Anda di halaman 1dari 55

Laporan Kasus

Skizofrenia

Oleh:
Muhammad Rizky Anggriawan, S. Ked
Ahmad Fauzan Arifani, S. Ked

Pembimbing :
dr. H. Yulizar, Sp.KJ, MM

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FK UNLAM RSUD ULIN
BANJARMASIN
JULI, 2016

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

....................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

....................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

....................................................................... 4

BAB III RIWAYAT PSIKIATRIK

............................................................43

BAB IV PENUTUP

....................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA

....................................................................... 59

BAB I PENDAHULUAN
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di
seluruh dunia adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa
semakin modern dan indsutrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor
psikososialnya, yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak
mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Gangguan jiwa merupakan gangguan pada pikiran, perasaan, atau perilaku
yang mengakibatkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari. Skizofrenia
adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses pikir, kadangkadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan
dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek
abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme.
Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya
tidak terganggu.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki
biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis
biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Onset
setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1

BAB II PEMBAHASAN
Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, shizein yang berarti terpisah
atau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif,
dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan
mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan komunikasi sosial yang
nyata. Sering terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien
dan dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan
laboratorium.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom
dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.

Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering


mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya.
Menurut Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah
belah, adanya keretakan atau disharmoni atara proses pikir, perasaan, dan
perbuatan.

Epidemiologi
John McGrath PhD dari Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland,
Wacol, Australia, dalam simposium bertema Psychosis Round the World, yang
membahas data terbaru epidemiologi skizofrenia, memberikan presentasi
sistematik untuk memandang kejadian skizofrenia. Ia mengatakan, kejadian
skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian tahunan berjumlah
15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran dibanding penduduk asli
sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Di
indonesia, menurut dr.Irmasyah, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian
psikiatri karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari seluruh
penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka.2

Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak
dulu.

Meskipun

demikian

pengetahuan

tentang

faktor

penyebab

dan

patogenesisnya masih minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang


mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain:

Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur.
Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%;
bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila
kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur
(heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur (monozigot) 61-86%.
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.
Endokrin
Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan
endokrin. Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal
ini tidak dapat dibuktikan.

Metabolisme
Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.
Ujung extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat menurun.
Hipotesis ini tidak dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini teori
metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan memakai obat
halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethilamide (LSD-25). Obatobat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala
skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn
error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum ditemukan.
Teori-teori tersebut di atas ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori
somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan
badaniah. Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu skizofrenia diaggap
sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress
psikologis dan hubungan antarmanusia yang mengecewakan.
Kemudian muncil teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu
sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain
keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badani
seperti lues otakm atherosclerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan
psikosomatis, gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar
yang psikogenik, atau merupakan manifestasi somatic dari gangguan psikogenik.
Tetapi pada skizofrenia justru kesukarannya adalah untuk menentukan mana yang

primer dan mana yang sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang
hanya akibat saja.
Neurokimia
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
overaktivitas pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan
bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat
menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama
antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan
memblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2.2,3
Pemeriksaan Fisik
1. Status fisik
Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya
suatu pemeriksaan fisik lengkap. Gejala fisik seperti nyeri kepala dan
palpitasi

memerlukan

pemeriksaan

medis

yang

menyeluruh

untuk

menentukan bagian dari proses somatik. Bila ada, yang berperan


menyebabkan penderitaan tersebut. Hal yang sama dapat digunakan pada
gejala mental misalnya depresi, ansietas, halusinasi, dan waham kejar, yang
bisa jadi merupakan ekspresi dan proses somatik. Terkadang keadaan
menyebabkan kita perlu menunda pemeriksaan medis lengkap. Misalnya,
pasien dengan waham atau panik dapat menunjukkan perlawanan sikap
bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis harus diperoleh dari
anggota keluarga bila memungkinkan. Namun, kecauali ada alasan mendesak

untuk melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai pasien
menurut.
Pemeriksaan Neurologis
Selama proses anamnesis pada kasus tersebut, tingkat kesadaran dan
atensi pasien terhadap detil pemeriksaan, pemahaman, ekspresi wajah, cara
bicara, postur, dan cara berjalan perlu diperhatikan. Pemeriksaan neurologis
dilakukan untuk dua tujuan. Tujuan pertama dicapai melalui pemeriksaan
neurologis rutin, yaitu terutama dirancang untuk mengungkap asimetri fungsi
motorik, persepsi, dan refleks pada kedua sisi tubuh yang disebabkan oleh
penyakit hemisferik fokal. Tujuan kedua tercapai dengan mencari untuk
memperoleh tanda yang selama ini dikaitkan dengan disfungsi otak difus atau
penyakit lobus frontal. Tanda ini meliputi refleks mengisap, mencucur,
palmomental, dan refleks genggam serta menetapnya respons terhadap
ketukan di dahi. Sayangnya, kecuali refleks genggam, tanda seperti itu tidak
berkaitan erat dengan patologi otak yang mendasari.2
2. Status mental
Deskripsi umum
o Penampilan
Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien
skizofrenia dapat berkisar dari orang yang sangat berantakan, menjeritjerit, dan teragitasihingga orang yang terobsesi tampil rapi, sangat
pendiam, dan imobil.
o Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata
Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku
motorik pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan
tubuh, kedutan, perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi,
sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan.
o Sikap terhadap pemeriksa
9

Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai


kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, tertarik, balk-blakan, seduktif,
defensif, merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu,

menyenangkan, suka mengelak, atau berhati-hati.


Mood dan afek
Mood didefinisikan sebagai emosi menetap dan telah meresap yang
mewarnai persepsi orang tersebut terhadap dunia.
Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang
tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku

ekspresif.
Kakteristik gaya bicara
Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasihm
pendiam, tidak spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari
pewawancara. Gaya bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan,
emosional, dramatis, monoton, keras, berbisik, cadel, terputus-putus, atau
bergumam. Gangguan bicara, contohnya gagap, dimasukkan dalam bagian

ini.
Persepsi
Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau
lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat
(contohnya: auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau

halusinasi tersebut harus dijelaskan.


Halusinasi senestik
Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan
organ tubuh yang terganggu. Contoh halusinasi senestik mencakup sensasi
terbakar pada otak, sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta sensasi

tertusuk pada sumsum tulang.


Ilusi
Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang
nyata, sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang
10

nyata. Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun
dapat pula terjadi dalam fase prodromal dan selama periode remisi.
Isi pikir dan kecenderungan mental
o Proses pikir (bentuk pemikiran)
Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide.
Dapat terjadi proses pikir yang cepat, yang bila berlangsung sangat
ekstrim, disebut

flight of ideas. Seorang pasien juga dapat

menunjukkan cara berpikir yang lambat atau tertahan. Gangguan


kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang bersifat tangensial,
sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau perseveratif.
Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide
selesai

diungkapkan.

Sirkumstansial

mengisyaratkan

hilangnya

kemampuan berpikir yang mengarah ke tujuan dalam mengemukakan


suatu ide, pasien menyertakan banyak detail yang tidak relevan dan
komentar tambahan namun pada akhirnya mampu ke ide semula.
Tangensialitas merupakan suatu gangguan berupa hilangnya benang
merah pembicaraan pada seorang pasien dan kemudian ia mengikuti
pikiran tangensial yang dirangsang oleh berbagai stimulus eksternal
atau internal yang tidak relevan dan tidak pernah kembali ke ide
semula. Gangguan proses pikir dapat tercermin dari word salad
(hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami atau inkoheren),
clang association (asosiasi berdasarkan rima), punning (asosiasi
berdasarkan makna ganda), dan neologisme (kata-kata baru yang
diciptakan oleh pasien melalui kombinasi atau pemadatan kata-kata
lain).
o Isi pikir

11

Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, obsesi, kompulsi,


fobia, rencana, niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau
pembunuhan, gejala hipokondriakal, dan kecenderungan antisosial

tertentu.
Sensorium dan kognisi
Pemeriksaan ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi
pasien, kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai.
o Kesadaran
Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan
organik pada otak.
o Orientasi dan memori
Ganggaun orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan
orang.
o Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien terganggu karena berbagai allasan. Gangguan
kognitif, ansietas, depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi
auditorik,

semuanya

dapat

berperan

menyebabkan

gangguan

konsentrasi.
o Membaca dan menulis
o Kemampuan visuospasial
Pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan
jam dinding atau segilima bertumpuk.
o Pikiran abstrak
Kemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin
memiliki gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide.
o Informasi dan inteligensi
Impulsivitas, Kekerasan, Bunuh diri, dan Pembunuhan
Pasien mungkin tidak dapat mengendalikan impuls akibat suatu gangguan
kognitif atau psikotik atau merupakan hasil suatu defek karakter yang
kronik, seperti yang dijumpai pada gangguan kepribadian.
Perilaku kekerasan lazim dijumpai di antara pasien skizofrenik yang tidak
diobati. Waham yang bersifat kejar, episode kekerasan sebelumnya, dan

12

defisit neurologis merupakan faktor resiko perilaku kekerasan atau


impulsif.
Kurang lebih 50 persen pasien skizofrenik mencoba bunuh diri, dan 10
sampai 15 persen pasien skizofrenia meninggal akibat bunuh diri.
Mungkin faktor yang paling tidak diperhitungkan yang terlibat dalam
kasus bunuh diri pasien ini adalah depresi yang salah diagnosis sebagai
afek mendatar atau efek samping obat. Faktor pemicu lain untuk bunuh
diri mencakup perasaan kehampaan absolut, kebutuhan melarikan diri dari
penyiksaan mental, atau halusinasi auditorik yang memerintahkan pasien
mebunuh diri sendiri.
Saat seorang pasien skizofrenik benar-benar melakukan pembunuhan, hal
itu mungkin dilakukan dengan alasan yang aneh atau tak disangka-sangka

yang didasarkan pada halusinasi atau waham.


Daya nilai dan tilikan
Daya nilai : aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial.
Dapatkah pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya dalam situasi
imajiner. Contohnya: apa yang akan pasien lakukan ketika ia mencium
asap dalam suasana gedung bioskop yang penuh sesak?
Tilikan: tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan penyakitnya.
Pasien dapat menunjukkan penyangkalan total akan penyakitnya atau
mungkin menunjukkan sedikit kesadaran kalau dirinya sakit namun
menyalahkan orang lain, faktor eksternal, atau bahkan faktor organik.
Mereka mungking menyadari dirinya sakit, namun menganggap hal

tersebut sebagai sesuatu yang asing atau misterius dalam dirinya.


Realiabilitas
Kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan
kemampuan untuk melaporkan keadaanya secara akurat. Contohnya, bila
pasien terbuka mengenai penyalahgunaan obat tertentu secara aktif
13

mengenai keadaan yang menurut pasien dapat berpengaruh buruk


(mislnya, bermasalah dengan hukum), psikiater dapat memperkirakan
bahwa realiabilitas pasien adalah baik.2,3
3. Pemeriksaan tambahan
Tes psikologis: tes inteligensi, tes kepribadian, tes ketangkasan atau bakat,
dan tes neuropsikologis.

Tes inteligensi
Dapat ditentukan HI (hasil bagi inteligensi) atau IQ (Intelligence Quotient)
sebagai suatu cara numerik untuk menyatakan taraf inteligensi. Rumusnya
sebagai berikut:
Umur mental
HI= ------------------------- x 100
Umur kalender
Umur mental didapat dari tes inteligensi. Umur kalender diambil paling
tinggi 15 (biarpun sebenarnya lebih), karena tes inteligensi yang ada
sekarang sukar untuk mengukur perbedaan inteligensi di atas umur 15
tahun.

Tes kepribadian
Tes kepribadian lebih sukar dibuat, dipakai dan dinilai sehingga reliabilitas
dan validitas kurang dari tes inteligensi. Hal ini disebabkan antara lain
karena begitu banyaknya sifat kepribadian manusia dan sukarnya mencari
parameter atau indikatro yang tepat dan dapat diukur untuk suatu sifat
kepribadian tertentu. Kepribadian adalah keseluruhan perilaku manusia
atau perannya dalam hubungan antar manusia, pribadinya dapat dibedakan
dari pribadi lain. Peran ini bukan saja perilaku yang nyata, tetapi juga

14

sikap internal, kecenderungan bertindak dan hambatan. Kepribadian dapat


dievaluasi dengan cara observasi, wawancara, atau melalui daftar
pertanyaan, tes melengkapi kalimat atau tes proyeksi.

Tes neuropsikologis
Tes neuropsikologis merupakan tes yang mempelajari hubungan antara
otak dan perilaku dengan menggunakan prosedur tes yang terstandarisasi
dan objektif. Tes ini menguji kemampuan kognitif. Tujuan tes
neuropsikologis adalah identifikasi, kuantifikasi, dan deskripsi perubahan
kognitif dan perilaku yang disebabkan oleh disfungsi otak. Dalam hal ini,
ranah (domain) yang dievaluasi adalah kemampuan berbahasa, memori,
penalaran dan pertimbangan intelektual, fungsi visual-motor, fungsi
sensori-perseptual, dan fungsi motorik.2,3

Pemeriksaan Penunjang
Meskipun pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan penunjang, tetapi
peranannya

penting

dalam

menjelaskan

dan

menkuantifikasi

disfungsi

neurofisiologis, memilih pengobatan, dan memonitor respon klinis. Hasil


pemeriksaan laboratorik harus dapat diintegrasikan dengan data riwayat penyakit,
wawancara

dan

pemeriksaan

psikiatrik

untuk

memperoleh

gambaran

komprehensif tentang diagnosis dan pengobatan yang diperlukan oleh pasien.

15

Sampai saat ini belum ada konsensus mengenai tes apa saja yang
digunakan sebagai penyaring, tetapi beberapa tes berikut patut untuk
dipertimbangkan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pemeriksaan darah lengkap


Elektrolit serum
Glukosa darah
Tes fungsi hepar
Tes fungsi ginjal
Kalsium serum
Uji fungsi tiroid
Pemeriksaan penyaring untuk sifilis (VDRL dan TPHA)
Tes urin untuk obat terlarang.2,3

Gambaran klinis
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran
penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas
oleh orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak
berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh.
Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak
dapat dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak
dapat dikoreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami

16

kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat


mempertahankan inteligensia yang mendekati normal, sebagian besar performa uji
kognitifnya buruk. Pasien dapat menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan
merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang
terjadi secara berangsur-angsur.
Gejala Positif dan Negatif
Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi
afek mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking,
kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan Pikiran
-

Gangguan proses pikir


Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering
tidak dapat dimengerti oleh orang lain dann terlihat tidak logis. Tandatandanya adalah:
1. Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut seolah
dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan
sehingga membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi
misalnya di pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak
koheren.
2. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus
mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang
tidak relevan.
3. Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka
meungkin mengandung arti simbolik)

17

4. Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan


kalimat) dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya
dengan topik lain. Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi.
5. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan
bunyi kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.
6. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja
diucapkan oleh seseorang.
7. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat
buruk kemampuan berpikir abstraknya.
8. Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin
pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat
-

sedikit ide yang disamapaikan (miskin isi pembicaraan).


Gangguan isi pikir
1. Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang taksesuai dengan
fakta dan kepercayaan tersebut mungkin aneh atau bisa pula tidak
aneh tetapi sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankam meskipun telah
diperlihaykan bukti-bukti yang jelas untuk mengkoreksinya. Waham sering
ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang
spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia
semakin sering ditemui waham disorganisasi atau waham tidak sistematis:
a. Waham kejar
b. Waham kebesaran
c. Waham rujukan
d. Waham penyiaran pikiran
e. Waham penyisipan pikiran
2. Tilikan
Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu
pasien tidak menyadari

penyakitnya

serta

kebutuhannya

terhaap

pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh
orang lain.

18

Gangguan Persepsi
-

Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa
juga

berbentuk

penglihatan,

penciuman,

dan

perabaan.

Halusinasi

pendengaran dapat pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwaperistiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk
ancaman atau perintah-perintah langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi
komando). Suara-suara sering diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal
dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiranpikiran mereka sendiri berbicara keras. Suara-suara cukup nyata menurut
-

pasien kecuali pada fase awal skizofrenia.


Ilusi dan depersonalisasi
Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya
misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya
perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing
terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata.

Gangguan Perilaku
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala
katatonik yang dapat berupa stupor atauh gaduh gelisah. Paien dengan stupor
tidak bergerak, tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya
sadar. Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas
motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi
bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa didapati fleksibilitas serea dan

19

katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk
waktu yang lama. Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila anggota badan
dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan posisi itu
dipertahankan agak lama.
Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang
melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi.
Misalnya, menarik-narik rambutnya, atau tiap kali bila mau menyuap nasi
mengetuk piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari
sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigrasi, kata atau
kalimat diulang-ulangi, hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak orgnaik.
Manerisme adalah stereotipi tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam
bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan.
Gangguan Afek
Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh
terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya
dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi, apa yang
seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa
sedih atau marah. Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia
menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of
affect dalam bahasa inggris dan inadequat dalam bahasa belanda.
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai
kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari,

20

tetapi mulutnya seperti tertawa.semua ini merupakan gangguan afek dan emosi
yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah:
Emosi berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita
sedang bersandiwara.
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk
mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering
kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya
kepribadian, maka dual hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama,
misalnya mencintai dan membenci satu orang yang sama; menangis dan tertawa
tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi afektif.1-3
Diagnosis
Adanya halusinasi atau waham tidak mutlak untuk diagnosis skizofrenia;
gangguan

pada

pasien

didiagnosis

sebagai

skizofrenia

apabila

pasien

menunjukkan dua gejala yang terdaftar sebagai gejala 3 sampai 5 pada kriteria A
(1.waham 2. Halusinasi 3. Bicara kacau 4. Perilaku yang sangat kacau/katatonik 5.
Gejala negatif, yaitu: afek medatar, alogia, atau anhedonia). Hanya dibutuhkan
satu gejala kriteria A bila wahamnya bizare atau halusinasinya terdiri atas suara
yang terus-menerus memberi komentar terhadap perilaku atau pikiran pasien, atau
dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap. Kriteria B membutuhkan adanya
hendaya fungsi, meski tidak memburuk, yang tampak selama fase aktif penyakit.
Gejala harus berlangsung selama paling tidak 6 bulan dan diagnosis gangguan
skizoafektif atau gangguan mood harus disingkirkan. Setidaknya salah satu hal ini
harus ada:

21

1.1.

Gema pikiran (thought echo)


Isi pikiran seperti berulang.
1.2. Thought of insertion or withdrawal
Isi pikirian asing dari luar seperti masuk ke dalam pikirannya atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya.
Thought broadcasting
Seperti orang lain tahu akan isi pikirannya karna isi pikirannya tersiar.
2.1. Delusion of control
Merasa seperti dirinya dikendalikan.
2.2. Delusion of influence
Merasa dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar.
2.3. Delusion of passivity
Merasa dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar.
2.4. Delusion perception
Pengalaman yang tak wajar sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik.
3. Halusinasi auditorik
Suara-suara halusinasi yang terus-menerus mengomentari perilaku pasien
1.3.

atau saling mendiskusikan pasien, atau suara halusinasi lain yang berasal dari
bagian tubuh tertentu; dan
4. Waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat tidak
masuk akal.
Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut ada:
1. Halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap hari selama
sekurangnya 1 bulan, atau bila disertai waham
2. Neologisme, kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan
menggabungkan suku kata atau dari kata-kata lain.
3. Perilaku katatonik, seperti eksitasi, postur atau fleksibilitas serea, negativisme,
mutisme, dan stupor

22

4. Gejala negatif, seperti apatis yang nyata, miskin isi pembicaraan, dan respons
emosional tumpul serta ganjil (harus ditegaskan bahwa hal ini bukan disebabkan
depresi atau pengobatan antipsikotik)7.
Jenis Jenis Skizofrenia
a. Tipe paranoid
Skizofrenia tipe ini ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau lebih
waham atau halusinasi auditorik yang sering serta tidak adanya perilaku
spesifik yang sugestif untuk tipe hebrefrenik atau katatonik. Secara klasik,
skizofrenia tipe paranoid terutama ditandai dengan adanya waham kejar atau
kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid biasanya mengalami episode pertama
penyakit pada usia yang lebih tua dibanding pasien skizofrenia hebefrenik
dan katatonik. Pasien yang skizofrenianya terjadi pada akhir usia 20-an atau
30-an biasanya telah memiliki kehidupan sosial yang mapan yang dapat
membantu mengatasi penyakitnya, dan sumber ego pasien paranoid
cenderung lebih besar dibanding pasien skizofrenia hebefrenik atau katatonik.
Pasien skizofrenia paranoid menunjukkna regresi kemampuan mental,
respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien
skizofrenia tipe lain. Pasien skizofrenia paranoid biasanya tegang, mudah
curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap bermusuhan atau
agresif, namun mereka kadang-kadang dapat mengendalikan diri mereka
secara adekuat pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak
dipengaruhi psikosisnya cenderung tetap utuh.
b. Tipe disorganized
Skizofrenia tipe disorganized (sebelumnya disebut hebefrenik) ditandai
dengan regresi nyata ke perilaku primitif, tak terinhibisi, dan kacau serta

23

dengan tidak adanya gejala yang memenuhi kriteria tipe katatonik. Onset
subtipe ini biasanya dini, sebelum usia 25 tahun. Pasien hebefrenik biasanya
aktif namun dalam sikap yang nonkonstruktif dan tak bertujuan. Gangguan
pikir menonjol dan kontal dengan realitas buruk. Penampilan pribadi dan
perilaku sosial berantakan, respons emosional mereka tidak sesuai dan tawa
mereka sering meledak tanpa alasan jelas. Seringai atau meringis yang tak
pantas lazim dijumpai pada pasien inim yang perilakunya paling baik
dideskripsikan sebagai konyol atau tolol.
c. Tipe katatonik
Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia:
- Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap
lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung
-

di sekitarnya.
Negativsme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau

usaha-usaha untuk menggerakkan fisiknya.


Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigid.
Postur katatonik yaitu pasein mempertahankan posisi yang tak biasa atau

aneh.
Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin

dapat mengancam jiwanya (misalnya, karena kelelahan).


d. Tipe tak terinci
Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang
menonjol (misalnya: kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria
skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik,
hebefrenik, residual, dan depresi pasca skizofrenia.
e. Tipe residual
Pasien dalam keadaan remmsi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan
gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi,
perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis).
f. Skizofrenia simpleks

24

Skizofrenia simpleks adalah sulatu diagnosis yang sulit dibuat secara


meyakinka karena bergantung pada pemastian perkembangan yang
berlangsung perlahan, progresif dari gejala negatif yang khas dari
skizofrenia residual tanpa adanya riwayat halusinasi, waham atau manifestasi
lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya, dan disertai degan
perubahan-perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan, dan
penarikan diri secara sosial.1,3

Patofisiologi
Neurobiologi
Terdapat peningkatan jumlah penelitian yang mengindikasikan adanya
peran patofisiologis area otak tertentu, termasuk sistem limbik, korteks frontal,
serebelum, dan ganglia basalis. Keempat area ini saling terhubung sehingga
disfungsi satu area dapat melibatkan proses patologi primer di tempat lain.
Pencitraan otak manusia hidup dan pemeriksaan neuropatologi jaringan otak
postmortem menyatakan sistem limbik sebagai lokasi potensial proses patologi
primer pada setidaknya beberapa, bahkan mungkin sebagian besar, pasien
skizofrenia.
Dua are yang menjadi subjek penelitian aktif adalh waktu ketika suatu lesi
neuropatologi terlihat di otak serta interaksi lesi tersebut dengan stresor sosial dan
lingkungan. Dasar penampakan abnormalitas otak mungkin terletak pada
pembentukan abnormal atau pada degenerasi neuron setelah pembentukan.

25

Namun, fakta bahwa kembar monozigotik memiliki angka kejadian bersama


sebesar 50% menyiratkan adanya interaksi yang masih sangat sedikit diketahui
antara lingkungan dan timbulnya skizofrenia. Di lainppihak, faktor yang mengatur
ekspresi gen baru mulai dipahami. Meski kembar monozigotik mempunyai
informasi genetik yang sama, regulasi gen yang berbeda sepanjang hidup
mungkin menyebabkan salah satu kembar monozigotik mengalami skizofrenia,
sementara kembarannya tidak.
Neuroanatomik, Neurofungsional, dan Neurokognitif
CT-scan dan MRI secara konsisten menunjukkan peningkatan volume
ventrikel lateral dan ketiga pada pasien skizofrenia. Studi ini umumnya juga
menunjukkan pengurangan volume otak secara keseluruhan pasien skizofrenia
dan pengurangan tertentu dalam ukuran dari struktur lobus temporal medial,
seperti amigdala dan hipokampus. Selain itu, penelitian telah melaporkan
penurunan ukuran dari thalamus dan kelainan pada garis tengah daerah
perkembangan. Tak satu pun dari perubahan ini spesifik untuk skizofrenia,
meskipun beberapa telah terbukti ada pada pasien dengan episode penyakit
pertama dan tidak menggunakan obat sebelumnya.
Teknik fungsional neuroimaging, seperti tomografi emisi positron (PET),
menunjukkan secara in vivo pengukuran metabolisme glukosa regional atau aliran
darah otak, dimana keduanya mencerminkan aktivitas neuron regional. Sebagian
besar penelitian telah mendeteksi perubahan aktivitas di korteks prefrontal,
struktur ganglia basalis, daerah temporo-limbik, dan thalamus, menunjukkan
fungsi sirkuit cortico-striato-thalamo-kortikal yang terganggu. Penurunan aktivitas

26

dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia sering diamati selama tugas
aktivasi kognitif dan memori kerja. Selama halusinasi pendengaran aktif, aktivasi
abnormal thalamus, striatum, limbik, dan daerah paralimbik telah terdeteksi.
Pasien skizofrenia yang menampilkan kelainan pada bagian prefrontal, thalamic,
dan cerebellar, menunjukkan gangguan dalam sirkuit pontine-cerebellar-thalamicfrontal.
Neurokimia
Penemuan menunjukkan bahwa disregulasi dopamin yang kompleks
terjadi dengan aktivitas hiperdopaminergik dalam proyeksi mesencephalic ke
striatum limbik dan aktivitas hipodopaminergik di neokorteks. Bukti dari kegiatan
hiperdopaminergik termasuk hubungan antara efektivitas dopamin reseptor yang
mengikat obat dan pengurangan gejala positif serta peningkatan reseptor D2
dalam studi postmortem dan PET.
Penelitian

terbaru

menunjukkan

bahwa

berbagai

gejala

positif

berhubungan dengan kelainan dalam penyimpanan dopamin presynaptic,


pelepasan, transportasi, dan reuptake dalam sistem mesolimbik. Hipo-aktivitas
dari sistem dopamin ditunjukkan dari penemuan penurunan onset dopamin pada
pasien dengan gejala negatif, dan dalam beberapa penelitian agonis dopamin telah
terbukti memperbaiki gejala negatif. Pencitraan fungsional juga menunjukkan
bahwa hipo-frontalitas akan lebih parah pada pasien dengan gejala negatif.
Serotonergik,

glutamatergic,

dan

sistem

neurotransmitter

lainnya

(misalnya, gamma-aminobutyric acid [GABA]) telah diselidiki pada skizofrenia,


terutama mengacu pada interaksi dengan sistem dopaminergik.. Dalam studi

27

tentang sistem GABAergic, penurunan dekarboksilase asam glutamat, enzim


GABA-sintesis, telah diamati dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia,
dan perubahan dalam subtipe neuron GABAergic telah dilaporkan.
Sistem opioid juga telah dianggap sebagai kandidat yang berpotensial
yang terlibat dalam skizofrenia, didasarkan terutama pada kesamaan antara efek
farmakologis dari terjadinya tanda opioid dan kejiwaan. Hipotesis telah diusulkan
pada peningkatan maupun penurunan level dari berbagai peptide opioid sebagai
faktor yang mendasari sebagai penyebab gejala skizofrenia. Namun, penelitian
klinis berdasarkan hipotesis sering menghasilkan hasil variable atau bermacammacam.5

Differential Diagnose
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan
skizofreniform, gangguan psikotik singkat, gangguan skizoafektif, dan gangguan
waham. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia berupa gejala yang
berdurasi setidaknya 1 bulan tapi kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik singkat
merupakan diagnosis yang sesuai bila gejala berlangsung setidaknya 1 hari tapi
kurang dari 1 bulan dan bila pasien tidak kembali ke keadaan fungsi
pramorbidnya dalam waktu tersebut. Jika suatu sindrom manik atau depresif
terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, gangguan skizoafektif adalah
diagnosis yang tepat. Waham nonbizar yang timbul selama sekurangnya 1 bulan

28

tanpa gejala skizofrenia lain atau gangguan mood patut didiagnosis sebagai
gangguan waham.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian mungkin memiliki sebagian gambaran
yang sama dengan skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan
ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif yang parah dapat menyamarkan suatu proses
skizofrenik yang mendasari. Tak seperti skizofrenia, gangguan kepribadian
memiliki gejala ringan dan riwayat terjadi seumur hidup pasien. Gangguan ini
juga tidak memiliki tanggal awitan yang dapat diidentifikasi.
Gangguan Waham
Konsep utama mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaanya
dengan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham lebih jarang daripada
skizofrenia maupun gangguan mood, onsetnya lebih lambat daripada skizofrenia
dan dominasi perempuan kurang nyata daripada gangguan mood. 3

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Waham.3


A. Waham tidak bizar ( melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata, seperti
merasa diikuti, diracuni, terinfeksi, dicintai dari jauh, atau dikhianati pasangan atau
kekasih, atau menderita suatu penyakit) sekurang-kurangnya 1 bulan.
B. Kriteria A skizofrenia tidak terpenuhi. Catatan: halusinasi taktil dan olfaktori dapat
terjadi gangguan waham jika sesuai dengan tema waham.
C. Berbeda dengan dampak waham atau hasil akhirnya, fungsi tidak terganggu secara nyata

29

dan perilaku tidak secara jelas, aneh, atau bizar.


D. Jika episode mood telah terjadi bersamaan dengan waham, durasi totalnya singkat
dibandingkan durasi periode waham.
E. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis suatu zat secara langsung (c/o:
penyalahgunaan, suatu obat) atau kondisi medis umum.

Jenis-jenis waham.3
Pada tipe waham ini, orang lain, biasanya dengan status lebih
Waham erotomania
tinggi, jatuh cinta kepada dirinya.
Pada tipe waham ini, terdapat
Waham kebesaran

kekuatan,

pengetahuan,

penghargaan, identitas yang berlebihan atau hubungan khusus


terhadap orang yang terkenal atau dewa.
Pada tipe waham ini, pasangan seksual seseorang dianggap tidak

Waham cemburu
setia.
Pada tipe waham ini, orang (atau seseorang yang dekat) dianggap
Waham kejar
diperlakukan dengan kasar.
Pada tipe waham ini, orang mempunyai beberapa cacat fisik atau
Waham somatik
kondisi medis umum.
Pada tipe waham ini ciri khas lebih dari satu tipe di atas tetapi
Waham campuran
tidak ada tema yang menonjol.

Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.

30

Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik
mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonindopamin.
Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia,
terutama terhadap gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama.
Pertama, hanya presentase kecil pasien

yang cukup terbantu untuk dapat

memulihkan fungsi mental normal secara bermakna. Kedua, antagonis reseptor


dopamin dikaitkan dengan efek samping yang mengganggu dan serius. Efek yang
paling sering mengganggu aalah akatisia adan gejala lir-parkinsonian berupa
rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda dan sindrom
neuroleptik maligna.
Antagonis Serotonin-Dopamin
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada,
berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding
antipsikotik standar, dan mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat.
Obat ini juga menghasilkan efek samping neurologis dan endokrinologis yang
lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani gejala negatif skizofrenia. Obat
yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk
pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen antipsikotik
antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya
31

dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik efektif untuk
gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon,
olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan
menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk
penanganan skizofrenia.
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen
antipsikotik, pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah
penggunaan antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan
mengobati keadaan skizofrenia.2,3,6
Kategori obat: Antipsikotik memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.4
Nama Obat
Haloperidol

Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada

(Haldol)

anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan,


tetapi diseleksi oleh competively blocking postsynaptic dopamine
(D2) reseptor dalam sistem mesolimbic dopaminergic; meningkatnya
dopamine turnover untuk efek tranquilizing. Dengan terapi subkronik,
depolarization

dan

D2

postsynaptic

dapat

memblokir

aksi

Risperidone

antipsikotik.
Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine

(Risperdal)

selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih
rendah dari H1-histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic.
Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian

32

Olanzapine

pada efek ekstrpiramidal.


Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi

(Zyprexa)

sistem reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik, muskarinik,


alpha adrenergik, histamine). Efek antipsikotik dari perlawanan
dopamine dan reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan untuk

Clozapine

pengobatan psikosis dan gangguan bipolar.


Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir

(Clozaril)

nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin, dan reaksi arousal


menghambat

efek

signifikan.

Tepatnya

aktifitas,

antiserotonin.

tetapi

Resiko

terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien nonresponsive


Quetiapine

atau agen neuroleptik klasik tidak bertoleransi.


Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu

(Seroquel)

melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal


antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya distonia,

Aripiprazole

parkinsonism, dan tardive diskinesia.


Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme

(Abilify)

kerjanya

belum

diketahui,

tetapi

hipotesisnya

antipsikotik lainnya. Aripiprazole menimbulkan

berbeda

dari

partial dopamine

(D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin


(5HT2A).

Nama Obat
Haloperidol (Haldol)
Risperidone (Risperdal)
Olanzapine (Zyprexa)
Clozapine (Clozaril)
Quetiapine (Seroquel)

Sediaan
Tab. 2 5 mg
Tab. 1 2 3 mg
Tab. 5 10 mg
Tab. 25 100 mg
Tab. 25 100 mg

Dosis Anjuran
5 15 mg/hari
2 6 mg/hari
10 20 mg/hari
25 100 mg/hari
50 400 mg/hari

Aripiprazole (Abilify)

200 mg
Tab. 10 15 mg

10 15 mg/hari

33

Profil Efek Samping


Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:

Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,

kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).


Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi&defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler

meninggi, gangguan irama jantung).


Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akathisia, sindrom parkinson:

tremor, bradikinesia, rigiditas).


Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang
sampai membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.
Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang
involunter pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada
waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka
panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak
berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati,
fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat
overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat

34

yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan lacage lambung bila obat


belum lama dimakan.
Interaksi Obat

Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat


(hati-hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit

jantung).
Antipsikosis + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus

dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat.


Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan
serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih
besar. Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah antipsikosis

Haloperidol.
Antipsikosis + antasida = efektivitas obat antipsikosis menurn disebabkan
gangguan absorpsi.

Terapi Psikososial
-

Pelatihan keterampilan sosial


Peatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi
keterampilan perilaku. Terapi ini secara langsung dapat mendukung dan
berguna untuk pasien bersama dengan terapi farmakologis. Selain gejala yang
biasa tampak pada pasien skizofrenia, beberapa gejala yang paling jelas
terlihat melibatkan hubungan orang tersebut dengan orang lain, termasuk
kontak mata yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi
wajah yang aneh, kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi
yang tidak akurat atau kurangnya persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan
keterampilan perilaku diarahkan ke perilaku ini melalui penggunaan video
35

tape berisi orang lain dan si pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas
pekerjaan rumah untuk keterampilan khusus yang dipraktekkan.
-

Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus
pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
dapat berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau
suportif.

Terapi perilaku kognitif


Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk
memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta mengoreksi
kesalahan daya nilai. Terdapat laporan adanya waham dan halusinasi yang
membaik pada sejumlah pasien yang menggunakan metode ini. Pasien yang
mungkin memperoleh manfaat dari terapi ini umumnya aalah yang memiliki
tilikan terhadap penyakitnya.

Psikoterapi individual
Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk
membangun hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas
terapis, jarak emosional antaraterapis dengan pasien, serta ketulusan terapis
sebagaimana

yang

diartikan

oleh

pasien,

semuanya

mempengaruhi

pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk pasien skizofrenia sebaiknya


dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm jangka waktu dekade, dan
bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahakan tahun. Beberapa klinisi dan
peneliti menekankan bahwa kemampuan pasien skizofrenia utnuk membentuk
aliansi terapeutik dengan terapis dapat meramalkan hasil akhir. Pasien
skizofrenia yang mampu membentuk aliansi terapeutik yang baik cenderung
bertahan dalam psikoterapi, terapi patuh pada pengobatan, serta memiliki

36

hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2 tahun. Tipe psikoterapi
fleksibel yang disebut terapi personal merupakan bentuk penanganan
individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya
adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta mencegah
terjadinya relaps. Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan
keterampilan sosial dan latihan relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri,
kesadaran diri, serta eksplorasi kerentanan individu terhadap stress. 2,3
Komplikasi
Beberapa individu yang mengalami skizofrenia dapat terkena stroke dan
mengalami kerusakan otak, yang tidak disadarinya. Kurangnya kesadaran tentang
skizofrenia dan penyakit manik-depresi merupakan keadaan biasa dialami
penderita yang tidak memperhatikan pengobatannya. Terdapat pula komplikasi
sosial, dimana penderita dikucilkan oleh masyarakat. Setelah itu dapat juga
menjadi korban kekerasan dan melukai diri sendiri. Pada komplikasi depresi,
penderita dapat melakukan tindakan bunuh diri. Disamping bunuh diri karena
depresi dan halusinasi, penderita skizofrenia yang tadinya tidak merokok, banyak
menjadi perokok berat ini diperkirakan karena faktor obat, yang memblok satu
reseptor dalam otak (nikotin). Reseptor nikotin yang menimbulkan rasa senang,
pikiran jernih, mudah menangkap sesuatu. Akibatnya penderita skizofrenia
mencari kompensasi dengan mengambil nikotin dari luar, dari rokok. Dan resiko
dari perokok memperpendek usia, karena adanya penyakit saluran pernapasan,
kanker, jantung, dan penyakit fisik lainnya.

37

Kemudian, dengan penggunaan antipsikotik, ada tekanan terhadap hormon


estrogen, testosteron, dan hormon-hormon tersebut memproteksi tulang sehingga
dapat terjadi osteoporosis.4

Prognosis
Sejumlah studi menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun
setelah rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 1020% persen yang dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang baik. Lebih dari
50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil akhir yang buruk, dengan rawat
inap berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood mayor, dan percobaan
bunuh diri. Namun, skizofrenia tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang
memburuk dan sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis yang baik. Angka
pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10-60%, dan taksiran yang masuk akal
adalah bahwa 20-30% pasien terus mengalami gejala sedang, dan 40-60% pasien
tetap mengalami hendaya secara signifikan akibat gangguan tersebut selama hidup
mereka.3

Pencegahan
Mengingat belum bisa diketahui
penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa dicegah. Lantaran pencegahannya
sulit, maka deteksi dan pengendalian dini penting, terutama bila sudah ditemukan

38

adanya gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah didiagnosis dapat membuat
penderita normal kembali, serta mencegah terjadinya gejala skizofrenia
berkelanjutan.4

BAB 3
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. Muhammad Ansyari

39

Jenis kelamin

: Laki-laki

TTL

: Marabahan, 03 Januari 1998

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP/SLTP

Jumlah seluruh anggota keluarga

:3

Alamat rumah

: Jl.Trisakti Komp. OK RT 1,
Banjarmasin

Barat, Kota

Banjarmasin, Kalimantan Selatan


Keluhan utama
II.

: Malu untuk bertemu orang

RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari autoanamnesis dengan os pada hari Rabu, 27 Juli 2016

pada pukul 12.00 WITA di IGD Terpadu RSUD Sambang Lihum.


A.

KELUHAN UTAMA:
Malu untuk bertemu orang
KELUHAN TAMBAHAN :
Tidak ada

B.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:


Alloanamnesis dengan ayah Os
40

Menurut ayah OS, pasien sudah menunjukkan perubahan prilaku sejak


kelas 2 SMA. Awalnya pasien tidak ingin keluar rumah dengan alasan malu untuk
bertemu dengan seseorang. pasien hanya berdiam diri di rumah sehingga berhenti
sekolah. pasien seperti tidak memiliki minat untuk melakukan apa-apa dan tidak
ada inisiatif untuk membantu pekerjaan rumah. Hal yang dilakukan pasien
dirumah hanya main laptop, nonton dan main hp. Ayah OS juga mengeluhkan
pasien hanya berkomunikasi apabila diajak berkomunikasi dan hanya ketika
pasien minta makan kepada ibunya. Semakin lama prilaku pasien semakin
berubah, pasien menjadi lebih banyak diam dan mengurung diri dikamar. Ayah OS
juga pernah melihat pasien berbicara dan tertawa sendiri.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Os tidak pernah mengalami kejang, trauma kepala, dan kaku kuduk
(kelainan saraf). Os tidak ada riwayat asma,kencing manis, dan darah tinggi.

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


Riwayat Prenatal
Selama os dalam kandungan, ibu os tidak pernah mengalami
masalahkesehatan yang serius. Os lahir cukup bulan, dilahirkan secara
spontan, ditolong oleh bidan di kampung. Saat lahir langsung menangis
kuat, tidak ada cacat bawaan. Selama kehamilan, ibu os tidak ada riwayat

41

hiperemesis gravidarum, rencana menggugurkan kandungan, kesedihan


yang mendalam, cemas, atau halusinasi.
2

Riwayat Infanticy / Masa Bayi (0 - 1,5 tahun) Basic Trust Vs


Mistrust
Os diberikan ASI ekslusif oleh ibunya sampai berusia2 tahun, Ibu
mengasuh penuh dan perhatian penuh dengan merawat bayinya sendiri.
Selama bayi, os tidak ada gangguan makan, sehingga selama bayi os
makan dan tidur nyenyak. Os selama bayi, sudah mendapatkan imunisasi
yang lengkap.

Riwayat Early Childhood / Masa Kanak (1,5 - 3 tahun) Autonomy Vs


Shame and Doubt
Riwayat tumbuh kembang bayi baik seperti balita seusianya.
Tidak ada keterlambatan dalam tumbuh kembangnya dan gizi cukup. Os
dibiarkan bebas bergerak, tidak dibatasi, dan orang tua os selalu
mengawasi gerakan os.

Riwayat Pre School Age / Masa Prasekolah (3 6 tahun) Initiative


Vs Guilt
Os suka bermain dengan objek mainan dan juga dengan teman
sebayanya. Os sudah mulai bisa meniru kegiatan orang tuanya seperti
gerakan shalat, menyapu rumah, membereskan tempat tidur, dan lainlain. Os termasuk anak yang aktif.

5.

Riwayat School Age / Masa Sekolah (6 12 tahun) Industry Vs


Inferiority

42

Os bermain dengan teman sebayanya, tidak ada masalah dengan


teman-temannya. Os cepat akrab dengan teman sebayanya, tidak pernah
merajuk apabila permintaan atau keinginannya tidak terpenuhi, Os mampu
menyelesaikan pekerjaan rumahnya, seperti menyapu lantai apabila os
merasa lantai kotor, Os termasuk tipe orang yang suka kebersihan tidak
suka melakukan hal yang kotor.
1

Riwayat Adolescence (12-18 tahun) IdentityVs Role Diffusion/ Identity


Confusion
Selama masa remaja, os mudah bergaul dengan temannya. Os
termasuk ramah dan terbuka dengan siapa saja, bahkan terhadap lawan
jenis. Hubungan os dengan teman temannya baik. Pada saat usia 12
tahun Os mulai menunjukkan perubahan prilaku, os merasa minder dan
tidak percaya diri. Semakin lama os mulai menarik diri serta tidak mau
beraul dengan lingkungan sekitar karena merasa malu

8.

Riwayat Pendidikan
Saat SD-SMP Os sering prestasi sangat baik selalu mendapatkan
ranking.

E. RIWAYAT KELUARGA
Os adalah anak ke 1 dari 2 bersaudara. Hubungan dengan anggota keluarga

yang lain baik. Keluarga memberikan kasih sayang pada os. Os juga didukung
oleh keluarga os untuk menjalani pengobatan os. Tidak ada riwayat penyakit jiwa
yang sama pada keluarga os.

43

Genogram:

Keterangan :
Laki-laki

Perempuan :
Meninggal

Penderita

C
D F. RIWAYAT SITUASI SEKARANG
Os tinggal bersama dengan isteri dan anaknya. Isterinya sangat
mendukung kesembuhan os dan sering menasehati os supaya berhenti
mengkonsumsi obat-obatan.
A PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGAN
Sulit di evaluasi

44

III.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Status Internus :
Keadaan Umum

: Baik

Tanda Vital

: Tekanan Darah

: 120/90 mmHg

Nadi

: 82x/menit

Respirasi Rate

: 24x/menit

Suhu

: 36,6oC

Bentuk Badan

: agak gemuk

Kulit

: Sawo matang, tidak sianosis, tidak anemis / ikterik

Kepala

: Mata

: Palpebra tidak edema, konjungtiva

tidak anemis, sklera tidak ikterik


Hidung

: tidak ada sekret dan epistaksis

Mulut

: Bibir tidak anemis, tidak ada gigi


ompong dan karies

Leher
Thoraks

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening


:I

: Simetris, tidak ada retraksi dinding dada

Pa

: Fremitus raba simetris kanan dan kiri

Pr

: Cor
Pulmo

: batas jantung normal


: sonor

45

: Cor

: S1S2 tunggal, murmur (-)

Pulmo : Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)


Abdomen

Ektremitas

:I

: Simetris, datar, tidak ada jejas

: Bising usus normal 5x/menit

Pa

: Hepar/lien tidak teraba,nyeri tekan epigastrium (-)

Pr

: Timpani, asites (-), nyeri ketuk (-)

: Tidak ada edema atau atrofi, turgor kulit normal

Status Neurologis :

IV.

Nervus I-XII

: tidak ada kelainan

Gejala rangsangan meningeal

: tidak ada

Gejala TIK meningkat

: tidak ada

Refleks fisiologis

: normal

Refleks patologis

: tidak ada

STATUS MENTAL
Autoanamnesis dengan Os
Os mengenakan pakaian kemeja kotak-kotak dan memakai celana panjang,

os berpakaian sesuai usia dan os tampak terawat. Diantar oleh ayahnya ke Poli
Klinik RSJ Sambang Lihum. Os tampak kooperatif, ketika pemeriksa datang. Os

46

terkesan berasal dari keluarga sederhana. Os mau bersalaman dengan pemeriksa.


Os kemudian duduk tenang. Os langsung menjawab pertanyaan pemeriksa secara
spontan. Os terlihat malu ketika duduk di depan pemeriksa.
Os merasa malu untuk berteman dan bertemu seseorang, perasaan itu
muncul karena os merasa dirinya kurang dari orang lain. Keluhan itu muncul
semenjak Os kelas 2 SMA. Os merasa lebih nyaman apabila sendiri dan tidak
melakukan apa-apa. Os mengatakan teman-teman disekolahnya mengajak Os
untuk memakai obat-obatan dan meminum minuman keras tetapi os tidak mau.
Semenjak saat itu Os berhenti dari sekolah dikarenakan malu untuk bertemu orang
dan tidak ingin mengikuti ajakan teman-teman sekolahnya.
Os mengatakan bahwa os tidak pernah ada keinginan untuk bunuh diri,
tidak pernah melihat bayangan-bayangan (halusiniasi visual) dan tidak pernah
mendengar bisikan-bisikan (halusinasi auditorik).

A. Deskripsi Umum
1.Penampilan
Os mengenakan pakaian kemeja kotak-kotak dan memakai celana
panjang, os berpakaian sesuai usia dan os tampak terawat. Rambut os
berwarna hitam, pendek, dan rapi. Badan os terlihat agak gemuk.
2.Kesadaran
Jernih
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

47

Normoaktif
4. Pembicaraan
Koheren
5. Sikap terhadap Pemeriksa
Kooperatif
6. Kontak psikis
Kontak ada, wajar, dan dapat dipertahankan.
B.

Keadaan Afektif, Perasaan, Reaksi Emosional serta Empati


Afek/Mood

: Euthym

Ekspresi Afektif

: Tampak tenang dan normal

1.

3.
4.
5.
6.
7.
C.

Stabilitas

: Stabil
2. Pengendalian

Sungguh-sungguh
Dalam/dangkal
Skala Diferensias
Empati
Arus Emosi

:Pasien dapat mengendalikan

emosinya secara wajar


: (+)
: Dangkal
: Sempit
: Dapat diraba rasakan
: Lambat

Fungsi Kognitif
Intelegensia

: Kesan normal atau rata-rata(IQ = 90-110)

Konsentrasi

: Baik

Orientasi

: Waktu
Tempat

: Baik
: Baik

48

Orang
Situasi
Daya Ingat

: Baik
: Baik

: Segera

: Baik

Jangka Pendek

: Baik

Jangka Panjang

: Baik

Pikiran Abstrak

: Baik

Bakat kreatif : main gitar


Kemampuan menolong diri sendiri

: Bisa menolong diri sendiri

Gangguan Persepsi
Halusinasi A/V/G/T/O

: (-/ - / - / - / -)

Ilusi

: (-)

Depersonalisasi/Derealisasi : Tidak ditemukan


Proses Pikir
1. Arus Pikir
a. Produktivitas

: Menjawab spontan

b. Kontinuitas

: Relevan, lancar

c. Hendaya berbahasa

: (-)

2. Isi Pikir
a. Preokupasi

:
: (-)

49

b. Gangguan Isi Pikir

: (-)

F. Pengendalian Impuls
Baik
G. Daya Nilai

Daya nilai sosial

: Baik

Uji daya nilai

: Baik

Penilaian realitas

: Baik

H.
Tilikan
Tilikan Derajat 4: Os menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi
tidak memahami penyebab sakitnya.

I.
Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Stresor Psikososial diduga karena:
Os merasa malu karena merasa bahwa dirinya kurang dari orang
lain.
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : F20.6 (skizofrenia simpleks)
Aksis II : None
Aksis III : None

50

Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan lain (dari anamnesa diketahui


jika alasan utama os merasa malu karena merasa bahwa dirinya kurang dari
orang lain. )
Aksis V

: GAF Scale80-71 : beberapa gejala sementara dan dapat diatasi,

disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dan lain-lain.

VII. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik
Tidak terdapat masalah

2. Psikologik
Adanya penurunan aktivitas, hilangnya inisiatif, penarikan diri
secara sosial, dan kehlangan minat. Tilikan derajat 6.
3. Sosial
Stresor psikososial utama yang didapatkan adalah masalah psikosial dan
lingkungan.

4. Keluarga
Keluarga os mendukung penuh pengobatan os.

VIII. PROGNOSIS
Diagnosis penyakit

: Dubia ad bonam

51

Perjalanan penyakit

: Dubia ad bonam

Riwayat herediter

: Dubia ad bonam

Usia saat menderita

: Dubia ad bonam

Pendidikan

IX.

: Dubia ad malam (SMA)

Perkawinan

: Dubia ad bonam

Aktivitas pekerjaan

: Dubia ad bonam

Ekonomi

: Dubia ad bonam

Lingkungan sosial

: Dubia ad bonam

Pengobatan psikiatri

: Dubia ad bonam

Kesimpulan

: Dubia ad bonam

RENCANA TERAPI
Psikofarmaka

TERAPI MEDIKAMENTOSA:
Trifluoperazine 3x5mg

TERAPI JIWA
Psikoterapi : Support terhadap penderita dan keluarga

52

Menjelaskan kepada keluarga tentang keadaan dan prognosis


pasien agarmengerti dan selalu memberikan dukungan kepada

pasien.
Pelatihan keterampilan seperti mengerjakan pekerjaan rumah
Mengajak os sering mengobrol dan menggali keluhan atau
perasaan os
Selalu rutin cek kesehatan medis os
BAB IV
KESIMPULAN

Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan


mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
realitas. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia,
antara lain genetik, metabolisme, neurokimia. Pada Skizofrenia terdapat gejala
positif dan gejala negatif. Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala
negatif meliputi afek mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi
bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan
diri secara sosial. Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah
untuk mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan.
Skizofrenia memiliki beberapa tipe, antara lain: a) Skizofrenia Paranoid;
b) Skizofrenia Disorganized; c) Skizofrenia Katatonik; d) Skizofrenia tak terinci;
d) Skizofrenia Residual; e) Skizofrenia Simpleks.
Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin,
dan antagonis serotonin-dopamin. Mengingat belum bisa diketahui penyebab
pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka
deteksi dan pengendalian dini penting, terutama bila sudah ditemukan adanya
gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah didiagnosis dapat membuat penderita
normal kembali, serta mencegah terjadinya gejala skizofrenia berkelanjutan.
53

Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mentalis pada


pasien, dan merujuk pada pedoman diagnostik PPDGJ III, diagnosis pasien dalam
kasus ini mengarah pada kasus F20.6 (Skizofrenia Simpleks). Menurut pedoman
diagnostik PPDGJ III, Skizofrenia simpleks adalah sulatu diagnosis yang sulit
dibuat secara meyakinka karena bergantung pada pemastian perkembangan yang
berlangsung perlahan, progresif dari gejala negatif yang khas dari skizofrenia
residual tanpa adanya riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang
adanya suatu episode psikotik sebelumnya, dan disertai degan perubahanperubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, kemalasan, dan penarikan diri secara sosial
seperti gejala yang terlihat pada os.

54

DAFTAR PUSTAKA
1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku
ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.h.170-94.
2. Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:3140.
3. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock
BJ, Sadock VA. Kaplan & sadocks concise textbook of clinical psychiatry.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.147-75.
4. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya:
Airlangga University Press; 2009.h.195-277.
5. Sobell JL, Mikesell MJ, Mcmurray CT. Genetics and etiopathophysiology
of schizophrenia. Mayo Clin Proc Oct 2005;77:1068-82.
6. Safitri A, penyunting. Obat antipsikosis. Dalam: Neal MJ. Medical
pharmacology at a glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-1.
7. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya; 2013.

55

Anda mungkin juga menyukai