NIM : 30101900087
SGD : 4
STEP 7 (LEARNING ISSUE)
1. Mengapa pasien mengalami kejang setelah minum alkohol?
Konsumsi etanol secara akut menyebabkan depresi sistem saraf pusat (SSP)
sebagai akibat dari peningkatan aktivitas GABAergik serta penurunan aktivitas
glutamatergik sementara konsumsi kronis menyebabkan keseimbangan adaptif baru
dari berbagai neurotransmiter seperti GABA, glutamat dan norepinefrin yang
mengakibatkan fenomena toleransi alkohol.
SUMBER : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482134/
Attilia F, Perciballi R, Rotondo C, Capriglione I, Iannuzzi S, Attilia ML, Coriale
G, Vitali M, Cereatti F, Fiore M, Ceccanti M; Interdisciplinary Study Group
CRARL - SITAC - SIPaD - SITD - SIPDip. Alcohol withdrawal syndrome:
diagnostic and therapeutic methods. Riv Psichiatr. 2018 May-Jun;53(3):118-122.
doi: 10.1708/2925.29413. PMID: 29912213.
2. Kenapa pasien muncul gejala” mual, anoreksia, cemas, insomnia? Dan berpendapat
gejala mereda jika minum alkohol?
3. Apa tanda dan gejala dari sindrom ketergantungan? Dibedakan antara tanda dengan
gejalanya?
SINDROMA KETERGANTUNGAN
Ketergantungan zat adalah bentuk dari akibat penyalahgunaan zat yang berlangsung
pada waktu yang lama atau dalam periode penggunaan yang lama. Ketergantungan zat ini
merupakan gangguan kontrol terhadap penggunaan zat psikoaktif; yang sering ditandai
dengan ketergantungan fisiologis atau penggunaan kompulsif pada suatu zat. Orang-orang
yang manjadi pengguna kompulsif kurang dapat mengendalikan penggunaan obat. Merekea
mungkin sadar bahwa menggunakan obat dapat merusak hidup dan kesehatan mereka,
namun mereka tak mampu berhenti untuk menggunakan obat tersebut walaupun mereka
ingin.
Penggunaan secara terus-menerus zat dalam waktu yang lama dapat mengubah reaksi
fisiologi tubuh, menyebabkan perkembangan toleransi atau gejala putus zat secara fisik.
Sindrom putus zat (withdrawal syndrome) adalah sekelompok karakteristik gejala putus zat
yang terjadi saat orang yang tergantung secara mendadak menghentikan penggunaan zat
tertentu setelah periode penggunaan berat dan berkepanjangan. Gejala putus zat bervariasi
tergantung tipe obat yang digunakan. Ketergantungan zat di bagi menjadi dua jenis yaitu
ketergantungan fisiologis atau yang berhubungan dengan tubuh, dan ketergantungan
psikologis yang berhubungan dengan kebiasaan dalam memenuhi kebutuhan psikologis.
Ketergantungan fisiologis berarti tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai
hasil dari penggunaan obat-obatan psikoaktif secara teratur sehingga tubuh menjadi
tergantung pada pasokan zat yang rutin.
Gejala sindrom ketergantungan biasanya merupakan salah satu atau beberapa kondisi
berikut: Perubahan nafsu makan, Perubahan suasana hati (mood), seperti menjadi cepat
marah, Hidung tersumbat atau hidung berair, Mudah lelah dan nyeri otot, Mual dan muntah,
Merasa gelisah, Tubuh gemetar, Sulit tidur
5. Apa diagnosis dan DD dari skenario? (Cari tentang konvulsi, apakah termasuk
konvulsi?)
sindroma ketergantungan
Diagnosis Multiaxial
- Axis I : F.10.2 gangguan mental dan perilaku akibat alcohol, sindrom
ketergatungan alcohol konvulsi
- Axis II : tidak ada diagnosis
- Axis III : tidak ada
- Axis IV : masalah psikososial dan lingkungan lain
- Axis V : 60 (gejala sedang dan disabilitas ringan)
ETIOLOGI
1) Etiologi Organobiologik
- Primer
Penyakit otak (serebral) seperti gangguan degenerative, infeksi pada otak,
cedera kranial, gangguan cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsy,
neoplasma, toksik (NAPZA), dan herediter.
- Sekunder
Penyakit sistemik (Ekstracerebral) seperti gangguan metabolism yang
menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh,
endokrin/hormonal, infeksi sistemik atau penyakit autoimun.
2) Etiologi Psikologik
Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan
batin; tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal;
frustasi, suatu kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan
perkembangan seperti salah asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya
kebutuhan psikologik seperti rasa aman, nyaman, perhatian, kasih sayang.
3) Etiologi Sosio-kultural
Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal
dan problrm psikososial lainnya.
DEMENSIA
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya
bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang
multipel (multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya : daya ingat, daya
pikir, orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, dan daya nilai (judgement). Umurnnya disertai, dan ada kalanya diawali,
dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau
motivasi hidup.
SUMBER : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013
7. Apa efek samping dari ketergantungan dari alkohol?
A. METABOLISME
Sekitar 90 persen alkohol yang diabsorpsi dimetabolisme melalui oksidasi di
hepar; 10 persen sisanya diekskresi tanpa mengalami perubahan oleh ginial dan
paru. Laju oksidasi oleh hepar konstan dan tidak dipengaruhi kebutuhan energi
tubuh. Tubuh dapat memetabolisasi sekitar l5 mg/dl per jam, dengan kisaran
antara l0 sampai 34 mg/dl per jam.
Alkohol dimetabolisasi oleh dua enzim: alkohol dehidrogenase (ADH) dan
aldehid dehidrogenase. ADH mengkatalisasi konversi alkohol menjadi
asetaldehid, yang merupakan senyawa toksik; aldehid dehidrogenase
mengkatalisasi konversi asetaldehid menjadi asam asetat. Aldehid dehidrogenase
diinhibisi oleh disulfiram (Antabuse), yang sering digunakan dalam penanganan
gangguan terkait alkohol. Sejumlah studi menunjukkan bahwa wanita mcrniliki
kandungan ADH dalam darah yang lebih sedikit dibanding pria; fakta ini mungkin
menyebabkan kecenderungan wanita untuk meniadi lebih terintoksikasi dibanding
pria setelah minum alkohol dalamiumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim
yang memetabolisasi alkohol pada beberapa orang Asiajuga dapat menyebabkan
mudahnya mengalami intoksikasi dan gejala toksik
B. EFEK PADA OTAK
a. Biokimiawi
Alkohol menimbulkan efek dengan menyisipkan diri ke dalam membran dan
dengan demikian meningkatkan fluiditas membran pada penggunaan jangka
pendek. Namun, dengan penggunaan jangka panjang, teori tersebut
berhipotesis bahwa membran menjadi rigid atau kaku. Fluiditas membran
penting agar reseptor, kanal ion, dan protein fungsional terikat-membran lain
dapat berfungsi normal. Sebagian besar perhatian difokuskan pada efek
alkohol terhadap kanal ion. Secara spesifik studi menemukan bahwa aktivitas
kanal ion alkohol yang dikaitkan dengan reseptor asetilkolin nikotinik.
serotonin 5-HTdan GABA tipe A (GABAA) ditingkatkan oleh alkohol,
sementara aktivitas kanal ion yang dikaitkan dengan reseptor glutamat dan
kanal kalsium voltage-gated mengalami inhibisi.
C. EFEK PERILAKU
Alkohol berfungsi sebagai depresan seperti halnya barbiturat dan golongan
benzodiazepin, yang dengan kedua zat ini, alkohol rnemiliki beberapa toleransi
silang dan dependensi silang.
Kadar 0,05% dalam darah isi pikir, daya nilai dan pengendalian melonggar dan
kadang terganggu
Kadar 0,1 % dalam darah gerakan motorik volunter tampak kikuk
Kadar 0,2 % dalam darah fungsi seluruh area motbrik otak terlihat mengalami
penurunan, dan bagian otak yang mengendalikan perilaku emosional juga
terganggu.
Kadar 0,3 % dalam darah gaduh gelisah atau mengalami stupor
Kadar 0,4- 0,5 % dalam darah orang akan jatuh dalam keadaan koma
Kadar > 0,5% dalam darah pusat primitif diotak yang mengontrol pernafasan
dan denyut jantung akan terpengaruh, dan kematian menyusul sekunder terhadap
depresi nafas langsung atau aspirasi muntahan.
Namun, orang dengan riwayat penyalahgunaan alkoholjangka lama dapat
menoleransi konsentrasi alkohol yang.iauh lebih tinggi dibanding orang yang
tidak pernah mengonsumsi alkohol; toleransi alkohol mereka dapat menyebabkan
mereka seolah tampak tidak terlalu terintoksikasi dibanding sebenarnya
D. EFEK TIDUR
Meski alkohol yang dikonsurnsi pada malam hari biasanya meningkatkan
kemudahan untuk jatuh tertidur (penurunan latensi tidur), alkohol juga rnemiliki
elek sirnpang pada arsitektur tidur. Secara spesifik. penggunaan alkohol dikaitkan
dengan penurunan tidur rapid eye morenlent (REM atau tidur bermimpi) dan tidur
dalam (stadium 4) serta lcbih banyak fragmentasi tidur, dengan episode terbangun
yang lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena itu, gagasan bahwa minum alkohol
dapat membantu seseorang untuk tidur adalah mitos.
E. EFEK FISIOLOGIS
a. HEPAR
Akumulasi lemak dan protein yang menyebabkan perlemakan hati
ditemukan pf pembesaran hepar. Penggunaan alkohol dikaitkan dengan
timbulnya hepatitis alkoholik dan sirosis hepatis
b. SISTEM GI
Menimbulkan esofagitis, gastritis, akhlorhidria, dan tukak lambung
Detoksifikasi
Langkah penting pertama detoksifikasi adalah pemeriksaan fisik menyeluruh. Bila
tidak ada gangguan medis serius atau penyalahgunaan obat gabungan, keadaan putus
alkohol yang berat jarang terjadi. Langkah kedua adalah memberi istirahat, nutrisi
adekuat, dan vitamin multipel, terutama yang mengandung tiamin.
f. Farmakologi
DISULFIRAM
Efek Samping: awalnya mengantuk dan fatigue; mual, muntah, halitosis, libido menurun; jarang:
reaksi psikotik (depresi, paranoia, skizofrenia, mania) dermatitis alergi, neuropati perifer,
kerusakan sel hati.
Dosis: 800 mg sebagai dosis tunggal pada hari pertama, dikurangi selama 5 hari menjadi 100-
200 mg/hari. Tidak dapat digunakan lebih dari 6 bulan tanpa evaluasi. ANAK: tidak dianjurkan.
SUMBER : Buku Kaplan Saddock Psikiatri klinis ; National Institute on Drug
Abuse: “Principles of Adolescent Substance Use Disorder
1. Narkotika
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurang
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
terdiri dari 3 golongan :
Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
2. Psikotropika
Golongan C :
kadar etanol 20 – 45 % (Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker).
Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,
kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner,
Penghapus Cat Kuku, Bensin.
Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.
FAKTOR PREDISPOSISI
1) Faktor biologis
2) Faktor psikologis
SUMBER : Harlina, Lydia Martono dan Satya Joewana. 2008. Belajar Hidup bertanggung
Jawab Menangkal Narkoba dan Kekerasan. Jakarta. Balai Pustaka
2) Tahap situasional atau bersenang-senang, yaitu pola pemakaian zat pada situasi
tertentu ,yaitu pola pemakaian zat pada situasi tertentu misalnya pada acara tahun
baru, penggunaan karena diajak atau ingin diterima oleh suatu kelompok tertentu.
3) Tahap rekreasional atau instrumental, yaitu pemakaian zat bertujuan sebagai cara
mengatasi masalah. Penggunaan zat pada tahap ini dirasakan dapat membantu
menekan gangguan emosional dan memanipulasi perilakunya.
4) Tahap habituasi atau kebiasaan, pada tahap ini perilaku untuk mendapatkan zat
sulit dikontrol dan sudah menjadi kebiasaan.
Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang
disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain,
dan Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat
diklasifikasikan di tempat lain.
Gambaran utama :
1) Gangguan fungsi kognitif
Misalnya : daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya belajar (learning).
2) Gangguan sensorium
Misalnya : gangguan kesadaran ( consciousness) dan perhatian (attention)
3) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:
- Persepsi (halusinasi)
- Isi pikiran (waham/delusi)
- Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)
Blok gangguan mental organic menggunakan 2 kode:
- Sindrom psikopatologik (misalnya, demensia)
- Gangguan yang mendasari (misalnya, penyakit Alzheimer)
KLASIFIKASI
Gangguan terkait alcohol menurut DSM-IV-TR:
- Gangguan penggunaan alcohol
- Ketergantungan alcohol
- Penyalahgunaan alcohol
- Gangguan terinduksi alcohol
- Intoksikasi alcohol
- Keadaan putus alcohol
- Delirium pada intoksikasi alcohol
- Delirium pada putus alkohol
- Demensia persisten terinduksi alcohol
- Gangguan amnestic persisten terinduksi alcohol
- Gangguan psikotik terinduksi alcohol dengan waham
- Gangguan psikotik terinduksi alcohol dengan halusinasi
- Gangguan mood terinduksi alcohol
- Gangguan ansietas terinduksi alcohol
- Disfungsi seksual terinduksi alcohol
- Gangguan tidur terinduksi alcohol
- Gangguan alcohol yang tidak tergolongkan
15. Perbedaan intoksikasi, ketergantungan dan putus zat serta perbedaan periode / jangka
waktu?
INTOKSIKASI AKUT
Intoksikasi akut adalah kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol
atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi,
afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas
intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efek menghilang
bila terjadi penggunaan zat.
SINDROMA KETERGANTUNGAN
Ketergantungan zat adalah bentuk dari akibat penyalahgunaan zat yang
berlangsung pada periode penggunaan yang lama. Ketergantungan zat ini merupakan
gangguan kontrol terhadap penggunaan zat psikoaktif; yang sering ditandai dengan
ketergantungan fisiologis atau penggunaan kompulsif pada suatu zat. Orang-orang
yang manjadi pengguna kompulsif kurang dapat mengendalikan penggunaan obat.
Merekea mungkin sadar bahwa menggunakan obat dapat merusak hidup
dan kesehatan mereka, namun mereka tak mampu berhenti untuk menggunakan obat
tersebut walaupun mereka ingin.
Ketergantungan zat di bagi menjadi dua jenis yaitu ketergantungan fisiologis atau
yang berhubungan dengan tubuh, dan ketergantungan psikologis yang berhubungan
dengan kebiasaan dalam memenuhi kebutuhan psikologis. Ketergantungan fisiologis
berarti tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai hasil dari penggunaan
obat-obatan psikoaktif secara teratur sehingga tubuh menjadi tergantung pada pasokan
zat yang rutin. Tanda-tanda utama dari ketergantungan fisiologis mencakup
perkembangan toleransi dan sindrom abstinesi. Sedangkan ketergantungan psikologis
mencakup penggunaan obat-obatan secara kompulsif untuk memenuhi kebutuhan
psikologis, seperti tergantung pada obat untuk mengatasi stres.