruksi/sumbatan jalan nafas,
kerusakan otot jantung, serta kelainan susunan saraf pusat dan ginjal.
Berdasarkan data World Health Organitation (WHO), jumlah kasus difteri di
dunia meningkat tiap tahunnya dimulai dari tahun 2012 sampai 2014. Jumlah kasus
difteri di dunia tahun 2012 sebanyak 4490 kasus dan tahun 2013 sebanyak 4680 kasus.
Peningkatan yang besar terjadi pada tahun 2014 yaitu sebanyak 7321 kasus. Ada
beberapa negara di dunia yang masih tergolong endemik penyakit difteri. Negara
tersebut adalah negara di bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.
Diantara beberapa negara Asosiation Of South East Asia Nation (ASEAN),
dari tahun 1999 hingga 2014 Indonesia menduduki posisi tertinggi jumlah kasus
difteri setiap tahunnya. Tahun 2011 Thailand merupakan negara kedua tertinggi
setelah Indonesia dengan jumlah 28 kasus. Tahun 2012 negara Laos merupakan
negara kedua tertinggi setelah Indonesia dengan 130 kasus. Tahun 2013 dan 2014
Myanmar merupakan negara tetinggi kedua setelah Indonesia dengan 38 dan 29 kasus.
1
Jumlah kasus Difteri di Indonesia sedikit meningkat pada tahun 2016 jika
dibandingkan dengan tahun 2015 (529 kasus pada tahun 2015 dan 591 pada tahun
2016). Demikian pula jumlah Kabupaten/Kota yang terdampak pada tahun 2016
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan jumlah Kabupaten/ Kota pada
tahun 2015. Tahun 2015 sebanyak 89 Kabupaten/ Kota dan pada tahun 2016 menjadi
100 Kabupaten/ Kota.
Jumlah kasus difteri di UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau
Kabupaten Bengkalis pada tahun 2016 adalah 12 anak. Sedangkan pada tahun 2017
ditemukan 3 kasus difteri. Ini menunjukkan terjadinya penurunan angka kejadian
kasus difteri di UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis.
Penyakit difteri dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Imunisasi
merupakan upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit. Pencegahan penyakit difteri dapat dilakukan dengan
pemberian imunisasi Difteri, Pertusis, dan Tetanus (DPT) pada bayi dan vaksin
Difteri, Tetanus (DT) pada anak usia sekolah dasar.
Sejak vaksin toxoid Difteri diperkenalkan pada tahun 1940an, maka secara
global pada periode tahun 1980 – 2000 total kasus Difteri menurun lebih dari 90%.
Imunisasi DPT di Indonesia dimulai sejak tahun 1976 dan diberikan 3 kali, yaitu pada
bayi usia 2, 3, dan 4 bulan. Selanjutnya Imunisasi lanjutan DT dimasukkan kedalam
program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) pada tahun 1984. Untuk semakin
meningkatkan perlindungan terhadap penyakit Difteri, imunisasi lanjutan DPT-HB-
Hib mulai dimasukkan ke dalam program imunisasi rutin pada usia 18 bulan sejak
tahun 2014, dan imunisasi Td menggantikan imunisasi TT pada anak sekolah dasar.
Menurut penelitian Basuki Kartono tahun 2008 faktor paling dominan yang
mempengaruhi kejadian difteri adalah status imunisasi. Risiko terjadinya difteri pada
anak dengan status imunisasi DPT/DT yang tidak lengkap 46,403 kali lebih besar
dibandingkan anak dengan status imunisasi yang lengkap. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Nurul Rahayu K tahun 2015, status imunisasi DPT merupakan
faktor dominan yang mempengaruhi kejadian difteri dengan risiko sebesar 25,14 kali
dibandingkan dengan anak yang diimunisasi. Apabila tidak diobati dan penderita tidak
mempunyai kekebalan, angka kematian adalah sekitar 50 %, sedangkan dengan terapi
angka kematiannya sekitar 10%, (CDC Manual for the Surveilans of Vaccine
Preventable Diseases, 2017). Angka kematian Difteri ratarata 5 – 10% pada anak usia
kurang 5 tahun dan 20% pada dewasa (diatas 40 tahun).

2
1.2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam kegiatan ini adalah bagaimana upaya promosi dan
pencegahan penyakit difteri di wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan
Mandau.

1.3. TUJUAN PENELITIAN


Tujuan Umum
Tujuan umum dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya
promosi dan pencegahan penyakit difteri di Puskesmas Duri Kota Kecamatan
Mandau.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penatalaksanaan KLB kasus difteri di wilayah kerja UPT
Puskesmas Duri Kota
2. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit difteri di
wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota
3. Untuk mensosialisasikan kepada masyarakat akan pentingnya imunisasi pada
anak di wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota

1.4. MANFAAT PENELITIAN


1. Bagi Dinas Kesehatan
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi Dinas
Kesehatan Kabupaten Bengkalis untuk mengetahui penanganan KLB kasus difteri
di wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota. Informasi yang didapatkan dari hasil
penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam pengambilan keputusan
berdasarkan pemetaan yang ada untuk menyusun rencana strategis yang tepat
dalam menanggulangi kejadian difteri.
2. Bagi UPT Puskesmas Duri Kota
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna mengenai
promosi, pencegahan serta penanggulangan penyakit difteri di wilayah kerja UPT
Puskesmas Duri Kota
3. Bagi Masyarakat
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna tentang
pentingnya imunisasi difteri pada anak sehingga masyarakat mampu melakukan
tindakan preventif untuk dapat mencegah munculnya penyakit difteri.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring, laring,
hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva
atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh
bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan
daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada difteri
faring otonsiler diikuti dengan kelenjar limfa yang membesar dan melunak. Pada kasus-
kasus yang berat dan sedang ditandai dengan pembengkakan dan oedema dileher dengan
pembentukan membran pada trachea secara ektensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas.

2.2. EPIDEMIOLOGI
1. Person (Orang)
Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi paling sering menyerang anak-anak
yang belum diimunisasi. Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun.
Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari
kematian bayi dan anak-anak muda.
Data menunjukkan bahwa setiap tahunnya di dunia ini terdapat 1,5 juta kematian bayi
berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir akibat tidak mendapatkan imunisasi. Tanpa
imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, 2
dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan
meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit
polio.
2. Place (Tempat)
Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah.
Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang
kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Sejak
diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang
dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan
vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.

4
3. Time (Waktu)
Penyakit difteri dapat menyerang siapa saja dan kapan saja tanpa mengenal waktu.
Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuh dan tubuh kita tidak mempunyai system
kekebalan tubuh maka pada saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk
terjangkit penyakit difteri.

2.3. ETIOLOGI
Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheria .Berbentuk batang gram
positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman sifatnya tidak invasive,
tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin. Toxin difteri ini, karena mempunyai
efek patologik yang meyebabkan orang jadi sakit. Ada tiga type variants dari
Corynebacterium diphtheria ini yaitu : type mitis, typeintermedius dan type gravis.
Corynebacterium diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram
positif, ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Corynebacterium
diphtheriae terdiri dari 3 biovar, yaitu gravis, mitis, dan intermedius. Di alam, bakteri ini
terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau
orang normal yang membawa bakteri. Bakteri yang berada dalam tubuh akan mengeluarkan
toksin yang aktivitasnya menimbulkan penyakit difteri. Bakteri ini biasanya menyerang
saluran pernafasan, terutama terutama laring, amandel dan tenggorokan. Penyakit ini sering
kali diderita oleh bayi dan anak-anak. Perawatan bagi penyakit ini adalah dengan pemberian
antitoksin difteri untuk menetralkan racun difteri, serta eritromisin atau penisilin untuk
membunuh bakteri difteri. Sedangkan untuk pencegahan bisa dilakukan dengan vaksinasi
dengan vaksin DPT.

5
Corynebacterium diphtheria dapat diklasifikasikan dengan cara bacteriophage lysis
menjadi 19 tipe. Tipe 1-3 termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7
termasuk tipe gravis yang tidak ganas, sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravis yang
virulen. Corynebacterium diphtheria ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak ganas
dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaput mukosa (Depkes,2007).

Morfologi Corynebacterium diphtheria


- Gram (+) batang, panjang/pendek, besar/kecil, polymorph, tidak berspora, tidak berkapsul,
tidak bergerak, bergranula yang terletak di salah satu atau kedua ujung badan bacteri.
- Pada pewarnaan menurut Neisser, tubuh bacteri berwarna kuning atau coklat muda
sedangkan granulanya berwarna biru violet ( meta chromatis ).
- Preparat yang dibuat langsung dari specimen yang baru diambil dari pasien, letanya bakteri
seperti huruf – huruf L, V, W, atau tangan yang jarinya terbuka atau sering di kenal
sebagian Susunan sejajar / paralel / palisade / sudut tajam huruf V, L, Y / tulisan cina

Corynebacteria berdiameter 0,5-1 μm dan panjangnya beberapa mikrometer, tidak


berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. C. diphtheriae
bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh pada suasana aerob.
Pembiakan kuman dapat dilakukan dengan perbenihan Pai, perbenihan serum Loeffler atau
perbenihan agar darah. Pada perbenihan-perbenihan ini, strain mitis bersifat hemolitik,
sedangkan gravis dan intermedius tidak. Dibanding dengan kuman lain yang tidak berspora,
C. diphtheriae lebih tahan terhadap pengaruh cahaya, pengeringan dan pembekuan. Namun,
kuman ini mudah dimatikan oleh desinfektan. Ciri khas bakteri ini adalah pembengkakan
tidak teratur pada salah satu ujungnya, yang menghasilkan bentuk seperti ”gada”. Di dalam
batang tersebut (sering di dekat ujung) secara tidak beraturan tersebar granula-granula yang

6
dapat diwarnai dengan jelas dengan zat warna anilin (granula metakromatik) yang
menyebabkan batang tersebut berbentuk seperti tasbih. Tiap korinebakteria pada sediaan
yang diwarnai cenderung terletak paralel atau membentuk sudut lancip satu sama lain.
Percabangan jarang ditemukan dalam biakan.
Ada tiga tipe C. diphtheriae yang berbeda yang dibedakan oleh tingkat
keparahan penyakit mereka yang disebabkan pada manusia yaitu
a. Gravis : agak kasar, rata,berwarna abu-abu sampai hitam, ukurannya juga paling
besar. bentuk pemukul dan bentuk halter, granula metakromatik sedikit, pada area sel
terwarnai dalam perbedaan corak biru. karakteristik koloni pada Mcleod’s chocolate. Pada
kaldu membentuk selaput pada permukaan.
b. Mitis : koloni licin, cembung dan hitam. Bentuk batang pleomorfik dengan sejumlahgranula
metakromatik, batasan sel tersusun huruf V dan W, mirip seperti karakter tulisan kuno.
Penyakit : ringan, karakteristik koloni pada Mcleod’s chocolate. Pada kaldu : tumbuh
merata.
c. Intermedius : koloni berukuran kecil dan dan licin dengan pusat berwarna hitam.
batang pendek, terwarnai dengan selang-seling pita biru terang & gelap, tidak adanya
granula metakromatik. Penyakit : pertengahan pada kaldu akan membentuk endapan
Ketiga tipe diatas sedikit berbeda dalam morfologi koloni dan sifat-sifat biokimia
seperti kemampuan metabolisme nutrisi tertentu. Perbedaan virulensi dari tiga tipe dapat
dikaitkandengan kemampuan relatif mereka untuk memproduksi toksin difteri (baik kualitas
dan kuantitas), dan tingkat pertumbuhan masing-masing. Strain gravis memiliki w
Waktu generasi (in vitro) dari 60 menit; strain intermedius memiliki waktu generasi
dari sekitar 100 menit,dan mitis memiliki waktu generasi dari sekitar 180 menit.. Dalam
tenggorokan (in vivo),tingkat pertumbuhan yang lebih cepat memungkinkan organisme
untuk menguras pasokan besi lokal lebih cepat dalam menyerang jaringan.

Klasifikasi
Kerajaan : Bacteria

Filum : Actinobacteria

Ordo : Actinomycetales

Famili : Corynebacteriaceae

Genus : Corynebacterium

Spesies : C. diphtheria

7
2.4. KLASIFIKASI
Menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien, difteri dibagi menjadi :
1. Difteri Hidung
Difteri hidung pada umumnya menyerupai common cold, dengan gejala klinis pilek
ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi
serosanguinus dan kemudian mukopurulen menyebabkan lecet pada nares dan bibir atas.
Pada pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi. Absorsi toksin sangat
lambat dan gejala sistemik yang timbul tidak nyata sehingga diagnosis lambat dibuat.

2. Difteri Tonsil Faring


Gejala difteri tonsil-faring adalah anoreksia, malaise, demam ringan dan nyeri
menelan. Dalam 1-2 hari kemudian timbul membran yang melekat, berwarna putih kelabu
dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan pallatum molle atau ke bawah
ke laring dan trakea. Dapat terjadi limfadenitis servikalis dan submandibular, bila
limfadenitis terjadi bersamaan dengan edema jaringan lunak leher yang luas, timbul
bullneck. Selanjutnya, gejala tergantung dari derajat penetrasi toksin dan luas membran.
Pada kasus berat, dapat terjadi kegagalan pernapasan atau sirkulasi. Dapat terjadi paralisis
palatum molle baik unilateral maupun bilateral, disertai kesukaran menelan dan regurgitasi.
Stupor, koma, kematian bisa terjadi dalam 1 minggu sampai 10 hari.
Pada kasus sedang, penyembuhan terjadi berangsur-angsur dan bisa disertai penyulit
miokarditis atau neuritis. Pada kasus ringan membran akan terlepas dalam 7-10 hari dan
biasanya terjadi penyembuhan sempurna.

8
3. Difteri Laring
Difteri laring biasanya merupakan perluasan difteri faring. Pada difteri primer gejala
toksik kurang nyata, oleh karena mukosa laring mempunyai daya serap toksin yang rendah
dibandingkan mukosa faring sehingga gejala obstruksi saluran nafas atas lebih mencolok.
Gejala klinis difteri laring sukar untuk dibedakan dengan tipe infectius croups yang lain,
seperti nafas bunyi, stridor yang progresif, suara parau dan batuk kering. Pada obstruksi
laring yang berat terdapat retraksi suprasternal, interkostal dan supraklavikular. Bila terjadi
pelepasan membran yang menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak.
Pada kasus berat, membran dapat meluas ke percabangan trakeobrongkial.Apabila
difteria laring terjadi sebagai perluasan dari difteria faring, maka gejala yang tampak
merupakan campuran gejala obsruksi dan toksemia.

4. Difteri Kulit, Vulvovaginal, Konjungtiva, dan Telinga


Difteria Kulit, Vulvovaginal, Konjungtifa dan Telinga merupakan tipe difteria yang
tidak lazim (unusual). Difteria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran
pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Difteria pada mata dengan lesi pada
konjungtiva berupa kemerahan, oedem dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada
telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.

9
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu:
 Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala
hanya nyeri menelan.
 Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang
rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
 Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejalakomplikasi
seperti miokarditis (radang otot jantung) paralisis (kelemahan anggota gerak) dan
nefritis (radang ginjal).

2.5. CARA PENULARAN


Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderita maupun
sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan penderita pada masa inkubasi
atau kontak dengan carier . Caranya melalui pernafasan atau droplet infection.
Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa penularan penderita 2-4 minggu
sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier bisa sampai 6 bulan.
Penyakit difteri yang diserang terutama saluran pernafasan bagian atas. Ciri khas dari
penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupa reaksi radang lokal ,
dimana pembuluh-pembuluh darah melebar mengeluarkan sel darah putih sedang sel-sel
epitel disitu rusak, lalu terbentuklah disitu membaran putih keabu-abuan (psedomembran).
Membran ini sukar diangkat dan mudah berdarah. Di bawah membran ini bersarang kuman
difteri dan kuman-kuman ini mengeluarkan exotoxin yang memberikan gejala-gejala dan
miyocarditis. Penderita yang paling berat didapatkan pada difteri fauncial dan faringeal

2.6. MANIFESTASI KLINIS


Pada difteri tonsil dan faring, nyeri tenggorok merupakan gejala awal yang umum,
tetapi hanya setengah penderita menderita disfagia, serak, malaise atau nyeri kepala. Dalam
1-2 hari kemudian timbul membrane yang melekat berwarna putih kelabu, injeksi faring
ringan disertai dengan pembentukan membrane tonsil unilateral atau bilateral, yang meluas
secara berbeda-beda mengenai uvula, palatum molle, orofaring posterior, hipofaring dan
daerah glottis. Edema jaringan lunak dibawahnya dan pembesaran limfonodi dapat
menyebabkan gambaran “bull neck”. Selanjutnya gejala tergantung dari derajat peneterasi
toksin dan luas membrane. Pada kasus berat, dapat terjadi kegagalan pernafasan atau
sirkulasi. Dapat terjadi paralisis palatum molle baik uni maupun bilateral, disertai kesukaran
menelan dan regurgitasi. Stupor, koma, kematian bias terjadi dalam 1 minggu sampai 10

10
hari. Pada kasus sedang penyembuhan terjadi secara berangsur-angsur dan bias disertai
penyulit miokarditis atau neuritis. Pada kasus ringan membrane akan terlepas dalam 7-10
hari dan biasanya terjadi penyembuhan sempurna.

2.7. DIAGNOSIS
Harus dibuat atas dasar pemeriksaan klinis oleh karena penundaan pengobatan akan
membahayakan jiwa penderita. Penentuan kuman difteri dengan sediaan langsung kurang
dapat dipercaya. Cara yang lebih akurat adalah dengan identifikasi secara fluorescent
antibody technique, namun untuk ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi
Corynebacterum diphteriae dengan pembiakan pada media Loeffler, dilanjutkan dengan test
oksinogenesitas secara in vivo (marmut) dan in vitro (tes Elek).
Cara Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat membantu menegakkan diagnosis
difteri dengan cepat, namun pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penelitian lebih
lanjut untuk penggunaan secara luas.
Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan
preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membran semu dan
didapatkan kuman Corynebacterum diphteriae.

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
 Kontak dengan penderita difteri
 Suara serak
 Stridor dan tanda lain obstruksi jalan nafas
 Demam tak begitu tinggi
Pemeriksaan Fisik
 Tonsilitis, faringitis, rinitis
 Limfadenitis servikal + edema jaringan lunak leher (bullneck)

11
 Sangat penting untuk dignosis ditemukannya membran pada tempat infeksi yang
berwarna putih keabu-abuan, mudah berdarah bila diangkat
Laboratorium
 Hitung leukosit darah tepi dapat ↑
 Kadang-kadang timbul anemia
 Protein likuor pada neuritis difteria sedikit ↑
 Urea N darah pada nekrosis tubular akut dapat ↑
 Diagnosis pasti ; Kuman difteria pada sediaan langsung / biakan (+)

2.8. DIAGNOSIS BANDING


a. Difteria Hidung : rhinorrhea (common cold, sinusitis, adenoiditis), benda asing
dalam hidung, snuffles (lues kongenital)
b. Difteria Faring : tonsilitis membranosa akut yang disebabkan oleh Streptokokus
(tonsilitis akut, septic sore throat), mononukleosis infeksiosa, tonsilitis membranosa
non-bakterial, tonsilitis herpetika primer, moniliasis, blood dyscrasia, pasca
tonsilektomi.
c. Difteria Laring : laringitis, dapat menyerupai infectious croups yang lain yaitu
spasmodic croup, angioneurotic edema pada laring, dan benda asing dalam laring.
d. Difteria Kulit : impetigo dan infeksi kulit yang disebabkan oleh streptokokus dan
stafilokokus.

2.9. KOMPLIKASI
 Masalah pernapasan. Sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri difteri
akan membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernapasan. Partikel-
partikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini berpotensi memicu
inflamasi pada paru-paru sehingga fungsinya akan menurun secara drastis dan
menyebabkan gagal napas.
 Kerusakan jantung. Selain paru-paru, toksin difteri berpotensi masuk ke jantung dan
menyebabkan inflamasi otot jantung atau miokarditis. Komplikasi ini dapat
menyebabkan masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung dan
kematian mendadak.
 Kerusakan saraf. Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit
menelan, masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma, serta
pembengkakan saraf tangan dan kaki. Masalah saluran kemih dapat menjadi indikasi

12
awal dari kelumpuhan saraf yang akan memengaruhi diagfragma. Paralisis ini akan
membuat pasien tidak bisa bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan atau
respirator. Paralisis diagfragma dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul gejala
atau berminggu-minggu setelah infeksi sembuh. Karena itu, penderita difteri anak-anak
yang mengalami komplikasi apa pun umumnya dianjurkan untuk tetap di rumah sakit
hingga 1,5 bulan.
 Difteri hipertoksik. Komplikasi ini adalah bentuk difteria yang sangat parah. Selain
gejala yang sama dengan difteri biasa, difteri hipertoksik akan memicu pendarahan yang
parah dan gagal ginjal. Sebagian besar komplikasi ini disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheriae.

2.10. PENGOBATAN DAN PENATALAKSANAAN


Tujuan pengobatan adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya,
mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi
Corynebacterum diphteriae untuk mencegah penularan, serta mengobati infeksi penyerta
dan penyulit difteria.
a. Umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif
2 kali berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2 - 3 minggu.
 Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2 - 3 minggu atau lebih lama bila terjadi
miokrditis
 Oksigen bila sesak nafas
 Pemberian cairan serta diet makanan lunak yang mudah dicerna dengan kalori tinggi
 Khusus pada difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara
dengan menggunakan humidifier.
 Trakeostomi pada kasus dengan obstruksi saluran nafas berat

b. Khusus
1. Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS)
Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria. Dengan
pemberian antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada penderita kurang dari 1%.
Namun dengan penundaan lebih dari hari ke-6, angka kematian ini biasa meningkat sampai
30%.

13
Dosis ADS Menurut Lokasi Membran dan Lama Sakit
Tipe Difteria Dosis ADS (KI) Cara pemberian

Difteria Hidung 20.000 Intramuscular


Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular / Intravena
Difteria Faring 40.000 Intramuscular / Intravena
Difteria Laring 40.000 Intramuscular / Intravena
Kombinasi lokasi diatas 80.000 Intravena
Difteria + penyulit, bullneck 80.000-100.000 Intravena
Terlambat berobat (>72 jam) 80.000-100.000 Intravena

Sebelum Pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih dahulu, oleh
karena pada pemberian ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik, sehingga harus disediakan
larutan adrenalin a:1000 dalam semprit. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS
dalam larutan garam fisiologis 1:1.000 secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit
terjadi indurasi > 10 mm. Uji mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10
dalam garam fisiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam fisiologis. Hasil positif bila
dalam 20 menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi. Bila uji
kulit/mata positif, ADS diberikan dengan cara desentisasi (Besredka). Bila ujihiprsensitivitas
tersebut diatas negative, ADS harus diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ADS
ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit dan lama sakit, tidak tergantung pada
berat badan pasien, berkisar antara 20.000-120.000 KI seperti tertera pada tabel diatas.
Pemberian ADS intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa 5% dalam 1-2
jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat dilakukan selama pemberian
antitoksin dan selama 2 jam berikutnya Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi
hipersensitivitas lambat (serum sickness) (1)
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk membunuh
bakteri dan menghentikan produksi toksin dan juga mencegah penularan organisme pada
kontak. C. diphtheriae biasanya rentan terhadap berbagai agen invitro, termasuk penisilin,
eritromisin, klindamisin, rifampisin dan tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap
eritromisin pada populasi yang padat jika obat telah digunakan secara luas. Yang
dianjurkan hanya penisilin atau eritromisin; eritromisin sedikit lebih unggul daripada
penisilin untuk pemberantasan pengidap nasofaring.

14
Dosis :
Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kgBB/hari i.m. , tiap 2 jam selama 14 hari atau bila
hasil biakan 3 hari berturut-turut (-).
Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, p.o. , tiap 6 jam selama 14 hari.
Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000 U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. , dibagi dalam 4
dosis..
Terapi diberikan selama 14 hari. Bebrapa penderita dengan difteri kulit diobati 7-10 hari.
Lenyapnya organisme harus didokumentasi sekurang-kurangnya dua biakan berturut-turut
dari hidung dan tenggorok (atau kulit) yang diambil berjarak 24 jam sesudah selesai terapi. (
3. Kortikosteroid
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteria.
Dianjurkan korikosteroid diberikan kepada kasus difteria yang disertai dengan gejala
obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak bullneck) dan bila terdapat
penyulit miokarditis. Pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata tidak
terbukti. Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat selama
14 hari.
4. Pengobatan Karier
Karier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai uji Schick
negatif tetapi mengandung basil difteria dalam nasofaringnya. Pengobatan yang dapat
diberikan adalah penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi atau
adenoidektomi.

2.11. PENCEGAHAN
a) Imunisasi
Penyakit Difteri dapat dicegah dengan Imunisasi Lengkap, dengan jadwal pemberian
sesuai usia. Saat ini vaksin untuk imunisasi rutin dan imunisasi lanjutan yang diberikan
guna mencegah penyakit Difteri ada 3 macam, yaitu:
1. DPT-HB-Hib (vaksin kombinasi mencegah Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis
B dan Meningitis serta Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophylus
infuenzae
tipe B).
2. DT (vaksin kombinasi Difteri Tetanus).
3. Td (vaksin kombinasi Tetanus Difteri).

15
Imunisasi tersebut diberikan dengan jadwal:
1. Imunisasi dasar:
Bayi usia 2, 3 dan 4 bulan diberikan vaksin DPT-HB-Hib dengan interval 1 bulan.
2. Imunisasi Lanjutan:
a. Anak usia 18 bulan diberikan vaksin DPT-HB-Hib 1 kali.
b. Anak Sekolah Dasar kelas 1 diberikan vaksin DT pada Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
c. Anak Sekolah Dasar kelas 2 dan 5 diberikan vaksin Td pada Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
d. Wanita Usia Subur (termasuk wanita hamil) diberikan vaksin Td.
Perlindungan optimal terhadap difteri pada masyarakat dapat dicapai dengan
cakupan imunisasi rutin, baik dasar maupun lanjutan, yang tinggi dan merata. Cakupan
harus mencapai minimal 95%, merata di setiap kabupaten/kota, dan tetap dipertahankan.
Selain cakupan yang harus diperhatikan adalah menjaga kualitas vaksin sejak
pengiriman, penyimpanan sampai ke sasaran.
Vaksin difteri merupakan vaksin yang sensitif terhadap suhu beku sehingga dalam
pengiriman maupun penyimpanan harus tetap berada pada suhu 2 - 8° C.
b) Pencarian dan kemudian mengobati karier difteri
Dilakukan dengan uji Schick, yaitu bila hasil uji negatif (mungkin penderita karier
pernah mendapat imunisasi), maka harus diiakukan hapusan tenggorok. Jika ternyata
ditemukan Corynebacterium diphtheriae, penderita harus diobati dan bila perlu dilakukan
tonsilektomi.
c) Penderita difteri harus di isolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan sediaan
langsung menunjukkan tidak terdapat lagi Corynebacterium diphtheriae.
d) Mencuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun sebelum makan

16
e) Melakukan etika batuk yang benar jika sedang batuk

2.12. STRATEGI PENGENDALIAN KLB DIFTERI


1. Penguatan imunisasi rutin Difteri sesuai dengan program imunisasi nasional.
2. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus Difteri.
3. Semua kasus Difteri harus dilakukan penyelidikan epidemiologi.
4. Semua kasus Difteri dirujuk ke Rumah Sakit dan dirawat di ruang isolasi.
5. Pengambilan spesimen dari kasus dan kasus kontak erat kemudian dikirim ke
laboratorium rujukan Difteri untuk dilakukan pemeriksaan kultur atau PCR.
6. Menghentikan transmisi Difteri dengan pemberian prophilaksis terhadap kontak dan
karier.
7. Melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) di daerah KLB Difteri.

Melihat bahayanya, penyakit ini maka bila ada anak yang sakit dan ditemukan gejala
diatas maka harus segera dibawa ke dokter atau rumah sakit untuk segera mendapatkan
penanganan. Pasien biasanya akan masuk rumah sakit untuk di opname dan diisolasi dari
orang lain guna mencegah penularan. Di rumah sakit akan dilakukan pengawasan yang ketat
terhadap fungsi fungsi vital penderit auntuk mencegah terjadinya komplikasi. Mengenai
obat, penderita umumnya akan diberikan antibiotika, steroid, dan ADS (Anti Diphteria
Serum).
Perawatan umum penyakit difteri yaitu dengan melakukan isolasi, bed rest : 2-3
minggu, makanan yang harus dikonsumsi adalah makanan lunak, mudah dicerna, protein
dan kalori cukup, kebersihan jalan nafas, pengisapan lendir.

17
Dengan pengobatan yang cepat dan tepat maka komplikasi yang berat dapat dihindari,
namun keadaan bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang lebih muda, perjalanan
penyakit yang lama, gizi kurang dan pemberian anti toksin yang terlambat.
Walaupun sangat berbahaya dan sulit diobati, penyakit ini sebenarnya bias dicegah
dengan cara menghindari kontak dengan pasien difteri yang hasil lab-nya masih positif dan
imunisasi.

18
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. MATERI
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat di wilayah kerja UPT Puskesmas Duri
Kota Kecamatan Mandau mengenai penyakit difteri, maka diberikan penyuluhan tentang
tentang penyakit difteri. Materi yang disampaikan :
1. Definisi penyakit difteri
2. Cara penularan penyakit difteri
3. Pencegahan pada penyakit difteri
4. Pengobatan pada penyakit difteri
5. Penjelasan mengenai jenis-jenis imunisasi
6. Pentingnya imunisasi untuk menambah kekebalan tubuh

3.2. WAKTU DAN TEMPAT


Pelaksanaan program kegiatan penyuluhan penyakit difteri di Kecamatan Mandau
Kabupaten Bengkalis dilaksanakan pada :
1. Hari / Tanggal : Rabu, 03 Januari 2018
Waktu : 10.00 – 10.30
Tempat : Posyandu Lansia ‘Teratai’
Kelurahan Duri Barat
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. Windi Pranata
2. Hari / Tanggal : Kamis, 04 Januari 2018
Waktu : 10.00 – 11.00
Tempat : Depan Kantor Camat Puskesmas Keliling
Jl. Jendral Sudirman
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. Prina Margaret
3. Hari / Tanggal : Kamis, 04 Januari 2018
Waktu : 10.00-11.00
Tempat : Puskesmas Keliling
Jl. Nusantara I, Kel. Babusalam
Materi : Penyakit Difteri

19
Pembicara : dr. Veronika

4. Hari / Tanggal : Kamis, 04 Januari 2018


Waktu : 10.00-11.00
Tempat : Puskesmas Keliling
Jl. Nusantara I, Kel. Babusalam
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. Prina Margaret
5. Hari / Tanggal : Kamis, 04 Januari 2018
Waktu : 10.00 – 11.00
Tempat : Puskesmas Keliling
Kantor Kelurahan Babusalam
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. Prina Margaret
6. Hari / Tanggal : Kamis, 04 Januari 2018
Waktu : 10.00 – 10.30
Tempat : Puskesmas Duri Kota
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. M. Faisal
7. Hari / Tanggal : Senin, 08 Januari 2018
Waktu : 11.00 – 11.30
Tempat : Posyandu Lansia “Anggrek Teratai’
Kel. Gajah Sakti
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. Prina Margaret
8. Hari / Tanggal : Rabu, 10 Januari 2018
Waktu : 11.00 – 11.30
Tempat :Posyandu Balita
Kel. Babusalam
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : sedr. Windi Pranata
9. Hari / Tanggal :Sabtu, 13 Januari 2018
Waktu : 11.00 – 11.30
Tempat : Posyandu Balita
20
Jl. Kayangan, Kel. Babusalam
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. Veronika
10. Hari / Tanggal : Kamis, 11 Januari 2018
Waktu : 11.00 – 11.30
Tempat : Puskesmas Duri Kota
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. Prina Margaret
11. Hari / Tanggal : Selasa, 16 Januari 2018
Waktu : 11.00 – 11.30
Tempat : Posyandu Cengkeh Balita
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. Prina Margaret
12. Hari / Tanggal : Kamis, 18 Januari 2018
Waktu :11.00 – 11.30
Tempat : Puskesmas Duri Kota
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. Veby Amanda
13. Hari / Tanggal : Selasa, 23 Januari 2018
Waktu : 11.00 – 11.30
Tempat : Posyandu Lansia “Melati Putih”
Kelurahan Talang Mandi
Materi : Penyait Difteri
Pembicara : dr. Prina Margaret
14. Hari / Tanggal : Rabu, 24 Januari 2018
Waktu : 11.00 – 11.30
Tempat : Puskesmas Keliling
Terminal Kel. Duri Barat
Jl. Pertanian Kel. Duri Barat
Rw 03 Kel. Duri Barat
Materi : Penyakit Difteri
Pembicara : dr. Windi Pranata
dr. Veronika
dr. Prina Margaret

21
3.3. METODE
Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini menggunakan beberapa metode, yaitu :
1. Metode Ceramah
Metode ini merupakan system penyampaian materi yang dilakukan dengan cara
memberi penjelasan dengan kata kata. Metode ceramah diberikan agar peserta dapat
memahami materi dengan jelas dan baik. Oleh karenanya penggunaan metode ini
harus didukung dengan metode-metode lain agar dapat menumbuhkan daya
kreativitas dan keantusiasan mereka dalam mengikuti penyuluhan.
2. Metode Tanya Jawab
Metode ini merupakan salah satu cara yang dimaksudkan untuk mengetahui respon
dan tingkat pemahaman peserta terhadap materi yang telah disampaikan serta
meningkatkan daya kreatifitas dan daya nalar peserta dalam menjawab pertanyaan.
Metode ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dan menjawab atau
sebaliknya.
3. Puskesmas Keliling
Metode ini salah program yang ada di UPT Puskesmas Duri Kota sebagai salah satu
upaya promosi sehingga petugas kesehatan bisa lebih berinteraksi langsung dengan
masyarakat dan menanyakan keluhan ataupun masalah kesehatan yang dialami
khususnya penyakit difteri. Program ini juga bertujuan agar masyarakat lebih
waspada dengan penyakit difteri sehingga rantai penularannya bisa diputuskan.

3.4. MEDIA
Media yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah leaflet. Leaflet tersebut berisi
informasi tentang penyakit difteri, pentingnya imunisasi serta pencegahan terjadinya
penyakit difteri.

3.5. PENGORGANISASIAN KEGIATAN


Moderator : Staf UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau
Pembicara : dr. Windi Pranata
dr. Veronika
dr. Prina Margaret

22
BAB IV
HASIL
4.1. DATA GEOGRAFIS
Lokasi Puskesmas
UPT Kesehatan Puskesmas Kecamatan Mandau merupakan puskesmas rawat jalan
yang berada .di tengah kota Kecamatan Mandau, berlokasi di jalan Jenderal Sudirman yang
merupakan jalan utama Kota Duri, berjarak 150 KM dari ibukota Kabupaten Bengkalis dan
125 KM dari ibukota Provinsi Riau.
Transportasi antar waktu dihubungkan dengan jalan darat, Jalan utama desa dan
kelurahan sebagian besar sudah beraspal dan mudah di jangkau dengan sarana transprotasi.
Tetapi akses jalan dalam satu desa dan kelurahan masih ada yang belum beraspal dan masih
suit dijangkau oleh sarana transportasi darat hal ini akibat kondisi jalan yang masih berupa
pengerasan dan berlobang.

Luas Wiayah
Luas Wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau 12.576 KM yang
terdiri dari 2 Desa dan 8 Kelurahan.

Batas Wilayah
Wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau merupakan daerah
dataran rendah, dengan batas wilayah sebagai berikut :
o Sebelah Utara : Wilayah kerja Puskesmas Sebangar
o Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Pinggir
o Sebelah Barat : Pustu tegar Desa petani
o Sebelah Timur : Puskesmas Balai Makam

4.2. DATA DEMOGRAFI


Jumlah penduduk di wilayah UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau Tahun
2014 sebanyak 130.504 jiwa dengan angka kepadatan penduduk rata-rata 10/KM. Dimana
jumlah penduduk wanita sebanyak 62.738 ( 48,07%) jiwa dan penduduk laki-laki sebanyak
67.766 ( 51,92%). Rata-rata jumlah anggota rumah tangga dalam 1 KK berjumlah 4 orang,
Jumlah penduduk terbanyak adaah Kelurahan Air Jamban dengan jumlah 39.189 jiwa,
sedangkan yang paling sedikit adalah Kelurahan Batang Serosa yaitu sebesar 2.485 jiwa.

23
4.3. SARANA PELAYANAN KESEHATAN
Fasilitas Kesehatan
UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau merupakan puskesmas rawat alan,
yang melaksanakan pogram Upaya Keshatan Masyarakat (UKM) maupun Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP). Untuk lebih jelasnya distribusi pelayanan kesehatan yng ada diwilayah
UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau.

Distribusi fasilitas kesehata di wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota


Kecamatan Mandau tahun 2018
No Jenis Pelayanan Jumlah
1 PuPuskesmas Pembantu ( Pustu) 2
2 PuPusat kesehatan desa ( Puskesdes) 2
3 PoPosyandu Balita dan Lansia 79
4 PuPuskesmas Keliling 1
5 EAAmbulance 2

Data Kesehatan Masyarakat


Data posyandu di Wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau
pada bulan November 2017-Maret 2018

No Kelurahan Jumlah Posyandu


1 Air Jmban 18
2 Balik Alam 6
3 Babussalam 9
4 Talang Mandi 15
5 Harapan Baru 3
6 Duri Barat 8
7 Duri Timur 5
8 Gajah Sakti 9
9 Batang Serosa 3
10 Batin Batuah 3
Jumlah 79

24
4.4. CAKUPAN IMUNISASI
Data Bias Bulan November 2017
UPT Puskesmas Duri Kota

DT Td TOTAL Td
NO KELAS I KELAS II KELAS III KELAS II+III
Kelurahan
L P JML % L P JML % L P JML % JML %
1 2 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

1 AIR JAMBAN 367 311 678 96.72 326 293 619 93.50 0 0 - ### 619 93.50
2 BABUSSALAM
211 190 401 95.25 201 181 382 94.79 0 0 - ### 382 94.79
3 DURI TIMUR
95 93 188 88.68 69 78 147 84.97 0 0 - ### 147 84.97
4 DURI BARAT
5 BALIK ALAM 127 143 270 88.82 190 154 344 97.18 0 0 - ### 344 97.18
6 B. SEROSA 72 67 139 90.85 66 72 138 91.39 0 0 - ### 138 91.39
7 GAJAH SAKTI 13 12 25 100.00 19 14 33 94.29 0 0 - ### 33 94.29
TALANG 121 104 225 92.98 114 111 225 93.36 0 0 - ### 225 93.36
8
MANDI
275 248 523 95.26 228 230 458 93.85 0 0 - ### 458 93.85
9 H. BARU
44 46 90 95.74 50 54 104 92.86 0 0 - ### 104 92.86
BATIN
10 56 35 91 97.85 46 37 83 86.46 0 0 - ### 83 86.46
BETUAH

Cakupan Imunisasi DPT-Hib Pada Balita


UPT Puskesmas Duri Kota
NO KELURAHAN
DPTHB-Hib 1 DPTHB-Hib 2 DPTHB-Hib 3
L P JML L P JML L P JML
1 2 18 19 20 24 25 26 30 31 32
1 AIR JAMBAN 91.5 85.1 88.5 89.2 87.4 88.4 82.6 77.2 80.0
2 BABUSSALAM 86.4 77.1 81.9 89.9 78.3 84.4 88.2 72.0 80.4
3 DURI TIMUR 80.5 83.5 81.9 81.6 81.0 81.3 77.0 83.5 80.1
4 DURI BARAT 77.7 83.5 80.5 76.6 84.2 80.2 78.9 78.5 78.7
5 BALIK ALAM 76.7 81.1 78.8 73.8 84.2 78.8 77.7 77.9 77.8
6 B. SEROSA 88.5 76.9 82.7 88.5 80.8 84.6 88.5 76.9 82.7
7 GAJAH SAKTI 77.7 80.8 79.2 76.3 81.5 78.8 79.9 80.8 80.3
8 TALANG MANDI 81.9 83.1 82.4 76.0 83.1 79.4 81.9 78.8 80.4
9 HARAPAN BARU 86.2 103.5 94.3 89.2 89.5 89.3 92.3 84.2 88.5
10 BATIN BETUAH 82.9 112.5 97.5 97.6 100.0 98.8 102.4 95.0 98.8

JUMLAH 84.3 84.3 84.3 83.3 84.5 83.9 82.9 78.6 80.8

25
Angka kejadian kasus KLB Difteri tahun 2016 dan 2017
Di wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota
Kecamatan Mandau
Bulan 2016 Jumlah Kasus Asal Kelurahan
Januari -
Februari -
Maret -
April -
Mei -
Juni -
Juli -
Agustus 1 Air Jamban
September 1 Duri Barat
Oktober 1 Air Jamban
November 2 Babusalam dan Air
jamban
desember 7 Air Jamban, Talang
Mandi, Babusalam, dan
Balik Alam
Total 12 Kasus

26
Bulan 2017 Jumlah Kasus Asal Kelurahan
Januari 2 Duri Barat dan Air
Jamban
Februari -
Maret -
April -
Mei -
Juni -
Juli -
Agustus -
September -
Oktober -
November -
Desember 1 Babusalam
Total 3 Kasus

4.5. PELAKSANAAN PENYULUHAN


Jumlah penyuluhan mengenai penyakit difteri sebanyak 14 kali selama bulan januari
2018 di wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota
 Evaluasi pelaksanaan penyuluhan
 Antusiasme masyarakat dikatakan baik dalam mendenarkan penyuluhan dan
memberi pertanyaan.
 Media dan sarana yang memadai untuk dilakukan penyuluhan.
 Evaluasi proses penyuluhan
 Kegiatan peyuluhan dilakukan sesuai tempat dan waktu yang telah
direncanakan.
 Para peserta penyuluhan memperhatikan dan mendengar dengan seksama
selama penyuluhan.
 Para peserta aktif bertanya selama proses penyuluhan.
 Evaluasi hasil penyuluhan
 Para peserta cukup mengerti tentang penyuluha yang disampaikan dan dapat
menjawab pertanyaan yang dberikan dengan baik.

27
4.6. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH
Aspek yang dinilai Penyebab masalah Pemechan masalah
Pengetahuan masyarakat Kurangnya pengetahuan Telah dilakukan penyuluhan
tentang penyakit difteri masyarakat tentang penyakit dan pembagian leaflet
difteri karena kurangnya mengenai penyakit diftri
informasi tentang penyakit sehingga diharapkan
ini masyarakat dapat mengenali
kondisi kesehatan serta
pencegahannya
Pemahaman masyarakat Kurangnya pengetahuan Diberikan pemahaman
tentang imunisasi difteri tentang pentingnya imunisasi tentang penting nya
difteri meningkatkan kekebalan
tubuh melalui imunisasi
Pemahaman masyarakat Factor kebiasaan dari Diberikan informasi tentang
tentang kebersihan diri masyarakat setempat dan bahaya serta dampak bagi
kurangnya pengetahuan tubuh jika tidak menjaga
masyarakat tentang kebersihan diri sendiri.
pentingnya menjaga
kebersihan diri

28
BAB V
DISKUSI

Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar di hampir semua
negara berkembang yang memiliki angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi dalam
waktu yang cepat. Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
atau toxinnya yang ditularkan oleh reservoir kepada manusia yang rentan. Salah satu
penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian adalah penyakit difteri.
Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan
imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diptheriae strain
toksin. Penularan terjadi secara droplet (percikan ludah) dari batuk, bersin, muntah, melalui
alat makan, atau kontak langsung dari lesi di kulit. Tanda dan gejala berupa infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) bagian atas, adanya nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tidak
tinggi (kurang dari 38,5º C), dan ditemui adanya pseudomembrane putih/keabu-
abuan/kehitaman di tonsil, faring, atau laring yang tak mudah lepas, serta berdarah apabila
diangkat. Sebanyak 94 % kasus Difteri mengenai tonsil dan faring. Pada keadaan lebih berat
dapat ditandai dengan kesulitan menelan, sesak nafas, stridor dan pembengkakan leher yang
tampak seperti leher sapi (bullneck). Kematian biasanya terjadi karena obstruksi/sumbatan
jalan nafas, kerusakan otot jantung, serta kelainan susunan saraf pusat dan ginjal.
Upaya pencegahan yang dilakukan UPT Puskesmas Duri Kota untuk mencegah
meningkatnya kasus KLB difteri adalah dengan melakukan penyuluhan di posyandu-
posyandu, penyuluhan keliling di kelurahan serta melakukan imunisasi ke sekolah-sekolah.
Penyuluhan dilakukan di beberapa wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mandau,
yaitu beberapa posyandu lansia ( Teratai, Melati Putih, Anggrek Merpati ), posyandu balita
serta penyuluhan keliling di Kelurahan Babusalam dan Duri Barat. Penyuluhan ini bertujuan
untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat Kecamatan Mandau tentang penyakit
difteri dan cara pencegahannya. Melalui penyuluhan ini diharapkan agar masyarakat lebih
mengetahui dan memahami tentang penyakit difteri dan pentingnya imunisasi pada anak.
Penyuluhan dibagi menjadi 2 sesi, yaitu sesi pemaparan dan sesi tanya jawab. Sesi
pemaparan menjelaskan tentang penyakit difteri sedangkan sesi tanya jawab merupakan
komunikasi 2 arah yang dilakukan oleh dokter internsip dan peserta penyuluhan mengenai
materi yang dipaparkan. Penyuluhan ini juga disertai dengan pembagian leaflet yang dapat
dibaca dan dibawa pulang masyarakat agar nantinya dapat dibaca juga oleh masyarakat
disekitar lingkungan mereka.

29
Materi penyuluhan mengenai penyakit difteri dipilih karena terjadi KLB kasus difteri
diwilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota pada tahun 2017. Penyuluhan ini membahas
mengenai penyakit difteri ( definisi penyakit difteri, tanda dan gejala, cara penularan, bahaya
difteri serta bagaimana pencegahannya ).
Penyuluhan berjalan dengan baik, peserta menyimak dengan sangat antusias saat
dokter internsip menyampaikan penyuluhan. Pada sesi tanya jawab masyarakat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penularan penyakit difteri dan cara
pencegahannya.
Selain penyuluhan, salah satu cara pencegahan kasus KLB difteri adalah dengan
melakukan imunisasi, namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang menolak
dengan alasan tidak sesuai dengan budaya yang ada pada masyarakat serta keyakinan yang
dianut. Ini merupakan salah satu kendala yang dialami oleh staf puskesmas dalam
pemberian imunisasi.
Imunisasi dilakukan di posyandu balita yang ada di wilayah kerja UPT Puskesmas
Duri Kota setiap bulannya. Selain itu dilakukan juga program BIAS ke sekolah sekolah SD
yang ada di wilayah kerja puskesmas. Program BIAS ini ditujukan pada siswa-siswi SD
kelas 1 dan 2.
Dalam pelaksanaan BIAS ini masih banyak juga ditemukan orangtua yang tidak
mengizinkan anaknya untuk diberi vaksin dengan alasan si anak sudah mendapatkan vaksin
yang lengkap sebelumnya atau takut si anak nantinya akan demam. Padahal vaksin yang
diberikan merupakan salah satu pendukung ataupun booster bagi daya tahan tubuh anak.
Di akhir tahun 2017 terjadi kasus KLB penyakit difteri di Kecamatan Mandau
dengan 3 orang penderita. Oleh karena itu puskesmas dibawah naungan Dinas Kesehatan
Kabupaten Bengkalis melakukan ORI ( Outbreak Response Immunization ). ORI adalah
salah satu respon dalam situasi kejadian luar biasa. Sasaran ORI saat ini adalah seluruh anak
yang berusia di bawah 19 tahun. Semua sasaran akan menjalani 3 kali imunisasi, pada bulan
ke 0, 1, dan 6. Sementara di Puskesmas Duri Kota ORI dilakukan hanya pada anak berusia
di bawah 12 tahun. Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah vaksin dan spuit yang diberikan
dari Dinas Kesehatan.

30
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN
Setelah dilakukan penyuluhan di wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota dapat
ditarik kesimpulan bahwa penyuluhan mengenai penyakit difteri berjalan efektif dan
berpengaruh dalam menambah pengetahuan masyarakat mengenai penyakit difteri mulai
dari definisi sampai cara pencegahan yang dapat dilakukan.
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit difteri dan pencegahan yang
dapat dilakukan menjadi salah satu faktor terjadinya KLB kasus difteri di tahun 2017.
Termasuk masalah imunisasi dimana masih banyaknya orangtua yang tidak membawa
anaknya untuk imunisasi ataupun tidak mengizinkan anaknya diimunisasi di sekolah.

6.2. SARAN
1. Penyuluhan tentang penyakit difteri sebaiknya sering dilakukan saat kegiatan
posyandu.
2. Diharapkan agar petugas kesehatan lebih aktif untuk mengajak masyarakat
berpartisipasi dalam kegiatan imunisasi dengan cara datang kerumah-rumah warga
yang menolak imunisasi.
3. Perlunya kerja sama dengan berbagai pihak seperti tokoh agama, tokoh masyarakat
dan stake holder ataupun lintas sektoral dalam meningkatkan kepedulian masyarakat
terhadap imunisasi difteri.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Ditjen P2PL, Depkes RI, Revisi Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit) ,2007, Jakarta.
2. Anonim, 2007. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi. www.
dinkes.denpasarkota.go.id diakses tanggal 7 Mei 2008.
3. Widoyono.2005.Penyakit Tropis Epidemiologi Penularan dan
Pemberantasannya.Erlanggga: Jakarta.
4. Buescher, E Stephen. 2007.Di pht heri a in Nelson Textbook of Pediatrics 18th Chapter
186. USA: Saunders Anonim. 2010.Dift eria pada Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Hal 312-21. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215:
https://goo.gl/efW8Ef
5. Soerawidjaja, Azwar A. Penanggulangan Wabah oleh Puskesmas. Tanggerang: Binarupa
Aksara
6. DirJen Pencegahan Penyakit & Pengendalian Lingkungan. Profil KesehatanIndonesia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011
7. Rezeki S, Hadinegoro. Pedoman Imunisasi Di Indonesia: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2011
8. Difteri. Dalam : Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro,
Hindra Irawan Satari. Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Edisi II. Jakarta : Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008. h. 312
9. Feigin RD, Stechenberg BW, Nag PK. Textbook of Pediatric Infectious Disease. 6th ed.
Philadelphia: Saunders; 2009. p 1393-1401
10. IDAI. 2015. Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri. Ikatan
Dokter Anak Indonesia: idai.or.id
11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

32
Gambar 1. Penyuluhan Keliling yang dilakukan di RW 03 Kelurahan Duri Barat

Gambar 2. Penyuluhan Keliling di Jalan Pertanian Kelurahan Duri Barat

33
Gambar 3. Penyuluhan Keliling di sekitar Terminal Kelurahan Duri Barat

Gambar 4. Penyuluhan difteri di dalam gedung UPT Puskesmas Duri Kota

34
Gambar 5. Penyuluhan di dalam gedung UPT Puskesmas Duri Kota

Gambar 6. Penyuluhan difteri di Posyandu Lansia

35
Gambar 7. Penyuluhan difteri di Posyandu Lansia

Gambar 8. Penyuluhan difteri di Posyandu Balita

36
Gambar 9. Penyuluhan difteri di Posyandu Balita

Gambar 10. Penyuntikan masal dan penyuluhan difteri

37
38

Anda mungkin juga menyukai