Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SCHIZOPHRENIA


DI RUANG BIMA RSJ GRHASIA YOGYAKARTA

Untuk Memenuhi Salah Satu Penugasan


Praktek Profesi Ners Stase Keperawatan Jiwa

Disusun oleh:
FATIN HAPSAH AFIFAH
17/420967/KU/20152

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEPERWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018

1
SCHIZOPHRENIA (SKIZOFRENIA)

A. Pengertian
Menurut Stuart (2013), skizofrenia adalah suatu penyakit otak yang persisten
dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan
kesulitan dlaam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan
masalah. Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada fungsi
otak (Yosep & Sutini, 2014). Menurut Nancy Andreasen (2008) dalam Broken
Brain, The Biological Revolution in Psychiatry, bahwa bukti-bukti terkini tentang
serangan skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak seklai faktor.
Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia
otak, dan faktor genetik.
Melinda Hermann (2008) dalam Yosep & Sutini (2014) mendefinisikan
skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara
berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Neurological disease that affects
a person’s perception, thinking, language, emotion, and social behavior).
Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang mempengaruhi
fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif, emosional dan
tingkah laku. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan
antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan
halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra) (Depkes, 2015).

B. Proses Terjadinya Skizofrenia


Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan sel
menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel
yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut
neurotransmitters yang membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke
ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak yang terserang skizofrenia,
terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut (Yosep &
Sutini, 2014).

2
Bagi keluarga dengan penderita skizofrenia di dalamnya, akan mengerti
dengan jelas apa yang dialamipenderita skizofrenia dengan membandingkan otak
dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem switch pada otak bekerja dengan
normal. Signal-signal persepsi yang datang dikirim kembali dengan sempurna
tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya
melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak klien skizofrenia, signal-
signal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai
sambungan sel yang dituju (Yosep & Sutini, 2014).
Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun klien tidak
menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang
lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia yang
tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja
menjadi skizofrenia akut. Periode skizofrenia akut adalah gangguan singkat dan
kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir
(Yosep & Sutini, 2014).
Kadang kala skizofrenia menyerang secara tiba-tiba. Perilaku perilaku yang
sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang
mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara cepat. Beberapa penderita
mengalami gangguan seumur hidup, tapi banyak juga yang bisa kembali hidup
secara normal dalam periode akut tersebut. Kebanyakan didapati bahwa mereka
dikucilkan, menderita depresi yang hebat, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana
layaknya orang normal dalam lingkungannya. Dalam beberapa kasus, serangan
dapat meningkat menjadi apa yang disebut skizofrenia kronis. Klien menadi buas,
kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki
motivasi samasekali, depresi, dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya
sendiri (Yosep & Sutini, 2014).
Penyebab. Pengaruh Neurobiologis. Ada beberapa teori tentang pengaruh
neurogiologis yang menyebabkan Skizorenia. Salah satunya adalah
ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu selkimiadalam otak.Pada
pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretinatau pre-albumin yang
merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada
zalir serebrospinal. Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American

3
Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk
dunia menderita skizofrenia. Tujuh puluh lima persen penderita skizofrenia mulai
mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang
berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering
terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian
dari tahap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan
psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan
kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat.
Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sekalipun berusia sangat muda
(bayi / balita) sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog (Depkes, 2015).

C. Tanda Gejala Skizofrenia


Secara general, gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Gejala Positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak
mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang
datang. Klien skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat
sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami sensasi yang tidak
biasanya pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya
timbul, yaitu klien merasakan adanya suara dari dalam dirinya. Kadang
dirasakan suara itu menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara
itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti: bunuh
diri (Yosep & Sutini, 2014).
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam
menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan.
Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu trafik di jalan raya yang
berwarna merah-kuning-hijau dianggap sebagia suatu isyarat dari luar
angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid.
Mereka selalu merasa kadang diamat-amati, diintai, atua hendak diserang
(Yosep & Sutini, 2014).
Kegagalan berpikir mengarah pada masalah dimana klien skizofrenia tidak
mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak

4
mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Karena klien
skizofrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara
secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan
dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan
perasaan. Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara
sendiri dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya (Yosep & Sutini,
2014).
Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak mampu memahami siapa
dirinya, tidak berpakaian, dan tidak mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak
dapat mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan lain sebagainya
(Yosep & Sutini, 2014).
2. Gejala Negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi
dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas.
Karena klien skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak
mampu melakukan hal-hal selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul
membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar. Klien skizofrenia tidak
memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-
akan dia tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini tidak berarti bahwa klien
skizofrenia tidak dapat merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin dapat
menerima pemberian dan perhatian orang lain, namun tidak dapat
mengekspresikan perasaan mereka (Yosep & Sutini, 2014).
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu
menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia. Mereka merasa tidak memiliki
perilaku yang menyimpang, tidak dapat membina hubungan atau relasi
dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu
yang sangat menyakitkan. Di samping itu, perubahan otak secara biologis
juga memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat
klien skizofrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa
aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia
usia muda antara 15-30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia
40 tahun ke atas. Skizofrenia dapat menyeramg siapa saja tanpa mengenal

5
jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita
skizofrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di bumi (Yosep &
Sutini, 2014).
Menurut Bleuler, ciri khas skizofrenia dapat diidentifikasi dari 4 gejala
khas (bleuler’s 4 A’s), yaitu:
- Affect: symptoms one month to one year before psyzhotic break.
- Associative Looseness: people feels something strange or weird is
happening to them.
- Autism: misinterprets things in the environment.
- Ambivalence: feelings of rejection, lack of self-respect, loneliness,
hopelessness, isolation, withdrawl, and inability to trust others.
Dalam Depkes (2015) dijelaskan bahwa indikator premorbid (pra-sakit)
pre-skizofrenia antara lain:
1. ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang
tersenyum, acuh tak acuh.
2. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah,
kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial).
3. Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan,
mempertahankan, atau memindahkan atensi.
4. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial,
tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas,
mengganggu dan tak disiplin (Depkes, 2015).
Dalam Depkes (2005) juga dipaparkan bahwa gejala-gejala skizofrenia
pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:
1. Gejala-gejala Positif
Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala
ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati
oleh orang lain.
2. Gejala-gejala Negatif
Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan
kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang
atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan

6
perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati
kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnyakemampuan bicara
(alogia) (Depkes, 2015).
Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan
faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau
kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan
kepribadian skizoidyaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan
ramah pada orang lain serta selalu menyendiri (Depkes, 2015).
Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh
dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh
pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak
terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet
atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan
inkoheren (Depkes, 2015).
Tidak semua orang yang memiliki indikator pra-sakit pasti berkembang
menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya
gejala skizofrenia, misalnya stressor lingkungan dan faktor genetik.
Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stressor
psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-
obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga
dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis (Depkes, 2015).

D. Faktor-faktor Pencetus/ Etiologi


Dalam Kaplan & Sadock (2010), dijelaskan bahwa faktor pencetus terjadinya
skizofrenia diantaranya adalah:
1. Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologis yang
maladaptif yang baru mulai dipahami:
a. Adanya lesi pada area frontal, temporal, dan limbik, berhubungan
dengan perilaku psikotik
b. Beberapa kimia otak dikatikan dengan skizofrenia:
 Dopamin neurotransmitter yang berlebihan

7
 Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain
 Masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
2. Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurologik yang maladaptif
belum didukung oleh penelitian.
3. Sosial Budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan
psikotik lain.

E. Tipe Skizofrenia
There are several types of schizophrenia, and no one characteristic is
common to all. Psychotic symptoms include:
- delusions
- hallucinations
- incoherence
- catatonic or hyperactive behavior
- flat affect
Dalam Depkes (2015), juga dijelaskan bahwa tipe skizofrenia diantaranya
adalah:
1. Skizofrenia Paranoid
Jenis skizofrenia dimana penderitanya mengalami bayangan dan khayalan
tentang penganiayaan dan kontrol dari orang lain dan juga kesombongan
yang berdasarkan kepercayaan bahwa penderitanya itu lebih mampu dan
lebih hebat dari orang lain.
2. Skizofrenia Tak Teratur
Jenis skizofrenia yang sifatnya ditandai terutama oleh gangguan dan
kelainan di pikiran. Seseorang yang menderita skizofrenia sering
menunjukkan tanda tanda emosi dan ekspresi yang tidak sesuai untuk
keadaannya. Halusinasi dan khayalan adalah gejala-gejala yang sering
dialami untuk orang yang mederita skizofrenia jenis ini.

8
3. Skizofrenia Katatonia
Jenis skizofrenia yang ditandai dengan berbagai gangguan motorik,
termasuk kegembiraan ekstrim dan pingsan. Orang yang menderita bentuk
skizofrenia ini akan menampilkan gejala negatif: postur katatonik dan
fleksibilitas seperti lilin yang bisa di pertahankan dalam kurun waktu yang
panjang.
4. Skizofrenia Tanpa Kriteria/ Golongan yang jelas
Jenis skizofrenia dimana penderita penyakitnya memiliki delusi, halusinasi
dan perilaku tidak teratur tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia
paranoid, tidak teratur, atau katatonik.
5. Skizofrenia Residual Skizofrenia residual akan di diagnosis ketika
setidaknya epsiode dari salah satu dari empat jenis skizofrenia yang
lainnya telah terjadi. Tetapi skizofrenia ini tidak mempunyai satupungejala
positif yang menonjol (Depkes, 2015).

F. Prinsip Implementasi Keperawatan


Secara umum, klien skizofrenia akan mengalami beberapa masalah
keperawatan, seperti: halusinasi, harga diri rendah, isolasi sosial, perilaku
kekerasan, waham, depresi, dan sebagainya. Diagnosa keperawatan yang ,ungkin
muncul diantaranya: gangguan komunikasi verbal, gangguan interaksi sosial,
perubahan proses pikir, koping individu tidak efektif, kerusakan interaksi sosial,
kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi. Prinsip
perencanaan keperawatan yang perlu dipertimbangkan (Yosep & Sutini, 2014),
adalah:
1. Pentingnya perawatan di rumah sakit dan menumbuhkan kemandirian
(Hospitalization, independency).
2. Perawat melakukan identifikasi dan pemenuhan kebutuhan dasar selama di
rumah sakut (Identify long-term care basic needs).
3. Terapi medis yang tuntas (Adequate edical therapy).
4. Merencanakan tindak lanjut dan proses rujukan klien dan peran serta
keluarga (Identify dan provide proper referrals for patient and family).

9
5. Merencanakan keterampilan dan perangkat kehidupan setelah kembali ke
masyarakat seperti sumber penghasilan dan ekonomi, dukungan sosial,
hubungan kekeluargaan, dan ketahanan apabila mendapatkan stress
(Follow up living arrangements, economic resources, social supports,
family relationships, vulnerability to stress).
6. Memberikan terapi modalitas (modality therapy) dan melatih terapi kerja
(occupational therapy).
7. Pendidikan masyarakat dalam mencegah stigma (prevention to stigma).

G. Pengobatan
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga
perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu
memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan.
Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah
perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi
psikologis. Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita
skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh
(Depkes, 2015).
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi,
karena 75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat
neuroleptika. Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik
seperti klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan
hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh
penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium
belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas
obat penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah disbanding
dengan neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen
neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia (Depkes, 2015).
Komunitas Peduli Schizofrenia Indonesia (KPSI) adalah sebuah komunitas
pendukung Orang Dengan Skizofrenia (ODS) dan keluarganya yang
memfokuskan diri pada kegiatan mempromosikan kesehatan mental bagi
masyarakat Indonesia pada umumnya. Keberhasilan ODS dalam pemulihan

10
sangat tergantung kepada pemahaman keluarga tentang skizofrenia (Depkes,
2015).
Komunitas ini juga bertujuan memberikan informasi tentang skizofrenia yang
tepat kepada masyarakat guna memerangi stigma negatif terhadap ODS. Orang
Dengan Skizofrenia sama sekali tidak membahayakan, bahkan mereka sangat
membutuhkan dukungan semua orang. Dengan adaptasi yang tepat, mereka juga
dapat bekerja dengan baik seperti orang normal. Kegiatan penting yang dilakukan
komunitas ini adalah menterjemahkan swadaya atas artikel-artikel penting tentang
skizofrenia dan panduan-panduan keluarga. Kegiatan edukasi berupa kopi darat
juga dilakukan untuk saling berbagi pengalaman antar keluarga maupun
narasumber. Rencananya KPSI juga akan menerbitkan buku kisah sejati tentang
dukungan keluarga (Depkes, 2015).
Penggiat Komunitas Peduli Skizofrenia Bagus Utomo menyatakan salah satu
terapi efektif untuk para pengidap gangguan kejiwaan skizofrenia adalah melalui
seni lukis. Aliran lukisan penyandang skizofrenia adalah ekspresionis karena ada
deformasi sesuai keinginan yang menceritakan kepedihan hidup. Asyarakat akan
melihat banyak sekali pesan dan symbol di mana goresannya lebih kasar karena
memang bukan seniman. Ketika masyarakat memahami desain visual yang
mereka gambar maka bias mengambil dan memahami penderita skizofrenia
(Depkes, 2015).

11
DAFTAR PUSTAKA

DEPKES. 2015. Diakses melalui:


http://bbtklppjakarta.pppl.depkes.go.id/assets/files/downloads/f1375258333-
schizophrenia.pdf
Dochter, J.McC., Bulechek, G.M., 2004. Nursing Intervention Classification 5th
edition. USA: Mosby.
Kaplan dan Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinik. Binarupa Aksara: Jakarta.
Keliat, B.A., Panjaitan, R.U., Helena, N. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Cetakan 1. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. 2004. Nursing Outcome
Classification 5th edition. USA: Mosby.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Philadelphia.
North American Nursing Diagnosis Association. 2015. Nursing Diagnoses:
Definition & Classification 2015-2017. Philadelphia.
Stuart, G.W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Yosep, H.I., Sutini, T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa and Advance Mental
Health Nursing. Cetakan ke-6. PT Refika Aditama: Bandung.

12
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : Diagnosa Medis :
Ruang : Nomor RM :
No. Diagnosa NOC NIC
1 Isolasi sosial b/d perubahan Involvement of social 1. Tingkatkan sosialisasi (socialization enhancement)
proses pikir Setelah dilakukan interaksi selama 3 X a. BHSP (prinsip komunikasi teraputik, pertahankan
24 jam, klien dapat memulai sikap konsisten, terbuka, tepati janji, dan hindari
hubungan/interaksi dengan orang lain, kesan negative.
dengan indikator/kriteria hasil: b. Observasi perilaku menarik diri klien
a. Klien mampu memperkenalkan c. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku
dirinya dengan orang lain, berjabat mengisolasikan dirinya.
tangan, memjawab salam, ada d. Diskusikan dengan klien hal-hal yang menyebabkan
kontak mata, dan meluangkan klien mengisolasikan diri
waktu untuk duduk berdampingan e. Berikan kesempatan kepada klien untuk
dengan orang lain /perawat. menceritakan perasaannya terkait dengan isolasi
b. Klien mau menyebutkan alas an dirinya
menarik/mengisolasi diri. f. Dorong klien untuk membagi masalah yang
c. Klien mau mengutarakan dihadapi/dimilikinya
masalahnya. g. Dukung klien untuk jujur dan menunjukan identitas
dirinya dengan orang lain
h. Melibatkan dalam TASK
2. Manajemen Kestabilan Mood serta Perasaan Aman
dan Nyaman (Mood Management)
a. Observasi/monitor kesesuaian antara afek dan
ungkapkan secara verbal klien.
a. Berikan perasaan aman dan nyaman pada klien.
b. Dorong klien mengungkapkan perasaannya dan
mengekspresikannya secara tepat.
c. Bantu klien mengidentifikasi perasaan yang mendasari

13
No. Diagnosa NOC NIC
keinginan klien untuk tidak melakukan interaksi
dengan orang lain.
d. Dorong klien untuk mengungkapkan hambatan dan
kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain.
e. Diskusikan dengan klien manfaat berinteraksi dengan
orang lain.
f. Diskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain.
g. Kelola pemberian obat untuk manjaga kestabilan
mood/mood stabilizing (antidepressant, lithium,
hormone, dan vitamin-vitamin)
h. Monitor efek samping obat dan dampaknya terhadap
mood klien.
i. Libatkan klien dalam TAK SS, SP Umum.
j. Lakukan kolaborasi dengan psikiater bila diperlukan
(missal : ECT).

3. Tingkatkan Sosialisasi (Socialization Enhancement)


a. Bantu klien mengidentifikasi kelebihan, hambatan, dan
kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
b. Tingkatkan kesadaran klien terhadap kelebihan dan
keterbatasan dalam berkomunikasi tersebut.
c. Dukung klien mengembangkan hubungan/interaksi
yang telah terbina.
d. Dukung dalam aktivitas di ruang perawatan.
e. Beri reinforcement atas kemampuan dan keberhasilan
klien.
f. Libatkan klien dalam TAKS.
2. Risiko perilaku kekerasan Control Impuls 1. Bantuan Kontrol Marah (anger control assistance)
pada orang lain b/d riwayat Setelah dilakukan interaksi dengan a. Bina hubungan saling percaya

14
No. Diagnosa NOC NIC
kekerasan terhadap orang 3x24 jam, klien dapat mengenal lebih - prinsip komunikasi terapetik
lain awal tanda-tanda akan terjadi perilaku - pertahankan sikap yang konsisten : menepati
kekerasan dengan indikator/ kriteria janji, sikap terbuka, kongruen, hindari sikap non
hasil : verbal yang dapat menimbulkan kesan negatif.
a. Klien mampu menyebutkan tanda- b. Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
tanda akan melakukan kekerasan, c. Bantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
seperti perasaan ingin marah, kekerasan :
jengkel, ingin merusak, memukul, - Emosi : jengkel, marah, persaan ingin
dll merusak/memukul
b. Klien bersedia melaporkan pada - Fisik : mengepalkan tangan, muka marah, mata
petugas kesehatan saat muncul melotot, pandangan tajam, rahang tertutup,dsb.
tanda-tanda kekerasan - Sosial : kasar pada orang lain
c. Klien melaporkan kepada petugas - Intelektual : mendominasi
kesehatan setiap muncul tanda- - Spiritual : lupa dengan Tuhan
tanda akan melakukan kekerasan d. Jelaskan pada klien rentang respons marah
e. Dukung dan fasilitasi klien untuk mencari bantuan
saat muncul marah
2. Manajemen Lingkungan (environmental Manajemen)
a. Jauhkan barah yang dapat membahayakan klien dan
dimanfaatkan klien.
b. Lakukan pembatasan (seklusi) terhadap perilaku
kekerasan klien baik perilaku verbal maupun non
verbal agar tidak menyakiti atau melukai orang lain.
c. Tempatkan klien pada lingkungan yang restrictive
(isolasi : untuk observasi)
d. Diskusikan bersama keluarga tentang tujuan tindakan
seklusi
3. Latihan Mengontrol Rangsng (Impulse Control
Training)
a. Jelaskan pada klien manfaat penyluran energi marah

15
No. Diagnosa NOC NIC
b. bantu klien memilih sendiri cara marah yang adaptif
c. bantu klien mengambil keputusan untuk
mengeluarkan energi marah/perilaku kekerasan yang
adaptif
d. beri kesempatan pada klien untuk mendiskusikan
cara yang dipilihnya
e. anjurkan klian mempraktikkan cara yang dipilihnya
f. beri kesempatan pada klien untuk mendiskusikan
cara yang telah dipraktikan
g. evaluasi perasaan klien tentang cara yang dipilih dan
telah dipraktikkan
4. Libatkan keluarga dalam perawatan/penanganan
klien (family movilization)
a. Identifikasi peran, kultur, dan situasi keluarga dalam
pengaruhnya teryadap perilaku klien
b. Berikan informasi yang tepat tentang penanganan
klien dengan perilaku marah/kekerasan
c. c. Ajarkan ketrampilan koping efektif yang digunakan
untuk pengangan klien marah/perilaku kekerasan
d. Bantu keluarga memilih/menentukan bantuan dalam
menghadapi klien marah/perilaku kekerasan
e. Berikan konseling pada keluarga
f. Fasilitasi pertemuan keluarga dengan career/pemberi
perawatan
g. Beri kesempatan pada keluarga untuk mendiskusikan
cara yang dipilih
h. Anjurkan kepada keluarga untuk menerapkan cara
yang dipilih.
3. Stress Overload b.d Stress Level Coping Enhancement
mengungkapkan perasaan Setelah dilakukan tindakan 1. Menghargai situasi dan kondisi kehidupan pasien pada

16
No. Diagnosa NOC NIC
tekanan keperawatan minimal selama 3 x 24 peran dan hubungannya
jam, klien menunjukkan penurunan 2. Mendorong pasien untuk mengidentifikasi adanya
tingkat stres yang ditandai dengan perubahan peran yang nyata
3. Menghargai dan mendiskusikan respon alternatif terhadap
indikator :
situasi
1. Meledaknya emosional membaik 4. Membantu pasien dalam mengidentifikasi informasi yang
2. Gangguan tidur membaik diungkapkannya
3. Depresi membaik 5. Mendorong perilaku pasien mengenai harapan realistis
yang sesuai
1. dengan perasaannya
6. Mendorong pasien ke dalam aktivitas sosial dan
komunitas
7. Mendorong pasien untuk menerima keterbatasan orang
lain
8. Mendorong pasien untuk menggunakan sumber-sumber
spiritual (misal: doa)
9. Mendorong pasien untuk mengidentifikasi nilai-nilai
kehidupan yang spesifik
10. Mengkaji lebih dalam mengenai metode atau usaha pasien
dalam menghadapi dan mengatasi masalah kehidupan
11. Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaan,
persepsi dan ketakutannya
12. Mendorong pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kemampuannya sendiri
4. Acute Confusion Cognitive Orientation Management Halusinasi
Dalam masa perawatan 3 x 24 jam 1. Membangun hubungan saling percaya
pasien dapat mengetahui kondisi 2. Monitor dan atur tingkat aktifitas di lingkungan
ingatan dengan kriteria hasil : 3. Pertahankan lingkungan yang aman
1. Pasien mampu mengidentifikasi 4. Catat tingkah laku pasien yang mengindikasikan
diri membaik halusinasi

17
No. Diagnosa NOC NIC
2. Pasien mampu mengidentifikasi 5. Tingkatkan komunikasi yang terbuka
tempat membaik 6. Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaannya
3 Pasien mampu mengidentifikasi 7. Monitor halusinasi terkait isi yang dapat
orang lain mencelakakan pasien
Delirium Level 8. Kolaborasi pemberian antipsikotik
Dalam masa perawatan, pasien 9. Monitor efek samping obat
dapat terhindar dari kegelisahan
dengan kriterian hasil :
1. Agitasi berkurang
2. Pasien tidak mengalami
gangguan pola tidur
3. Halusinasi pasien berkurang

18

Anda mungkin juga menyukai