Anda di halaman 1dari 23

Nama : Ghina Inayah Puteri

NIM : 30101900087
SGD : 4
STEP 7 (LEARNING ISSUE)
1. Mengapa pasien mengalami kejang setelah minum alkohol?

Konsumsi etanol secara akut menyebabkan depresi sistem saraf pusat (SSP)
sebagai akibat dari peningkatan aktivitas GABAergik serta penurunan aktivitas
glutamatergik sementara konsumsi kronis menyebabkan keseimbangan adaptif baru
dari berbagai neurotransmiter seperti GABA, glutamat dan norepinefrin yang
mengakibatkan fenomena toleransi alkohol.

Apa itu fenomena toleransi alcohol ??  perubahan fungsional dengan


kompensasinya yaitu menurunkan regulasi reseptor GABA dan peningkatan ekspresi
reseptor NMDA dengan produksi lebih banyak glutamat untuk mempertahankan
homeostasis pemancar sistem saraf pusat (SSP))

Pengurangan tiba-tiba atau penghentian asupan alkohol menyebabkan penurunan


kadar etanol darah yang mengakibatkan penurunan aktivitas GABAergik (yang
mengakibatkan aktivitas berlebihan pada sistem saraf pusat) dan peningkatan aktivitas
glutamatergik. Ketidakseimbangan ini menyebabkan eksitabilitas neuronal yang
mengarah ke gejala AWS( Alcoholic withdrawl syndrome) yang mencakup
komplikasi neuropsikiatri, seperti Delirium tremens dan kejang, sebagai konsekuensi
dari hiperaktivitas sistem saraf otonom.

SUMBER : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482134/
Attilia F, Perciballi R, Rotondo C, Capriglione I, Iannuzzi S, Attilia ML, Coriale
G, Vitali M, Cereatti F, Fiore M, Ceccanti M; Interdisciplinary Study Group
CRARL - SITAC - SIPaD - SITD - SIPDip. Alcohol withdrawal syndrome:
diagnostic and therapeutic methods. Riv Psichiatr. 2018 May-Jun;53(3):118-122.
doi: 10.1708/2925.29413. PMID: 29912213.

2. Kenapa pasien muncul gejala” mual, anoreksia, cemas, insomnia? Dan berpendapat
gejala mereda jika minum alkohol?

Konsumsi alkohol puncak konsentrasi alkohol di darah 30-90 menit ( bergantung


dari keadaan perut kosong (meningkatkan absorbsi ) atau perut dengan makanan
( menunda absorbsi). Selain itu juga tergantung dari mengonsumsinya, bila dengan
cepat maka mengurangi waktu untuk mencapai konsentrasi puncak, begitu pula
sebaliknya. Absorbsi paling cepat pada minuman dengan kandungan 15-30 %.

Tubuh punya pelindung terhadap banjiran alkohol. Jika konsentrasi alkohol


terlalu tinggi di lambung terjadi sekresi mukus dan katup pyloric menutup. Dimana
aksi ini memperlambat absorbsi dan mencegah alkohol masuk ke usus halus yang
tidak memiliki hambatan absorbsi yang signifikan. Maka, sejumlah besar alkohol
dapat tetap tidak diabsorbsi di lambung selama berjamjam  dimana akan
menyebabkan dari spasme pilorus  mengakibatkan mual dan muntah
Sekali diabsorbsi di aliran darah, alkohol didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh .
Karena alkohol secara menyeluruh larut dalam cairan tubuh  jaringan yang
memiliki proporsi air yang lebih tinggi akan mendapat alkohol dalam konsentrasi
tinggi dan memiliki efek intoksikasi lebih besar laju absorbsi mempengaruhi respon
intoksikasi

SUMBER : Buku Kaplan Sadock Psikiatri Klinis

3. Apa tanda dan gejala dari sindrom ketergantungan? Dibedakan antara tanda dengan
gejalanya?

SINDROMA KETERGANTUNGAN
Ketergantungan zat adalah bentuk dari akibat penyalahgunaan zat yang berlangsung
pada waktu yang lama atau dalam periode penggunaan yang lama. Ketergantungan zat ini
merupakan gangguan kontrol terhadap penggunaan zat psikoaktif; yang sering ditandai
dengan ketergantungan fisiologis atau penggunaan kompulsif pada suatu zat. Orang-orang
yang manjadi pengguna kompulsif kurang dapat mengendalikan penggunaan obat. Merekea
mungkin sadar bahwa menggunakan obat dapat merusak hidup dan kesehatan mereka,
namun mereka tak mampu berhenti untuk menggunakan obat tersebut walaupun mereka
ingin.

Penggunaan secara terus-menerus zat dalam waktu yang lama dapat mengubah reaksi
fisiologi tubuh, menyebabkan perkembangan toleransi atau gejala putus zat secara fisik.
Sindrom putus zat (withdrawal syndrome) adalah sekelompok karakteristik gejala putus zat
yang terjadi saat orang yang tergantung secara mendadak menghentikan penggunaan zat
tertentu setelah periode penggunaan berat dan berkepanjangan. Gejala putus zat bervariasi
tergantung tipe obat yang digunakan. Ketergantungan zat di bagi menjadi dua jenis yaitu
ketergantungan fisiologis atau yang berhubungan dengan tubuh, dan ketergantungan
psikologis yang berhubungan dengan kebiasaan dalam memenuhi kebutuhan psikologis.
Ketergantungan fisiologis berarti tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai
hasil dari penggunaan obat-obatan psikoaktif secara teratur sehingga tubuh menjadi
tergantung pada pasokan zat yang rutin.

Tanda-tanda utama dari ketergantungan fisiologis mencakup perkembangan toleransi dan


sindrom abstinesi. Sedangkan ketergantungan psikologis mencakup penggunaan obat-
obatan secara kompulsif untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti tergantung pada
obat untuk mengatasi stres. Ciri-ciri withdrawal syndrome juga bisa meliputi kejang,
halusinasi, dan delirium (linglung dan tidak mampu berpikir jernih).

Gejala sindrom ketergantungan biasanya merupakan salah satu atau beberapa kondisi
berikut: Perubahan nafsu makan, Perubahan suasana hati (mood), seperti menjadi cepat
marah, Hidung tersumbat atau hidung berair, Mudah lelah dan nyeri otot, Mual dan muntah,
Merasa gelisah, Tubuh gemetar, Sulit tidur

4. Mengapa pasien selalu ingin mengkonsumsi alkohol dan sulit menghentikannya?


(salsa) Bagaimana patomekanisme kecanduan alkohol?

Adiksi sebagai gangguan otak


Zat psikoaktif ,khususnya NAPZA,memiliki sifat khusus terhadap jaringan otak:
bersifat menekan aktivitas fungsi otak ( depresan) ,merangsang aktivitas fungsi otak
(stimulansia) dan mendatangkan halusinasi (halusinogenik). Karena otak merupakan
pusat perilaku manusia,maka interaksi antara NAPZA( yang masuk ke dalam tubuh
manusia) dengan sel-sel saraf otak dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku.
Otak memiliki puluhan neurotransmitter yang masing-masing bertugas
menghantarkan pesan sensasi khusus. Misalnya Dopamine menghantarkan sensasi
rasa nikmat ( senang,enak,euforia,dan gembira). Tubuh manusia sendiri dapat
menghasilkan sejenis protein neurotransmitter yang disebut endorphine. Endorfin
mengikat diri pada reseptor opioid yang kemudian mengirimkan sinyal ke terminal
untuk melepaskan dopamine. Reseptor yang berkait pada kenikmatan terdapat pada
area otak yang disebut sentra kenikmatan yang terdapat pada daerah otak yang
bernama Nucleus Accumbens(NA) -Ventral Tegmental Area (VTA) dan Frontal
Cortex Cerebri .
NAPZA memiliki neurotransmitter yang memiliki sifat khusus sehingga penggunaan
sekalgus berbagai NAPZA dapat mendatangkan kekacauan didalam celah sinaptik.
Beberapa jenis neurotransmitter tersebut adalah : dopamin (amfet, kokain alkohol ) ,
serotonin ( LSD,alkohol),glutamate (alkohol), endorfin (opiat,alkohol ),GABA
( benzodiazepin,alkohol ),dan asetilkolin (nikotin,alkohol )
Beberapa NAPZA memiliki efek langsung pada jalur mesolimbik. Stimulan dan
nikotin meningkatkan dopamine pada nukleus akumbens. Opioid dan alkohol
menekan neuron yang menghambat modulasi nukleus akumbens dan area ventral
tegmental,sehingga terjadi pelepasan dopamin berlebihan pada nukleus akumbens.
Adiksi terjadi sebagai kombinasi dari pengaruh gen dan lingkungan ,namun sekali
terjadi adiksi maka arsitektur otak akan berubah.
Pada penggunaan alkohol yang kronik akan terjadi pengurangan volume total dari
substansia nigra ,terutama pada area lobus frontal. Hal ini kemudian ada kaitannya
pada penurunan kemampuan memori dan kognitif.
RESEPTOR DOPAMINE
NAPZA yang bersifat stimulan akan memblok pengambilan kembali dopamin 
pelepasan dopamin yang akan menstimulasi nucleus akumbens lebih banyak. Volkow
menemukan berkurangnya reseptor D2 pada individu dengan ketergantungan kokain
yang mengalami gejala putus zat. Hal ini juga ditemukan pada gejala putus
heroin,metamfetamin dan alkohol. Penemuan ini menunjukkan semakin banyak
NAPZA yang dikonsumsi akan menyebabkan downregulation pada reseptor D2. Hal
ini menyebabkan proses toleransi pada individu dengan ketergantungan NAPZA.
Craving dan Korteks Frontal
Craving adalah suatu kondisi dimana individu dengan ketergantungan napza memiliki
pikiran yang intrusif dan keinginan yang kuat untuk menggunakan NAPZA. Pada saat
terjadi craving maka bagian otak yang berperan adalah prefrontal cortex (PFC). Pada
pemeriksaan imaging didapatkan peningkatan aktivitas pada PFC terutama pada area
orbitofrontal dan dorsolateral. Kotteks prefrontal terkait dengan pengambilan
keputusan dan fungsi ini terganggu pada individu dengan adiksi.

SUMBER : Buku ajar psikiatri edisi 3 oleh FKUI

5. Apa diagnosis dan DD dari skenario? (Cari tentang konvulsi, apakah termasuk
konvulsi?)
sindroma ketergantungan
Diagnosis Multiaxial
- Axis I : F.10.2 gangguan mental dan perilaku akibat alcohol, sindrom
ketergatungan alcohol konvulsi
- Axis II : tidak ada diagnosis
- Axis III : tidak ada
- Axis IV : masalah psikososial dan lingkungan lain
- Axis V : 60 (gejala sedang dan disabilitas ringan)

 Sindrom ketergantungan (F10.2)


Kriteria dx menurut PPDGJ : Ditemukan 3 gejala atuu lebih satu tahun sebelumnya,
gejalanya berupa :
- Adanya keinginan kuat memkasa atau kompulsif untuk menggunakan zat psikoaktif,
- Kesulitan dalam mengendalikan perilaku dalam menggunakan zat psikoaktif sejak
mulai hingga usaha penghentian/ dalam tingkat sedang menggunakan,
- Keadaan putus zat secara fisiologis.
- Terbukti adanya toleransi (Dari awal hingga minum ada peningkatan dosis
penggunaannya)
- Secara progresif akan mengalami kesenanan disebabkan penggunaan zat psikoaktif
- Tetap menggunakan zat tersebut meskipun sadar walaupun merugikan.
 Keadaan putus zat (F10.3)
Gejala fisik bervariasi, yang paling khas saat pasien lapor merasa gejala mereda saat
konsumsi alcohol, salah satunya gejala psikologis.
Pasien sebelumnya mengalami putus zat merasakan gejala  konsumsi lebih 
kejang

6. Apakah etiologi dari kasus diatas?

Etiologi Gangguan Mental Organik :


- Etiologi Primer berasal dari suatu penyakit di otak dan suatu cedera atau
rudapaksa otak atau dapat dikatakan disfungsi otak.
- Etiologi sekunder berasal dari penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai
salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.
Istilah organik merupakan sindrom yang diklasifikasikan dapat berkaitan dengan
gangguan/penyakit sistemik/otak yang secara bebas dapat didiagnosis. Sedangkan
istilah simtomatik untuk GMO yang pengaruhnya terhadap otak merupakan akibat

ETIOLOGI
1) Etiologi Organobiologik
- Primer
Penyakit otak (serebral) seperti gangguan degenerative, infeksi pada otak,
cedera kranial, gangguan cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsy,
neoplasma, toksik (NAPZA), dan herediter.
- Sekunder
Penyakit sistemik (Ekstracerebral) seperti gangguan metabolism yang
menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh,
endokrin/hormonal, infeksi sistemik atau penyakit autoimun.
2) Etiologi Psikologik
Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan
batin; tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal;
frustasi, suatu kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan
perkembangan seperti salah asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya
kebutuhan psikologik seperti rasa aman, nyaman, perhatian, kasih sayang.
3) Etiologi Sosio-kultural
Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal
dan problrm psikososial lainnya.

DEMENSIA
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya
bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang
multipel (multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya : daya ingat, daya
pikir, orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, dan daya nilai (judgement). Umurnnya disertai, dan ada kalanya diawali,
dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau
motivasi hidup.
SUMBER : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013
7. Apa efek samping dari ketergantungan dari alkohol?

8. Bagaimana efek alkohol terhadap fisiologis tubuh dan intoksikasinya?

A. METABOLISME
Sekitar 90 persen alkohol yang diabsorpsi dimetabolisme melalui oksidasi di
hepar; 10 persen sisanya diekskresi tanpa mengalami perubahan oleh ginial dan
paru. Laju oksidasi oleh hepar konstan dan tidak dipengaruhi kebutuhan energi
tubuh. Tubuh dapat memetabolisasi sekitar l5 mg/dl per jam, dengan kisaran
antara l0 sampai 34 mg/dl per jam.
Alkohol dimetabolisasi oleh dua enzim: alkohol dehidrogenase (ADH) dan
aldehid dehidrogenase. ADH mengkatalisasi konversi alkohol menjadi
asetaldehid, yang merupakan senyawa toksik; aldehid dehidrogenase
mengkatalisasi konversi asetaldehid menjadi asam asetat. Aldehid dehidrogenase
diinhibisi oleh disulfiram (Antabuse), yang sering digunakan dalam penanganan
gangguan terkait alkohol. Sejumlah studi menunjukkan bahwa wanita mcrniliki
kandungan ADH dalam darah yang lebih sedikit dibanding pria; fakta ini mungkin
menyebabkan kecenderungan wanita untuk meniadi lebih terintoksikasi dibanding
pria setelah minum alkohol dalamiumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim
yang memetabolisasi alkohol pada beberapa orang Asiajuga dapat menyebabkan
mudahnya mengalami intoksikasi dan gejala toksik
B. EFEK PADA OTAK
a. Biokimiawi
Alkohol menimbulkan efek dengan menyisipkan diri ke dalam membran dan
dengan demikian meningkatkan fluiditas membran pada penggunaan jangka
pendek. Namun, dengan penggunaan jangka panjang, teori tersebut
berhipotesis bahwa membran menjadi rigid atau kaku. Fluiditas membran
penting agar reseptor, kanal ion, dan protein fungsional terikat-membran lain
dapat berfungsi normal. Sebagian besar perhatian difokuskan pada efek
alkohol terhadap kanal ion. Secara spesifik studi menemukan bahwa aktivitas
kanal ion alkohol yang dikaitkan dengan reseptor asetilkolin nikotinik.
serotonin 5-HTdan GABA tipe A (GABAA) ditingkatkan oleh alkohol,
sementara aktivitas kanal ion yang dikaitkan dengan reseptor glutamat dan
kanal kalsium voltage-gated mengalami inhibisi.
C. EFEK PERILAKU
Alkohol berfungsi sebagai depresan seperti halnya barbiturat dan golongan
benzodiazepin, yang dengan kedua zat ini, alkohol rnemiliki beberapa toleransi
silang dan dependensi silang.
Kadar 0,05% dalam darah  isi pikir, daya nilai dan pengendalian melonggar dan
kadang terganggu
Kadar 0,1 % dalam darah  gerakan motorik volunter tampak kikuk
Kadar 0,2 % dalam darah  fungsi seluruh area motbrik otak terlihat mengalami
penurunan, dan bagian otak yang mengendalikan perilaku emosional juga
terganggu.
Kadar 0,3 % dalam darah gaduh gelisah atau mengalami stupor
Kadar 0,4- 0,5 % dalam darah orang akan jatuh dalam keadaan koma
Kadar > 0,5% dalam darah pusat primitif diotak yang mengontrol pernafasan
dan denyut jantung akan terpengaruh, dan kematian menyusul sekunder terhadap
depresi nafas langsung atau aspirasi muntahan.
Namun, orang dengan riwayat penyalahgunaan alkoholjangka lama dapat
menoleransi konsentrasi alkohol yang.iauh lebih tinggi dibanding orang yang
tidak pernah mengonsumsi alkohol; toleransi alkohol mereka dapat menyebabkan
mereka seolah tampak tidak terlalu terintoksikasi dibanding sebenarnya
D. EFEK TIDUR
Meski alkohol yang dikonsurnsi pada malam hari biasanya meningkatkan
kemudahan untuk jatuh tertidur (penurunan latensi tidur), alkohol juga rnemiliki
elek sirnpang pada arsitektur tidur. Secara spesifik. penggunaan alkohol dikaitkan
dengan penurunan tidur rapid eye morenlent (REM atau tidur bermimpi) dan tidur
dalam (stadium 4) serta lcbih banyak fragmentasi tidur, dengan episode terbangun
yang lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena itu, gagasan bahwa minum alkohol
dapat membantu seseorang untuk tidur adalah mitos.
E. EFEK FISIOLOGIS
a. HEPAR
Akumulasi lemak dan protein yang menyebabkan perlemakan hati 
ditemukan pf pembesaran hepar. Penggunaan alkohol dikaitkan dengan
timbulnya hepatitis alkoholik dan sirosis hepatis

b. SISTEM GI
Menimbulkan esofagitis, gastritis, akhlorhidria, dan tukak lambung

c. Sistem tubuh lain


peningkatan tekanan darah, disregulasi metabolisme Iipoprotein dan
trigliserida, serta peningkatan risiko infark miokardium dan penyakit
serebrovaskular. Alkohol terbukti mempengaruhi jantung pada orang
nonalkoholik yang tidak biasa minum, meningkatkan curah jantung istirahat,
frekuensi denyut jantung dan konsurnsi oksigen miokardium.
Bukti mengindikasikan bahwa konsumsi alkohol dapat secara simpang
mempengaruhi sistem hematopoietik serta meningkatkan insiden kanker.
Terutama kanker kepala, leher,esofagus, lambung,hepar, kolon, dan
paru. Intoksikasi akut juga dapat dikaitkan dengan hipoglikemia. yang bila tak
terdeteksi, dapat menyebabkan kematian mendadak pada orang yang
mengalami intoksikasi Kelemahan otot merupakan efek samping lain
alkoholisme. Bukti terkini menunjukkan bahwa konsumsi alkohol
meningkatkan konsentrasi estradiol
darah pada wanita. Peningkatan estradiol berkorelasi dengan kadar
alkohol darah

SUMBER : Kaplan Saddock Psikiatri

9. Bagaimana tatalaksana kasus diatas (farmakologi dan psikoterapi)?

PENANGANAN DAN REHABILITASI


Intervensi
Tujuan pada tahap ini, yang disebut juga konfrontasi, adalah memutus rasa
penyangkalan dan membantu pasien mengenali konsekuensi simpang yang akan
teriadi jika gangguan ini tidak diobati. Intervensi, sebagai suatu proses, bertujuan
memaksimalkan motivasi terapi dan abstinensi berkelanjutan
Keluarga dapat sangat membantu dalam intervensi. Anggota keluarga harus belajar
untuk tidak rnelindungi pasien dari masalal. yang disebabkan alkohol; bila tidak,
pasien mungkin tidak mampu mengumpulkan energi dan motivasi yang diperlukan
untuk berhenti minum. Selama tahap intervensi, keluarga juga dapat menyarankan
pasien untuk menemui orang yang telah sembuh dari alkoholisme, mungkin melalui
tllcoholics Anonymous (AA), dan mereka dapat bertemu dengan kelompok, seperti
Alanon, yang menjangkau anggota keluarga. Kclompok pendukung untuk keluarga
tersebut bertemu pada banyak kesempatan dalam satu minggu dan membantu anggota
keluarga serta teman untuk melihat bahwa mereka tidak sendiri dalam rasa takut,
kuatir, dan bersalah. Para anggota berbagi strategi penyelesaian masalah dan
membantu satu sama lain untuk menemukan sumber di komunitas. Kelompok tersebut
dapat sangat berguna dalam membantu anggota keluarga membangun kembali hidup
mereka, bahkan bila alkoholik tersebut menolak untuk mencari bantuan.

Detoksifikasi
Langkah penting pertama detoksifikasi adalah pemeriksaan fisik menyeluruh. Bila
tidak ada gangguan medis serius atau penyalahgunaan obat gabungan, keadaan putus
alkohol yang berat jarang terjadi. Langkah kedua adalah memberi istirahat, nutrisi
adekuat, dan vitamin multipel, terutama yang mengandung tiamin.

Keadaan Putus zat ringan atau sedang


Keadaan putus zat terjadi karena otak secara fisiotogis telah beradaptasi dengan
kehadiran depresan otak dan tidak dapat berfungsi secara adekuat tanpa zat tersebut.
Mernberi cukup depresan otak pada hari pertama untuk mengurangi gejala dan
kemudian menyapih pasien dari obat dalam 5 hari berikutnya memberi sebagian besar
pasien pelepasan yang optimal dan meminimalkan kemungkinan keadaan putus zat
berat dapat terjadi. Terapi yang adekuat dapat diberikan baik dengan obat kerja
singkat (contohnya lorazepam) atau zat kerja-lama (contohnya klordiazepoksid dan
diazepam).
a. Klordiazepoksid 25 mg per oral 3-4 kali sehari pada hari pertama. dengan
catatan untuk melewatkan dosis bila pasien tertidur atau merasa mengantuk.
+ 25 mg dapat diberikan dalam 24 jam bila pasien gelisah atau tremor atau
disfungsi otonom.
Saat memberikan agen kerja lama, seperti klordiazepoksid, klinisi sebaiknya
menghindari timbulnya rasa rnengantuk berlebihan akibat overpengobatan. Jika
pasien mengantuk, dosis yang di.iadwalkan selanjutnya sebaiknya dibatalkan. Bila
menggunakar, agen kerja singkat seperti lorazepam, pasien tidak boleh
melewatkan satu dosis pun karena perubahan cepat pada konsentrasi
benzodiazepin dalam darah dapat mempresipitasi keadaan putus zat yang parah.
b. Dosis benzodiazepin apapun yang dibutuhkan pada hari pertama dapat diturunkan
sebanyak 20% tiap hari berikutnya dengan hasil akhir tidak lagi dibutuhkan
setelah obat 4 atau 5 hari
c. Psikoedukasi
Dapat diberikan terutama kepada keluarga pasien dan juga kepada pasien.
Psikoedukasi kepada pasien dan keluarga pasien perlu dilakukan agar keluarga
tahu mengenai keadaan pasien, penyebab keadaan pasien saat ini, rencana
terapi terhadap pasien kedepan, prognosis pasien serta tindakan apa saja yang
dapat membantu perkembangan pasien selanjutnya. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa dukungan keluarga sangat mempengaruhi prognosis
kepada pasien selanjutny
d. Konseling
Masalah emosional adalah alasan utama yang mendasari alkoholisme.
Minuman beralkohol membantu melupakan hal masalah yang sedang mereka
hadapi meski hanya sementara. Selama masa pengobatan, seorang konselor
akan membantu pasien mengatasi masalah emosional. Mereka juga akan
memberi dukungan selama masa sulit menjalani putus alkohol.
e. Kelompok dukungan
Banyak kelompok dukungan, seperti Alcoholics Anonymous (AA),
memberikan dukungan dan jalan keluar bagi pasien. Kelompok ini
membiarkan mereka berbagi tentang tujuan dan hambatan mereka dengan
orang-orang yang melalui peristiwa yang sama. Mereka berada di lingkungan
aman yang tidak akan menghakimi mereka. Memiliki tempat atau kelompok
yang membuat pasien merasakan dukungan, dapat membantu mereka untuk
tetap termotivasi dalam mempertahankan keadaan tidak mabuk.

f. Farmakologi

Disulfiram digunakan sebagai terapi tambahan ketergantungan alkohol.


Mengkonsumsi alkohol walaupun dalam jumlah sedikit menimbulkan reaksi
sistemik yang tidak nyaman karena akumulasi asetaldehid dalam tubuh. Reaksi
tersebut meliputi kemerahan pada wajah (flushing), nyeri kepala, palpitasi,
takikardi, mual, muntah serta pada dosis alkohol tinggi terjadi aritmia, hipotensi
dan kolaps.
Alkohol dalam jumlah kecil yang terkandung dalam obat (bentuk cairan), sudah
cukup dapat memperburuk reaksi (oleh karena itu obat kumur yang mengandung
alkohol sebaiknya dihindari).
Benzodiazepin kerja panjang juga digunakan untuk mengurangi gejala putus
alkohol, namun obat ini sendiri memiliki potensi ketergantungan. Untuk
mengurangi ketergantungan, pemberiannya sebaiknya dibatasi selama periode
tertentu (contoh: klordiaksepoksid 10-50 mg 4 kali sehari, dihentikan bertahap
selama 7-14 hari). Benzodiazepin tidak boleh diresepkan bila pasien cenderung
untuk terus mengkonsumsi alkohol.

Klometiazol (klormetiazol) hanya digunakan untuk program penanganan putus


alkohol pasien yang dirawat. Hal ini karena obat ini dapat menyebabkan risiko
ketergantungan dan tidak boleh diresepkan bila pasien cenderung untuk terus
mengkonsumsi alkohol.

Akamprosat, dikombinasikan dengan program konseling, mungkin dapat


membantu dalam mempertahankan keadaan tanpa alkohol pada pasien dengan
ketergantungan alkohol. Obat ini sebaiknya diberikan segera setelah dicapai
keadaan tanpa alkohol dan obat sebaiknya tetap diberikan bila terjadi
kekambuhan. Penyalahgunaan yang terus berlangsung dapat menurunkan manfaat
terapetik akamprosat.

DISULFIRAM

Indikasi: tambahan pada pengobatan alkoholisme kronik (di bawah supervisi spesialis).

Peringatan: Dipastikan bahwa alkohol tidak diminum sekurang-kurangnya 24 jam sebelum


pengobatan dimulai; gangguan hati dan ginjal, penyakit pernapasan, diabetes mellitus, epilepsi

Kontraindikasi: gagal jantung, penyakit jantung koroner, riwayat stroke, hipertensi, psikosis,


kelainan kepribadian berat, risiko bunuh diri, hamil dan menyusui.

Efek Samping: awalnya mengantuk dan fatigue; mual, muntah, halitosis, libido menurun; jarang:
reaksi psikotik (depresi, paranoia, skizofrenia, mania) dermatitis alergi, neuropati perifer,
kerusakan sel hati.

Dosis: 800 mg sebagai dosis tunggal pada hari pertama, dikurangi selama 5 hari menjadi 100-
200 mg/hari. Tidak dapat digunakan lebih dari 6 bulan tanpa evaluasi. ANAK: tidak dianjurkan.
SUMBER : Buku Kaplan Saddock Psikiatri klinis ; National Institute on Drug
Abuse: “Principles of Adolescent Substance Use Disorder

10. Apa saja penggolongan dan klasifikasi NAPZA?

JENIS JENIS NAPZA

1. Narkotika
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurang
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
terdiri dari 3 golongan :

Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan


ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.

Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan


terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Morfin, Petidin.

Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
2. Psikotropika

Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah


maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental
dan perilaku.
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :

Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu


pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.

Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan


terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amphetamine.

Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan


dalam
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.

Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan


dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK,
DUM ).

3. Zat Adiktif Lainnya


Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar
Narkotika dan Psikotropika, meliputi :

Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan


susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari
dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau
Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3
golongan minuman beralkohol :

Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ).

Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % (Berbagai minuman anggur).

Golongan C :
kadar etanol 20 – 45 % (Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker).
 Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,
kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner,
Penghapus Cat Kuku, Bensin.
Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.

11. Apa saja faktor predisposisi dari penyalahgunaan NAPZA?

FAKTOR PREDISPOSISI

1) Faktor biologis

a. Keluarga : terutama orangtua yang menyalahgunakan napza.


b. Metabolik perubahan metabolisme alkohol mengakibatkan respons fisiologis.
c. Infeksi pada otak: gejala sisa dari ensefalitis, meningitis.
d. Penyakit kronis: kanker, asma, dan lain-lain.

2) Faktor psikologis

a. Tipe kepribadian: dependen, ansietas, depresi, psikopat.


b. Harga diri rendah akibat penganiayaan masa anak-anak.
c. Disfungsi keluarga keluarga tidak stabil, role model negatif, orang tua pengguna.
d. Individu yang mempunyai prasaan tidak aman.
e. Cara pemecahan masalah yang menyimpang.
f. Individu dengan krisis identitas.
g. Permusuhan dengan orang tua.

3) Faktor sosial kultural

a. Sikap masyarakat yang ambivalen tentang penggunaan zat


b. Norma kebudayaan menggunakan halusinogen atau alcohol untuk upacara adat.
c. Lingkungan: diskotik, mall, lokisasi, lingkungan rumah kumuh dan padat
d. Kontrol masyarakat kurang terhadap pengguna napza
f. Perilaku tindak kriminal pada usia dini.
e. Kehidupan agama yang kurang

SUMBER : Harlina, Lydia Martono dan Satya Joewana. 2008. Belajar Hidup bertanggung
Jawab Menangkal Narkoba dan Kekerasan. Jakarta. Balai Pustaka

12. Bagaimana tahapan penyalahgunaan NAPZA?


Di no.13

13. Tahapan penyalahgunaan napza


1) Tahap coba-coba, biasanya seseorang memulai tahap ini karena rasa ingin tahunya
dan agar dia diakui dalam kelompoknya. Selain itu , jua seorang remaja yang
awalnya atas dasar keingin tahuannya mulai menggunakan NAPZA

2) Tahap situasional atau bersenang-senang, yaitu pola pemakaian zat pada situasi
tertentu ,yaitu pola pemakaian zat pada situasi tertentu misalnya pada acara tahun
baru, penggunaan karena diajak atau ingin diterima oleh suatu kelompok tertentu.

3) Tahap rekreasional atau instrumental, yaitu pemakaian zat bertujuan sebagai cara
mengatasi masalah. Penggunaan zat pada tahap ini dirasakan dapat membantu
menekan gangguan emosional dan memanipulasi perilakunya.

4) Tahap habituasi atau kebiasaan, pada tahap ini perilaku untuk mendapatkan zat
sulit dikontrol dan sudah menjadi kebiasaan.

5) Ketergantungan atau adiksi, ditandai dengan mulai terjadinya toleransi ( mulai


meningkatkan jumlah penggunaan untuk mendapatkan efek yang
sama ),withdrawal (munculnya gejala putus zat jika tidak menggunakan zat),
hingga kehilangan kontrol untuk mendapatkan zat tersebut.
14. Apa yang dimaksud GMO dan klasifikasinya?
Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non
psikotik) yang diduga ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias
penyakit/gangguan sistemik tubuh atau gangguan pada otak sendiri).

Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang
disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain,
dan Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat
diklasifikasikan di tempat lain.

Gambaran utama :
1) Gangguan fungsi kognitif
Misalnya : daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya belajar (learning).
2) Gangguan sensorium
Misalnya : gangguan kesadaran ( consciousness) dan perhatian (attention)
3) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:
- Persepsi (halusinasi)
- Isi pikiran (waham/delusi)
- Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)
Blok gangguan mental organic menggunakan 2 kode:
- Sindrom psikopatologik (misalnya, demensia)
- Gangguan yang mendasari (misalnya, penyakit Alzheimer)
KLASIFIKASI
Gangguan terkait alcohol menurut DSM-IV-TR:
- Gangguan penggunaan alcohol
- Ketergantungan alcohol
- Penyalahgunaan alcohol
- Gangguan terinduksi alcohol
- Intoksikasi alcohol
- Keadaan putus alcohol
- Delirium pada intoksikasi alcohol
- Delirium pada putus alkohol
- Demensia persisten terinduksi alcohol
- Gangguan amnestic persisten terinduksi alcohol
- Gangguan psikotik terinduksi alcohol dengan waham
- Gangguan psikotik terinduksi alcohol dengan halusinasi
- Gangguan mood terinduksi alcohol
- Gangguan ansietas terinduksi alcohol
- Disfungsi seksual terinduksi alcohol
- Gangguan tidur terinduksi alcohol
- Gangguan alcohol yang tidak tergolongkan

SUMBER : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari


PPDGJ-III dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013 halaman
22

Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri


Klinis, Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal 481-570.

15. Perbedaan intoksikasi, ketergantungan dan putus zat serta perbedaan periode / jangka
waktu?

INTOKSIKASI AKUT
Intoksikasi akut adalah kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol
atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi,
afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas
intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efek menghilang
bila terjadi penggunaan zat.

SINDROMA KETERGANTUNGAN
Ketergantungan zat adalah bentuk dari akibat penyalahgunaan zat yang
berlangsung pada periode penggunaan yang lama. Ketergantungan zat ini merupakan
gangguan kontrol terhadap penggunaan zat psikoaktif; yang sering ditandai dengan
ketergantungan fisiologis atau penggunaan kompulsif pada suatu zat. Orang-orang
yang manjadi pengguna kompulsif kurang dapat mengendalikan penggunaan obat.
Merekea mungkin sadar bahwa menggunakan obat dapat merusak hidup
dan kesehatan mereka, namun mereka tak mampu berhenti untuk menggunakan obat
tersebut walaupun mereka ingin.
Ketergantungan zat di bagi menjadi dua jenis yaitu ketergantungan fisiologis atau
yang berhubungan dengan tubuh, dan ketergantungan psikologis yang berhubungan
dengan kebiasaan dalam memenuhi kebutuhan psikologis. Ketergantungan fisiologis
berarti tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai hasil dari penggunaan
obat-obatan psikoaktif secara teratur sehingga tubuh menjadi tergantung pada pasokan
zat yang rutin. Tanda-tanda utama dari ketergantungan fisiologis mencakup
perkembangan toleransi dan sindrom abstinesi. Sedangkan ketergantungan psikologis
mencakup penggunaan obat-obatan secara kompulsif untuk memenuhi kebutuhan
psikologis, seperti tergantung pada obat untuk mengatasi stres.

SINDROMA PUTUS OBAT


Sindrom putus zat (withdrawal syndrome) adalah sekelompok karakteristik gejala
putus zat yang terjadi saat orang yang tergantung secara mendadak menghentikan
penggunaan zat tertentu setelah periode penggunaan berat dan berkepanjangan. Gejala
putus zat bervariasi tergantung tipe obat yang digunakan.
16. Bagaimana prognosis dan komplikasinya?

Anda mungkin juga menyukai