Skizofrenia
Oleh:
Muhammad Rizky Anggriawan, S. Ked
Ahmad Fauzan Arifani, S. Ked
Pembimbing :
dr. H. Yulizar, Sp.KJ, MM
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
....................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
....................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
....................................................................... 4
............................................................43
BAB IV PENUTUP
....................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA
....................................................................... 59
BAB I PENDAHULUAN
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di
seluruh dunia adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa
semakin modern dan indsutrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor
psikososialnya, yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak
mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Gangguan jiwa merupakan gangguan pada pikiran, perasaan, atau perilaku
yang mengakibatkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari. Skizofrenia
adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses pikir, kadangkadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan
dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek
abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme.
Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya
tidak terganggu.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki
biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis
biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Onset
setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1
BAB II PEMBAHASAN
Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, shizein yang berarti terpisah
atau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif,
dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan
mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan komunikasi sosial yang
nyata. Sering terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien
dan dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan
laboratorium.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom
dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.
Epidemiologi
John McGrath PhD dari Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland,
Wacol, Australia, dalam simposium bertema Psychosis Round the World, yang
membahas data terbaru epidemiologi skizofrenia, memberikan presentasi
sistematik untuk memandang kejadian skizofrenia. Ia mengatakan, kejadian
skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian tahunan berjumlah
15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran dibanding penduduk asli
sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Di
indonesia, menurut dr.Irmasyah, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian
psikiatri karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari seluruh
penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka.2
Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak
dulu.
Meskipun
demikian
pengetahuan
tentang
faktor
penyebab
dan
Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur.
Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%;
bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila
kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur
(heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur (monozigot) 61-86%.
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.
Endokrin
Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan
endokrin. Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal
ini tidak dapat dibuktikan.
Metabolisme
Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.
Ujung extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat menurun.
Hipotesis ini tidak dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini teori
metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan memakai obat
halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethilamide (LSD-25). Obatobat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala
skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn
error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum ditemukan.
Teori-teori tersebut di atas ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori
somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan
badaniah. Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu skizofrenia diaggap
sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress
psikologis dan hubungan antarmanusia yang mengecewakan.
Kemudian muncil teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu
sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain
keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badani
seperti lues otakm atherosclerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan
psikosomatis, gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar
yang psikogenik, atau merupakan manifestasi somatic dari gangguan psikogenik.
Tetapi pada skizofrenia justru kesukarannya adalah untuk menentukan mana yang
primer dan mana yang sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang
hanya akibat saja.
Neurokimia
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
overaktivitas pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan
bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat
menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama
antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan
memblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2.2,3
Pemeriksaan Fisik
1. Status fisik
Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya
suatu pemeriksaan fisik lengkap. Gejala fisik seperti nyeri kepala dan
palpitasi
memerlukan
pemeriksaan
medis
yang
menyeluruh
untuk
untuk melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai pasien
menurut.
Pemeriksaan Neurologis
Selama proses anamnesis pada kasus tersebut, tingkat kesadaran dan
atensi pasien terhadap detil pemeriksaan, pemahaman, ekspresi wajah, cara
bicara, postur, dan cara berjalan perlu diperhatikan. Pemeriksaan neurologis
dilakukan untuk dua tujuan. Tujuan pertama dicapai melalui pemeriksaan
neurologis rutin, yaitu terutama dirancang untuk mengungkap asimetri fungsi
motorik, persepsi, dan refleks pada kedua sisi tubuh yang disebabkan oleh
penyakit hemisferik fokal. Tujuan kedua tercapai dengan mencari untuk
memperoleh tanda yang selama ini dikaitkan dengan disfungsi otak difus atau
penyakit lobus frontal. Tanda ini meliputi refleks mengisap, mencucur,
palmomental, dan refleks genggam serta menetapnya respons terhadap
ketukan di dahi. Sayangnya, kecuali refleks genggam, tanda seperti itu tidak
berkaitan erat dengan patologi otak yang mendasari.2
2. Status mental
Deskripsi umum
o Penampilan
Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien
skizofrenia dapat berkisar dari orang yang sangat berantakan, menjeritjerit, dan teragitasihingga orang yang terobsesi tampil rapi, sangat
pendiam, dan imobil.
o Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata
Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku
motorik pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan
tubuh, kedutan, perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi,
sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan.
o Sikap terhadap pemeriksa
9
ekspresif.
Kakteristik gaya bicara
Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasihm
pendiam, tidak spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari
pewawancara. Gaya bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan,
emosional, dramatis, monoton, keras, berbisik, cadel, terputus-putus, atau
bergumam. Gangguan bicara, contohnya gagap, dimasukkan dalam bagian
ini.
Persepsi
Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau
lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat
(contohnya: auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau
nyata. Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun
dapat pula terjadi dalam fase prodromal dan selama periode remisi.
Isi pikir dan kecenderungan mental
o Proses pikir (bentuk pemikiran)
Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide.
Dapat terjadi proses pikir yang cepat, yang bila berlangsung sangat
ekstrim, disebut
diungkapkan.
Sirkumstansial
mengisyaratkan
hilangnya
11
tertentu.
Sensorium dan kognisi
Pemeriksaan ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi
pasien, kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai.
o Kesadaran
Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan
organik pada otak.
o Orientasi dan memori
Ganggaun orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan
orang.
o Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien terganggu karena berbagai allasan. Gangguan
kognitif, ansietas, depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi
auditorik,
semuanya
dapat
berperan
menyebabkan
gangguan
konsentrasi.
o Membaca dan menulis
o Kemampuan visuospasial
Pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan
jam dinding atau segilima bertumpuk.
o Pikiran abstrak
Kemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin
memiliki gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide.
o Informasi dan inteligensi
Impulsivitas, Kekerasan, Bunuh diri, dan Pembunuhan
Pasien mungkin tidak dapat mengendalikan impuls akibat suatu gangguan
kognitif atau psikotik atau merupakan hasil suatu defek karakter yang
kronik, seperti yang dijumpai pada gangguan kepribadian.
Perilaku kekerasan lazim dijumpai di antara pasien skizofrenik yang tidak
diobati. Waham yang bersifat kejar, episode kekerasan sebelumnya, dan
12
Tes inteligensi
Dapat ditentukan HI (hasil bagi inteligensi) atau IQ (Intelligence Quotient)
sebagai suatu cara numerik untuk menyatakan taraf inteligensi. Rumusnya
sebagai berikut:
Umur mental
HI= ------------------------- x 100
Umur kalender
Umur mental didapat dari tes inteligensi. Umur kalender diambil paling
tinggi 15 (biarpun sebenarnya lebih), karena tes inteligensi yang ada
sekarang sukar untuk mengukur perbedaan inteligensi di atas umur 15
tahun.
Tes kepribadian
Tes kepribadian lebih sukar dibuat, dipakai dan dinilai sehingga reliabilitas
dan validitas kurang dari tes inteligensi. Hal ini disebabkan antara lain
karena begitu banyaknya sifat kepribadian manusia dan sukarnya mencari
parameter atau indikatro yang tepat dan dapat diukur untuk suatu sifat
kepribadian tertentu. Kepribadian adalah keseluruhan perilaku manusia
atau perannya dalam hubungan antar manusia, pribadinya dapat dibedakan
dari pribadi lain. Peran ini bukan saja perilaku yang nyata, tetapi juga
14
Tes neuropsikologis
Tes neuropsikologis merupakan tes yang mempelajari hubungan antara
otak dan perilaku dengan menggunakan prosedur tes yang terstandarisasi
dan objektif. Tes ini menguji kemampuan kognitif. Tujuan tes
neuropsikologis adalah identifikasi, kuantifikasi, dan deskripsi perubahan
kognitif dan perilaku yang disebabkan oleh disfungsi otak. Dalam hal ini,
ranah (domain) yang dievaluasi adalah kemampuan berbahasa, memori,
penalaran dan pertimbangan intelektual, fungsi visual-motor, fungsi
sensori-perseptual, dan fungsi motorik.2,3
Pemeriksaan Penunjang
Meskipun pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan penunjang, tetapi
peranannya
penting
dalam
menjelaskan
dan
menkuantifikasi
disfungsi
dan
pemeriksaan
psikiatrik
untuk
memperoleh
gambaran
15
Sampai saat ini belum ada konsensus mengenai tes apa saja yang
digunakan sebagai penyaring, tetapi beberapa tes berikut patut untuk
dipertimbangkan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Gambaran klinis
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran
penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas
oleh orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak
berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh.
Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak
dapat dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak
dapat dikoreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami
16
17
penyakitnya
serta
kebutuhannya
terhaap
pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh
orang lain.
18
Gangguan Persepsi
-
Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa
juga
berbentuk
penglihatan,
penciuman,
dan
perabaan.
Halusinasi
pendengaran dapat pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwaperistiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk
ancaman atau perintah-perintah langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi
komando). Suara-suara sering diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal
dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiranpikiran mereka sendiri berbicara keras. Suara-suara cukup nyata menurut
-
Gangguan Perilaku
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala
katatonik yang dapat berupa stupor atauh gaduh gelisah. Paien dengan stupor
tidak bergerak, tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya
sadar. Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas
motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi
bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa didapati fleksibilitas serea dan
19
katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk
waktu yang lama. Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila anggota badan
dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan posisi itu
dipertahankan agak lama.
Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang
melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi.
Misalnya, menarik-narik rambutnya, atau tiap kali bila mau menyuap nasi
mengetuk piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari
sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigrasi, kata atau
kalimat diulang-ulangi, hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak orgnaik.
Manerisme adalah stereotipi tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam
bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan.
Gangguan Afek
Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh
terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya
dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi, apa yang
seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa
sedih atau marah. Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia
menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of
affect dalam bahasa inggris dan inadequat dalam bahasa belanda.
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai
kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari,
20
tetapi mulutnya seperti tertawa.semua ini merupakan gangguan afek dan emosi
yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah:
Emosi berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita
sedang bersandiwara.
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk
mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering
kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya
kepribadian, maka dual hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama,
misalnya mencintai dan membenci satu orang yang sama; menangis dan tertawa
tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi afektif.1-3
Diagnosis
Adanya halusinasi atau waham tidak mutlak untuk diagnosis skizofrenia;
gangguan
pada
pasien
didiagnosis
sebagai
skizofrenia
apabila
pasien
menunjukkan dua gejala yang terdaftar sebagai gejala 3 sampai 5 pada kriteria A
(1.waham 2. Halusinasi 3. Bicara kacau 4. Perilaku yang sangat kacau/katatonik 5.
Gejala negatif, yaitu: afek medatar, alogia, atau anhedonia). Hanya dibutuhkan
satu gejala kriteria A bila wahamnya bizare atau halusinasinya terdiri atas suara
yang terus-menerus memberi komentar terhadap perilaku atau pikiran pasien, atau
dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap. Kriteria B membutuhkan adanya
hendaya fungsi, meski tidak memburuk, yang tampak selama fase aktif penyakit.
Gejala harus berlangsung selama paling tidak 6 bulan dan diagnosis gangguan
skizoafektif atau gangguan mood harus disingkirkan. Setidaknya salah satu hal ini
harus ada:
21
1.1.
atau saling mendiskusikan pasien, atau suara halusinasi lain yang berasal dari
bagian tubuh tertentu; dan
4. Waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat tidak
masuk akal.
Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut ada:
1. Halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap hari selama
sekurangnya 1 bulan, atau bila disertai waham
2. Neologisme, kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan
menggabungkan suku kata atau dari kata-kata lain.
3. Perilaku katatonik, seperti eksitasi, postur atau fleksibilitas serea, negativisme,
mutisme, dan stupor
22
4. Gejala negatif, seperti apatis yang nyata, miskin isi pembicaraan, dan respons
emosional tumpul serta ganjil (harus ditegaskan bahwa hal ini bukan disebabkan
depresi atau pengobatan antipsikotik)7.
Jenis Jenis Skizofrenia
a. Tipe paranoid
Skizofrenia tipe ini ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau lebih
waham atau halusinasi auditorik yang sering serta tidak adanya perilaku
spesifik yang sugestif untuk tipe hebrefrenik atau katatonik. Secara klasik,
skizofrenia tipe paranoid terutama ditandai dengan adanya waham kejar atau
kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid biasanya mengalami episode pertama
penyakit pada usia yang lebih tua dibanding pasien skizofrenia hebefrenik
dan katatonik. Pasien yang skizofrenianya terjadi pada akhir usia 20-an atau
30-an biasanya telah memiliki kehidupan sosial yang mapan yang dapat
membantu mengatasi penyakitnya, dan sumber ego pasien paranoid
cenderung lebih besar dibanding pasien skizofrenia hebefrenik atau katatonik.
Pasien skizofrenia paranoid menunjukkna regresi kemampuan mental,
respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien
skizofrenia tipe lain. Pasien skizofrenia paranoid biasanya tegang, mudah
curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap bermusuhan atau
agresif, namun mereka kadang-kadang dapat mengendalikan diri mereka
secara adekuat pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak
dipengaruhi psikosisnya cenderung tetap utuh.
b. Tipe disorganized
Skizofrenia tipe disorganized (sebelumnya disebut hebefrenik) ditandai
dengan regresi nyata ke perilaku primitif, tak terinhibisi, dan kacau serta
23
dengan tidak adanya gejala yang memenuhi kriteria tipe katatonik. Onset
subtipe ini biasanya dini, sebelum usia 25 tahun. Pasien hebefrenik biasanya
aktif namun dalam sikap yang nonkonstruktif dan tak bertujuan. Gangguan
pikir menonjol dan kontal dengan realitas buruk. Penampilan pribadi dan
perilaku sosial berantakan, respons emosional mereka tidak sesuai dan tawa
mereka sering meledak tanpa alasan jelas. Seringai atau meringis yang tak
pantas lazim dijumpai pada pasien inim yang perilakunya paling baik
dideskripsikan sebagai konyol atau tolol.
c. Tipe katatonik
Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia:
- Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap
lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung
-
di sekitarnya.
Negativsme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau
aneh.
Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin
24
Patofisiologi
Neurobiologi
Terdapat peningkatan jumlah penelitian yang mengindikasikan adanya
peran patofisiologis area otak tertentu, termasuk sistem limbik, korteks frontal,
serebelum, dan ganglia basalis. Keempat area ini saling terhubung sehingga
disfungsi satu area dapat melibatkan proses patologi primer di tempat lain.
Pencitraan otak manusia hidup dan pemeriksaan neuropatologi jaringan otak
postmortem menyatakan sistem limbik sebagai lokasi potensial proses patologi
primer pada setidaknya beberapa, bahkan mungkin sebagian besar, pasien
skizofrenia.
Dua are yang menjadi subjek penelitian aktif adalh waktu ketika suatu lesi
neuropatologi terlihat di otak serta interaksi lesi tersebut dengan stresor sosial dan
lingkungan. Dasar penampakan abnormalitas otak mungkin terletak pada
pembentukan abnormal atau pada degenerasi neuron setelah pembentukan.
25
26
dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia sering diamati selama tugas
aktivasi kognitif dan memori kerja. Selama halusinasi pendengaran aktif, aktivasi
abnormal thalamus, striatum, limbik, dan daerah paralimbik telah terdeteksi.
Pasien skizofrenia yang menampilkan kelainan pada bagian prefrontal, thalamic,
dan cerebellar, menunjukkan gangguan dalam sirkuit pontine-cerebellar-thalamicfrontal.
Neurokimia
Penemuan menunjukkan bahwa disregulasi dopamin yang kompleks
terjadi dengan aktivitas hiperdopaminergik dalam proyeksi mesencephalic ke
striatum limbik dan aktivitas hipodopaminergik di neokorteks. Bukti dari kegiatan
hiperdopaminergik termasuk hubungan antara efektivitas dopamin reseptor yang
mengikat obat dan pengurangan gejala positif serta peningkatan reseptor D2
dalam studi postmortem dan PET.
Penelitian
terbaru
menunjukkan
bahwa
berbagai
gejala
positif
glutamatergic,
dan
sistem
neurotransmitter
lainnya
27
Differential Diagnose
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan
skizofreniform, gangguan psikotik singkat, gangguan skizoafektif, dan gangguan
waham. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia berupa gejala yang
berdurasi setidaknya 1 bulan tapi kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik singkat
merupakan diagnosis yang sesuai bila gejala berlangsung setidaknya 1 hari tapi
kurang dari 1 bulan dan bila pasien tidak kembali ke keadaan fungsi
pramorbidnya dalam waktu tersebut. Jika suatu sindrom manik atau depresif
terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, gangguan skizoafektif adalah
diagnosis yang tepat. Waham nonbizar yang timbul selama sekurangnya 1 bulan
28
tanpa gejala skizofrenia lain atau gangguan mood patut didiagnosis sebagai
gangguan waham.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian mungkin memiliki sebagian gambaran
yang sama dengan skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan
ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif yang parah dapat menyamarkan suatu proses
skizofrenik yang mendasari. Tak seperti skizofrenia, gangguan kepribadian
memiliki gejala ringan dan riwayat terjadi seumur hidup pasien. Gangguan ini
juga tidak memiliki tanggal awitan yang dapat diidentifikasi.
Gangguan Waham
Konsep utama mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaanya
dengan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham lebih jarang daripada
skizofrenia maupun gangguan mood, onsetnya lebih lambat daripada skizofrenia
dan dominasi perempuan kurang nyata daripada gangguan mood. 3
29
Jenis-jenis waham.3
Pada tipe waham ini, orang lain, biasanya dengan status lebih
Waham erotomania
tinggi, jatuh cinta kepada dirinya.
Pada tipe waham ini, terdapat
Waham kebesaran
kekuatan,
pengetahuan,
Waham cemburu
setia.
Pada tipe waham ini, orang (atau seseorang yang dekat) dianggap
Waham kejar
diperlakukan dengan kasar.
Pada tipe waham ini, orang mempunyai beberapa cacat fisik atau
Waham somatik
kondisi medis umum.
Pada tipe waham ini ciri khas lebih dari satu tipe di atas tetapi
Waham campuran
tidak ada tema yang menonjol.
Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
30
Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik
mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonindopamin.
Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia,
terutama terhadap gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama.
Pertama, hanya presentase kecil pasien
dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik efektif untuk
gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon,
olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan
menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk
penanganan skizofrenia.
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen
antipsikotik, pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah
penggunaan antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan
mengobati keadaan skizofrenia.2,3,6
Kategori obat: Antipsikotik memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.4
Nama Obat
Haloperidol
Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada
(Haldol)
dan
D2
postsynaptic
dapat
memblokir
aksi
Risperidone
antipsikotik.
Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine
(Risperdal)
selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih
rendah dari H1-histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic.
Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian
32
Olanzapine
(Zyprexa)
Clozapine
(Clozaril)
efek
signifikan.
Tepatnya
aktifitas,
antiserotonin.
tetapi
Resiko
(Seroquel)
Aripiprazole
(Abilify)
kerjanya
belum
diketahui,
tetapi
hipotesisnya
berbeda
dari
partial dopamine
Nama Obat
Haloperidol (Haldol)
Risperidone (Risperdal)
Olanzapine (Zyprexa)
Clozapine (Clozaril)
Quetiapine (Seroquel)
Sediaan
Tab. 2 5 mg
Tab. 1 2 3 mg
Tab. 5 10 mg
Tab. 25 100 mg
Tab. 25 100 mg
Dosis Anjuran
5 15 mg/hari
2 6 mg/hari
10 20 mg/hari
25 100 mg/hari
50 400 mg/hari
Aripiprazole (Abilify)
200 mg
Tab. 10 15 mg
10 15 mg/hari
33
Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang
sampai membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.
Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang
involunter pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada
waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka
panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak
berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati,
fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat
overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat
34
jantung).
Antipsikosis + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus
Haloperidol.
Antipsikosis + antasida = efektivitas obat antipsikosis menurn disebabkan
gangguan absorpsi.
Terapi Psikososial
-
tape berisi orang lain dan si pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas
pekerjaan rumah untuk keterampilan khusus yang dipraktekkan.
-
Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus
pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
dapat berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau
suportif.
Psikoterapi individual
Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk
membangun hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas
terapis, jarak emosional antaraterapis dengan pasien, serta ketulusan terapis
sebagaimana
yang
diartikan
oleh
pasien,
semuanya
mempengaruhi
36
hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2 tahun. Tipe psikoterapi
fleksibel yang disebut terapi personal merupakan bentuk penanganan
individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya
adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta mencegah
terjadinya relaps. Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan
keterampilan sosial dan latihan relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri,
kesadaran diri, serta eksplorasi kerentanan individu terhadap stress. 2,3
Komplikasi
Beberapa individu yang mengalami skizofrenia dapat terkena stroke dan
mengalami kerusakan otak, yang tidak disadarinya. Kurangnya kesadaran tentang
skizofrenia dan penyakit manik-depresi merupakan keadaan biasa dialami
penderita yang tidak memperhatikan pengobatannya. Terdapat pula komplikasi
sosial, dimana penderita dikucilkan oleh masyarakat. Setelah itu dapat juga
menjadi korban kekerasan dan melukai diri sendiri. Pada komplikasi depresi,
penderita dapat melakukan tindakan bunuh diri. Disamping bunuh diri karena
depresi dan halusinasi, penderita skizofrenia yang tadinya tidak merokok, banyak
menjadi perokok berat ini diperkirakan karena faktor obat, yang memblok satu
reseptor dalam otak (nikotin). Reseptor nikotin yang menimbulkan rasa senang,
pikiran jernih, mudah menangkap sesuatu. Akibatnya penderita skizofrenia
mencari kompensasi dengan mengambil nikotin dari luar, dari rokok. Dan resiko
dari perokok memperpendek usia, karena adanya penyakit saluran pernapasan,
kanker, jantung, dan penyakit fisik lainnya.
37
Prognosis
Sejumlah studi menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun
setelah rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 1020% persen yang dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang baik. Lebih dari
50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil akhir yang buruk, dengan rawat
inap berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood mayor, dan percobaan
bunuh diri. Namun, skizofrenia tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang
memburuk dan sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis yang baik. Angka
pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10-60%, dan taksiran yang masuk akal
adalah bahwa 20-30% pasien terus mengalami gejala sedang, dan 40-60% pasien
tetap mengalami hendaya secara signifikan akibat gangguan tersebut selama hidup
mereka.3
Pencegahan
Mengingat belum bisa diketahui
penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa dicegah. Lantaran pencegahannya
sulit, maka deteksi dan pengendalian dini penting, terutama bila sudah ditemukan
38
adanya gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah didiagnosis dapat membuat
penderita normal kembali, serta mencegah terjadinya gejala skizofrenia
berkelanjutan.4
BAB 3
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
39
Jenis kelamin
: Laki-laki
TTL
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP/SLTP
:3
Alamat rumah
: Jl.Trisakti Komp. OK RT 1,
Banjarmasin
Barat, Kota
RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari autoanamnesis dengan os pada hari Rabu, 27 Juli 2016
KELUHAN UTAMA:
Malu untuk bertemu orang
KELUHAN TAMBAHAN :
Tidak ada
B.
41
5.
42
8.
Riwayat Pendidikan
Saat SD-SMP Os sering prestasi sangat baik selalu mendapatkan
ranking.
E. RIWAYAT KELUARGA
Os adalah anak ke 1 dari 2 bersaudara. Hubungan dengan anggota keluarga
yang lain baik. Keluarga memberikan kasih sayang pada os. Os juga didukung
oleh keluarga os untuk menjalani pengobatan os. Tidak ada riwayat penyakit jiwa
yang sama pada keluarga os.
43
Genogram:
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan :
Meninggal
Penderita
C
D F. RIWAYAT SITUASI SEKARANG
Os tinggal bersama dengan isteri dan anaknya. Isterinya sangat
mendukung kesembuhan os dan sering menasehati os supaya berhenti
mengkonsumsi obat-obatan.
A PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGAN
Sulit di evaluasi
44
III.
: Baik
Tanda Vital
: Tekanan Darah
: 120/90 mmHg
Nadi
: 82x/menit
Respirasi Rate
: 24x/menit
Suhu
: 36,6oC
Bentuk Badan
: agak gemuk
Kulit
Kepala
: Mata
Mulut
Leher
Thoraks
Pa
Pr
: Cor
Pulmo
45
: Cor
Ektremitas
:I
Pa
Pr
Status Neurologis :
IV.
Nervus I-XII
: tidak ada
: tidak ada
Refleks fisiologis
: normal
Refleks patologis
: tidak ada
STATUS MENTAL
Autoanamnesis dengan Os
Os mengenakan pakaian kemeja kotak-kotak dan memakai celana panjang,
os berpakaian sesuai usia dan os tampak terawat. Diantar oleh ayahnya ke Poli
Klinik RSJ Sambang Lihum. Os tampak kooperatif, ketika pemeriksa datang. Os
46
A. Deskripsi Umum
1.Penampilan
Os mengenakan pakaian kemeja kotak-kotak dan memakai celana
panjang, os berpakaian sesuai usia dan os tampak terawat. Rambut os
berwarna hitam, pendek, dan rapi. Badan os terlihat agak gemuk.
2.Kesadaran
Jernih
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
47
Normoaktif
4. Pembicaraan
Koheren
5. Sikap terhadap Pemeriksa
Kooperatif
6. Kontak psikis
Kontak ada, wajar, dan dapat dipertahankan.
B.
: Euthym
Ekspresi Afektif
1.
3.
4.
5.
6.
7.
C.
Stabilitas
: Stabil
2. Pengendalian
Sungguh-sungguh
Dalam/dangkal
Skala Diferensias
Empati
Arus Emosi
Fungsi Kognitif
Intelegensia
Konsentrasi
: Baik
Orientasi
: Waktu
Tempat
: Baik
: Baik
48
Orang
Situasi
Daya Ingat
: Baik
: Baik
: Segera
: Baik
Jangka Pendek
: Baik
Jangka Panjang
: Baik
Pikiran Abstrak
: Baik
Gangguan Persepsi
Halusinasi A/V/G/T/O
: (-/ - / - / - / -)
Ilusi
: (-)
: Menjawab spontan
b. Kontinuitas
: Relevan, lancar
c. Hendaya berbahasa
: (-)
2. Isi Pikir
a. Preokupasi
:
: (-)
49
: (-)
F. Pengendalian Impuls
Baik
G. Daya Nilai
: Baik
: Baik
Penilaian realitas
: Baik
H.
Tilikan
Tilikan Derajat 4: Os menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi
tidak memahami penyebab sakitnya.
I.
Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya
50
2. Psikologik
Adanya penurunan aktivitas, hilangnya inisiatif, penarikan diri
secara sosial, dan kehlangan minat. Tilikan derajat 6.
3. Sosial
Stresor psikososial utama yang didapatkan adalah masalah psikosial dan
lingkungan.
4. Keluarga
Keluarga os mendukung penuh pengobatan os.
VIII. PROGNOSIS
Diagnosis penyakit
: Dubia ad bonam
51
Perjalanan penyakit
: Dubia ad bonam
Riwayat herediter
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
Pendidikan
IX.
Perkawinan
: Dubia ad bonam
Aktivitas pekerjaan
: Dubia ad bonam
Ekonomi
: Dubia ad bonam
Lingkungan sosial
: Dubia ad bonam
Pengobatan psikiatri
: Dubia ad bonam
Kesimpulan
: Dubia ad bonam
RENCANA TERAPI
Psikofarmaka
TERAPI MEDIKAMENTOSA:
Trifluoperazine 3x5mg
TERAPI JIWA
Psikoterapi : Support terhadap penderita dan keluarga
52
pasien.
Pelatihan keterampilan seperti mengerjakan pekerjaan rumah
Mengajak os sering mengobrol dan menggali keluhan atau
perasaan os
Selalu rutin cek kesehatan medis os
BAB IV
KESIMPULAN
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku
ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.h.170-94.
2. Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:3140.
3. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock
BJ, Sadock VA. Kaplan & sadocks concise textbook of clinical psychiatry.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.147-75.
4. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya:
Airlangga University Press; 2009.h.195-277.
5. Sobell JL, Mikesell MJ, Mcmurray CT. Genetics and etiopathophysiology
of schizophrenia. Mayo Clin Proc Oct 2005;77:1068-82.
6. Safitri A, penyunting. Obat antipsikosis. Dalam: Neal MJ. Medical
pharmacology at a glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-1.
7. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya; 2013.
55