Anda di halaman 1dari 23

Dwi Yulianto / 30101900070

SGD 8
JIWA
STEP 7
1. Apa itu gangguan mental organic?
Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non psikotik)
yang diduga ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias penyakit/gangguan
sistemik tubuh atau gangguan pada otak sendiri).

Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang
disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan
Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di
tempat lain.

Gambaran utama :
1) Gangguan fungsi kognitif
Misalnya : daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya belajar (learning).
2) Gangguan sensorium
Misalnya : gangguan kesadaran ( consciousness) dan perhatian (attention)
3) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:
- Persepsi (halusinasi)
- Isi pikiran (waham/delusi)
- Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)
Blok gangguan mental organic menggunakan 2 kode:
- Sindrom psikopatologik (misalnya, demensia)
- Gangguan yang mendasari (misalnya, penyakit Alzheimer)’

SUMBER : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013 halaman 22
Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri
Klinis, Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal 481-570.

2. Apa saja etiologi GMO dan klasifikasinya?


Etiologi Gangguan Mental Organik :
- Etiologi Primer berasal dari suatu penyakit di otak dan suatu cedera atau rudapaksa
otak atau dapat dikatakan disfungsi otak.
- Etiologi sekunder berasal dari penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah
satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.

Istilah organik merupakan sindrom yang diklasifikasikan dapat berkaitan dengan


gangguan/penyakit sistemik/otak yang secara bebas dapat didiagnosis. Sedangkan istilah
simtomatik untuk GMO yang pengaruhnya terhadap otak merupakan akibat

ETIOLOGI
1) Etiologi Organobiologik
- Primer
Penyakit otak (serebral) seperti gangguan degenerative, infeksi pada otak, cedera
kranial, gangguan cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsy, neoplasma, toksik
(NAPZA), dan herediter.
- Sekunder
Penyakit sistemik (Ekstracerebral) seperti gangguan metabolism yang menyerang
otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh, endokrin/hormonal,
infeksi sistemik atau penyakit autoimun.
2) Etiologi Psikologik
Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan batin;
tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal; frustasi, suatu
kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan perkembangan seperti
salah asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya kebutuhan psikologik seperti
rasa aman, nyaman, perhatian, kasih sayang.
3) Etiologi Sosio-kultural
Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal dan problrm
psikososial lainnya.

DEMENSIA
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya
bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel
(multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya : daya ingat, daya pikir,
orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan
daya nilai (judgement). Umurnnya disertai, dan ada kalanya diawali, dengan kemerosotan
(deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.
SUMBER : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013

KLASIFIKASI
Gangguan terkait alcohol menurut DSM-IV-TR:
- Gangguan penggunaan alcohol
- Ketergantungan alcohol
- Penyalahgunaan alcohol
- Gangguan terinduksi alcohol
- Intoksikasi alcohol
- Keadaan putus alcohol
- Delirium pada intoksikasi alcohol
- Delirium pada putus alkohol
- Demensia persisten terinduksi alcohol
- Gangguan amnestic persisten terinduksi alcohol
- Gangguan psikotik terinduksi alcohol dengan waham
- Gangguan psikotik terinduksi alcohol dengan halusinasi
- Gangguan mood terinduksi alcohol
- Gangguan ansietas terinduksi alcohol
- Disfungsi seksual terinduksi alcohol
- Gangguan tidur terinduksi alcohol
- Gangguan alcohol yang tidak tergolongkan

SUMBER : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013 halaman 22

Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri


Klinis, Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal 481-570.
3. Mengapa pasien merasa kejang setelah minum alcohol?
Konsumsi etanol secara akut menyebabkan depresi sistem saraf pusat (SSP) sebagai akibat dari
peningkatan aktivitas GABAergik serta penurunan aktivitas glutamatergik sementara konsumsi
kronis menyebabkan keseimbangan adaptif baru dari berbagai neurotransmiter seperti GABA,
glutamat dan norepinefrin yang mengakibatkan fenomena toleransi alkohol.(diakibatkan oleh
perubahan fungsional kompensasi dengan menurunkan regulasi reseptor GABA dan peningkatan
ekspresi reseptor NMDA dengan produksi Lebih banyak glutamat untuk mempertahankan
homeostasis pemancar sistem saraf pusat (SSP))
Pengurangan tiba-tiba atau penghentian asupan alkohol menyebabkan penurunan kadar etanol
darah yang mengakibatkan penurunan aktivitas GABAergik( yang mengakibatkan aktivitas
berlebihan pada sistem saraf pusat.)dan peningkatan aktivitas glutamatergik. Ketidakseimbangan
ini menyebabkan eksitabilitas neuronal yang mengarah ke gejala AWS( Alcoholic withdrawl
syndrome) yang mencakup komplikasi neuropsikiatri, seperti Delirium tremens (DTs) dan
kejang, sebagai konsekuensi dari hiperaktivitas sistem saraf otonom juga. Episode penarikan
berulang menyebabkan apa yang disebut "kindling" di mana hipereksitabilitas neuron
menyebabkan peningkatan keparahan AWS dari waktu ke waktu

Alkohol juga menghambat kerja reseptor NMDA dengan bertindak sebagai antagonis reseptor.
Ini menghambat aksi glutamat, yang merupakan asam amino eksitatorik. Penyalahgunaan alkohol
yang berkepanjangan menyebabkan peningkatan regulasi reseptor. Penghentian alkohol secara
tiba-tiba menyebabkan peningkatan aksi glutamat, menghasilkan aksi rangsang yang mendalam.
Ini mungkin memiliki manifestasi klinis dari overdrive simpatik, seperti agitasi, tremor,
takikardia, dan hipertensi.
SUMBER : www.thecalgaryguide.com ; Rahman A, Paul M. Delirium Tremens. [Updated 2020
Aug 29]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482134/
Attilia F, Perciballi R, Rotondo C, Capriglione I, Iannuzzi S, Attilia ML, Coriale G, Vitali M,
Cereatti F, Fiore M, Ceccanti M; Interdisciplinary Study Group CRARL - SITAC - SIPaD - SITD
- SIPDip. Alcohol withdrawal syndrome: diagnostic and therapeutic methods. Riv Psichiatr. 2018
May-Jun;53(3):118-122. doi: 10.1708/2925.29413. PMID: 29912213.

4. Apa saja tahapan penyalahgunaan napza?


Tahap coba-coba, biasanya seseorang memulai tahap ini karena rasa ingin tahunya dan
agar dia diakui dalam kelompoknya. Selain itu , jua seorang remaja yang awalnya atas
dasar keingin tahuannya mulai menggunakan NAPZA

Tahap situasional atau bersenang-senang, yaitu pola pemakaian zat pada situasi
tertentu ,yaitu pola pemakaian zat pada situasi tertentu misalnya pada acara tahun baru,
penggunaan karena diajak atau ingin diterima oleh suatu kelompok tertentu.

Tahap rekreasional atau instrumental, yaitu pemakaian zat bertujuan sebagai cara
mengatasi masalah. Penggunaan zat pada tahap ini dirasakan dapat membantu menekan
gangguan emosional dan memanipulasi perilakunya.

Tahap habituasi atau kebiasaan, pada tahap ini perilaku untuk mendapatkan zat sulit
dikontrol dan sudah menjadi kebiasaan.

Ketergantungan atau adiksi, ditandai dengan mulai terjadinya toleransi ( mulai


meningkatkan jumlah penggunaan untuk mendapatkan efek yang sama ),withdrawal
(munculnya gejala putus zat jika tidak menggunakan zat), hingga kehilangan kontrol
untuk mendapatkan zat tersebut.
5. Tanda dan gejala zat psikoaktif akibat alcohol dan sindroma ketergantungan?
SINDROMA KETERGANTUNGAN
Ketergantungan zat adalah bentuk dari akibat penyalahgunaan zat yang berlangsung pada waktu
yang lama atau dalam periode penggunaan yang lama. Ketergantungan zat ini merupakan
gangguan kontrol terhadap penggunaan zat psikoaktif; yang sering ditandai dengan
ketergantungan fisiologis atau penggunaan kompulsif pada suatu zat. Orang-orang yang manjadi
pengguna kompulsif kurang dapat mengendalikan penggunaan obat. Merekea mungkin sadar
bahwa menggunakan obat dapat merusak hidup dan kesehatan mereka, namun mereka tak
mampu berhenti untuk menggunakan obat tersebut walaupun mereka ingin.

Penggunaan secara terus-menerus zat dalam waktu yang lama dapat mengubah reaksi fisiologi
tubuh, menyebabkan perkembangan toleransi atau gejala putus zat secara fisik. Sindrom putus
zat (withdrawal syndrome) adalah sekelompok karakteristik gejala putus zat yang terjadi saat
orang yang tergantung secara mendadak menghentikan penggunaan zat tertentu setelah
periode penggunaan berat dan berkepanjangan. Gejala putus zat bervariasi tergantung tipe obat
yang digunakan. Ketergantungan zat di bagi menjadi dua jenis yaitu ketergantungan fisiologis
atau yang berhubungan dengan tubuh, dan ketergantungan psikologis yang berhubungan
dengan kebiasaan dalam memenuhi kebutuhan psikologis. Ketergantungan fisiologis berarti
tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai hasil dari penggunaan obat-obatan
psikoaktif secara teratur sehingga tubuh menjadi tergantung pada pasokan zat yang rutin.

Tanda-tanda utama dari ketergantungan fisiologis mencakup perkembangan toleransi dan


sindrom abstinesi. Sedangkan ketergantungan psikologis mencakup penggunaan obat-obatan
secara kompulsif untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti tergantung pada obat untuk
mengatasi stres. Ciri-ciri withdrawal syndrome juga bisa meliputi kejang, halusinasi, dan delirium
(linglung dan tidak mampu berpikir jernih).

Gejala sindrom ketergantungan biasanya merupakan salah satu atau beberapa kondisi berikut:
Perubahan nafsu makan, Perubahan suasana hati (mood), seperti menjadi cepat marah, Hidung
tersumbat atau hidung berair, Mudah lelah dan nyeri otot, Mual dan muntah, Merasa gelisah,
Tubuh gemetar, Sulit tidur

6. Apa saja perbedaan sindroma ketergantungan,intoksikasi zat dan keadaan putus zat?
INTOKSIKASI AKUT
Intoksikasi akut adalah kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat
psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau
perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi berkurang
dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efek menghilang bila terjadi penggunaan zat.

SINDROMA KETERGANTUNGAN
Ketergantungan zat adalah bentuk dari akibat penyalahgunaan zat yang berlangsung pada
periode penggunaan yang lama. Ketergantungan zat ini merupakan gangguan kontrol
terhadap penggunaan zat psikoaktif; yang sering ditandai dengan ketergantungan
fisiologis atau penggunaan kompulsif pada suatu zat. Orang-orang yang manjadi
pengguna kompulsif kurang dapat mengendalikan penggunaan obat. Merekea mungkin
sadar bahwa menggunakan obat dapat merusak hidup dan kesehatan mereka, namun
mereka tak mampu berhenti untuk menggunakan obat tersebut walaupun mereka ingin.

Ketergantungan zat di bagi menjadi dua jenis yaitu ketergantungan fisiologis atau yang
berhubungan dengan tubuh, dan ketergantungan psikologis yang berhubungan dengan
kebiasaan dalam memenuhi kebutuhan psikologis. Ketergantungan fisiologis berarti
tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai hasil dari penggunaan obat-
obatan psikoaktif secara teratur sehingga tubuh menjadi tergantung pada pasokan zat
yang rutin. Tanda-tanda utama dari ketergantungan fisiologis mencakup perkembangan
toleransi dan sindrom abstinesi. Sedangkan ketergantungan psikologis mencakup
penggunaan obat-obatan secara kompulsif untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti
tergantung pada obat untuk mengatasi stres.

SINDROMA PUTUS OBAT


Sindrom putus zat (withdrawal syndrome) adalah sekelompok karakteristik gejala putus
zat yang terjadi saat orang yang tergantung secara mendadak menghentikan penggunaan
zat tertentu setelah periode penggunaan berat dan berkepanjangan. Gejala putus zat
bervariasi tergantung tipe obat yang digunakan.

7. Mengapa pasien 2 hari sebelumnya mengeluhkan mual,anoreksia,keringat berlebih cemas


dan insomnia?

Konsumsi alkohol  konsentrasi puncak alkohol di darah 30-90 menit ( bergantung dari keadaan
perut kosong (meningkatkan absorbsi ) atau perut dengan makanan ( menunda absorbsi)). Selain
itu juga tergantung dari mengonsumsinya, bila dengan cepat maka mengurangi waktu untuk
mencapai konsentrasi puncak, begitu pula sebaliknya. Absorbsi paling cepat pada minuman yang
mengandung 15-30 %. tubuh punya pelindung terhadap banjiran alkohol. Jika konsentrasi
alkohol terlalu tinggi di lambung terjadi sekresi mukus dan katup pyloric menutup. Dimana
aksi ini memperlambat absorbsi dan mencegah alkohol masuk ke usus halus yang tidak memiliki
hambatan absorbsi yang signifikan. MAKA, sejumlah besar alkohol dapat tetap tidak diabsorbsi
di lambung selama berjamjam  dimana akan menyebabkan dai spasme pilorus  MUAL DAN
MUNTAH
Sekai diabsorbsi di aliran darah, alkohol didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh . Karena
alkohol secara menyeluruh larut dalam cairan tubuh  jaringan yang memiliki proporsi air yang
lebih tinggi akan mendapat alkohol dalam konsentrasi tinggi dan memiliki efek intoksikasi lebih
besar . LAJU ABSORBSI MEMPENGARUHI RESPON INTOKSIKASI
SUMBER : Buku Kaplan Sadock Psikiatri Klinis

8. Mengapa pasien memiliki keinginan kuat mengonsumsi alcohol?


Adiksi sebagai gangguan otak
Zat psikoaktif ,khususnya NAPZA,memiliki sifat khusus terhadap jaringan otak: bersifat
menekan aktivitas fungsi otak ( depresan) ,merangsang aktivitas fungsi otak (stimulansia) dan
mendatangkan halusinasi (halusinogenik). Karena otak merupakan pusat perilaku manusia,maka
interaksi antara NAPZA( yang masuk ke dalam tubuh manusia) dengan sel-sel saraf otak dapat
menyebabkan terjadinya perubahan perilaku.
Otak memiliki puluhan neurotransmitter yang masing-masing bertugas menghantarkan pesan
sensasi khusus. Misalnya Dopamine menghantarkan sensasi rasa nikmat
( senang,enak,euforia,dan gembira). Tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan sejenis protein
neurotransmitter yang disebut endorphine. Endorfin mengikat diri pada reseptor opioid yang
kemudian mengirimkan sinyal ke terminal untuk melepaskan dopamine. Reseptor yang berkait
pada kenikmatan terdapat pada area otak yang disebut sentra kenikmatan yang terdapat pada
daerah otak yang bernama Nucleus Accumbens(NA) -Ventral Tegmental Area (VTA) dan Frontal
Cortex Cerebri .
NAPZA memiliki neurotransmitter yang memiliki sifat khusus sehingga penggunaan sekalgus
berbagai NAPZA dapat mendatangkan kekacauan didalam celah sinaptik. Beberapa jenis
neurotransmitter tersebut adalah : dopamin (amfet, kokain alkohol ) , serotonin
( LSD,alkohol),glutamate (alkohol), endorfin (opiat,alkohol ),GABA
( benzodiazepin,alkohol ),dan asetilkolin (nikotin,alkohol )
Beberapa NAPZA memiliki efek langsung pada jalur mesolimbik. Stimulan dan nikotin
meningkatkan dopamine pada nukleus akumbens. Opioid dan alkohol menekan neuron yang
menghambat modulasi nukleus akumbens dan area ventral tegmental,sehingga terjadi pelepasan
dopamin berlebihan pada nukleus akumbens. Adiksi terjadi sebagai kombinasi dari pengaruh gen
dan lingkungan ,namun sekali terjadi adiksi maka arsitektur otak akan berubah.
Pada penggunaan alkohol yang kronik akan terjadi pengurangan volume total dari substansia
nigra ,terutama pada area lobus frontal. Hal ini kemudian ada kaitannya pada penurunan
kemampuan memori dan kognitif.
RESEPTOR DOPAMINE
NAPZA yang bersifat stimulan akan memblok pengambilan kembali dopamin  pelepasan
dopamin yang akan menstimulasi nucleus akumbens lebih banyak. Volkow menemukan
berkurangnya reseptor D2 pada individu dengan ketergantungan kokain yang mengalami gejala
putus zat. Hal ini juga ditemukan pada gejala putus heroin,metamfetamin dan alkohol. Penemuan
ini menunjukkan semakin banyak NAPZA yang dikonsumsi akan menyebabkan downregulation
pada reseptor D2. Hal ini menyebabkan proses toleransi pada individu dengan ketergantungan
NAPZA.
Craving dan Korteks Frontal
Craving adalah suatu kondisi dimana individu dengan ketergantungan napza memiliki pikiran
yang intrusif dan keinginan yang kuat untuk menggunakan NAPZA. Pada saat terjadi craving
maka bagian otak yang berperan adalah prefrontal cortex (PFC). Pada pemeriksaan imaging
didapatkan peningkatan aktivitas pada PFC terutama pada area orbitofrontal dan dorsolateral.
Kotteks prefrontal terkait dengan pengambilan keputusan dan fungsi ini terganggu pada individu
dengan adiksi.
SUMBER : Buku ajar psikiatri edisi 3 oleh FKUI

9. Apa saja tanda dan gejala dari sindroma ketergantungan dan mengapa gejala bisa mereda
saat minum alkohol?
Penghentian konsumsi alkohol kronis secara tiba-tiba membuka kedok perubahan ini dengan
eksitasi SSP yang dimediasi glutamat yang mengakibatkan overaktivitas otonom dan komplikasi
neuropsikiatri seperti delirium dan kejang.Yang terakhir biasanya tipe tonik-klonik umum dan
dimediasi sebagian besar di batang otak oleh pencabutan efek penghambatan tonik dari subunit
delta GABAergic. Oleh karena itu, zona pemicu kejang ini berbeda dari yang diyakini
bertanggung jawab untuk kejang dalam konteks epilepsi, dan ini mungkin menjelaskan mengapa
aktivitas epileptiform jarang diamati di EEG setelah alkohol penarikan kejang. Sebagai
upregulation reseptor NMDA serta mengurangi penghambatan reseptor GABA-A sebagian besar
menjelaskan gejala klinis, pendekatan terapeutik untuk AWS terutama menargetkan mekanisme
ini.
Dopamin adalah neurotransmitter lain yang terlibat dalam keadaan putus alkohol. Selama
penggunaan alkohol, peningkatan dopamin secara positif mempengaruhi sistem penghargaan
sehingga mempertahankan penyalahgunaan. Dalam penarikan, peningkatan kadar dopamin
berkontribusi pada manifestasi klinis hyperarousal otonom dan halusinasi. Selain itu,
polimorfisme pada gen reseptor dopamin 2 tampaknya mempengaruhi tidak hanya AUD tetapi
juga manifestasi klinis gejala penarikan alkohol. Dalam kombinasi dengan peningkatan glutamat
dan norepinefrin, juga dapat menyebabkan pemanjangan interval QT pada orang yang memiliki
epilepsi aktif; ini dapat meningkatkan risiko kematian mendadak pada epilepsi (SUDEP).
Senyawa eksitotoksik lain yang meningkat pada AUD adalah homosistein. Selama minum aktif,
terjadi peningkatan homosistein melalui stimulasi reseptor NMDA. Dalam penarikan,
eksitotoksisitas diinduksi oleh peningkatan lebih lanjut dalam homosistein melalui aktivasi
rebound neurotransmisi glutamatergik
SUMBER : Jesse, S. et al. (2017) ‘Alcohol withdrawal syndrome: mechanisms, manifestations,
and management’, Acta Neurologica Scandinavica, 135(1), pp. 4–16. doi: 10.1111/ane.12671.

10. Apa saja kriteria diagnostic,komplikasi,prognosis dari kasus gangguan mental dari
ketergantungan alcohol?

11. Apa saja factor predisposisi dan presipitasi penyalahgunaan napza?


FAKTOR PREDISPOSISI

1) Faktor biologis

a. Keluarga : terutama orangtua yang menyalahgunakan napza.


b. Metabolik perubahan metabolisme alkohol mengakibatkan respons fisiologis.
c. Infeksi pada otak: gejala sisa dari ensefalitis, meningitis.
d. Penyakit kronis: kanker, asma, dan lain-lain.

2) Faktor psikologis

a. Tipe kepribadian: dependen, ansietas, depresi, psikopat.


b. Harga diri rendah akibat penganiayaan masa anak-anak.
c. Disfungsi keluarga keluarga tidak stabil, role model negatif, orang tua pengguna.
d. Individu yang mempunyai prasaan tidak aman.
e. Cara pemecahan masalah yang menyimpang.
f. Individu dengan krisis identitas.
a. Permusuhan dengan orang tua.

3) Faktor sosial kultural

a. Sikap masyarakat yang ambivalen tentang penggunaan zat


b. Norma kebudayaan menggunakan halusinogen atau alcohol untuk upacara adat.
c. Lingkungan: diskotik, mall, lokisasi, lingkungan rumah kumuh dan padat
d. Kontrol masyarakat kurang terhadap pengguna napza
f. Perilaku tindak kriminal pada usia dini.
e. Kehidupan agama yang kurang

SUMBER : Harlina, Lydia Martono dan Satya Joewana. 2008. Belajar Hidup bertanggung Jawab
Menangkal Narkoba dan Kekerasan. Jakarta. Balai Pustaka

12. Apa diagnosis pasti dan diagnosis banding dari scenario diatas?’
sindroma ketergantungan
Diagnosis Multiaxial
- Axis I : F.10.2 gangguan mental dan perilaku akibat alcohol, sindrom ketergatungan
alcohol konvulsi
- Axis II : tidak ada diagnosis
- Axis III : tidak ada
- Axis IV : masalah psikososial dan lingkungan lain
- Axis V : 60 (gejala sedang dan disabilitas ringan)

 Sindrom ketergantungan (F10.2)


Kriteria dx menurut PPDGJ : Ditemukan 3 gejala atuu lebih satu tahun sebelumnya,
gejalanya berupa :
- Adanya keinginan kuat memkasa atau kompulsif untuk menggunakan zat psikoaktif,
- Kesulitan dalam mengendalikan perilaku dalam menggunakan zat psikoaktif sejak
mulai hingga usaha penghentian/ dalam tingkat sedang menggunakan,
- Keadaan putus zat secara fisiologis.
- Terbukti adanya toleransi (Dari awal hingga minum ada peningkatan dosis
penggunaannya)
- Secara progresif akan mengalami kesenanan disebabkan penggunaan zat psikoaktif
- Tetap menggunakan zat tersebut meskipun sadar walaupun merugikan.
 Keadaan putus zat (F10.3)
Gejala fisik bervariasi, yang paling khas saat pasien lapor merasa gejala mereda saat
konsumsi alcohol, salah satunya gejala psikologis.
Pasien sebelumnya mengalami putus zat merasakan gejala  konsumsi lebih 
kejang

13. Apa saja tatalaksana yang dilakukan paada scenario tersebut ?


PENANGANAN DAN REHABILITASI
Intervensi
Tujuan pada tahap ini, yang disebut-iuga konfrontasi, adalah memutus rasa penyangkalan dan
membantu pasien mengenali konsekuensi simpang yang akan teriadi jika gangguan ini tidak
diobati. Intervensi, sebagai suatu proses, bertujuan memaksimalkan motivasi terapi dan abstinensi
berkelanjutan
Keluarga dapat sangat membantu dalam intervensi. Anggota keluarga harus belajar untuk tidak
rnelindungi pasien dari masalal. yang disebabkan alkohol; bila tidak, pasien mungkin tidak
mampu mengumpulkan energi dan motivasi yang diperlukan untuk berhenti minum. Selama
tahap intervensi, keluarga juga dapat menyarankan pasien untuk menemui orang yang telah
sembuh dari alkoholisme, mungkin melalui tllcoholics Anonymous (AA), dan mereka dapat
bertemu dengan kelompok, seperti Alanon, yang menjangkau anggota keluarga. Kclompok
pendukung untuk keluarga tersebut bertemu pada banyak kesempatan dalam satu minggu dan
membantu anggota keluarga serta teman untuk melihat bahwa mereka tidak sendiri dalam rasa
takut, kuatir, dan bersalah. Para anggota berbagi strategi penyelesaian masalah dan membantu
satu sama lain untuk menemukan sumber di komunitas. Kelompok tersebut dapat sangat berguna
dalam membantu anggota keluarga membangun kembali hidup mereka, bahkan bila alkoholik
tersebut menolak untuk mencari bantuan.
Detoksifikasi
Langkah penting pertama detoksifikasi adalah pemeriksaan fisik menyeluruh. Bila tidak ada
gangguan medis serius atau penyalahgunaan obat gabungan, keadaan putus alkohol yang berat
jarang terjadi. Langkah kedua adalah memberi istirahat, nutrisi adekuat, dan vitamin multipel,
terutama yang mengandung tiamin.
Keadaan Putus zat ringan atau sedang
Keadaan putus zat terjadi karena otak secara fisiotogis telah beradaptasi dengan kehadiran
depresan otak dan tidak dapat berfungsi secara adekuat tanpa zat tersebut. Mernberi cukup
depresan otak pada hari pertama untuk mengurangi gejala dan kemudian menyapih pasien dari
obat dalam 5 hari berikutnya memberi sebagian besar pasien pelepasan yang optimal dan
meminimalkan kemungkinan keadaan putus zat berat dapat terjadi. Terapi yang adekuat dapat
diberikan baik dengan obat kerja singkat (contohnya lorazepam) atau zat kerja-lama (contohnya
klordiazepoksid dan diazepam).
b. Klordiazepoksid 25 mg per oral 3-4 kali sehari pada hari pertama. dengan
catatan untuk melewatkan dosis bila pasien tertidur atau merasa mengantuk.
+ 25 mg dapat diberikan dalam 24 jam bila pasien gelisah atau tremor atau disfungsi otonom.
Saat memberikan agen kerja lama, seperti klordiazepoksid, klinisi sebaiknya menghindari
timbulnya rasa rnengantuk berlebihan akibat overpengobatan. Jika pasien mengantuk, dosis
yang di.iadwalkan selanjutnya sebaiknya dibatalkan. Bila menggunakar, agen kerja singkat
seperti lorazepam, pasien tidak boleh melewatkan satu dosis pun karena perubahan cepat
pada konsentrasi benzodiazepin dalam darah dapat mempresipitasi keadaan putus zat yang
parah.
c. Dosis benzodiazepin apapun yang dibutuhkan pada hari pertama dapat diturunkan sebanyak
20% tiap hari berikutnya dengan hasil akhir tidak lagi dibutuhkan setelah obat 4 atau 5 hari
d. Psikoedukasi
Dapat diberikan terutama kepada keluarga pasien dan juga kepada pasien. Psikoedukasi
kepada pasien dan keluarga pasien perlu dilakukan agar keluarga tahu mengenai keadaan
pasien, penyebab keadaan pasien saat ini, rencana terapi terhadap pasien kedepan,
prognosis pasien serta tindakan apa saja yang dapat membantu perkembangan pasien
selanjutnya. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa dukungan keluarga sangat
mempengaruhi prognosis kepada pasien selanjutny
e. Konseling
Masalah emosional adalah alasan utama yang mendasari alkoholisme. Minuman
beralkohol membantu melupakan hal masalah yang sedang mereka hadapi meski hanya
sementara. Selama masa pengobatan, seorang konselor akan membantu pasien mengatasi
masalah emosional. Mereka juga akan memberi dukungan selama masa sulit menjalani
putus alkohol.
f. Kelompok dukungan
Banyak kelompok dukungan, seperti Alcoholics Anonymous (AA), memberikan
dukungan dan jalan keluar bagi pasien. Kelompok ini membiarkan mereka berbagi
tentang tujuan dan hambatan mereka dengan orang-orang yang melalui peristiwa yang
sama. Mereka berada di lingkungan aman yang tidak akan menghakimi mereka. Memiliki
tempat atau kelompok yang membuat pasien merasakan dukungan, dapat membantu
mereka untuk tetap termotivasi dalam mempertahankan keadaan tidak mabuk.

g. Farmakologi
Benzodiazepin
Benzodiazepin (BZD) bekerja dengan memodulasi pengikatan GABA ke reseptor
GABA-A, meningkatkan masuknya ion klorida dan memberikan efek penghambatan
yang mirip dengan etanol.

Semua BZD dimetabolisme di hati dengan oksidasi dan / atau glukuronidasi, dan
beberapa di antaranya membentuk metabolit aktif secara farmakologis yang bertanggung
jawab untuk durasi kerja yang lama, seperti diazepam, chlordiazepoxide, dan clorazepate.
Oleh karena itu, BZD dan metabolit aktifnya dapat dikategorikan menurut durasi
efeknya: kerja pendek (<10 jam seperti lorazepam, oxazepam, dan midazolam), kerja
menengah (10-24 jam sebagai clonazepam), atau kerja panjang (> 24 jam; clobazam,
clorazepate, dan diazepam). Metabolisme BZD terutama dikatalisis oleh isoenzim CYP
yang mungkin menjadi target interaksi obat-obat.

Masalah klinis Obat Jalur Dosis Keterangan


Gemetaran dan chlordiazepoxide Oral 25-100 mg tiap 4-6 jam Dosis awal dapat diulangi
agitasi ringan tiap 2 jam sampai pasien
sampai sedang tenang; dosis selanjutnya
harus ditentukan secara
individual dan dititrasi
Halusinosis Diazepam Oral 5-20 mg tiap 4-6 jam Berikan sampai pasien
Agitasi parah Lorazepam Oral 2-10 mg tiap 4-6 jam tenang; dosis selanjutnya
chlordiazepoxide Intravena 0,5 mg/kg pada 12,5 harus ditentukan secara
mg/mnt indivisual dan dititrasi
Kejang putus Diazepam Intravena 0,15 mg/kg pada 2,5
mg/mnt
Delirium Lorazepam Intravena 0,1 mg/kg pada 2,0
tremens mg/mnt

Non ‐ benzodiazepin

Antipsikotik termasuk fenotiazin dan butirofenon, seperti haloperidol


Agen antiepilepsi karbamazepin (CBZ) pada dosis harian 800 mg dengan rejimen tetap
atau tapered selama 5-9 hari
Treatment: A Research-Based Guide.”
h. Terapi epilepsi sebelumnya yaitu phenitoin 3 × 100mg intra oral, phenobarbital 3x60mg intra
oral dan asam folat 2 × 1mg intra oral, pasien sempat kejang beberapa kali karena lupa
minum obat, dosis kemudian disesuaikan berdasarkan berat badan dan keteraturan jadwal
minum obat. Obat kejang saat ini yaitu phenitoin 2 × 200mg intra oral, phenobarbital 1 ×
90mg intra oral, dan asam folat 2 × 400mcg intra oral. Selama perawatan hingga perawatan
dirumah pasien tidak mengalami kejang. Kadar obat anti epilepsi yang tinggi atau kombinasi
obat tertentu dapat mencetuskan gejala psikotik, beberapa jenis obat tersebut yaitu
ethosuximide, phenitoin, zonisamide, topiramate, dan vigabatrin.
i. Terapi dari sejawat psikiatri yaitu risperidon 2 × 1 mg intra oral dan haloperidol 2,5 mg intra
muskular bila pasien gelisah. Terapi saat perawatan dirumah dilanjutkan dengan risperidon 2
× 1 mg intra oral. Penanganan gangguan psikotik pada epilepsi yaitu penanganan masalah
psikiatri, optimalisasi obat anti epilepsi untuk mencegah kejang berulang dan memulai terapi
farmakologis anti psikotik berdasarkan beratnya gejala, perilaku dan fungsi sehari-hari.
Kondisi psikotik yang muncul akan lebih baik bila ditangani dengan obat anti psikotik sedini
mungkin tanpa menunggu munculnya gejala yang lebih berat.
j. Penanganan pada kondisi akut dapat diberikan dopamine-blocker intra muskular seperti
haloperidol dan promethazine. Pada kondisi ini dapat diberikan obat anti psikotik generasi
pertama yaitu phenothiazines, butyrophenones (seperti haloperidol), benzamides, thipins, dan
obat anti psikotik generasi kedua yaitu serotonin-dopamine antagonis (seperti risperidon),
dibenzodiazepines, dan dopamine system stabilizer. Obat anti psikotik pilihan yang dapat
diberikan yaitu risperidon, olanzapine, dan quetiapine, sedangkan haloperidol dan pimozide
adalah jenis anti psikotik tipikal dengan risiko rendah mencetuskan bangkitan dan tidak ada
laporan kasus bangkitan akibat penggunaan jenis obat ini. Clozapine, loxapine, dan
chlorpromazine adalah jenis obat anti psikotik yang dihindari karena dapat mencetuskan
bangkitan.
k. Tujuan utama penanganan pada kasus ini adalah mencegah kejang berulang dengan
mengoptimalkan dosis obat anti kejang sehingga mencegah gangguan psikotik muncul
kembali.
SUMBER : Buku Kaplan Saddock Psikiatri klinis ; National Institute on Drug Abuse:
“Principles of Adolescent Substance Use Disorder

14. Bagaimana cara memberikan edukasi kepada orang yg memiliki ketergantungan fisik dan
psikis?

15. Apa perbedaan tatalaksana napza obat antara intoksikasi dan symtomps withdrawel?

Anda mungkin juga menyukai