SGD 8
JIWA
STEP 7
1. Apa itu gangguan mental organic?
Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non psikotik)
yang diduga ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias penyakit/gangguan
sistemik tubuh atau gangguan pada otak sendiri).
Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang
disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan
Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di
tempat lain.
Gambaran utama :
1) Gangguan fungsi kognitif
Misalnya : daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya belajar (learning).
2) Gangguan sensorium
Misalnya : gangguan kesadaran ( consciousness) dan perhatian (attention)
3) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:
- Persepsi (halusinasi)
- Isi pikiran (waham/delusi)
- Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)
Blok gangguan mental organic menggunakan 2 kode:
- Sindrom psikopatologik (misalnya, demensia)
- Gangguan yang mendasari (misalnya, penyakit Alzheimer)’
SUMBER : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013 halaman 22
Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri
Klinis, Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal 481-570.
ETIOLOGI
1) Etiologi Organobiologik
- Primer
Penyakit otak (serebral) seperti gangguan degenerative, infeksi pada otak, cedera
kranial, gangguan cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsy, neoplasma, toksik
(NAPZA), dan herediter.
- Sekunder
Penyakit sistemik (Ekstracerebral) seperti gangguan metabolism yang menyerang
otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh, endokrin/hormonal,
infeksi sistemik atau penyakit autoimun.
2) Etiologi Psikologik
Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan batin;
tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal; frustasi, suatu
kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan perkembangan seperti
salah asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya kebutuhan psikologik seperti
rasa aman, nyaman, perhatian, kasih sayang.
3) Etiologi Sosio-kultural
Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal dan problrm
psikososial lainnya.
DEMENSIA
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya
bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel
(multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya : daya ingat, daya pikir,
orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan
daya nilai (judgement). Umurnnya disertai, dan ada kalanya diawali, dengan kemerosotan
(deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.
SUMBER : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013
KLASIFIKASI
Gangguan terkait alcohol menurut DSM-IV-TR:
- Gangguan penggunaan alcohol
- Ketergantungan alcohol
- Penyalahgunaan alcohol
- Gangguan terinduksi alcohol
- Intoksikasi alcohol
- Keadaan putus alcohol
- Delirium pada intoksikasi alcohol
- Delirium pada putus alkohol
- Demensia persisten terinduksi alcohol
- Gangguan amnestic persisten terinduksi alcohol
- Gangguan psikotik terinduksi alcohol dengan waham
- Gangguan psikotik terinduksi alcohol dengan halusinasi
- Gangguan mood terinduksi alcohol
- Gangguan ansietas terinduksi alcohol
- Disfungsi seksual terinduksi alcohol
- Gangguan tidur terinduksi alcohol
- Gangguan alcohol yang tidak tergolongkan
SUMBER : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013 halaman 22
Alkohol juga menghambat kerja reseptor NMDA dengan bertindak sebagai antagonis reseptor.
Ini menghambat aksi glutamat, yang merupakan asam amino eksitatorik. Penyalahgunaan alkohol
yang berkepanjangan menyebabkan peningkatan regulasi reseptor. Penghentian alkohol secara
tiba-tiba menyebabkan peningkatan aksi glutamat, menghasilkan aksi rangsang yang mendalam.
Ini mungkin memiliki manifestasi klinis dari overdrive simpatik, seperti agitasi, tremor,
takikardia, dan hipertensi.
SUMBER : www.thecalgaryguide.com ; Rahman A, Paul M. Delirium Tremens. [Updated 2020
Aug 29]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482134/
Attilia F, Perciballi R, Rotondo C, Capriglione I, Iannuzzi S, Attilia ML, Coriale G, Vitali M,
Cereatti F, Fiore M, Ceccanti M; Interdisciplinary Study Group CRARL - SITAC - SIPaD - SITD
- SIPDip. Alcohol withdrawal syndrome: diagnostic and therapeutic methods. Riv Psichiatr. 2018
May-Jun;53(3):118-122. doi: 10.1708/2925.29413. PMID: 29912213.
Tahap situasional atau bersenang-senang, yaitu pola pemakaian zat pada situasi
tertentu ,yaitu pola pemakaian zat pada situasi tertentu misalnya pada acara tahun baru,
penggunaan karena diajak atau ingin diterima oleh suatu kelompok tertentu.
Tahap rekreasional atau instrumental, yaitu pemakaian zat bertujuan sebagai cara
mengatasi masalah. Penggunaan zat pada tahap ini dirasakan dapat membantu menekan
gangguan emosional dan memanipulasi perilakunya.
Tahap habituasi atau kebiasaan, pada tahap ini perilaku untuk mendapatkan zat sulit
dikontrol dan sudah menjadi kebiasaan.
Penggunaan secara terus-menerus zat dalam waktu yang lama dapat mengubah reaksi fisiologi
tubuh, menyebabkan perkembangan toleransi atau gejala putus zat secara fisik. Sindrom putus
zat (withdrawal syndrome) adalah sekelompok karakteristik gejala putus zat yang terjadi saat
orang yang tergantung secara mendadak menghentikan penggunaan zat tertentu setelah
periode penggunaan berat dan berkepanjangan. Gejala putus zat bervariasi tergantung tipe obat
yang digunakan. Ketergantungan zat di bagi menjadi dua jenis yaitu ketergantungan fisiologis
atau yang berhubungan dengan tubuh, dan ketergantungan psikologis yang berhubungan
dengan kebiasaan dalam memenuhi kebutuhan psikologis. Ketergantungan fisiologis berarti
tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai hasil dari penggunaan obat-obatan
psikoaktif secara teratur sehingga tubuh menjadi tergantung pada pasokan zat yang rutin.
Gejala sindrom ketergantungan biasanya merupakan salah satu atau beberapa kondisi berikut:
Perubahan nafsu makan, Perubahan suasana hati (mood), seperti menjadi cepat marah, Hidung
tersumbat atau hidung berair, Mudah lelah dan nyeri otot, Mual dan muntah, Merasa gelisah,
Tubuh gemetar, Sulit tidur
6. Apa saja perbedaan sindroma ketergantungan,intoksikasi zat dan keadaan putus zat?
INTOKSIKASI AKUT
Intoksikasi akut adalah kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat
psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau
perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi berkurang
dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efek menghilang bila terjadi penggunaan zat.
SINDROMA KETERGANTUNGAN
Ketergantungan zat adalah bentuk dari akibat penyalahgunaan zat yang berlangsung pada
periode penggunaan yang lama. Ketergantungan zat ini merupakan gangguan kontrol
terhadap penggunaan zat psikoaktif; yang sering ditandai dengan ketergantungan
fisiologis atau penggunaan kompulsif pada suatu zat. Orang-orang yang manjadi
pengguna kompulsif kurang dapat mengendalikan penggunaan obat. Merekea mungkin
sadar bahwa menggunakan obat dapat merusak hidup dan kesehatan mereka, namun
mereka tak mampu berhenti untuk menggunakan obat tersebut walaupun mereka ingin.
Ketergantungan zat di bagi menjadi dua jenis yaitu ketergantungan fisiologis atau yang
berhubungan dengan tubuh, dan ketergantungan psikologis yang berhubungan dengan
kebiasaan dalam memenuhi kebutuhan psikologis. Ketergantungan fisiologis berarti
tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai hasil dari penggunaan obat-
obatan psikoaktif secara teratur sehingga tubuh menjadi tergantung pada pasokan zat
yang rutin. Tanda-tanda utama dari ketergantungan fisiologis mencakup perkembangan
toleransi dan sindrom abstinesi. Sedangkan ketergantungan psikologis mencakup
penggunaan obat-obatan secara kompulsif untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti
tergantung pada obat untuk mengatasi stres.
Konsumsi alkohol konsentrasi puncak alkohol di darah 30-90 menit ( bergantung dari keadaan
perut kosong (meningkatkan absorbsi ) atau perut dengan makanan ( menunda absorbsi)). Selain
itu juga tergantung dari mengonsumsinya, bila dengan cepat maka mengurangi waktu untuk
mencapai konsentrasi puncak, begitu pula sebaliknya. Absorbsi paling cepat pada minuman yang
mengandung 15-30 %. tubuh punya pelindung terhadap banjiran alkohol. Jika konsentrasi
alkohol terlalu tinggi di lambung terjadi sekresi mukus dan katup pyloric menutup. Dimana
aksi ini memperlambat absorbsi dan mencegah alkohol masuk ke usus halus yang tidak memiliki
hambatan absorbsi yang signifikan. MAKA, sejumlah besar alkohol dapat tetap tidak diabsorbsi
di lambung selama berjamjam dimana akan menyebabkan dai spasme pilorus MUAL DAN
MUNTAH
Sekai diabsorbsi di aliran darah, alkohol didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh . Karena
alkohol secara menyeluruh larut dalam cairan tubuh jaringan yang memiliki proporsi air yang
lebih tinggi akan mendapat alkohol dalam konsentrasi tinggi dan memiliki efek intoksikasi lebih
besar . LAJU ABSORBSI MEMPENGARUHI RESPON INTOKSIKASI
SUMBER : Buku Kaplan Sadock Psikiatri Klinis
9. Apa saja tanda dan gejala dari sindroma ketergantungan dan mengapa gejala bisa mereda
saat minum alkohol?
Penghentian konsumsi alkohol kronis secara tiba-tiba membuka kedok perubahan ini dengan
eksitasi SSP yang dimediasi glutamat yang mengakibatkan overaktivitas otonom dan komplikasi
neuropsikiatri seperti delirium dan kejang.Yang terakhir biasanya tipe tonik-klonik umum dan
dimediasi sebagian besar di batang otak oleh pencabutan efek penghambatan tonik dari subunit
delta GABAergic. Oleh karena itu, zona pemicu kejang ini berbeda dari yang diyakini
bertanggung jawab untuk kejang dalam konteks epilepsi, dan ini mungkin menjelaskan mengapa
aktivitas epileptiform jarang diamati di EEG setelah alkohol penarikan kejang. Sebagai
upregulation reseptor NMDA serta mengurangi penghambatan reseptor GABA-A sebagian besar
menjelaskan gejala klinis, pendekatan terapeutik untuk AWS terutama menargetkan mekanisme
ini.
Dopamin adalah neurotransmitter lain yang terlibat dalam keadaan putus alkohol. Selama
penggunaan alkohol, peningkatan dopamin secara positif mempengaruhi sistem penghargaan
sehingga mempertahankan penyalahgunaan. Dalam penarikan, peningkatan kadar dopamin
berkontribusi pada manifestasi klinis hyperarousal otonom dan halusinasi. Selain itu,
polimorfisme pada gen reseptor dopamin 2 tampaknya mempengaruhi tidak hanya AUD tetapi
juga manifestasi klinis gejala penarikan alkohol. Dalam kombinasi dengan peningkatan glutamat
dan norepinefrin, juga dapat menyebabkan pemanjangan interval QT pada orang yang memiliki
epilepsi aktif; ini dapat meningkatkan risiko kematian mendadak pada epilepsi (SUDEP).
Senyawa eksitotoksik lain yang meningkat pada AUD adalah homosistein. Selama minum aktif,
terjadi peningkatan homosistein melalui stimulasi reseptor NMDA. Dalam penarikan,
eksitotoksisitas diinduksi oleh peningkatan lebih lanjut dalam homosistein melalui aktivasi
rebound neurotransmisi glutamatergik
SUMBER : Jesse, S. et al. (2017) ‘Alcohol withdrawal syndrome: mechanisms, manifestations,
and management’, Acta Neurologica Scandinavica, 135(1), pp. 4–16. doi: 10.1111/ane.12671.
10. Apa saja kriteria diagnostic,komplikasi,prognosis dari kasus gangguan mental dari
ketergantungan alcohol?
1) Faktor biologis
2) Faktor psikologis
SUMBER : Harlina, Lydia Martono dan Satya Joewana. 2008. Belajar Hidup bertanggung Jawab
Menangkal Narkoba dan Kekerasan. Jakarta. Balai Pustaka
12. Apa diagnosis pasti dan diagnosis banding dari scenario diatas?’
sindroma ketergantungan
Diagnosis Multiaxial
- Axis I : F.10.2 gangguan mental dan perilaku akibat alcohol, sindrom ketergatungan
alcohol konvulsi
- Axis II : tidak ada diagnosis
- Axis III : tidak ada
- Axis IV : masalah psikososial dan lingkungan lain
- Axis V : 60 (gejala sedang dan disabilitas ringan)
g. Farmakologi
Benzodiazepin
Benzodiazepin (BZD) bekerja dengan memodulasi pengikatan GABA ke reseptor
GABA-A, meningkatkan masuknya ion klorida dan memberikan efek penghambatan
yang mirip dengan etanol.
Semua BZD dimetabolisme di hati dengan oksidasi dan / atau glukuronidasi, dan
beberapa di antaranya membentuk metabolit aktif secara farmakologis yang bertanggung
jawab untuk durasi kerja yang lama, seperti diazepam, chlordiazepoxide, dan clorazepate.
Oleh karena itu, BZD dan metabolit aktifnya dapat dikategorikan menurut durasi
efeknya: kerja pendek (<10 jam seperti lorazepam, oxazepam, dan midazolam), kerja
menengah (10-24 jam sebagai clonazepam), atau kerja panjang (> 24 jam; clobazam,
clorazepate, dan diazepam). Metabolisme BZD terutama dikatalisis oleh isoenzim CYP
yang mungkin menjadi target interaksi obat-obat.
Non ‐ benzodiazepin
14. Bagaimana cara memberikan edukasi kepada orang yg memiliki ketergantungan fisik dan
psikis?
15. Apa perbedaan tatalaksana napza obat antara intoksikasi dan symtomps withdrawel?