setelah minum alkohol. Satu sampai dua hari sebelum masuk RSJ pasien merasakan mual,
anoreksia, keringat berlebihan, cemas, dan insomnia (sindroma ketergantungan fisik dan
psikis). Gejala-gejala tersebut biasanya mereda dengan minum alkohol. Pasien tersebut
memiliki keinginan kuat untuk selalu mengkonsumsi alkohol dan kesulitan dalam
menghentikan minum alkohol. Terdapat riwayat sering bertengkar dengan keluarga dan
membolos sekolah. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan, tekanan darah 135/85
mmHg, suhu 37,5o C, laju pernafasan 26 x/menit, dan nadi 84
x/menit. Tim medis melakukan penatalaksanaan kepada pasien dan memberikan terapi
farmakologi dan psikoterapi.
STEP 1
1. Sindroma ketergantungan fisik dan psikis
Ketergantungan fisiologis berarti tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai
hasil dari penggunaan obat-obatan psikoaktif secara teratur sehingga tubuh menjadi
tergantung pada pasokan zat yang rutin.
ketergantungan psikologis mencakup penggunaan obat-obatan secara kompulsif untuk
memenuhi kebutuhan psikologis, seperti tergantung pada obat untuk mengatasi stres.
ketergantungan fisik, ada beberapa tanda peringatan fisik yang harus diwaspadai: Hilang
ingatan, perubahan suasana hati, depresi, sifat lekas marah, sakit kepala, kejang, mual,
muntah, disorientasi,sesak napas, mulut kering, murid terbatas, pegal-pegal, denyut nadi
berubah, tekanan darah berubah, tremor dan bergetar, dan kaki gelisah.
Gejala ketergantungan psikologis bisa sangat kuat dan melemahkan. Mereka termasuk:
mengidam substansi yang intens, kehilangan nafsu makan, penyangkalan, ketidakmampuan
membayangkan mengatasi tanpa substansi, kehilangan nafsu makan, merasa gelisah saat
Anda tidak menggunakan zat tersebut, terobsesi secara mental untuk mendapatkan lebih
banyak obat, kecemasan ketika berpikir tidak bisa mengakses zat, insomnia yang berkaitan
dengan tidak bisa menggunakan obat, keinginan yang muncul secara sporadis, bahkan
bertahun-tahun setelah berhenti minum obat, dan perubahan suasana hati.
2. Anoreksia : gangguan makan berupa penolakan untuk melakukan makan dikarenakan
ketakutan bertambah BB dan biasanya dengan adanya perubahan pola makan
3. napza : bahan/zat yang kalo masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama
susunan syaraf pusat/otak, jd kalo disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik,
psikis/jiwa dan fungsi sosial.
STEP 3
1. Mengapa pasien kejang setelah minum alkohol?
2. Mengapa Satu sampai dua hari sebelum masuk RSJ pasien merasakan
mual, anoreksia, keringat berlebihan, cemas, dan insomnia (sindroma
ketergantungan fisik dan psikis) ?
3. Mengapa Gejala-gejala tersebut biasanya mereda dengan minum alkohol.
4. Mengapa Pasien tersebut memiliki keinginan kuat untuk selalu
mengkonsumsi alkohol dan kesulitan dalam menghentikan minum
alkohol?
5. Apa hubungan riwayat sering bertengkar dengan keluarga dan
membolos sekolah.
6. Bagaimana interpretasi dr Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan
kelainan, tekanan darah 135/85 mmHg, suhu 37,5o C, laju pernafasan 26
x/menit, dan nadi 84
x/menit.
7. Definisi dx dan klasifikasi ?
8. Bagaimana alur dx dan kriteria dx?
9. Apa DX dan DD?
10.Apa saja etiologi dan faktor resiko?
11. GEJALA KETERGANTUNGAN ALKHOHOL PLUS FASE
12.Bagaimana penatalaksanaan terapi ?farmakologi dan psikoterapi.
13. Faktor mengapa remaja menyentuh NAPZA
14.Definisi gg mental organik
15.Etiologi gg mental organik
16.Faktor resiko gg mental organik
17.Klasifikasi gg mental organik
18. Apakah perbedaan intoksikasi akut, sindroma ketergantungan dan keadaan
putus zat
19. Apa komplikasi dan prognosis dari sindroma
STEP 4
STEP 7
1. Mengapa pasien kejang setelah minum alkohol?
Alkohol juga dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia (karena
menghambat proses glukoneogenesis). Hipoglikemi alkohol terjadi akibat
dari puasa yang berkepenjangan dan konsumsi alkohol berlebih, ketika
cadangan glikogen hati habis dan alkohol menghambat gluconeogenesis.
Metabolisme alkohol menyebabkan peningkatan kadar NADH dalam tubuh.
Peningkatan kadar NADH dapat menyebabkan terganggunya proses
glukoneogenesis. NADH yang tinggi menghambat konversi laktat menjadi
piruvat. Piruvat dibutuhkan untuk proses glukoneogenesis
Seperti yang kita ketahui bahwa glukosa bahan bakar metabolisme yang
utama untuk otak. Oleh karena otak hanya menyimpan glukosa (dalam
bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga fungsi otak
yang normal sangat tergantung pada asupan glukosa dari sirkulasi. Oleh
sebab itu jika gula darah terlalu rendah maka organ pertama yang
terkena dampaknya adalah sistem saraf pusat, seperti sakit kepala akibat
perubahan aliran darah otak, konfusi, iritabilitas, kejang, dan koma.
Selain itu, hipoglikemia juga menyebabkan pengaktifan sistem saraf
simpatis yang menstimulasi rasa lapar, gelisah, berkeringat dan
takikardia.
Max Bayard, M.D., Jonah Mcintyre, M.D., Keith R. Hill, M.D., and Jack
Woodside, Jr., M.D., East Tennessee State University, James H. Quillen
College of Medicine, Johnson City, Tennessee
Am Fam Physician. 2004 Mar 15;69(6):1443-1450.
Intinya gini gais :
Alkohol menyebabkan terjadinya hipoglikemia (karena menghambat proses
glukoneogenesis). Metabolisme alkohol menyebabkan peningkatan kadar
NADH dalam tubuh. Peningkatan kadar NADH dapat menyebabkan
terganggunya proses glukoneogenesis. NADH yang tinggi menghambat
konversi laktat menjadi piruvat. Piruvat dibutuhkan untuk proses
glukoneogenesis sedangkan glukosa bahan bakar metabolisme yang utama
untuk otak. sehingga fungsi otak yang normal sangat tergantung pada
asupan glukosa dari sirkulasi. Oleh sebab itu jika gula darah terlalu rendah
maka organ pertama yang terkena dampaknya adalah sistem saraf pusat,
seperti sakit kepala akibat perubahan aliran darah otak, konfusi, iritabilitas,
kejang, dan koma. Selain itu, hipoglikemia juga menyebabkan pengaktifan
sistem saraf simpatis yang menstimulasi rasa lapar, gelisah, berkeringat dan
takikardia.
Etanol mengganggu keseimbangan eksitasi dan inhibisi transmisi listrik di otak, yang
menyebabkan disinhibisi, ataksia dan sedasi. penggunaan alkohol jangka panjang dapat
menyebabkan penurunan fungsi reseptor GABAA. Dengan tidak adanya alkohol, penurunan
aktivitas neurotransmisi GABA penghambatan mungkin berkontribusi pada kecemasan dan
kejang penarikan
etanol pada dasarnya merupakan depresan sistem saraf pusat. konsumsi minuman
beralkohol dalam jumlah sedang dapat menyebabkan efek antiansietas dan menyebabkan
kehilangan inhibisi perilaku dalam suatu rentang dosis yang luas. .
Penggunaan alkohol yang terus menerus dapat menimbulkan toleransi dan
ketergantungan. Toleransi adalah keadaan dimana seseorang yang mengkonsumsi alkohol
harus meningkatkan dosis penggunaan alkohol dari jumlah kecil menjadi jumlah besar,
untuk mendapatkan pengaruh yang sama. Ketergantungan adalah keadaan dimana
alkohol menjadi bagian yang penting dalam kehidupan seseorang yang mengkonsumsinya,
dimana apabila konsumsi tersebut dihentikan, dapat menyebabkan berbagai rentang
gangguan kesehatan fisik dan psikis serta penurunan produktivitas hidup pada orang
dengan ketergantungan terhadap konsumsi alkohol tersebut.
Seseorang yang ketergantungan secara fisik terhadap alkohol, akan mengalami gejala
putus alkohol apabila menghentikan atau mengurangi jumlah penggunaannya. Gejala
biasanya terjadi mulai 6-24 jam setelah konsumsi yang terakhir. Gejala ini dapat
berlangsung selama 5 hari, diantaranya adalah gemetar, mual, cemas, depresi, berkeringat,
nyeri kepala dan sulit tidur.
Insomnia : Alkohol memiliki efek dalam pengaturan tidur. Yakni pada tidur rapid eye
movement (REM) atau tidur bermimpi dan tidur dalam (stadium 4) dengan banyak
fragmentasi dan fase terbangun. Sehingg seseorang akan mengalami kesulitan tidur dengan
konsumsi alkohol.
Anoreksia dan mual : Secara normal, tubuh memiliki mekanisme dalam pengaturan
pembanjiran lambung oleh alkohol. Apabila ada peningkatan jumlah alkohol dalam lambung,
maka mukus akan disekresi dan sphincter pylori akan kontraksi sehingga alkohol tidak bisa
berlanjut ke usus halus. Aibatnya akan ada rasa mual terkait mekanisme ini.
Konsumsi alkohol dalam jangka waktu lama juga
Ketergantungan
Mual
Minum alcohol -> masuk menuju saluran pencernaan -> masuk lambung ->
merusak mukosa lambung (gastritis erosive) -> mengganggu pertahanan
mukosa lambung dan memungkinkan difusi kembali asam dan pepsin ke
dalam jaringan lambung -> asam lambung meningkat -> peradangan lambung
-> memicu saraf n.vagus di lambung -> serotonin keluarà dibawa menuju otak
-> menuju reseptor 5-HT3 -> respon mual -> bisa muntah
Anoreksia
Minum alcohol -> masuk saluran pencernaan -> menuju lambung -> di
lambung terjadi kerusakan mukosa lambung sehingg pertahanan mukosa
lambung menurun dan memungkinkan difusi kembali asam dan pepsin ke
lambung -> asam lambung meningkat
Selain itu alkohol mengganggu sistem saraf otonom untuk respon makan
Berkeringat
alkohol merangsang hipotalamus yang bertanggung jawab dalam mengatur
proses fisiologis suhu tubuh, pernapasan, dan berkeringat. hipotalamus
memvasodilatasikan pembuluh darah perifer di kulit sehingga terjadi
berkeringat, oleh karena itu orang orang yang tidak disuhu yang dingin suka
minum alhokol untuk menghangatkan tubuh
Bisa juga mual menunjukan kadar dari alcohol yang diminum, kadar alcohol
sendiri berpengaruh terhadap sikap dan perilaku serta menimbulkan efek
seperti:
dicari bgmn alkohol memengaruhi absorbsi vitamin B
Sindrom putus alkohol dimediasi oleh berbagai mekanisme. Otak mempertahankan
keseimbangan neurokimia melalui penghambatan
dan neurotransmiter rangsang. Utama neurotransmitter penghambat adalah -
aminobutyric acid (GABA), yang bekerja melalui neuroreceptor GABAalpha (GABA-A). Salah
satunya neurotransmitter rangsang utama adalah glutamat, yang bertindak melalui
neuroreseptor N-metil-Daspartat (NMDA). Alkohol meningkatkan efek GABA pada
neuroreseptor GABA-A, menghasilkan penurunan keseluruhan rangsangan otak. Paparan
kronis terhadap hasil alcohol dalam penurunan kompensasi neuroreceptor GABA-A respon
terhadap GABA, dibuktikan dengan meningkatnya toleransi efek alkohol. Alkohol
menghambat neuroreseptor NMDA, dan kronispaparan alkohol menghasilkan pengaturan-
atas reseptor ini. Penghentian paparan alkohol secara tiba-tiba menghasilkan
otakhyperexcitability, karena reseptor sebelumnya dihambatoleh alkohol tidak lagi
terhambat. Hyperexcitability otakbermanifestasi secara klinis sebagai kecemasan, lekas
marah, agitasi, dantremor. Manifestasi yang parah termasuk kejang dan delirium tremens.
Konsep penting dalam ketagihan alkohol dan penarikan alkohol adalah fenomena “kindling”;
syaratmengacu pada perubahan jangka panjang yang terjadi pada neuron
setelahnyadetoksifikasi berulang. Detoksifikasi berulang dipostulatkan untuk meningkatkan
pikiran obsesif atau kecanduan alcohol Kindling menjelaskan pengamatan episode-episode
selanjutnyapenarikan alkohol cenderung semakin memburuk.Meskipun signifikansi kindling
dalam penarikan alkohol masih diperdebatkan, fenomena ini mungkin penting
dalampemilihan obat untuk mengobati penarikan.
Kindling adalah model yang umum digunakan untuk pengembangan kejang dan
epilepsidimana durasi dan keterlibatan perilaku dari kejang yang diinduksi meningkat setelah kejangdipicu
berulang kali
Konsumsi alkohol yang berlebihan akan meningkatkan level toleransi peminum alkohol
melalui proses yang disebut neuroadaptations : secara bertahap reseptor di otak
beradaptasi dengan efek dari alkohol untuk mengimbangi rangsangan dan sedasi yang
terjadi sehingga efek dari alkohol dalam jumlah yang sama menjadi berkurang dari waktu ke
waktu. Hal ini menyebabkan seseorang yang mengonsumsi alkohol akan menambah jumlah
alkohol yang diminumnya untuk mendapatkan sensasi yang dia inginkan karena jumlah yang
sama tidak lagi memberikan efek atau sensasi yang sama baginya. Proses toleransi ini sangat
dipengaruhi oleh reseptor GABA dan glutamat. Konsumsi alkohol akan menyebabkan
ketidakseimbangan aktivitas antara GABA dan NMDA. Ketidakseimbangan fungsi ini semakin
menjadi tak terkendali (overactive) di otak apabila seseorang memutuskan untuk berhenti
minum alkohol. Menurut[ CITATION SLo09 \l 1033 ], selanjutnya gejala-gejala withdrawal
akan muncul berupa kecemasan, tubuh berkeringat, kejang, halusinasi dan timbul keinginan
yang tak tertahankan untuk mengonsumi alkohol. Hal ini harus segera ditangani secara
medis karena dapat membahayakan nyawa pecandu alkohol. Fase withdrawl yang berulang-
ulang ini dianggap membawa efek toksik (racun) pada neuron dan menyebabkan gangguan
kognitif serta kerusakan otak.
S. Loeber, T. D. (2009). Alcohol & Alcoholism. Impairment of cognitive abilities anddecision making
after chronic use of alcohol: the impact of multipledetoxifications. , 372–381.
Max Bayard, M.D., Jonah Mcintyre, M.D., Keith R. Hill, M.D., and Jack Woodside, Jr., M.D., East
Tennessee State University, James H. Quillen College of Medicine, Johnson City, Tennessee
Am Fam Physician. 2004 Mar 15;69(6):1443-1450.
etanol pada dasarnya merupakan depresan sistem saraf pusat. konsumsi minuman beralkohol dalam
jumlah sedang dapat menyebabkan efek antiansietas dan menyebabkan kehilangan inhibisi
perilaku dalam suatu rentang dosis yang luas. .
· Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih gejala dibawah ini
dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya :
(a) adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk menggunakan zat
psikoaktif;
(b) kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak mulainya, usaha
pengehentian, atau pada tingkat sedang menggunakan;
(c) keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau F1x.4) ketika penggunaan zat atau
pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat atau golongan zat yang sejenis dengan tujuan
untuk menghilangkan atau mengindari terjadinya gejala putus zat;
(d) terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis yang psikoaktif yang diperlukan guna
memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh yang jelas
dapat ditemukan pada individu dengan ketergantungan alcohol dan opiate yang dosis hariannya
dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula;
(e) secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain disebabkan penggunaan zat
psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat
atau untuk pulih dari akibatnya;
(f) tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya,
seperti gangguan fungsi hati karena minum alcohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari
suatu periode penggunaan zat yang berat, atau hendaya fungsi berkaitan dengan penggunaan zat;
upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat
diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.
Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima karakter berikut :
F1x.21 Kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yang terlindung (seperti dalam rumah sakit,
komuniti terapeutik, lembaga pemasyarakatan)
F1x.22 Kini dalam pengawasan klinis dengan terapi pemeliharan atau dengan Pengobatan zat
pengganti (ketergantungan terkendali) (miaslnya dengan Methadone, penggunaan “nicotine gum”
atau “nicotine patch”)
F1x.23 Kini abstinen, tetapi sedang dalam terapi obat aversif atau penyekat (misalnya naltrexone
atau disulfiram)
Jangka pendek
• kecelakaan dan cedera yang membutuhkan perawatan rumah sakit, seperti cedera kepala
• perilaku kekerasan dan menjadi korban kekerasan
• hubungan seks tanpa kondom yang berpotensi menyebabkan kehamilan yang tidak direncanakan
atau infeksi menular seksual (IMS)
keracunan alkohol - ini dapat menyebabkan muntah, kejang (kejang) dan jatuh pingsan
• Orang yang pesta minuman keras (banyak minum dalam waktu singkat) lebih cenderung
berperilaku sembrono dan berisiko lebih besar mengalami kecelakaan.
Jangka panjang
Penyalahgunaan alkohol yang terus-menerus meningkatkan risiko kondisi kesehatan yang serius,
termasuk:
• penyakit jantung
• stroke
• penyakit hati
• kanker hati
• kanker usus
• kanker mulut
• kanker payudara
• pankreatitis
Selain menyebabkan masalah kesehatan yang serius, penyalahgunaan alkohol dalam jangka panjang
dapat menyebabkan masalah sosial bagi sebagian orang, seperti pengangguran, perceraian,
kekerasan dalam rumah tangga, dan tunawisma.
Jika seseorang kehilangan kendali atas kebiasaan minumnya dan memiliki keinginan yang berlebihan
untuk minum, hal itu disebut sebagai peminum ketergantungan (alkoholisme).
Ketergantungan minum biasanya memengaruhi kualitas hidup dan hubungan seseorang, tetapi
mereka mungkin tidak selalu merasa mudah untuk melihat atau menerimanya.
Peminum yang sangat tergantung sering kali dapat mentolerir alkohol dalam jumlah yang sangat
tinggi dalam jumlah yang dapat mempengaruhi atau bahkan membunuh beberapa orang secara
berbahaya.
Seorang peminum yang bergantung biasanya mengalami gejala penarikan fisik dan psikologis jika
mereka tiba-tiba mengurangi atau berhenti minum, termasuk:
berkeringat
depresi
kegelisahan
Hal ini sering kali mengarah pada "minum minuman keras" untuk menghindari gejala penarikan diri
ALKOHOLISME
a. Manifestasi sosial
Mungkin merupakan manifestasi yang paling sering, meliputi;
- Permintaan surat keterangan medis
- Masalah perkawinan, perceraian, dan kekerasan domestik
- Masalah keuangan, terkucilkan, kecelakaan kerja
- Penyerangan publik atau mabuk dimuka publik
- Penuntutan untuk prilaku kekerasan atau pelanggaran mengemudi, pelecehan dan
penganiayaan seksual atau pengangguran
b. Manifestasi klinis
Sekitar 80% pasien yang dirujuk akibat ketergantungan alkohol memiliki masalah medis yang
serius. Gejala putus obat umumnya timbul saat pasien sadar. Gambaran komplikasi spesifik
sangat bervariasi;
- Gastrointestinal : hepatitis, sirosis, gastritis, perdarahan gastrointestinal, pankreatitis
- Kardiovaskuler : hipertensi ( menyebabkan meningkatkan kejadian penyakit kanker
mulut, esophagus, hati bahkan payudara)
- Obstetri :sindrom alkohol fetus
- Neurologis : sinkope, kejang, neuropati, status konfusional akut, perdarahan subdural,
ensefalopati
- Muskuloskeletal : gout
c. Manifestasi psikiatrik
- Depresi : semua bentuk depresi dapat dicetuskan oleh alkohol. Depresi sendiri dapat
menyebabkan alkoholisme dengan memacu orang untuk minum sebagai usaha untuk
mengurangi gejala-gejala depresi.
- Ansietas : gejala sering muncul pada saat putus obat parsial. Seperti halnya depresi,
ansietas atau gangguan panik merupakan predisposisi konsumsi alkohol secara
berlebihan sebagai usaha mengurangi gejala
- Perubahan kepribadian : penurunan standar kepekaan sosial dan perawatan diri sendiri
- Disfungsi seksual : impotensi, ejakulasi lama
- Halusinasi : baik auditorik maupun visual biasanya selama putus obat tetapi dapat pula
terjadi tanpa gambaran delirium lainnya
- Halusinasi alkoholik : halusinasi auditorik yang mengganggu tapi jarang dan terjadi saat
sadar.2
ABC of Mental Health by Teifion Davies and TKJ Craig : alih bahasa, Alifa Dimanti, Editor Edisi
bahasa Indonesia Husny Muttaqin, Jakarta: EGC, 2009.
1. Fase pertama atau fase dini ditandai dengan bertambahnya toleransi terhadap alkohol,
amnesia, secara diam-diam menggak sekaligus meminum alkohol, merasa bersalah karena
meminum minuman beralkohol dan terhadap prilaku yang diakibatkannya.
2. Fase kedua atau fase krusial ditandai dengan hilangnya kendali terhadap kebiasaan minum-
minuman keras, perubahan kepribadian, kehilangan teman dan pekerjaan, dan preokupasi
untuk menjamin tersedianya minuman beralkohol.
3. Fase ketiga atau fase kronis ditandai dengan minum minuman beralkohol pada pagi hari,
pelanggaran terhadap standar etika, tremor atau gemetar dan halusinasi. 5
Psikoterapi memusatkan pada alasan seseorang mengapa minum. Fokus spesifik adalah dimana
pasien minum, dorongan premotivasi dibelakang minum, hasil yang diharapkan dari minum, dan
cara alternatif untuk mengatasi situasi tersebut. Melibatkan pasangan yang tertarik dan bekerja
sama dalam terapi bersama (conjoint therapy) untuk sekurangnya satu sesion adalah sangat
efektif.1
Medikasi
Disulfiram
Merekan yang menggunakan alkohol sambil meminum disulfiram 250 mg setiap harinya akan
mengalami kemerahan dan perasaan panas pada wajah, sklera, anggota gerak atas dan dada.
Mereka akan menjadi pucat, hipotensif dan mual juga mengalami malaise yang serius. Pasien
juga akan mengalami rasa pusing, pandangan kabur, palpitasi, sesak dan mati rasa pada anggota
gerak. Dengan dosis lebih dari 250 mg maka dapat terjadi gangguan daya ingat dan konfusi. 1
Psikotropika
Obat antiansietas dan antidepresan dapat mengobati gejala kecemasan pada pasien dengan
gangguan terkait alkohol.
Terapi Prilaku
Halfway House
Pemulangan seorang pasien dari rumah sakit sering kali memiliki masalah penempatan yang
serius. Rumah dan lingkungan keluarga lainnya mungkin menghalangi, tidak mendukung, atau
terlalu tidak berstruktur. Halfway house adalah suatu sarana pengobatan yang penting yang
memberikan bantuan emosional, konseling, dan pengembalian progresif ke dalam masyarakat. 1
Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2, Kaplan & Sadock, Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tahun 2004 Halaman 91-92
Gambaran Utama :
1. Gangguan fungsi kognitif misalnya, daya ingat (memory), daya pikir (intellect) daya belajar (learning).
2. Gangguan sensorium, misalnya, gangguan kesadaran (consciousness) dan perhatian (attention).
3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang : - perseprsi (halusinasi) - isi pikiran
(waham/delusi) - suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas).
Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-V. Cetakan 2 – Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya.
Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non psikotik) yang
diduga ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias penyakit/gangguan sistemik
tubuh atau gangguan pada otak sendiri).
Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut
sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan
Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di
tempatlain.
Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Editor Dr, Rusdi
Maslim. Jakarta 2003. hal 3-43.
Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non psikotik) yang diduga
ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias penyakit/gangguan sistemik tubuh atau
gangguan pada otak sendiri).
Gangguan mental organic = gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan
sistemik atau otak yang adapt didiagnosis tersendiri. Termasuk, gangguan mental
simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari
penyakit/gangguan sistemik di luar otak (ekstracerebral).
Gambaran utama :
1) Gangguan fungsi kognitif
Misalnya : daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya belajar (learning).
2) Gangguan sensorium
Misalnya : gangguan kesadaran ( consciousness) dan perhatian (attention)
3) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:
- Persepsi (halusinasi)
- Isi pikiran (waham/delusi)
- Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)
Blok gangguan mental organic menggunakan 2 kode:
- Sindrom psikopatologik (misalnya, demensia)
- Gangguan yang mendasari (misalnya, penyakit Alzheimer)
-
Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi
Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013 halaman 22
Etiologi Primer berasal dari suatu penyakit di otak dan suatu cedera atau rudapaksa
otak atau dapat dikatakan disfungsi otak.
Etiologi sekunder berasal dari penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah
satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.
ETIOLOGI
1) Etiologi Organobiologik
- Primer
Penyakit otak (serebral) seperti gangguan degenerative, infeksi pada otak, cedera
kranial, gangguan cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsy, neoplasma, toksik
(NAPZA), dan herediter.
- Sekunder
Penyakit sistemik (Ekstracerebral) seperti gangguan metabolism yang menyerang
otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh, endokrin/hormonal,
infeksi sistemik atau penyakit autoimun.
2) Etiologi Psikologik
Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan batin;
tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal; frustasi, suatu
kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan perkembangan seperti
salah asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya kebutuhan psikologik seperti
rasa aman, nyaman, perhatian, kasih sayang.
3) Etiologi Sosio-kultural
Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal dan problrm
psikososial lainnya.
- Teori psikodinamik : berpusat pada hipotesis mengenai superego yang terlalu keras
dan fiksasi pada fase oral perkembangan psikoseksual. Orang dengan superego keras
yang menghukum diri berpaling ke alcohol sebagai cara mengurangi stress di bawah
sadar. Ansietas pada orang yang terfiksasi pada fase oral dapat diredakan dengan
mengosumsi zat, seperti alcohol. Beberapa psikiater psikodinamik menggambarkan
kepribadian umum orang dengan gangguan terkait alcohol sebagai seorang pemalu,
penyendiri, tidak sabra, iritabel, cemas, hipersensitif, dan terepresi seksual. Menurut
aforisme psikoanalitik umum, superego terlarut dalam alcohol yang jika
disalahgunakan diatas dosis teoritis akan megurangi dari ketegangan, ansietas dan
nyeri psikis dan ini yang nantinya akan mengalami kecanduan dan toleransi.
- Teori Genetik : otak anak dari keturunan yang terkait dengan gangguan alcohol
menunjukkan sifat tak lazim, dalam oengukuran EEG, dan berespon terhadap infus
alcohol. Konsentrasi neurotransmitter dan metabolit neurotransmitter yang rendah
pada LCS dengan gangguan alcohol dan juga konsentrasi rendah serotonin,
dopamine, dan GABA.
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya gangguan mental organic antara lain:
Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi
Maslim.1993. hal 3.
KLASIFIKASI PPDGJ
- GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ALKOHOL
(F10)
- GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN OPIOIDA
(F11)
- GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
KANABINOIDA (F12)
- GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN SEDATIVA
ATAU HIPNOTIKA (F13)
- GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN KOKAIN (F14)
- GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN STIMULANSIA
LAIN TERMASUK KAFEIN (F15)
- GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
HALUSINOGENATIKA (F16)
- GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN TEMBAKAU
(F17)
- GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN PELARUT
YANG MUDAH MENGUAP (F18)
- GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT
MULTIPEL DAN PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA (F19)
Intoksikasi Alkohol
DSM-IV mempunyai kriteria resmi tentang diagnosis intoksikasi alkohol. Kriteria menekakan
sejumlah cukup konsumsi alkohol, perubahan prilaku maladaptif spesifik, tanda gangguan neurologis,
dan tidak adanya diagnosis atau kondisi lain yang membaur. 1
Intoksikasi alkohol bukan merupakan kondisi yang ringan. Intoksikasi alkohol yang parah
dapat menyebabkan koma, depresi pernapasan dan kematian, baik karena henti pernapasan atau
karena aspirasi muntah.pengobatan untuk intoksikasi berat berupa bantuan pernapasan mekanik diunit
perawatan intensif, dengan perhatian pada keseimbangan asam basa pasien, elektrolit, dan temperatur.
Beberapa penelitian aliran darah serebral selama intoksikasi alkohol mengalami peningkatan tetapi
akan menurun pada minum alkohol selanjutnya.1
Beratnya gejala intoksikasi alkohol berhubungan secara kasar dengan konsentrasi alkohol
dalam darah, yang mencerminkan intoksikasi alkohol didalam otak. Pada onset intoksikasi, beberapa
orang menjadi suka bicara dan suka berkelompok, beberapa menjadi menarik diri dan cemberut, yang
lainnya menjadi suka berkelahi. Beberapa pasien menunjukkan labilitas mood, dengan episode
tertawa dan menangis yang saling bergantian (intermiten). Toleransi jangka pendek terhadap alkohol
dapat terjadi, orang tersebut tampak kurang terintoksikasi setelah berjam-jam minum daripada setelah
hanya beberapa jam.1
Komplikasi medis intoksikasi alkohol sering disebabkan karena terjatuh yang dapat
menimbulkan hematoma subdural dan fraktur. Tanda yang menggambarkan intoksikasi akibat sering
bertanding minum adalah hematoma wajah, khususnya disekitar mata, yang disebabkan terjatuh atau
berkelahi saat mabuk.1
Kriteria DSM-IV untuk putus alkohol memerlukan dihentikannya atau penurunan penggunaan
alkohol yang sebelumnya berat dan lama, dan juga adanya gejala fisik atau neuropsikiatrik spesifik. 1
Tanda klasik dari putus alkohol adalah gemetar,kejang, dan gejala delirium tremens (DTs),
sekarang disebut delirium putus alkohol dalam DSM-IV. Gemetar muncul 6-8 jam setelah
dihentikannya minum, gejala psikotik dan persepsi muncul dalam 8-12 jam, kejang dalam 12-24 jam,
DTs dalam 72 jam. Tremor pada putus alkohol dapat mirip dengan tremor fisiologis, dengan suatu
tremor kontinyu dan amplitudo yang besar dan lebih dari 8 Hz, atau dengan tremor familisl, dengan
ledakan aktivitas tremor yang lebih lambat dari 8 Hz. 1
Gejala lain putus alkohol adalah iritabilitas umum, gejala gastrointestinal (mual dan muntah)
dan hiperaktivitas otonomik simpatik, termasuk kecemasan, kesiagaan, berkeringat, kemerahan pada
wajah, midriasis, takikardia, dan hipertensi ringan. Pasien dengan putus alkohol biasanya sadar tetapi
mudah dikagetkan.1
Kejang yang berhubungan dengan putus alkohol adalah kejang strereotipik, menyeluruh, dan
tonik klonik. Pasien sering kali mengalami lebih dari satu kejang dalam 3-6 jam setelah kejang
pertama. Status epileptikus relatif jarang pada pasien putus alkohol, terjadi pada kurang dari 3% dari
seluruh pasien. Walaupun medikasi antikonvulsan tidak diperlukan dalam penatalaksanaan kejang
putus alkohol, penyebab kejang masih sulit untuk ditentukan jika pasien pertama kali diperiksa
diruang gawat darurat; jadi banyak pasien dengan kejang putus alkohol mendapatkan terapi
antikonvulsan, yang selanjutnya dihentikan jika penyebab kejang telah diketahui. Penyalahgunaan
alkohol jangka panjang dapat menyebabkan hipoglikemia, hiponatremia, dan hipomagnesemia yang
semuanya dapat juga menyebabkan terjadinya kejang. 1
Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2, Kaplan & Sadock, Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tahun 2004 Halaman 91-92
Efek dari penggunaan alkohol yang utama adalah terjadinya kerusakan hati. Penggunaan alkohol
walaupun dalam jangka waktu yang pendek dapat menyebabkan akumulasi lemak dan protein
yang dapat menimbulkan perlemakan hati (fatty liver) yang pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hati.1
Sistem gastrointestinal
Meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya esofagitis,
gastritis, aklorhidria, dan ulkus lambung. Perkembangan menjadi varises esofagus dapat
menyertai pada seseorang dengan penyalahgunaan alkohol yang berat, pecahnya varises
esofagus merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang sering menyebabkan perdarahan
bahkan kematian. Kadang-kadang juga dapat terjadi gangguan pada usus, pankreatitis,
insufisiensi pankreas, dan kanker pankreas. Asupan alkohol yang banyak dapat mengganggu
proses pencernaan dan absorbsi makanan yang normal. Sebagai akibatnya makanan yang
dikonsumsi dalam penyerapannya menjadi tidak adekuat. 1
Asupan alkohol yang signifikan dihubungkan dengan meningkatnya tekanan darah, disregulasi
lipoprotein dan trigliserida serta meningkatkan terjadinya infark miokardium dan penyakit
serebrovaskular. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa alkohol dapat merugikan sistem
hemopoetik dan dapat meningkatkan insidensi kanker, khususnya kanker otak, leher, esofagus,
lambung, hati, kolon, dan paru-paru. Intoksikasi akut juga dapat menyebabkan hipoglikemia,
yang jika tidak cepat terdeteksi akan menyebabkan kematian mendadak pada orang yang
terintoksikasi.
Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2, Kaplan & Sadock, Penerbit Buku Kedokteran EGC Tahun 2004
Halaman 91-92
PROGNOSIS
20. apa efek dari ketergantungan minum alkohol?
ETIOLOGI
1) Etiologi Organobiologik
- Primer
Penyakit otak (serebral) seperti gangguan degenerative, infeksi pada otak,
cedera kranial, gangguan cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsy,
neoplasma, toksik (NAPZA), dan herediter.
- Sekunder
Penyakit sistemik (Ekstracerebral) seperti gangguan metabolism yang
menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh,
endokrin/hormonal, infeksi sistemik atau penyakit autoimun.
2) Etiologi Psikologik
Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan
batin; tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal;
frustasi, suatu kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan
perkembangan seperti salah asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya
kebutuhan psikologik seperti rasa aman, nyaman, perhatian, kasih sayang.
3) Etiologi Sosio-kultural
Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal
dan problrm psikososial lainnya.
Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5,
Dr.dr.Rusdi Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013
Teori Psikodinamik
Teori psikodinamik tentang gangguan terkait alkohol berpusat pada hipotesis mengenai superego
yang terlalu keras. Menurut teori psikoanalitik, orang dengan superego keras yang menghukum diri
berpaling ke alkohol sebagai cara mengurangi stres di bawah sadar. Beberapa psikiater psikodinamik
menggambarkan kepribadian umum orang dengan gangguan terkait alkohol sebagai seorang
pemalu, penyendiri, tidak sabaran, iritabel. cemas, hipersensitif, dan terepresi secara seksual. Pada
tingkat yang tidak terlalu teoretis, alkohol mungkin disalahgunakan sebagian orang untuk
mengurangi ketegangan, ansietas, dan nyeri psikis. Konsumsi alkohol juga dapat menimbulkan
perasaan berkuasa dan peningkatan harga diri.
Teori Sosiokultural
Beberapa situasi sosial biasanya mengarah ke minum berlebihan. Asrama perguruan tinggi dan basis
militer merupakan dua contoh; dalam situasi ini, minum secara sering dan berlebihan sering
dianggap normal dan diharapkan secara sosial. Perguruan tinggi dan universitas akhir-akhir ini
berusaha memberi edukasi kepada mahasiswa tentang risiko kesehatan meminum alkohol dalam
jumlah besar. Beberapa kelompok etnik dan budaya lebih ketat dibunding yang lain terhadap
konsumsi alkohol. Contohnya, bangsa Asia dan Protestan konservatif lebih jarang mengonsumsi
alkohol dibanding Protestan liberal dan Katolik.
Seperti halnya faktor budaya dapat memengaruhi kebiasaan minum, begitu pula kebiasaan dalam
satu keluarga, khususnya, kebiasaan minum orang tua. Namun, sejumlah bukti mengindi- kasikan
bahwa kebiasaan minum dalam keluarga yang memengaruhi kebiasaan minum anak-anaknya tidak
terlalu berkaitan langsung dengan timbulnya gangguan terkait alkohol dibanding yang diperkirakan
sebelumnya. Dari sudut pandang perilaku, aspek penguatan positif dari alkohol dapat menginduksi
perasaan sehat dan euforia serta dapat mengurangi rasa takut dan ansietas, yang dapat mendorong
untuk minum lebih lanjut.
Teori Genetik
Teori biologis dengan dukungan terbaik tentang alkoholisme berpusat pada genetika. Salah satu
temuan yang mendukung kesimpulan genetik adalah risiko mengalami masalah alkohol serius tiga
sampai empat kali lipat lebih tinggi pada kerabat dekat seorang alkoholik. Angka masalah alkohol
meningkat seiring dengan bertambah banyaknya jumlah kerabat yang alkoholik, keparahan penyakit
mereka, serta kedekatan hubungan genetik dengan orang yang diteliti. Angka kesamaan, atau
konkordansi, untuk masalah terkait alkohol berat meningkat pada keturunan dari orang tua
alkoholik, bahkan bila anak-anaknya dipisahkan dari orang tua biologis segera setelah lahir dan
dibesarkan tanpa mengetahui masalah dalam keluarga biologis. Risiko mengalami kesulitan terkait
alkohol yang berat tidak meningkat bila diasuh oleh keluarga angkat yang alkoholik.