Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sehat dan sakit merupakan problema kehidupan yang selalu menghampiri manusia.

Setiap orang dapat di pastikan mengharapkan dirinya selalu sehat dan menghindarkan diri dari

sakit dan penyakit. Segala macam usaha di lakukan untuk menghindarkan diri dari sakit dan

penyakit, Namun berbagai macam penyakit tetap saja tumbuh dan berkembang dalam tubuh

manusia, misalnya penyakit hipertiroid dan hipertensi. Jika usaha mengatasi penyakit ini

terlambat penanganannya, maka akan berakibat kematian.

Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolic yang merupakan akibat dari

produksi hormon tiroid yang berlebihan. (Dongoes E,Marilynn , 2005) dan. Penyebab

Hipertiroid (Tirotoksikosis) 70 % adalah Penyakit Graves, sisanya karena gondok multinodular

toksik dan adenoma toksik. ( Soeparman, 2007 )

Menurut WHO jumlah penderita penyakit hipertiroid di seluruh dunia pada tahun 2000

diperkirakan 400 juta, dan lebih sering terjadi pada wanita di bandingkan laki-laki dengan

perbandingan 5 : 1.

1
Jumlah penderita hipertiroid yang ada di Indonesia di perkirakan 25 juta.Angka kejadian
hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di Indonesia berkisar antara 44,44%-48,93% dari
seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Di As diperkirakan 0,4% populasi menderita
Hipertiroid, biasanya sering pada usia di bawah 40 tahun. (Sutomo budi,2009).
Berdasarkan data yang diambil dari Rekam Medik di RSUD dr.M.Yunus Bengkulu

penderita penyakit hipertiroid di Poliklinik penyakit dalam mengalami peningkatan. Pada tahun

2010 penderita hipertiroid sebanyak 66 orang dan pada tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu

penderita hipertiroid sebanyak 126 orang.


Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah, yang banyak

mengganggu kesehatan masyarakat (Gunawan, 2001). Hipertensi atau penyakit tekanan darah

tinggi merupakan gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan

nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.

Hipertensi seringkali disebut (Sillent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa

disertai dengan gejala-gejala terlebih dahulu sebagai peringatan bagi penderitanya. gejala

tersebut seringkali dianggap sebagai gangguan biasa, sehingga korban terlambat menyadari akan

datangnya penyakit (Sustrani dkk, 2006).

Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmHg tekanan sistolik dan

80-90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan

darahnya > 140/90 mmHg. Sedangkan menurut JNC VII 2003 tekanan darah pada orang dewasa

dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan

sistoliknya 140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg. Diklasifikasikan menderita

hipertensi stadium II apabila tekanan darah sistoliknya 160 mmHg dan tekanan darah

diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangkan hipertensi stadium III apabila tekanan darah

sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan darah diastoliknya lebih dari 116 mmHg (Sustrani,

2004). Bila tekanan darah semakin tinggi maka harapan hidup semakin turun (Wardoyo, 1996).

Angka kejadian Hipertensi diperkirakan berkisar antara 15-25 % populasi penduduk

dunia ( WHO, 1999 ). Jumlah penderita Hipertensi terus meningkat hingga 16,9 % pada survey

lima tahun kemudian ( Yahya,2004 ).

Hormon tiroid memeliki efek pada otot jantung, sirkulasi perifer dan system saraf

simpatis yang berpengaruh terhadap hemodinamik kardiovaskuler pada penderita hipertiroid.

Perubahan yang utama meliputi : Peningkatan denyut jantung, kontraktilitas otot jantung,curah
jantung,relaksasi diastolik dan penggunaan oksigen oleh otot jantung serta penurunan resistensi

vaskuler sistemik dan tekanan diastolic. Ganggua fungsi kelenjar tiroid dapat menimbulkan efek

yang dramatic terhadap system kardiovaskuler, seringkai menyerupai penyakit jantung primer. (

Sumual A.R, 1992 ).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “ Hubungan Hipertiroid dengan kejadian hipertensi pada pasien yag berobat di poliklinik

penyakit dalam RSUD dr. M. YUNUS Bengkulu Tahun 2011”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini

adalah Apakah ada Hubungan Hipertiroid dengan kejadian hipertensi pada pasien yag berobat di

poliklinik penyakit dalam RSUD dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010/2011.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari Hubungan Hipertiroid dengan kejadian hipertensi pada pasien yag berobat di

poliklinik penyakit dalam RSUD dr. M. YUNUS Bengkulu Tahun 2010/2011

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana gambaran penyakit Hipertiroid

b. Untuk mengetahui bagaiamana gambaran penyakit Hipertensi

c. Untuk mengetahui Hubungan Hipertiroid dengan kejadian Hipertensi.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi institusi RSUD dr. M. Yunus Bengkulu


Memberikan masukan bidang keperawatan umumnya dan para tenaga perawat RSUD dr. M.

Yunus khususnya dalam memahami hubungan hipertiroid dengan kejadian Hipertensi.

1.4.2. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan bagi peneliti tentang penyakit hipertiroid

1.4.3. Bagi institusi Pendidikan

Menambah bacaan ilmiah atau literature tentang Hipertiroid, bagi STIKES Tri Mandiri Sakti (

TMS ) Bengkulu dan merupakan bahan dasar untuk penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Hipertiroid

2.1.1. Anatomi Fisiologi Kelenjar Tiroid

a. Anatomi
Kelenjar Tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan

oleh hismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini

pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengana gerakan

terangkatnya kelenjar kearah cranial, yang merupakan cirri khas kelenjar tiroid.

Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5 – 4 cm, lebar 1,5 – 2

cm dan tebal 1 – 1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan

yodium. Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10 – 20 gram. Aliran darah ke kelenjar

tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit. Dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini akan

meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas diujung bawah

kelenjar.

6
Mengingat yodium merupakan unsur pokok dalam pembentukan hormone tiroid, maka harus
selalu tersedia yodium yang cukup dan berkesinambungan. Yodium dalam makanan berasal dari
makanan laut, susu, daging, telur, air minum, garam beryodium dan sebagainya.
Yodium diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung dan sepertiga hingga setengah

ditangkap kelenjar tiroid, sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Ditaksir 95% yodium tubuh

tersimpan dalam kelenjar tiroid, sisanya dalam sirkulasi ( 0,04 – 0,57 % ) dan jaringan. ( Sudoyo

W aru,2007 ).

Biosentesis hormone tiroid : Hormon tiroid amat istimewa karena mengandung 59 – 65

% elemen yodium. Hormon tiroid T4 dan T3 berasal dari iodinasi cincin fenol residu tirosin yang

ada di tiroglobulin. Awalnya terbentuk mono dan diiodotirosin, yang kemudian mengalami

proses penggandengan ( coupling ) menjadi T3 dan T4.

Sejumlah besar T3 dan T4 disimpan dalam bentuk tiroglobulin selama berminggu –

minggu. Saat hormone tiroid akan dilepas dibawah pengaruh TSH, enzim proteolisis
memisahkan hormone dari tiroglobulin. Hormon berdifusi dari hormone folikel melalui sel – sel

folikular dan masuk ke sirkulasi darah.

Sebagian besar hormone tiroid yang bersirkulasi bergabung dengan protein plasma (

terutama globulin pengikat tiroksin yang diproduksi hati ) untuk transfor.

Proses biosentesis hormone tiroid secara skematis dapat dilihat dalam beberapa tahap,

sebagian besar di stimuli oleh TSH, yaitu Tahap trapping, tahap oksidasi, tahap coupling, tahap

penimbunan atau stroge, tahap deiodinasi, tahap proteolisi, tahap pengeluaran hormon dari

kelenjar tiroid. ( Sudoyo W aru, 2007 ).

b. Fisiologi

Hormon tiroid meningkatkan laju metabolic hampir semua sel tubuh. Hormon ini

menstimulus konsumsi oksigen dan memperbesar pengeluaran energy, terutama dalam bentuk

panas, antara lain :

a. Termoregulasi ( jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan temperature sub- optimal )

dan kalorigenik.

b. Metabolisme protein. Dalam dosis fiiologis kerjanya bersifat anabolic, tetapi dalam dosis

bersifat katabolik.

c. Metabolisme karbohidrat bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat cadangan

glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis dan degradasi insulin meningkat.

d. Metaboisme lipid. Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol

dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid

kolesterol total, Kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

e. Vitamin A. konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormone Tiroid,

sehingga pada Hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia, kulit kekuningan.


f. Lain – lain. Gangguan metabolism keratin menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal

meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare; gangguan faal hati; anemia defisiensi

fed an hipertiroidisme. ( Sudoyo W aru, 2007 )

Pertumbuhan dan maturasi normal tulang , gigi, jaringan ikat, dan jaringan syaraf

bergantung dengan hormon-hormon tiroid.(Sloane Ethel : 2004 ). Pada fisiologik, hormone

Tiroid juga memiliki efek, antara lain pertumbuhan fetus, efek pada konsumsi

oksigen,kardiovaskular, simpatik, hemapoetik, gastrointestinal, skelet, Neuromuskular, endokrin.

(Soeparman, 2007 )

Hormon perangsang Tiroid , Tyroid stimulating Hormone (TSH), Hormon ini mensekresi

tiroksin dan triiodotirosin oleh kelenjar Tiroid. Efeknnya yang spesifik terhadap kelenjar Tiroid

adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil akhirnya

adalah dengan terlepasnya hormone-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan berkurangnya

subtansi folekul itu sendiri.

b. Meningkatkan aktivitas pompa natrium, yang meningkatkan kecepatan “penjeratan iodide

(iodide trapping)” di dalam sel-sel kelenjar, kadangkala meningkatkan rasio konsentrasi iodide

ekstraseluler sebanyak delapan kali normal.

c. Meningkatkan iodinasi tirosin dan meningkatkan proses penggandengan (coupling) untuk

membentuk hormon Tiroid.

d. Meningkatkan ukuran dan meningkatkan aktivitas sektretorik sel sel Tiroid.

e. Meningkatkan jumlah sel sel Tiroid, disertai dengan perubahan sel sel kuboid menjadi sel

kolumnar dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.


Ringkasnya, TSH meningkatkan semua aktivitas sekresi sel kelenjar tiroid yang diketahui.

(Sloane Ethel : 2004). Fungsi utama T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolic

seluler. Kedua hormone ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat proses

metabolisme.(Smeltzer C Suzanne, 2002)

2.1.2. Pengertian Hipertiroid

Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolic yang merupakan akibat dari

produksi hormon tiroid yang berlebihan. (Dongoes E,Marilynn , 2005)

Hipertiroid darah tirotoksitosis sebagai produksi Tiroid itu sendiri. (Arief Mansjoer,

2001)

Hipertiroid adalah Respon Jaringan-jaringan tubuh akibat faktor metabolik hormon tiroid

yang berlebihan. (Sylvia, 2005)

2.1.3. Klasifikasi Hipertiroid

Terdapat dua tipe hipertiroidisme yaitu penyakit graves dan goiter nodular toksik. (Price

A,Sylvia, 1995).

a. Penyakit Graves

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) dipercaya disebabkan oleh suatu antibodi yang

merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon ttiroid yang berlebihan.

Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar 30 sampai 40 tahun dan lebih sering

ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki .Terdapat predisposisi familial pada penyakiti ini

dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati atoimun lainnya.Pada penyakit graves

terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin

tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan
Hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Manifestasi ekstratiroidal berupa

oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati

yang ditemukan pada 50 % sampai 80 % pasien ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra

melebar, kedipan berkurang, lid dag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan

mata. Sylvia. A. Price, 2006 )

b. Goiter nodular toksika

Goiter nodular toksika paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai

komplikasi goiter nodular kronik. Pada pasien ini hipertiroidisme timbul secara lambat dan

manifestasi klinisnya lebih ringan dari pada penyakit graves.

Pada goiter nodular toksika, satu atau beberapa nodul di dalam tiroid menghasilkan

terlalu banyak hormon tiroid dan berada di luar kendali TSH (thyroid stimulating hormone).

Nodul tersebut benar-benar merupakan tumor tiroid jinak dan tidak berhubungan dengan

penonjolan mata serta gangguan kulit pada penyakit Graves.

Hipertiroidisme sekunder bisa disebabkan oleh tumor hipofise yang menghasilkan terlalu

banyak TSH, sehingga merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan.

Penyebab lainnya adalah perlawanan hipofise terhadap hormon tiroid, sehingga kelenjar hipofise

menghasilkan terlalu banyak TSH. (Sylvia. A. Price, 2006)

2.1.4. Penyebab Hipertiroid

Menurut Soeparman, 2007. Penyebab Hipertiroid (Tirotoksikosis) 70 % adalah Penyakit

Graves, sisanya karena gondok multinodular toksik dan adenoma toksik.

2.1.5. Patofisiologi
Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dri

hormone tiroid yaitu tiroksin ( T4 ) dan triiodotirosin ( T3 ). Didapatkan pula peningkatan

produksi triiodotirosin (T3 ) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin ( T4 ) di jaringan

perifer.

Dalam keadaan normal homon tiroid berpengaruh terhadap metabolism jaringan, proses

oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein. Hormon – hormone tiroid ini

berpengaruh terhadap semua sel – sel dalam tubuh melalui mekanisme transfor asam amino dan

elektrolit dari cairan ekstra seluler kedalam sel, aktivasi/ sintesa protein enzim dalam sel dan

peningkatan proses – proses intraseluler.

Pada mamalia dewasa khasiat hormone tiroid terlihat antara lain :

- aktivitas lipolitik yang meningkat pada jaringan lemak.

- Modulasi sekresi gonadotropin.

- Mempertahankan pertumbuhan proliferasi sel dan maturasi rambut.

- Merangsang pompa natrium dan jalur glikolitik, yang menghasilkan kalorigenesis dan

fosforilasi oksidatif pada jaringan hati ginjal dan otot.

Dengan meningkatnya kadar hormone ini maka metabolism jaringan, sintesa protein dan

lain – lain akan terpengaruh, keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya palpitasi,

takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu makan yang meningkat, berat

badan yang menurun. Kadang – kadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat

badan, payah jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui sebabnya.

Patogenesis penyakit Graves masih belum jelas diketahui. Diduga peningkatan kadar

hormon tiroid ini disebabkan oleh suatu activator tiroid yang bukan TSH yang menyebabkan

kelenjar timid hiperaktif. Aktivator ini merupakan antibodi terhadap reseptor TSH, sehingga di
sebut sebagai antibody reseptor TSH. Antibodi ini sering juga disebut sebagai thyroid

stimulating immnunoglobulin ( TSI ). Dan ternyata TSI ini ditemukan pada hampir semua

penderita penyakit Graves.

Selain itu penyakit graves sering pula ditemukan antibody terhadap tiroglobulin dan anti

mikrosom. Penelitian lebih lanjut menunjukan bahwa kedua antibody ini mempunyai peranan

dalam terjadinya kerusakan kelenjar tiroid. Antibodi mikrosom ini bias ditemukan hampir pada

60-70% penderita Graves bahkan dengan pemeriksaan radoassay bias ditemukan pada hampir

semua penderita, sedangkan antibody tiroglobulinbisa ditemukan pada 50 % penderita.

Terbentuknya autoantibody tersebut diduga karena adanya efek dari control immunologic (

immunoregulation ) defek ini dipengaruhi oleh faktor genetic seperti dan faktor lingkungan

seperti infeksi atau sters.

Pada toxic nodular goiter peningkatan kadar hormon tiroid disebabkan oleh autonomisasi

dari nodul yang bersangkutan dengan fungsi yang berlebihan sedangkan bagian kelenjar

selebihnya fungsinya normal atau menurun. ( Sumual A.R, 1992 )

2.1.6. Manifestasi klinis

- Palpitasi

- Peningkatan denyut jantung, peningkatan curah jantung, peningkatan tekanan nadi perifer, dan

peningkatan Tekana darah.

- Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas,peningkatan kepekaan terhadap katekolamin.

- Peningkatan laju metabolism basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap panas,

keringat berlebihan.

- Penurunan baerat, peningkatan rasa lapar ( nafsu makan baik )

- Penigkatan frekuensi buang air besar.


- Gondok ( biasanya ), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid

- Gangguan reproduksi

- Tidak tahan panas.

- Cepat letih.

- Tanda bruit.

- Haid sedikit dan tidak tetap.

- Pembesaran kelenjar tiroid.

- Mata melotot ( Exoptalamus ).

( Sumual A.R, 1992 )

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis penyakit ini harus dilakukan beberapa pemeriksaan :

1. Tes darah laboratorium untuk melihat kadar hormone T3, T4 dan TSH.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada Hipertiroid adalah :

- T3 menimgkat, nilai normal 70 – 220 ug/dl ( 1,15 – 3,10 nmol/ L).

- T4 meningkat, nilai normal 4,5 s/d 11,5 ug/dl ( 58,5 – 150 nmol/ L).

- TSH menurun, ( nilai normal 0,4 s/d 6,0 uiu/ ml ).

2. Pada kelenjar Tiroid yang membesar pada syaraf tertentu. Kelenjar tersebut tarasa lunak dan

pada palpasi dapat terasa pulsasi; vibrasi sering dapat dirasakan dan suara bruit terdengar pada

arteri tiroid yang merupakan tanda – tanda peningkatan aliran darah lewat organ tersebut.

( Smeltzer C. Suzanne, 2002 ).

2.1.8. Komplikasi
Badai tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang

terjadi secara tiba – tiba. Badai tiroid bias menyebabkan Demam, kelemahan dan pengkisutan

otot yng luar biasa, Kegelisahan, perubahan suasana hati, Kebingungan, perubahan kesadaran (

bahkan sampai terjadi koma ), pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan.

Badai tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan

tindakan segera. Tekanan yang berat pada jantung bias menyebabkan kertidakteraturan irama

jantung yang bias berakibat fatal ( aritmia ) dan syok. ( Sumual A.R, 1992 ).

2.1.9. Penatalaksanaan

Beberapa faktor harus dipertimbangkan, ialah :

1. Faktor penyebab hipertiroid.

2. Umur penderita.

3. Berat ringanya penyakit.

4. Ada tidaknya penyakit lain yang menyertai.

5. Tanggapan penderita terhadap pengobatanya.

6. Sarana diagnostik dan pengobatan serta pengalaman dokter dan klinik yang bersangkutan.

Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroid meliputi :

- Pengobatan umum

- Pengobatan khusus

- Pengobatan dengan penyulit

a. Pengobatan umum

1. Istirahat.
Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat.

Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/ mengganggu pikiran baik di

rumah atau ditempat bekerja.

Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit.

2. Diet.

Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena :

terjadinya peningkatan metabolism, keseimbangan nitrogen yang negative dan keseimbangan

kalsium yang negatif.

3. Obat penenang.

Mengingat pada penderita sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat

diberikan. Di samping itu perlu juga pemberian psikoterpai.

b. Pengobatan Khusus.

1. Obat antiroid.

Obat – obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium, lithium, perclorat

dan thiocyanat. Obat yang sering dipakai dari golongan thionamide adalah propylthiouracyl (

PTU ), 1 – methyl – 2 mercaptoimidazale ( methimazole, tapazole, MMI ), carbimazole. Obat ini

bekerja menghambat sintesis hormone tetapi tidak menghambat sekresinya, yaitu dengan

menghambat terbentuknya monoiodotyrosine ( MIT ) dan diiodotyrosine ( DIT ), serta

menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormone yang aktif. PTU juga

menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya lebih murah sehingga

pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan.


Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok sehingga pengaruh

pengobatan tergantung pada kpnsentrasi obat dalam kelenjar daripada di plasma. MMI dan

carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga dosis yang diperlukan hanya satu

persepuluhnya.

Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 -600 mg perhari untuk PTU atau 30 – 60 mg per

hari untuk MMI/ carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tanggal setiap 24

jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi akan

member remisi yang lebih besar.

Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal – gatal, skin rash dapat

ditanggulangi dengan pemberian antihistamin tanpa perlu penghentian pengobatan. Dosis yang

sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap, cholestatic jaundice dan kadang –

kadang agranulositosis ( 0,2 – 0,7% ), kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas

40 tahun menggunakan besar.

Efek samping lain yang jarang terjadi antara lain berupa : arthralgia, demam rhinitis,

conjunctivitis, alopecia, sakit kepala, edema, limfadenopati, hipoprotombinemia,

trombositopenia, gangguan gastrointestinal.

2. Yodium

Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa 3

minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang

bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibat terjadi penimbunan

hormon dan pada saat yodium dihentikan timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertiroid
menghebat. Pengobatan dengan yoodium digunakan untuk memperoleh efek yang cepat seperti

pada krisis tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya digunakan

dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per hari dengan dosis terbagi

yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan. Marigold dalam penelitian-nya

menggunakan cairan Lugol dengan dosis ½ ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan ’10 hari

sebelum dan sesudah operasi.

3. Penyekat Beta (Beta Blocker)

Terjadi keluhan dan gejala hipertiroid diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas pada

sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya

kepekaan reseptor terhadap katekolamin.

Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat pengaruh

hati. Reserpin, guanetidin, dan penyekat beta (propranolol) merupakan obat yang masih

digunakan.

Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama dalam kasus-

kasus yang berat. Biasanya dalam 24 – 36 jam setelah pemberian akan tampak penurunan gejala.

Khasiat propranolol

- Penurunan denyut jantung permenit

- Penurunan cardiac output

- Perpanjangan waktu refleks Achilles

- Pengurangan nervositas

- Pengurangan produksi keringat

- Pengurangan tremor
Disamping pengaruh pada reseptor bête, propranolol dapat menghambat konversi T4 ke T3

di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu ± 4 – 6 jam hipertiroid dapat kembali

lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan dosis tunggal propranolol sebagai

persiapan operasi dapat menimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi.

Penggunaan propranolol antara lain sebagai : persiapan tindakan pembedahan atau pemberian

yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan krisis tiroid. (Sumual A.R, 1992)

4. Tiroidektomi

Prinsip umum : operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun

biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali, 5 tetes solusio lugol fortiori 7 – 10 jam preoperative,

dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi vaskularitas tiroid. (Soeparman, 2007)

5. Yodium Radioaktif (radio active iodium – RAI)

Pengobatan dengan RAI dilakukan pada kebanyakan pasien dewasa dengan penyakit

graves tetapi biasanya mempunyai kontraindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil. Pada

pasien dengan goiter nodular toksik dapat juga digunakan obat-obat antitiroid atau ablatif dengan

RAI. (Price A. Sylvia, Vol 2, 2002)

2.2. Konsep Dasar Hipertensi

2.2.1. Pengertian Hipertensi

Menurut Tom Smith (1991) Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah

tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas

normal.
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan darah sistolik diatas 140

mmHg dan tekanan diastolic diatas 90 mmHg. (Brummer dan Studdarth, 2001)

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak

pada tiga kesempatan yang berbeda. Secara umum seorang dianggap hipertensi apabila tekanan

darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolic. (Elizabeth. J. Corwi.

2001)

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 90 mmHg.

(Sylvia. A. Price. 2005)

Menurut WHO (1978) batas tekanan darah yang dianggap normal adalah 140 mmHg dan

tekanan darah sama dengan atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai Hipertensi.

2.2.2. Faktor Risiko

Faktor risiko adalah faktor-faktor yang bila semakin banyak menyertai penderita

hipertensi maka dapat menyebabkan orang tersebut akan menderita tekanan darah tinggi yang

lebih berat lagi. Ada faktor risiko yang dapat dihindarkan atau dirubah, namun ada juga yang

tidak.

1. Faktor risiko yang dapat dihindarkan atau dirubah

a. Lemak dan Kolestrol

Memang lemak yang didapat dari makanan tidak seharusnya merupakan kolestrol. Namun,

lemak merupakan penyumbang kolestrol terbesar. Kolestrol yang berlebihan ini akan menempel

pada permukaan sebelah dalam dinding pembuluh darah yang sudah terluka akibat gesekan

tekanan darah pada hipertensi. Proses penumpukan kolestrol ini disebut arteriosklerosis.

b. Garam
Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam berlebihan atau makan-makanan

yang diasinkan dengan sedirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang

berlebihan atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam

sama sekali dalam makanan. Sebaiknya jumlah garam yamg dikonsumsi dibatasi.

c. Daging Kambing, buah durian, dan minuman beralkohol memang enak disantap, akan tetapi

penderita hipertensi harus menjauhinya, ketiga macam minuman tersebut memang sifatnya

panas, sehingga tekanan darah meninggi usai memakan makanan ini.

d. Rokok dan Kopi

Dalam rokok terdapat zat nikotin yang merupakan penyebab ketagihan merokok akan

merangsang jantung, syaraf, otak, dan bagian tubuh lainnya tidak bekerja normal. Nikotin juga

merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi dan tekanan

kontraksi otot jantung. Selain itu meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan dapat

menyebabkan gangguan irama jantung (Aritma).

Selain rokok, kopi juga berakibat buruk bagi penderita hipertensi. Kopi mengandung kafein yang

dapat meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah.

e. Obesitas

Berdasarkan hasil penelitian bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien dengan

obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibanding dengan penderita yang mempunyai berat badan

normal dengan tekanan darah yang setara. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal,

sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas rennin plasma yang rendah.

f. Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olahraga isotonik

dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah.(Arjatmo

Tjokronegoro,2001)

2. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah

a. Genetik

Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di Negara barat lebih banyak menderita

hipertensi lebih tinggi tingkat hipertensinya dan lebih besar tingkat morbiditas maupun

mortalitasnya sehingga diperkirakan ada kaitan hipertensi dengan perbedaan genetik. Beberapa

peneliti mengatakan terdapat kelainan gen angiostensin tetapi mekanisme mungkin bersifat

poligenik.

b. Lingkungan

Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi kelompok daerah kurang

makmur dengan daerah maju, seperti bangsa Induan amerika selatan yang tekanan darahnya

rendah dan tidak banyak meningkat sesuai dengan pertambahan usia dibanding masyarakat barat.

c. Jenis kelamin

Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan menopause disbanding pria, hal ini

menunjukkan adanya pengaruh hormon. (Hounh Gray, dkk, 2005)

2.2.3.Kalasifikasi Hipertensi

Hipertensi dilkasifikasikan menurut kesepakatan The Seventh of the Joint National

committee on prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ( JNC 7 )

batasanya adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg.

Penentuan klasifikasi ini didasarkan rata – rata dua kali pengukuran tekanan darah dalam posisi
duduk. Pasien yang memiliki tekanan darah dalam golongan prehipertensi memiliki rasio dua

kali lebih besar untuk mengalami hipertensi.

Tabel 2.1

Kalsifikasi Hipertensi menurut JNC 7

Kalsifikasi Tekanan TDS ( mmHg ) TDD ( mmHg )

Darah

Normal < 120 < 80

Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 89

Stage 1 Hipertensi 140 – 159 90 – 99

Stage 2 Hipertensi ≥ 160 ≥ 100

Sumber : Andra, 2006

Menurut MM Kaplan ( Bapak Ilmu penyakit Dalam ) memberikan batasan dengan

membedakan sia dan jenis kelamin sebagai berikut :

1. Pria, Usia < 45 tahun , dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring >

130/90 mmHg.

2. Pria, Usia > 45 tahun, dikatakan Hipertensi apabila tekanan darahnya > 145/95 mmHg.

3. Pada wanita tekanan darahnya > 160/95 mmHg, dinyatakan hipertensi

Menurut penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua, Yaitu :

1. Hipertensi Esensial / Primer


Yaitu Hipertensi yang etiologinya tidak diketahui dan meliputi lebih kurang 90 % kasus

hipertensi. Hipertensi esensial dapat diklasifikasikan sebagai benigna dan maligna. ( FKUI, 1973

a. Hipertensi Benigna

Laju perkembangan hipertensi esensial jinak berbeda – beda, tetapi biasanya memiliki

perkembangan yang berjalan secara progresif lambat. Biasanya lebih banyak terjadi pada dewasa

akhir khususnya dengan kontrol yang tidak teratur. ( Brunner dan Suddarth, 2002 )

Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur – struktur pada

arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi ( sklerosis ) dinding pembuluh

darah. Organ – organ sasaran utama keadaan ini adalah jantung, otak, ginjal. ( Sylvia price, 2006

Pada ginjal akibat hipertensi yang lama akan terjadi nefrosklerosis. Nefrosklerosis adalah

pengerasan atau sklerosis arteri ginjal. Penyakit ini menyebabkan penurunana aliran darah ke

ginjal dan bercak nekrosis parenkim renal. Kadang – kadang terjadi fibrosis dan glomerulus

rusak. Pasien ini jarang mengeluhkan gejala renal, meskipun urine mengandung protein dan

sedimen. Insufisiensi renal dan tanda serta gejala yang berhubungan muncul kemudian setelah

penyakit terjadi. ( brunner dan Suddarth, 2002 ).

Selain itu Nefroklerosis benigna ini merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan

lumen pembuluh darah intra renal. Ginj dapat mengecil, biasanya simetris, dan mempunyai

permukaan yang berlubang. ( Sylvia Price, 2006 ).

b. Hipertensi Maligna
Hipertensi maligna bisa diartikan hipertensi berat dengan tekanan diastolic lebih tinggi dari

120 sampai 130 mmHg. Hipertensi maligna ini dapat terjadi setiap saat dalam perjalanan

hipertensi jinak.( Sylvia Price, 2006 )

Hipetensi maligna ini juga dapat diartikan hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak

diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3 – 6 bulan, dimana dengan tekanan

sistoliknya mencapai 210 mmHg atau lebih dan tekanan sistoliknya 120 mmHg atau lebih (

Medicastro, 2004 )

Hipertensi dipercepat, berat atau hipertensi maligma ini terjadi pada < 1 % pasien dengan

hipertensi primer, tetapi lebih sering pada kasus – kasus hipertensi sekunder.

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebab dan

patofisiologinya diketahui, sehingga dapat dikendalikan dengan obat – obatan atau pembedahan (

Arjatmo Tjokronegro, 2001 ). Sekitar 5 % kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya dan

dapat dikelompokan seperti dibawah ini :

a. Penyakit parenkim ginjal ( 3 % )

Setiap penyebab pada ginjal ( glomerulunefritis, pieolonefritis, sebab sebab penyumbatan )

yang menyebabkan kerusakan parenkim akan cendrung menimbulkan hipertensi dan hipertensi

itu sendiri akan mengakibatkan kerusakan ginjal (Houn H.Gray, 2005 ).

b. Penyakit Renovaskuler ( 1 % )

Hipertensi renovaskuler ialah peningkatan tekanan darah sekuder yang disebabkan oleh

penurunan perfusi ginjal, baik bilateral, unilateral, maupun segmental. Penyebabnya adalah

penyakit renovaskuler yang menyebabkan pasukan darah


ginjal dan secara umum dibagi atas aterosklerosis yang terutama mempengaruhi sepertiga

bagian proksimal arteri renalis dan paling sering terjadi pada usia lanjut dan fibrodisplasia yang

terutama mempengaruhi 2/3 bagian distal, dijumpai paling sering pada individu muda terutama

perempuan. Penurunan pasokan darah ginjal akan memacu produksi rennin ipsilateral dan

meningkatkan tekanan darah.

c. Endokrin ( 1% )

Pertimbangan aldosteronisme primer ( sindrom corn ) jika terdapat hipokalemia bersama

hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rennin yang rendah akan mengakibatkan kelebihan (

overload ) natrium dan air.

d. Sindrome chusing

Disebabkan oleh Hyperplasia adrenal secara bilateral yang disebabkan oleh adenoma

hipofisis yang menghasilkan ACTH ( adrenocorti cotropic hormone ) pada dua per tiga kasus.

Perlu dicurigai jika terdapat hipertensi bersama dengan obesitas, kulit tipis, kelemahan otot –

otot dan osteoporosis.

e. Hiperplasia adrenal congenital

Merupakan penyebab hipertensi pada anak ( jarang )

f. Feokromositoma

Disebabkan oleh tumor sel kromatin asal neural yang mensekresikan ketekolamin , 90 %

berasal dari kelenjar adrenal, kurang lebih 10 % terjadi di tempat lain dalam rantai simpatis, 10

% dari tumor ini ganas, dan 10 % adenoma adrenal adalah bilateral. Feokromostima di curigai

jika tekanan darah berfluktasi tinggi, disertai takikardia, berkeringat, atau edema paru karena

gagal jantung.

g. Koarktasis Aorta
Paling sering mempengaruhi aorta pada atau distal dari arteri subklavia kiri dan

menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan di kaki, dengan denyut nadi arteri

femoralis lemah atau tidak ada.

h. Akibat otot

Penggunaan obat yang paling sering banyak berkaitan dengan hipertensi adalah pil

kontrasepsi oral ( OCP ) dengan 5 % perempuan mengalami hipertensi dalam 5 tahun sejak

mulai penggunaan, perempuan usia lebih tua ( > 35 tahun ) lebih mudah terkena, begitu pula

dengan perempuan yang pernah mengalami hipertensi selama hamil.

Pada 50 % ttekanan darah akan kembali normal dalam 3 – 6 bulan sesudah penghentian pil.

Tiadak jelas apakah hipertensi ini disebabkan oleh pil atau apakah penggunaan pil memunculkan

predisposisi yang selama ini tersembunyi. Penggunaan estrogen pasca menopause bersifat

kardioprotektif dan tidak meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang terkait dengan hipertensi

termasuk siklosporin, eritropoletin dan kokain ( Houn H. Gray, 2005 )

3. Krisis hipertensi

Yaitu keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera karena akan

mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tinggi tekanan darah bervariasi yang terpenting

adalah cepat naiknya tekanan darah ( Dirli, 2008 ). Secara praktis krisis hipertensi dapat

diklasifikasikan berdasarkan prioritas pengobatan, sebagai berikut :

a. Hipertensi Emergensi ( darurat )

Ditandai dengan tekanan darah diastolic > 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ

sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/ kondisi.keterlambatan pengobatan akan
menyebabkan timbulnya sequel atau kematian. Tekanan darah harus diturunkan sampai batas

tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit

atau ICU.

b. Hipertensi Urgensi ( Mendesak )

Diatandai dengan tekanan darah diastolic > 120 mmHg dengan tanpa kerusakan/

komplikasi minimum dari organ sasaran. Tekanan darah harus diturunkan dalam 24 jam sampai

batas yang aman memerlukan terapi parenteral.

Menurut Abdul majid ( 2004 ), faktor – faktor yang dapat mempresipitasi krisis

hipertensi, keadaan – keadaan klinis yang sering memprespitasi timbulnya krisis hipertensi,

antara lain :

1. Kenaikan tekanan darah tiba – tiba pada penderita hipertensi kronis esensial ( tersering )

2. Hipertensi renovaskuler

3. Glomerulonefritis akut

4. Sindroma withdrawal anti hipertensi

5. Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat

6. Renin sekretin tumor

7.

2.2.4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat

vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras syaraf simpatis, yang

berlanjut ke bawah konda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis

di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang

bergerak kebawah melalui system syaraf ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetil kolin yang akan merangsang serabut syaraf pasca ganglion ke pembuluh

darah, dimana dengan dilepaskanya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah

terhadap rangsang vasokonstriktor.

Pada saat bersamaan dimana system syaraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai

respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokontriksi pembuluh dara. Vasokontriksi yang mengakibatkanpenurunana aliran

darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiostensin I

yang kemudian diubah menjadi angiostensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensio natrium

dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volumeintravaskuler. Semua faktor

tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. ( Brunner dan Suddarth, 2002 )

2.2.5. Gejala

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala. Gejala yang

dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan,

yang bisa saja terjadi pada penderita hipertensi. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak

diobati, bisa timbul gejala sakit kepala kelelahan, muntah, sesak nafas, pandangan menjadi

kabur, yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma

karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut sebagai ensefalopati hipertensif (

Medicastro, 2008 ). Sedangkan menurut Lany gunawan ( 2001 ) gejala klinis yang dialami oleh
penderita hipertensi biasanya : pusing mudah marah, sukar tidur, rasa berat di tengkuk, mudah

lelah, mata berkunang – kunang ( Lany Gunawan, 2001 )

2.2.6. Komplikasi

Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu apabila tekanan diastolic

sama atau > 130 mmHg, atau kenaikan tekanan darah yang mendadak tinggi. Alat tubuh yang

sering terserang akibat hipertensi adalah mata, ginjal, jantung, dan otak.

Komplikasi akibat hipertensi adalah sebagai berikut : ( sidabutar, 1996 )

1. Hipertensi maligna.

2. Jantung : Gagal jantung, hipertropi, infark.

3. Ginjal : Sklerosis, gagal ginjal.

4. Pembuluh darah besar : Aneurisma, robeknya pembuluh darah.

5. Serebral : Iskemia, thrombosis, perdarahan.

2.2.7. Diagnosa

Tekanan darah diukur setelah seorang duduk atau berbaring selama 5 menit. Angka

140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat

ditegakkan hanya dalam satu kali pengukuran. Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil

yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukursebanyak 2 kali pada 2

hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya

menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya

hipertensi.

Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama, terutama

pembuluhdarah, jantung, otak dan ginjal. Retina ( Selaput peka cahaya pada permukaan dalam
bagian belakang mata ) merupakan satu satunya bagian tubuh yang secara langsung bisa

menunjukan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola ( pembuluh darah lainnya di dalam

tubuh, seperti ginjal ). Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan

menentukan derajat kerusakan retina ( retinopati ), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.

Perubahan dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa ditemukan pada

elektrokardiografi ( EKG ) dan foto rontgen dada. Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal bisa

diketahui terutama melalui pemeriksaan air kemih. Adanya sel darah dan albumin ( sejenis

protein ) dalam air kemih bisa merupakan petunjuk terjadinya kerusakan ginjal.

2.2.8. Penatalaksanaan

1. Pengobatan Hipertensi Primer

Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah

terjadinya komplikasi. Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita :

a. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk mengurangi berat

badannya sampai batas ideal.

b. Merubah pola makan pada penderita kegemukan atau kadar kolesterol darah tinggi. Mengurangi

pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium klorida setiap harinya ( disertai dengan

asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup ) dan mengurangi alcohol.

c. Olahraga aerobik yang tidak terlalu berat

Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya

d. Berhenti merokok

e. Pemberian obat - obatan , yaitu :

- Diuretik thiazide
Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air yang akan mengurangi volume cairan di

seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran

pembuluh darah. Diuretik juga menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga

kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium. Diuretik sangat efektif pada orang

kulit hitam, lanjut usia, kegemukan, penderita gagal jantung / penyakit ginjal menahun.

- Penghambat adrenergic

Merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfablocker, betablocker, dan alfa – beta

blocker labetalol, yang menghambat efek system syaraf simpatis. Sistem syaraf simpatis adalah

system syaraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stress, dengan cara

meningkatkan tekanan darah.

- Angiotensin converting enzim inhibitor ( ACE – inhibitor ) menyebabkan penurunan tejanan

darah dengan cara melebarkan arteri.

- Angiostensin II blocker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang

mirip dengan ACE – inhibitor

- Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya penurunan tekanan darah dengan mekanisme yang

benar – benar berbeda.

- Vasidilator langsung

Menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan

sebagai tambahan terhadap obat anti hipertensi lainnya.

Menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari g

- Kedaruratan Hipertensi ( misalnya : Hipertensi maligna ) memerlukan obat yang menurunkan

tekanan darah tinggi dengan segera


Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan darah dengan cepat dan sebagian

besar diberikan secara intravena ( melalui pembuluh darah )

1. Diazoxide

2. Nitroprusseide

3. Nitroglyserin

4. Labetalol

Nifedipine merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat cepat dan bisa diberikan

peroral ( ditelan ), tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga pemberianya harus

diawasi secara ketat.

2. Pengelolaan Hipertensi Sekunder

Pengobatan hipertensi sekunder tergantung penyebabnya. Mengatasi penyakit ginjal

kadang dapat mengembalikan tekanan darah ke normal atau paling tidak menurunkan tekanan

darah. Penyempitan arteri bisa diatasi dengan memasukan selang yang pada ujungnya terpasang

balon dan mengembangkan balon tersebut atau bisa dilakukan pembedahan untuk membuat jalan

pintas ( Operasi Bypass ). Tumor yang menyebabkan hipertensi ( misalnya feokromositoma )

biasanya diangkat melalui pembedahan.

2.2.9.Pencegahan

Perubahan gaya hidup bisa membantu mengendalikan tekanan darah tinggi. Perubahan

gaya hidup dan obat – obatan bisa menurunkan tekanan darah tinggi sampai pada batas normal :

1. Olahraga dan mempertahankan berat badan normal

2. Makanan sehat rendah lemak kaya akan sumber vitamin dan mineral alami
3. Obat – obat anti hipertensi : Diuretik, beta blocker, pengganitian kalium, penghambat saluran

kalsium, ACE inhibitor ( Medicastro, 2010 )

2.3. Hubungan Hipertiroid dengan kejadian Hipertensi

Hormon tiroid memiliki efek pada otot jantung, sirkulasi perifer dan system syaraf

simpatis yang berpengaruh terhadap hemodinamik kardiovaskuler pada penderita hipertiroid.

Perubahan yang utama meliputi : peningkatan denyut jantung, kontraktilitas otot jantung, curah

jantung, relaksasi diastolik dan penggunaan oksigen oleh otot jantung serta penurunan resistensi

vaskuler penggunaan oksigen oleh otot jantung serte penurunan resistensi vaskuler sistemik dan

tekanan diastolic. Gangguan fungsi kelenjar tiroid dapat menimbulkan efek yang dramatic

terhadap sistem kardiovaskuler, seringkali menyerupai penyakit jantung primer. ( Sumual

A.R, 1992 )

Penderita hipertiroid sering mengalami keluhan sesak napas. Hal ini dapat dijelaskan

karena pada penderita hipertiroid terdapat kenaikan curah jantung dan konsumsi oksigen pada

saat maupun setelah melakukan aktivitas. Selain itu kapasitas vital pada penderita hipertiroid

akan menurun disertai dengan gangguan sirkulasi dan ventilasi paru. Frekuensi nadi biasanya

meningkat ( 90 – 125 kali/ menit ) dan akan bertambah cepat jika beraktivitas serta ada

perubahan emosi. Akibat adanya curah jantung yang tinggi dan resistensi perifer yang rendah

maka tidak jarang pada penderita hipertiroid dijumpai gambaran nadi yang mirip dengan

insufisiensi aorta berupa pulsus seller dan magnus .Nadi yang lebih dari 80 kali/ menit pada saat

istirahat perlu dicurigai adanya suatu hipertiroid. ( Sumual A.R, 1992 )


T3 menstimulasi Transkripsi myosin yang mengakibatkan kontraksi otot miokard

menguat, dan Ca² + ATP ase direticulum sarkoplasma meningkatkan tonus diastolic, mengubah

konsentrasi protein G, reseptor adrenergic, sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek

ionotrofik positif. Secara klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung, tekanan darah, dan

takikardia. ( soeparman, 2007 ).

Meningkatnyametabolisme dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan

memperbanyak jumlah produk akhir dari metabolism yang dilepaskan dari jaringan. Efek ini

menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran

darah. Sebagai akibat peningkatan aliran darah dan curah jantung akan meningkat, seringkali

meningkat sampai 60 % atau lebih diatas normal bila terdapat kelebihan hormone tiroid. ( Ethel,

Sloane, 2004 )

Anda mungkin juga menyukai