Anda di halaman 1dari 31

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSUD Anutapura Palu


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFERAT
SCHIZOPHRENIA SPECTRUM
and Others PSYCHOTIC DISORDERS

DISUSUN OLEH :

Putri Utami
N 111 21 113

PEMBIMBING KLINIK :
dr. Andi Soraya Tenri Uleng, M.Kes, Sp. KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Putri Utami


No. Stambuk : N 111 21 113
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul : Schizophrenia Spectrum And Others Psychotic Disorders
Bagian : Ilmu Kedokteran Jiwa

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa


RSUD Anutapura Palu

Palu, Agustus 2022

Pembimbing Dokter Muda

dr. Andi Soraya Tenri Uleng, M.Kes Sp.KJ Putri Utami


BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh gangguan
menilai realitas. Psikosis terdiri dari beragam jenis antara lain skizofrenia,
skizoafektif, gangguan waham menetap, bipolar dengan ciri psikotik,
depresi dengan ciri psikotik. Psikotik akut dan sementara juga merupakan
gangguan yang sama, tetapi merupakan gangguan yang akut dan
mempunyai prognosis lebih baik. Gangguan ini mempunyai prevalensi
yang kecil dibandingkan gangguan jiwa lainnya bahkan dengan
penyakit fisik, tetapi mempunyai beban penyakit yang cukup tinggi
dengan perhitungan years of life lost to disability (YLD) (Idaiani, 2019).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang kompleks dengan
berbagai ekspresi fenotip. Hampir 1% penduduk didunia menderita
skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya
antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Sebanyak
50% penderita skizofrenia mengalami disabilitas hampir seumur hidup. Di
dunia, skizofrenia termasuk kedalam 10 penyakit dengan beban biaya yang
besar. Perjalanan penyakitnya sangat heterogen, sekitar 50%
membutuhkan rawat inap satu kali atau lebih, selama durasi sakitnya.
Sebanyak 20% pasien bisa kembali bekerja dan 30% dapat
mempertahankan hubungan sosial yang stabil (Elvira, 2017).
Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995
menyebutkan satupersen populasi penduduk dunia menderita skizofrenia,
75 persen penderita skizofrenia mulai mengidap pada usia 16-25 tahun.
Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap ke-
hidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering terlambat disadari
keluarga dan lingku- ngannya karena dianggap sebagai bagian dari ta-
hap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan
psikososial sangat penting karena semakin lama tidak diobati,
kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi
semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya
segera dibawa ke psikiater dan psikolog (Andari, 2017).

1. 2 Tujuan
Untuk mengetahui apa saja yang termasuk kedalam spektrum
skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya berdasarkan kriteria DSM V
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

Spektrum skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya merupakan kelainan


yang terjadi pada satu atau lebih dari lima domain yaitu delusi, halusinasi,
pemikiran yang tidak teratur (bicara), perilaku motorik yang abnormal (katatonia)
dan gejala negatif. Spektrum skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya termasuk
skizofrenia, gangguan psikotik lain dan gangguan skizotypal (kepribadian).

2. 1 Skizofrenia
Definisi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan
gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku pikiran yang
terganggu, berbagai pikiran tidak berhubung secara logis, persepsi dan
perhatian yang keliru, afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai
gangguan aktivitas motorik yang bizarre. Pasien skizofrenia menarik diri
dari orang lain dan kenyataan, sering sekali masuk ke dalam kehidupan
fantasi yang penuh delusi dan halusinasi. Skizofrenia adalah gangguan
mental yang sering ditandai dengan perilaku sosial abnormal dan
kegagalan untuk mengenali yang nyata. Gejala umum ditandai dengan
berpikir tidak jelas atau bingung, halusinasi pendengaran, keterlibatan
sosial berkurang dan ekspresi emosional, dan kurangnya motivasi.
Diagnosis tersebut berdasarkan pengamatan pada perilaku dan pengalaman
seseorang (Andari, 2017).

Etiologi
 Model Diatesis-Stres
Menurut diatesis-stres terhadap integritas faktor biologis,
psikososial, dan lingkungan. Diatesis atau stress dapat berupa stres
biologis, lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan dapat
bersifat biologis (infeksi) atau psikologis (situasi keluarga yang
penuh tekanan atau kematian kerabat dekat). Dasar biologis diatesis
dapat terbentuk lebih lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti
penyalahgunaan zat, stres psikososial, dan trauma.
 Neurobiologi
Mengidentifikasi adanya peran patofisiologis area otak tertentu,
termasuk sistem limbik, korteks frontal, cerebelum, dan ganglia
basalis. Pencitraan otak manusia menyatakan sistem limbik sebagai
lokasi potensial proses patologi primer pada setidaknya beberapa,
bahkan mungkin sebagian besar pasien skizofrenia.
 Hipotesis Dopamin
Hipotesis dopamin tentang skizofrenia menyatakan bahwa
skizofrenia timbul akibat aktivitas dopaminergik yang berlebihan.
Hiperaktivitas dopaminergik disebabkan pelepasan dopamin yang
berlebihan , reseptor dopamin yang terlalu banyak, hipersensitivitas
reseptor dopamin terhadap dopamin.
 Norepinefrin
Sistem noradrenergik memodulasi sistem dopaminergik dalam suatu
cara sehingga abnormalitas sistem noradrenergik
mempredisposisikan pasien untuk mengalami relaps yang sering.
 GABA
Pasien skizofrenia mengalami kehilangan neuron GABAnergik di
hipokampus. Hilangnya neuron Gabanergik inhibitorik secara teoritis
dapat mengakibatkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan
noradrenergik.
 Faktor Genetik
Seseorang memiliki kecenderungan menderita skizofrenia bila
terdapat anggota keluarga yang mengidap gangguan tersebut dan
kecenderungan seseorang mengalami skizofrenia berkaitan dengan
kedekatan hubungannya
(Sadock, 2013)
Konsep Spektrum Pada Skizofrenia
Beberapa gangguan berbeda lainnya cenderung untuk terkelompok
pada saudara kandung individu dengan skizofrenia. Pengelompokan ini
didukung oleh penelitian biologi atau studi keluarga yang menunjukkan
bahwa kecenderungan genetik pada skizofrenia terdapat pula pada sindrom
terkait lainnya. Yang paling menonjol yaitu gangguan kepribadian
skizotipal (GKS).
Istilah skizotipi merujuk kepada kepribadian yang ditandai dengan
anhedonia, ambivalensi, penolakan interpersonal, distorsi image tubuh,
defisit sensorik dan kognitif, gangguan kinestetik dan vestibular. Sebuah
instrumen dikembangkan untuk menilai ide-ide gaib (magical ideation)
dan aberasi persepsi sebagai ciri-ciri yang dapat memprediksi
kecenderungan psikosis. Gangguan kepribadian skizotipal dimasukkan
kedalam spektrum skizofrenia. Jenis-jenis kecenderungan kontinum adalah
sebagai berikut :
 Skizofrenia tipik
 Gangguan kepribadian paranoid dan skizotipal
 Gangguan skizoafektif tipe depresi
 Gangguan psikotik non-afektif lainnya (skizofreniform dan
psikosis atipik)
 Gangguan afektif psikotik
Hasil penelitian anak kembar dan keluarga menunjukkan bahwa
manifestasi gangguan kepribadian skizotipal terbagi kedalam dua
kelompok yang terpisah secara genetik yaitu :
 Kelompok negatif (pembicaraan dan perilaku aneh, afek
tidak serasi, dan isolasi sosial) lebih sering pada saudara
kandung skizofrenia. Skizotipi negatif lebih menunjukkan
bentuk subklinis skizofrenia dengan defisit kognitif dan
abnormalitas ringan struktur otak
 Kelompok positif (ide magis, episode mirip psikotik
singkat) lebih sering dengan gangguan afektif dalam
keluarga.
(Elvira, 2017)

Manifestasi Klinis
Penderita skizofrenia pada umumnya akan mengalami kesulitan
dalam proses berpikir sehingga menimbulkan halusinasi, delusi, gangguan
berpikir dan bicara atau perilaku yang tidak biasa (dikenal sebagai gejala
psikotik). Gejala tersebut mengakibatkan penderita mengalami kesulitan
untuk berinteraksi dengan orang lain dan menarik diri dari aktivitas
sehari-hari dan dunia luar.
Skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan mental,
pemeriksaan harus dilakukan oleh dokter spesialis kejiwaan atau psikiater.
Mereka mengalami halusinasi, delusi, bicara meracau, dan terlihat datar
secara emosi. Mereka mengalami penurunan secara signifikan dalam
melakukan tugas sehari-hari, termasuk penurunan dalam produktivitas
kerja dan prestasi di sekolah akibat gejala di atas. Gejala di atas bukan
disebabkan oleh kondisi lain, seperti gangguan bipolar atau efek samping
penyalahgunaan obat-obatan. Untuk memperbesar peluang sembuh,
pengobatan juga harus ditunjang oleh dukungan dan perhatian dari orang-
orang terdekat, seperti keluarga, saudara, teman hingga masyarakat di
lingkungannya. Seringkali penderita skizofrenia mengalami beberapa
gejala ringan:
1) Terobsesi dengan kematian, sekarat, atau kekerasan.
2) Merasa terperangkap atau putus asa.
3) Mengucapkan salam perpisahan yang tidak biasa.
4) Mendata orang-orang terdekat untuk membagikan barang-barang
pribadi.
5) Meningkatnya konsumsi minuman keras atau obat-obatan.
6) Berubahnya pola tidur dan makan
(Andari, 2017)
Tipe-Tipe Skizofrenia
1) Tipe Paranoid
Tipe ini paling stabil dan paling sering. Gejala terlihat sangat
konsisten, sering paranoid, pasien dapat atau bertindak sesuai
dengan wahamnya. Pasien sering tidak kooperatif dan sulit untuk
mengadakan kerjasama, dan mungkin agresif, marah, atau
ketakutan, tetapi pasien jarang seklai memperlihatkan perilaku
disorganisasi.
Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaraan
hampir tidak terpengaruh. Beberapa contoh simptom paranoid yang
sering ditemui yaitu :
 Waham kejar, rujukan, kebesaran dikendalikan,
dipengaruhi, dan cemburu
 Halusinasi akustik berupa ancaman, perintah, atau
menghina
2) Tipe Disorganisasi
Gejala yang muncul adalah afek tumpul atau tidak serasi, sering
inkoheren, waham tidak simetris, dan perilaku disorganisasi seperti
menyeringai dan menerisme (sering ditemui)
3) Tipe Katatonik
Pasien mempunyai paling sedikit satu dari (atau kombinasi) dari
beberapa bentuk katatonia yaitu :
 Stupor kataonik atau mutisme yaitu, pasien tidak berespons
terhadap lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal-hal
yang sedang berlangsung disekitarnya
 Negativisme katatonik yaitu pasien melawan semua
perintah-perintah atau usaha-usaha untuk menggerakkan
fisiknya
 Rigiditas katatonik yaitu, pasien secara fisik sangat kaku
atau rijit
 Postur katatonik yaiut, pasien mempertahankan posisi yang
tidak biasa atau aneh
 Kegembiraan katatonik yaitu, pasien sangat aktif dan
gembira. Mungkin dapat mengancan jiwanya misalnya
karena kelelahan.
4) Tipe Tak Terinci
Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis
aktif yang menonjol (kebingunganm inkoheren) atau memenuhi
kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe
paranoid, katatonik, residual atau depresi pasca skizofrenia
5) Tipe Residual
Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih
memperlihatkan gejala-gejala residual (penarikan diir secara sosial,
afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik, asosiasi longgar, atau
pikiran tak logis)
6) Depresi Pasca Skizofrenia
Suatu depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah
suatu serangan gangguan skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenia
masih tetap ada tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya.
Gejala-gejala yang menetap tersebut dapat berupa gejala positif
atau negatif (biasanya lebih sering gejala negatif)
(Elvira, 2017)

Kriteria Diagnostik Berdasarkan DSM V


A. Dua atau lebih gejala dibawah ini, berlangsung paling sedikit satu
bulan (atau bisa kurang bila berhasil diterapi). Paling sedikit satu
dari gejala ini harus ada yaitu :
 Waham
 Halusinasi
 Pembicaraan disorganisasi misalnya inkoheren
 Perilaku disorganisasi berat atau katatonik
 Simptom negatif (berkurangnya ekspresi emosi atau avolisi)
B. Sejak awitan gangguan, untuk periode waktu yang cukup
bermakna, terdapat penurunan derajat fungsi dalam satu atau lebih
area penting. Misalnya fungsi pekerjaan, hubungan interpersonal,
perawatan diri (dibawah derajat yang pernah dicapai sebelum
awitan). Bila awitannya terjadi pada masa anak dan remaja,
terdapat kegagalan dalam mencapai derajat fungsi pekerjaan,
akademik, dan hubungan interpersonal yang diharapkan
C. Tanda-tanda secara terus-menerus, menetap paling sedikit enam
bulan. Dalam periode enam bulan tersebut harus terdapat paling
sedikit satu bulan simptom (bisa kurang bila berhasil diterapi) pada
kriteria A (simptom-simptom pada fase aktif) dan juga dapat
termasuk simptom periode prodromal atau residual. Selama periode
prodromal atau residual, tanda-tanda gangguan dapat
bermanifestasi hanya dalam bentuk simptom yang terdapat pada
kriteria A dalam derajat yang lebih ringan (misalnya kepercayaan-
kepercayaan aneh, pengalaman persepsi yang tidak lumrah)
D. Harus bisa disingkirkan gangguan skizoafektif dan depresi atau
gangguan bipolar dengan ciri psikotik :
 Tidak terdapat secara bersamaan dengan episode manik
atau depresi selama simptom fase aktif
 Bila terdapat episode mood selama fase aktif, ia harus
terlihat dalam minoritas durasi total periode aktif atau
residual penyakit.
E. Gangguan yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat
(misalnya penyalahgunaan zat atay medikasi) atau kondisi medik
lainnya
F. Bila terdapat riwayat gangguan spektrum autisme atau gangguan
komunikasi awitan masa anak, diagnosis tambahan skizofrenia
dibuat hanya bila terdapat halusinasi atau waham yang menonjol.
Gejala-gejala lainnya yang dibtuhkan untuk menegakkan diagnosis
gangguan skizofrenia juga harus terjadi paling sedikit satu bulan
(kurang bila berhasil diterapi)
(Benson, 2013)

Diagnosis Banding
 Gangguan depresi atau bipolar Mayor dengan fitur psikotik
atau katatonik. Perbedaan antara skizofrenia dan gangguan depresi
atau bipolar Mayor dengan fitur psikotik atau dengan katatonia
tergantung pada hubungan temporal antara gangguan mood dan
psikosis, dan pada tingkat keparahan gejala depresi atau manik. Jika
delusi atau halusinasi terjadi secara eksklusif selama episode depresi
atau manik mayor, diagnosisnya adalah gangguan depresi atau
bipolar dengan fitur psikotik.
 Gangguan skizoafektif. Diagnosis gangguan skizoafektif
mensyaratkan bahwa episode depresi atau manik mayor terjadi
bersamaan dengan gejala fase aktif dan bahwa gejala suasana hati
hadir untuk sebagian besar dari total durasi periode aktif.
 Gangguan skizofreniform dan gangguan psikotik singkat.
Gangguan ini memiliki durasi yang lebih pendek daripada
skizofrenia sebagaimana ditentukan dalam kriteria C, yang
membutuhkan gejala 6 bulan. Pada gangguan skizofreniform,
gangguan hadir kurang dari 6 bulan, dan pada gangguan psikotik
singkat, gejala hadir setidaknya 1 hari tetapi kurang dari 1 bulan.
 Gangguan delusi. Gangguan delusi dapat dibedakan dari
skizofrenia dengan tidak adanya gejala lain yang khas dari
skizofrenia (misalnya, delusi, halusinasi pendengaran atau visual
yang menonjol, ucapan yang tidak teratur, perilaku yang sangat
tidak teratur atau katatonik, gejala negatif).
 Gangguan kepribadian skizotipal. Gangguan kepribadian
Schizotypal dapat dibedakan dari skizofrenia dengan gejala
subthreshold yang berhubungan dengan fitur kepribadian persisten.
 Gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan dismorfik tubuh.
Individu dengan gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan
dismorfik tubuh dapat hadir dengan wawasan yang buruk atau tidak
ada, dan keasyikan dapat mencapai proporsi delusi. Tetapi
gangguan ini dibedakan dari skizofrenia oleh obsesi, kompulsi,
keasyikan yang menonjol dengan penampilan atau bau badan,
penimbunan, atau perilaku berulang yang berfokus pada tubuh.
 Gangguan stres pasca trauma. Gangguan stres Posttraumatic
mungkin termasuk kilas balik yang memiliki kualitas halusinasi,
dan hypervigilance dapat mencapai proporsi paranoid. Tetapi
peristiwa traumatis dan fitur gejala karakteristik yang berkaitan
dengan menghidupkan kembali atau bereaksi terhadap peristiwa
tersebut diperlukan untuk membuat diagnosis.
 Gangguan spektrum autisme atau gangguan komunikasi.
Gangguan ini mungkin juga memiliki gejala yang menyerupai
episode psikotik tetapi dibedakan oleh defisit masing-masing dalam
interaksi sosial dengan perilaku berulang dan terbatas serta defisit
kognitif dan komunikasi lainnya. Seorang individu dengan
gangguan spektrum autisme atau gangguan komunikasi harus
memiliki gejala yang memenuhi kriteria penuh untuk skizofrenia,
dengan halusinasi atau delusi yang menonjol selama minimal 1
bulan, untuk didiagnosis dengan skizofrenia sebagai kondisi
komorbiditas.
 Gangguan mental lain yang terkait dengan episode psikotik.
Diagnosis skizofrenia dibuat hanya ketika episode psikotik persisten
dan tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi
medis lainnya. Individu dengan delirium atau gangguan
neurokognitif mayor atau minor dapat muncul dengan gejala
psikotik, tetapi ini akan memiliki hubungan temporal dengan
timbulnya perubahan kognitif yang konsisten dengan gangguan
tersebut. Individu dengan gangguan psikotik yang diinduksi zat/obat
dapat muncul dengan gejala karakteristik kriteria A untuk
skizofrenia, tetapi gangguan psikotik yang diinduksi zat/obat
biasanya dapat dibedakan berdasarkan kronologis hubungan
penggunaan zat dengan onset dan remisi psikosis tanpa adanya
penggunaan zat (Benson, 2013).

Penatalaksanaan
Terapi Farmakologi :
Antipsikotik efektif untuk skizofrenia baik pada fase akut maupun
fase yang sudah stabil. Ia dapat mengurangi risiko kambuhnya psikotik.
Obat antipsikotik terbagi menjadi dua kelompok yaitu, Dopamine
Receptor Antagonist (DRA) ata antipsikotik generasi 1 (APG-1) dan
Serotonin Dopamine Antagonist (SDA) atau Antipsikotika Generasi
II(APG-II). Obat APG-I disebut juga antipsikotika konvensional atau tipik
sedangkan APG-II disebut juga antipsikotik baru atau atipik.
 Antipsikotik Generasi Pertama (APG-I)
 Antipsikotik Generasi II (APG-II)
Obat APG-II adalah obat-obat antipsikotik yang baru dengan efiasi
yang lebih baik dan efek samping minimal. Ada beberapa jenis
APG-II
1. Klozapin
Merupakan antipsikotk pertama yang efek samping
ekstraprimidalnya dapat diabaikan. Dibandingkan dengan
obat-obat generasi pertama, semua APD-II mempunyai
rasio blokade serotonin atau 5 hidroksitriptamin (5-ht)
terhadap reseptor dopamine tipe 2 (D2) lebih tinggi.
Mekanisme kerja : afinitanya terhadap D2 rendah
sedangkan terhadap 5-HT2 tinggi. Hal ini yang
meneybabkan rendahnya efek samping ekstrapiramidal.
Obat-obat antipsikotik konvensional memblok reseptor D2
di forebrain lebih banyak sehingga terdapat efek samping
ekstrapiramidal. Dengan positrone emission tomography
(PET) terlihat bahwa pemberian klozapin, dosis efektif, D2
reseptor yang ditempati hanya sekitar 40-50.
2. Risperidon
Termasuk kedalam kelompok benzisoksazol tersedia dalam
bentuk tablet yaitu 1mg, 2mg, dan 3mg. Dosis berkisar
antara 4-16mg tetapi dosis yang biasa digunakan antra 4-8
mg.
3. Paliperidon
Merupakan metabolit aktif risperidon atau disebut juga 9-
hidroksi risperidon. Ia bekerja sebagai antagonis resptor
serotonin 5HT2 dan dopamin D2. Tablet paliperidon lepas
lambat diberikan satu kali sehari. Efek samping sedasi,
ortostatik, EPS pada paliperidon lebih rendah bila
dibandingkan dengan risperidon. Oleh karena itu
toleransinya lebih baik. Dosis awal hendaklah dimulai
dengan 6mg.
4. Olanzapin
Merupakan obat yang aman dan efektif untuk mengobati
skizofrenia baik simptom positif maupun negatif.
5. Quetiapin
Merupakan dibenzotiazepin dengan potensi menghambat 5-
HT2 lebih kuat daripada D2
6. Aripiprazol
Berkeja parsial agonis terhadap reseptor dopamin D2.
Dosisnya yaitu 10-30 mg/hari.
7. Ziprasidon

Terapi Psikososial
Terapi utama skizofrenia adalah farmakologi. Pasikoterapi jangka
panjang yang berorientasi tilikan, tempatnya sangat terbatas. Disisi lain,
metode terapi psikososial berorientasi suportif sangat bermanfaat terutama
pada terapi jangka panjang skizofrenia.
Pasien skizofrenia harus didekati secara baik dengan penuh empati.
Bangunlah hubungan yang nyaman dengan pasien. Komunikasi yang baik
dengan pasien sangat diperlukan. (Elvira, 2017)

2. 2 Skizotypal
Definisi
Kepribadian skizotipal dapat dianggap sebagai sebuah kontinum
dari kondisi sehat menuju patologis, dengan ciri kepribadian skizotipal di
ujung akhir titik sehat dan gangguan kepribadian skizotipal pada akhir titik
patologis. Kepribadian skizotipal menunjukkan defisit dalam ranah
kognitif, interpersonal, dan afektif.
Berdasarkan DSM IV-TR (American Psychiatric Association,
2000), gangguan kepribadian skizotipal adalah pola yang meliputi defisit
pada sosial dan interpersonal yang ditandai dengan rasa ketidaknyamanan
yang akut, berkurangnya kemampuan untuk menjalani hubungan yang
dekat dan juga adanya distorsi kognitif atau perseptual, dan perilaku atau
penampilan yang eksentrik. Definisi gangguan kepribadian skizotipal pada
DSM V (American Psychiatric Association, 2013) pada dasarnya sama
dengan definisi yang tertera pada DSM IV- TR, namun diklasifikasikan
menjadi kesulitan khas yang dialami oleh seseorang dengan gangguan ini
dapat terlihat pada identitas, pengarahan diri, empati, dan atau keintiman
dengan ciri-ciri maladaptif yang spesifik (Ariyanti, 2020).
Dalam buku “DSM-5 Guidebook : The Essential Companion to the
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Distorders, Fifth Edition”
dijelaskan bahwa gangguan kepribadian skizotipal ditandai dengan
perilaku yang aneh, ucapan dan pemikiran yang aneh, dan persepsi yang
tidak biasa. Orang dengan gejala skizotipal dapat melakukan perilaku aneh
dan berbeda dengan orang normal, namun penderita skizotipal bukan
orang gila. Skizotipal merupakan spektrum dari skizofrenia. Karena
kemiripan tersebut, sifat gejala skizotipal harus dipahami lebih awal
(Sanjaya, 2019).

Etiologi
Etiologi terjadinya gangguan kepribadian skizotipal adalah:
 Genetik : Kasus terbanyak berhubungan secara biologis dalam
keluarga dari pasien skizofrenia, dan insiden tertinggi terdapat pada
kembar monozigotik daripada kembar dizigotik.
 Lingkungan dan sosial
1) Pengaruh lingkungan dan sosial prenatal dapat
mempercepat ataupun sebaliknya terhadap perkembangan
perubahan struktural dan fungsional otak di daerah frontal,
temporal, dan limbik, yang akhirnya dapat menimbulkan
kelainan psikologis pada kognisi.
2) Pengaruh lingkungan dan sosial postnatal seperti adanya
kekerasan fisik, penelantaran, kemiskinan, diskriminasi
akan berkontribusi pada penurunan fungsi otak, yang secara
langsung juga dapat mengakibatkan gangguan kognitif dan
afektif. Serta terjadinya kepribadian skizotipal dan perilaku
antisosial 14-20 tahun kemudian (Sukamto, 2018).

Variasi Gangguan Kepribadian Skizotipal


Berdasarkan kedekatannya antara kepribadian skizoid dan avoidant
(menghindar) terdapat 2 subtipe model yaitu
 Skizotipal Insipid : mewakili struktural yang berlebihan dari pola
pasif-terpisah, merupakan fitur kepribadian skizoid. Skizotipal
Insipid tidak memiliki hubungan dengan dunia luar, pasif, memiliki
pengalaman bahwa pikiran dan tubuh mereka terpisah atau
dipisahkan ( depersonalisasi). Proses kognitif tampak tidak jelas,
kabur, dan tangensial.
 Skizotipal Timorous : menunjukkan struktural yang berlebihan dari
pola aktif-terpisah. Fitur dari kepribadian avoidant.
Mengembangkan penilaian kepribadian avoidant yang berlebihan
dan hypervigilance sehingga menjadi tertarik pada hal-hal yang
aneh, berfokus pada hal-hal yang tidak relevan, berperilaku
takhayul atau melakukan ritual-ritual. Menghidupkan fantasi
menjadi persepsi di luar kelima panca indera, sehingga tercipta
dunia batin baru seperti fantasi magis, ilusi, hubungan telepati, dan
pikiran aneh lainnya yang dirasakan merupakan kehidupan yang
lebih baik dan bermanfaat daripada yang ditemukan dalam
kenyataan (Sukamto, 2019).

Kriteria Diagnostik
Berdasarkan DSM 5 :
 Adanya satu atau lebih waham dengan durasi 1 bulan atau lebih
 Kriteria A untuk skizofrenia belum pernah terpenuhi. Catatan :
halusinasi, jika ada, tidak menonjol dan terkait dengan delusi
(misalnya sensasi dipenuhi serangga yang terkait dengan delusi
infestasi)
 Terlepas dari dampak delusi atau konsekuensinya, fungsi tidak
terganggu secara nyata dan perilaku tidak jelas atau aneh
 Jika episode manik atau depresi mayor telah terjadi, ini relative
singkat terhadap durasi periode delusi
 Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat
atau kondisi medis lainnya dab tidak dijelaskan dengan lebih baik
oleh gangguan mental lain seperti gangguan dismorfik tubuh atau
gangguan obsesif-kompulsif.
(Benson, 2013).

Menurut Kriteria DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders Revised 4 Edition ) Gangguan Kepribadian Skizotipal
adalah:
A. Merupakan sebuah pola yang penuh dengan defisit interpersonal
dan sosial yang ditandai dengan ketidaknyamanan akut dan
penurunan kapasitas dari hubungan dekat yang disebabkan oleh
distorsi kognitif dan persepsi dan perilaku yang eksentrik, dimulai
pada masa muda dan bermanifestasi melalui berbagai macam
cara, seperti lima (atau lebih) hal-hal berikut ini :
 Ideas of reference ( tidak termasuk delusion of reference )
 Kepercayaan aneh atau pemikiran magis yang
mempengaruhi perilaku dan tidak sesuai dengan norma-
norma kebudayaan ( missal: superstitiousness (percaya
takhayul) ,clairvoyance (nujum) , telepati , atau “indera
keenam” , pada anak-anak dan remaja , fantasi yang aneh
atau preokupasi )
 Pengalaman persepsi yang tidak biasa, misalnya ilusi
tubuh.
 Pemikiran dan pembicaraan yang aneh (misal: samar-
samar, situasional, metafora, sangat terinci dan ruwet
( overelaborate), dan stereotipik)
 Kecurigaan atau ide paranoid
 Afek yang tidak tepat atau terbatas
 Perilaku atau penampilan yang aneh, eksentrik, atau ganji
 Kurangnya teman dekat atau kerabat selain yang
dipercayainya
 Kecemasan sosial berlebihan yang tidak hilang dengan
keakraban dan cenderung untuk berhubungangan dengan
ketakutan serta penilaian negatif tentang diri sendiri.
B. Tidak terjadi selama perjalanan skizofrenia, gangguan mood
dengan gejala psikotik, atau angguan psikotik lain, dan tidak
terjadi akibat efek fisiologis langsung dari pengobatan
medis. Dan sebagai catatan individu harus tidak pernah
memenuhi kriteria skizofrenia dalam stadium manapun.

Gambaran Klinis
Gambaran klinis gangguan kepribadian skizotipal dapat ditinjau
dari perspektif biologi, psikodinamik, interpersonal, kognitif dan
Evolusionanary-Neurodevolepment.
1. Perspektif Biologis : penderita skizofrenia dan skizotipal keduanya
memiliki kelainan struktural dan fungsional didaerah otak frontal
dan temporal, terdapat pelebaran ventrikel dan terdapat atropi
jaringan otak. Adanya distorsi kognitif yang merupakan dasar dari
gangguan kepribadian skizotipal berhubungan sangat penting
dengan neurotransmitter. Pada Skizofrenia dan skizotipal telah
terjadi disregulasi dari neurotransmitter yaitu dopamin. Penelitian
terkini tentang “ hipotesis Dopamin " menunjukkan bahwa
kenaikan level kimia dalam darah yang ditandai oleh aktivitas
dopamin di dalam otak terkait dengan gejala positif pada gangguan
kepribadian skizotipal. Menggabungkan temuan anatomi dan
penelitian neurotransmiter diketahui bahwa pada gangguan
kepribadian skizotipal, kelainan pada struktur otak akan
menunjukkan gejala negatif sedangkan peningkatan aktivitas
dopamin di sistem limbik akan menunjukkan gejala positif.
2. Perspektif Psikodinamik : Menurut pandangan klasik, skizotipal
terjadi karena regresi pada tahap perkembangan sebelum ego
dibentuk untuk mencapai kestabilan. Dimana tingkat yang lebih
primitif ditandai dengan episode psikotik sementara. Skizotipal
memiliki dunia internal yang sangat tidak terintegrasikan, sering
bertentangan antara memori, persepsi, impuls, dan perasaan.
Akibatnya, sering tampak berafek labil atau neurotik. Ketika
tuntutan sosial dan harapan sangat menekan, mereka mungkin
menggunakan kecenderungan untuk hanyut dalam dunia lain, dapat
membuat mereka memutuskan hubungan sosial untuk periode
lama, di mana mereka menjadi bingung dan tanpa tujuan,
menampilkan afek yang tidak sesuai, pemikiran paranoid,
berkomunikasi yang aneh dan metaphorical. Skizotipal banyak
memiliki residu superego, disebut introjects yang merupakan
gambaran citra diri yang terfragmentasi. Karena “dunia” mereka
subjektif, sering didapatkan pertanda indra keenam, hal-hal tak
terduga sebagai aspek metafisik dunia mereka, beberapa pemikiran
magis, keyakinan aneh dan perilaku ritualistik yang dapat dilihat
sebagai takhayul serta tindakan yang bersinggungan dengan roh
3. Perspektif Interpersonal : Pada skizotipal, perilaku interpersonal
dan gaya kognitif terkait erat dan saling bekerja sama untuk
membentuk gangguan. Tidak adanya interaksi sosial, menunjukkan
kecanggungan secara sosial dan menampilkan bentuk pribadi yang
aneh. Keterasingan dari diri dan orang lain memberikan kontribusi
terjadinya depersonalisasi, derealisasi, dan disosiasi. Ucapan
circumtansial, berliku-liku, tidak terduga, tidak jelas dan
metaphorical, sering tampak eksentrik atau ganjil, melakukan
kejanggalan yang menakutkan bagi orang lain, bahkan mengatakan
bahwa mereka bisa mengontrol nasib seseorang sehingga dirasakan
sebagai hal yang aneh oleh orang lain. Setelah dewasa, tertarik/
menyukai profesi marginal, mungkin sebagai peramal atau
astrologi, karena sepertinya mereka mendapat firasat/pengetahuan
khusus dari Ilahi, dan akan menyajikannya pada klien-klien mereka
4. Perspektif Kognitif : Gangguan dalam produktivitas bicara dan
komunikasi dianggap inti dari gangguan skizotipal. Pada keadaan
yang berat, penyimpangan kognitif dapat terlihat melalui
penggunaan kata yang tidak wajar atau aneh, kadang-kadang
tampak autis, seolah-olah beberapa logika internal tidak diketahui
orang lain. Cenderung mudah mengalihkan perhatian yang bisa
berubah ke topik lain secara tiba-tiba. Oleh karena itperspektif
evalutionaryu individu skizotipal berkinerja buruk dalam tugas-
tugas yang perlu mempertahankan atensi. Skizotipal sering
bertindak berdasarkan informasi yang diterima dari sumber
keanehan mereka sendiri yang disebut penalaran emosional,
dimana menganggap emosi negatif otomatis memerlukan beberapa
penyebab eksternal negatif yang dapat dijelaskan. Sebagai contoh,
skizotipal mungkin menerima undangan makan malam dari
seorang kenalan yang mengendarai sebuah mobil putih, karena
indera keenam mereka mengatakan mobil putih melambangkan
kemurnian dan kebaikan, tetapi menolak undangan serupa dari
seorang kenalan yang mengendarai mobil hitam
5. Perspektif Evolutionary-Neurodevelopment : Teori evolusi
kepribadian menyatakan bahwa kepribadian skizotipal merupakan
suatu sindrom kelanjutan dari gangguan kepribadian skizoid dan
gangguan kepribadian avoidant. Dengan demikian etiologi dan
perkembangan determinan dari gangguan skizotipal akan mirip
dengan gangguan skizoid dan avoidant, tetapi dengan intensitas
yang lebih besar. Menurut teori evolusi, gejala negatif dari
skizotipal dapat dilihat dan membesar-besarkan sikap apati sosial
pada skizoid sedangkan gejala positif dapat dilihat dan membesar-
besarkan pada avoidant.

Penatalaksanaan
Psikoterapi
Pasien skizotipal dapat ditolong dengan psikoterapi individual
(suportif- ekspresif), psikoterapi kelompok dinamika atau kombinasi
keduanya dan yang tidak berfungsi baik juga memerlukan pelatihan
kemampuan sosial, pendidikan ulang serta berbagai macam dukungan
sosial.
a. Psikoterapi Individual : Pasien skizotipal yang perilakunya aneh
(bizzare) atau yang memiliki pemikiriran psikotik, terapi individual
ini adalah modalitas yang lebih dipilih. Tujuan terapi adalah
menyediakan hubungan baru untuk di internalisasi yang langsung
dan sederhana. Terapis harus memiliki kesabaran luar biasa, sikap
yang permisif dan menerima komunikasi non verbal yang
menyediakan informasi penting tentang pasien serta dituntut untuk
menerima proyeksi pasien tanpa menunjukkan countertransference
b. Psikoterapi Kelompok Dinamika : Pemberian terapi kelompok
berorientasi untuk menolong pasien bersosialisasi, dimana pasien
skizotipal mengalami kesulitan dalam hal ini. Hubungan dan
pernyataan dari pasien-pasien lain dan dengan terapis meruntuhkan
keyakinan akan bagaimana orang lain akan bereaksi terhadapnya.

Farmakoterapi
Obat antipsikotik mungkin responsif dan bermanfaat dalam
menangani gejala adanya idea of reference, ilusi, dan gejala lain pada
gangguan serta dapat digunakan dalam hubungannya dengan psikoterapi.
Antidepresan sangat berguna ketika ada komponen depresi pada gangguan
kepribadian skizotipal (Sukamto, 2018)

2. 3 SKIZOAFEKTIF
Salah satu gangguan spektrum skizofrenia dan psikotik adalah
skizoafektif. Diagnosis gangguan skizoafektif dibuat apabila gejala-gejala
definit adanya skizofrenia dan gangguan afektif menonjol pada saat yang
bersamaan atau dalam beberapa hari yang satu terjadi sesudah yang lain.
(Wintari, 2020).
Gangguan skizoafektif merupakan gejala gangguan mental berupa
gejala psikotik dan gejala afektif. Untuk menegakkan diagnosa pada
gangguan ini setidaknya individu telah menunjukkan gejala psikotik
berupa gejala positif dua minggu dan disertai dengan gejala gangguan
mood seperti manik dan depresif. Selama selang waktu individu memiliki
gejala psikotik, apabila individu menunjukkan adanya kehilangan
ketertarikan terhadap sesuatu yang menyenangkan yang merupakan salah
satu gejala gangguan mood serta memenuhi kriteria yang ada pada
gangguan maka, individu tersebut dapat dikatakan menderita skizoafektif.
Gangguan skizoafektif merupakan penyakit yang parah karena
memiliki perbedaan dibandingkan dengan penderita gangguan skizofrenia
umumnya yaitu adanya gejala afektif yang mengalami perubahan dengan
cepat.
Gejala afektif ini memiliki perbedaan dengan gejala negatif seperti
avolition, alogia, dan anhedonia karena diperlukan pemenuhan kriteria dari
gangguan depresif major atau bipolar. Sehingga dapat dikatakan bahwa
gangguan skizoafektif telah mewakili gejala-gejala yang ada dalam
gangguan skizofrenia dan bipolar. Pasien yang menderita skizoafektif
mengalami perubahan emosi yang kadang tidak terduga karena itu ia
mudah sekali berubah menjadi tidak tertarik dengan aktivitas sehari- hari.
Pasien dengan gangguan psikotik yang memiliki masalah dalam perawatan
diri dapat mempengaruhi kualitas hidupnya (Mintarsih, 2019)
Subtipe
Ada dua subtipe gangguan skizoafektif yaitu :
 Tipe bipolar yaitu bila terdapat episode manik atau campuran.
Selain itu juga ditemukan episode depresi mayor
 Tipe Depresi yaitu bila hanya ditemukan episode depresi mayor

Manifestasi Klinis
 Anamnesis : Adanya perasaan sedih dan hilangnya minat,
berlangsung paling sedikit dua minggu atau rasa senang berlebihan
yang berlangsung paling sedikit satu minggu. Gejala-gejala
tersebut muncul bersamaan dengan pembicaraan kacau, waham,
halusinasi, perilaku kacau, atau gejala negatif.
 Pemeriksaan : Terdapat tanda-tanda gangguan mood depresi
(mood hipotim dan isolasi sosial) atau tanda-tanda mania (mood
hipertim, iritabel, banyak bicara, meningkatnya aktivitas motorik)
atau campuran
(Elvira, 2017)

Kriteria Diagnostik Berdasarkan DSM-V


Diagnosa untuk gangguan skizoafektif berdasarkan Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders: fifth edition/ DSM-5 yaitu
(American Psychiatric Association, 2013) :
 Periode penyakit tidak terputus yang terdapat episode mayor mood
(depresi mayor atau episode manik) bersamaan dengan gejala yang
memenuhi kriteria A untuk Skizofrenia (selama periode 1 bulan
hadir delusi, halusinasi, berbicara tidak koheren, perilaku tidak
teratur, gejala negatif). Catatan : episode depresi mayor harus
mencakup kriteria A1 : mood depresi
 Delusi atau halusinasi selama 2 minggu atau lebih tanpa adanya
episode mayor mood (depresi atau manik) selama durasi seumur
hidup penyakit.
 Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood hadir untuk
sebagian besar dari total durasi periode aktif dan sisa penyakit.
 Gangguan bukan disebabkan oleh zat (misalnya penyalahgunaan
narkoba, obat) atau kondisi medis lainnya.
Tentukan apakah:
Tipe bipolar : subtype ini berlaku jika terdapat episode manik.
Episode depresi mayor juga dapat terjadi. Atau
Tipe depresi : subtipe ini berlaku jika hanya episode depresi
mayor.

Penatalaksanaan
Farmakologi (Psikofarmaka) :
a. Fase akut
Terapi kombinasi (oral)
 Lithium 2x400mg/hari, dinaikkan sampai kisaran terapeutik
0,8-1,2 mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis lithium
karbonat 1200-1800 mg/hari, pada fungsi ginjal normal).
Divalproat dengan dosis awal 3x250mg/hari dan dinaikkan
setiap beberapa hari hingga kadar plasma mencapai 50-100
mg/L. Karbamazepin dengan dosis awal 300-800 mg/hari dan
dosis dinaikkan 200mg setiap 2-4 hari hingga mencapai kadar
plasma 4-12 ug/mL sesuai dengan karbamazepin 800-
1600mg/hari atau Lamotrigin dengan dosis 200-400 mg/hari
 Antidepresan, SSRI misalnya Fluoksetin 1x10-20mg/hari
 Antipsikotik generasi kedua olanzapin 1x10-30 mg/hari atau
risperidone 2x1-3mg/hari atau quetiapin hari I (200mg), hari II
(400mg), hari III (600 mg) dan seterusnya atau aripirazol
1x10-30 mg/hari
b. Fase Lanjutan
Monoterapi :
 Lithium karbonat 0,6-1 mEq/L biasanya dicapai dengan
dosis 900-1200 mg/hari sekali sehari (malam)
 Divalproat dengan dosis 500mg/hari
 Olanzapin 1x10mg/hari
 Quetiapin dengan dosis 450-600 mg/hari
 Risperidone dengan 1-4 mg/hari
 Aripirazol dengan dosis 10-20 mg/hari
 Klozapin dengan dosis 300-750 mg/hari (bagi pasien yang
refrakter)

Non-Farmakologi
Psikoterapi :
 Psikoterapi individual yang dapat diberikan terapi suportif, client-
centered therapy atau terapi perilaku. Psikoterapi suportifnya
sebaiknya yang relatif konkrit, berfokus pada aktivitas sehari-hari.
Dapat juga dibahas tentang relasi pasien dengan orang-orang
terdekatnya. Keterampilan sosial dan okupasional juga banyak
membantu agar pasien dapat beradaptasi kembali dengan
kehidupan sehari-harinya
 Edukasi keluarga, penting dilakukan agar keluarga siap
menghadapi deteriorasi (memburuk) yang mungkin dapat terjadi.
Melakukan diskusi dengan pasien tentang masalah sehari-hari, dan
hal-hal lainnya misalnya tentang rencana pendidikan atau
pekerjaan pasien.
(Elvira, 2017).
Penanganan Kasus Percobaan Bunuh Diri

Bila risiko tinggi : pasien dirawat di ruang UPIP (Unit Pelayanan Intensif
Psikiatri)

Risiko Sedang dan Rendah : pasien dirawat di ruang akut/ruang tenang


BAB III
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
 Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan
gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku pikiran yang
terganggu, berbagai pikiran tidak berhubung secara logis, persepsi
dan perhatian yang keliru, afek yang datar atau tidak sesuai, dan
berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizarre
 Gangguan kepribadian skizotipal adalah pola yang meliputi defisit
pada sosial dan interpersonal yang ditandai dengan rasa
ketidaknyamanan yang akut, berkurangnya kemampuan untuk
menjalani hubungan yang dekat dan juga adanya distorsi kognitif
atau perseptual, dan perilaku atau penampilan yang eksentrik.
 Gangguan skizoafektif merupakan gejala gangguan mental berupa
gejala psikotik dan gejala afektif. Pasien yang menderita
skizoafektif mengalami perubahan emosi yang kadang tidak
terduga karena itu ia mudah sekali berubah menjadi tidak tertarik
dengan aktivitas sehari- hari.
DAFTAR PUSTAKA

Andari, S. 2017. Pelayanan Sosial Panti Berbasis Agama dalam Merehabilitasi


Penderita Skizofrenia. Jurnal PKS. Vol 16 (2). Viewed On : 24 Agustus 2022.
From : https://ejournal.kemsos.go.id
Ariyanti, N,M,P., et al. 2020. Gangguan Kepribadian Skizotipal Pada Perempuan
Di Bali. Intuisi Jurnal Psikologi Ilmiah. Vol 12 (2). Viewed On : 24 Agustus
2022. From : https://journal.unnes.ac.id
Benson, S., et al. 2013. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders
Fifth Edition Dsm-5tm. England : American Psychiatric Association
Publishing
Elvira, S., et al. 2017. Buku Ajar Psikiatri Edisi Ketiga. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Idaiani, S., et al. 2019. Prevalensi Psikosis di Indonesia berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar 2018. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan
Kesehatan. Vol 3 (1). Viewed On : 24 Agustus 2022. From :
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id
Sadock, B,J., Sadock, V,A. 2013. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta :
EGC
Sanjaya, W., et al. 2019. Perancangan Film Pendek “Sophia” Tentang Pengaruh
Lingkungan Pada Penderita Gangguan Kepribadian: Skizotipal. Jurnal DKV
Andiwarna. Vol 1 (14). Viewed On : 24 Agustus 2022. From :
https://publication.petra.ac.id/index.php/dkv/article/download/8652/7810
Sukamto, M,E., Muljohardjono, H. 2018. Schizotypal Personality Disorder.
Journal Medica. Vol 4 (2). Viewed On : 24 Agustus 2022. From :
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-psikiatri01f6eb3ad9full.pdf
Wintari, S,T. 2020. Studi Kasus Dinamika Psikologis Pasien dengan Gangguan
Mental Psikotik Skizoafektif. Journal Psyche. Vol 13 (1). Viewed On : 24
Agustus 2022. From : http://repository.ubaya.ac.id/38062/7

Anda mungkin juga menyukai