Sindrom delirium adalah kegagalan otak akut yang berhubungan
dengan disfungsi otonom, disfungsi motorik, dan kegagalan homeostasis kompleks & multifaktorial, sering tidak terdiagnosis & ditangani dengan buruk. Epidemiologi Prevalensi delirium pada komunitas 1-2% prevalensi meningkat seiring bertambahnya umur (14% pada pasien usia 85 tahun) Di Indonesia, prevalensi di ruang rawat akut geriatrik RSCM adalah 23% (2004), sedangkan di ruang rawat inap 17% Sindrom delirium meningkatkan risiko kematian sampai 10 kali lipat, memperpanjang masa rawat, & meningkatkan kebutuhan perawatan dari petugas kesehatan & pelaku rawat Faktor Risiko Alkohol, heroin, ganja, PCP, dan LSD dapat menyebabkan gejala delirium.
Narkotika (meperidine) Obat penenang hipnotik (benzodiazepin) Histamin-2 (H2) blocker (simetidin) Kortikosteroid Sentral bertindak antihypertensives (metildopa, reserpine) Obat-obatan anti-Parkinson (levodopa) Klasifikasi Klasifikasi dan kriteria diagnosis delirium dapat berdasarkan DSM V (Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition). Kriteria DSM V tahun 2013 tidak berbeda dengan pada DSM IV-TR tahun 2000. DSM V mengklasifi kasi delirium menurut etiologi sebagai berikut:
1. Delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum.
2. Delirium intoksikasi substansi (penyalahgunaan obat). 3. Delirium penghentian substansi. 4. Delirium diinduksi substansi (pengobatan atau toksin). 5. Delirium yang berhubungan dengan etiologi multipel 6. Delirium tidak terklasifikasi. Patofisiologi Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, & mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat Perubahan transmisi neuronal yang dijumpai pada delirium melibatkan berbagai mekanisme, yang melibatkan 3 hipotesis utama, yaitu: 1. Efek langsung 2. Inflamasi 3. Stres 1. Efek Langsung Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem neurotransmiter, khususnya agen antikolinergik & dopaminergik Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia) dapat langsung mengganggu fungsi neuronal mengurangi pembentukan/pelepasan neurotransmiter Hiperkalsemia pada wanita dengan kanker payudara penyebab utama delirium 2. Inflamasi Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak (penyakit inflamasi, trauma, atau prosedur bedah) Respon inflamasi sistemik peningkatan produksi sitokin mengaktivasi mikroglia memproduksi reaksi inflamasi pada otak Selain merusak neuron, sitokin juga mengganggu pembentukan & pelepasan neurotransmiter Proses inflamasi berperan menyebabkan delirium pada pasien dengan penyakit utama di otak (terutama penyakit neurodegeneratif) 3. Stres Stres menginduksi sistem saraf simpatis melepaskan noradrenalin >> aksis hipotalamus-pituitari-adrenokortikal pelepasan glukokortikoid >> mengaktivasi glia & menyebabkan kerusakan neuron Hipoxemia, kelainan Inflamasi sistemik metabolik
Gangguan menyeluruh pada Obat-obatan Aktivasi primed
metabolisme otak mikroglia
Penurunan sintesis & Ketidakseimbangan Peningkatan sitokin di
pelepasan neurotransmiter neurotransmiter, gangguan otak dari komunikasi sinaps Diagnosis Delirium diklasifikasi berdasarkan sifat psikomotorik dalam 3 subtipe, yaitu: Delirium hipoaktif (25%) o Px tenang & menarik diri, tampilan klinis letargi & sedasi, respon lambat terhadap rangsangan, pergerakan spontan minimal o Cenderung tidak terdeteksi pada rawat inap Delirium hiperaktif (30%) o Px agitasi, hipervigilansi, sering disertai halusinasi & delusi o Lebih awal terdeteksi, berhubungan dengan peningkatan penggunaan benzodiazepin, sedasi berlebihan, & risiko jatuh Delirium campuran (45%) o Gambaran klinis baik hiperaktif maupun hipoaktif Suatu keadaan putus zat disertai komplikasi delirium :
Gejala prodromal khas berupa : insomnia,gemetar dan ketakutan.
Onset dapat didahului oleh kejang. Trias yang klasik dari gejalanya : - Kesadaran berkabut dan kebingungan. - Halusinasi dan ilusi yang nyata yang mengenai salah 1 modalitas sensorik. - Tremor hebat. Biasanya ditemukan waham,agitasi,insomnia atau siklus tidur yang terbalik dan aktivitas otonomik berlebihan.