Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

I.

MASALAH UTAMA
Ny. H, berusia 44 tahun, dengan diagnosa tumor paru. Mengalami batuk-batuk sejak 3
minggu SMRS, sebelumnya sudah berobat ke RS di Lampung, namun minta di rujuk
ke RSUP Persahabatan di Jakarta. Klien mengatakan tidak nafsu makan namun tetap
di paksakan karena mengingat anaknya yang di tinggal di Lampung. Klien
mengatakan merasa sangat sedih dan cemas karena harus meninggalkan anakanaknya, sementara dia dan suami berada di Jakarta untuk pengobatannya. Klien
mengatakan tidak mampu lagi melakukan aktivitas seperti sebelumnya. Klien
mengatakan tidak bekerja, namun mengurus rumah dan anak-anaknya. Klien
mengatakan sulit tidur dan seringkali terbangun karena memikirkan kondisi kesehatan
dan juga anak-anaknya. Klien terlihat murung. Klien sering terlihat termenung dan
menundukkan kepala. Klien terlihat tidak fokus. Klien tampak sedih saat
menceritakan kegelisahannya. Klien mengatakan ingin cepat sembuh. Klien tirah
baring.

II.

PENGERTIAN
1. KEHILANGAN
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan
adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang
berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau
mendadak,

bisa

tanpa kekerasan

atau

traumatik,

diantisispasi

atau

tidak

diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert, 1985).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
2. BERDUKA

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang


dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
III.

PROSES TERJADINYA MASALAH


A. PREDIPOSISI
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan, adalah :
1. Faktor Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2. Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik
3. Kesehatan Mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi
oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
4. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak
akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa
dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5. Struktur Kepribadian

Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan
rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.

B. PRESIPITASI
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan
kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti : kehilangan sifat
bio-psiko-sosial, antara lain :
1. Kehilangan kesehatan
2. Kehilangan fungsi seksualitas
3. Kehilangan peran dalam keluarga
4. Kehilangan posisi di masyarakat
5. Kehilangan harta benda atau orang yang dicinta
6. Kehilangan kewarganegaraan

C. PERILAKU (TANDA DAN GEJALA)


1. Ungkapan menangis
2. Menangis
3. Gangguan tidur
4. Kehilangan nafsu makan
5. Sulit berkonsentrasi
6. Keinginan untuk bunuh diri (jika kehilangan dan berduka terjadi secara
berkelanjutan)
D. MEKANISME KOPING
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain
: Denial,
Represi,
Intelektualisasi,
Regresi,
Disosiasi,
Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang
dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada
pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut
sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
E. SUMBER KOPING
Pasien yang mengalami kehilangan dan berduka akan mengalami tahap
penolakkan,marah,tawar-menawar,depresi,dan penerimaan. keluarga yaitu orang
tua atau kerabat dekat pasien,teman dekat,serta perawat berperan dalam
memberikan kenyamanan dan pengertian pada pasien.

F. POHON MASALAH
Harga Diri Rendah
Berduka dan kehilangan

Penyakit fisik
G. PROSES BERDUKA
Fase berduka menurut kubler-Rose adalah :
1. Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan Tidak,
saya tidak percaya bahwa itu terjadi, itu tidak mungkin. Bagi individu atau
keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari
informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual,
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu
harus berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa
menit sampai beberapa tahun.
2. Fase Marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau
ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif,
bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak
becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

3. Fase Tawar Menawar(bergaining)


Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif,
maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata kalau saja kejadian itu bisa
ditunda maka saya akan sering berdoa. Apabila proses berduka ini dialami oleh
keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai kalau yang sakit
bukan anak saya.

4. Fase Depresi(depression)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak
mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah
tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase Penerimaan (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu
telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau
orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih
pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata
seperti saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya
manis juga, atau apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh.

IV.

RENCANA TINDAKAN
A. TUJUAN
Tujuan Umum : Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap konsep
kehilangan.
Tujuan Khusus :
1. Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-perilaku yang
berhubungan dengan tahap-tahap berduka yang normal.
2. Pasien akan mampu mengakui posisinya sendiri dalam proses berduka.
3. Pasien mampu melakukan pemecahan masalah kehilangan dan berduka yang
di alami.
B. INTERVENSI
1. Tentukan pada tahap berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi perilakuperilaku yang berhubungan dengan tahap ini.
Rasional : Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk
perencanaan keperawatan yang efektif bagi pasien yang berduka.
2. Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan
perhatian. Jujur dan tepati semua janji.
Rasional : Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu kebutuhan yang
terapeutik.
3. Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan pasien untuk mengekspresikan
perasaannya secara terbuka.

Rasional : Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin


bahwa ia merupakan seseorang pribadi yang bermakna. Rasa percaya
meningkat.
4. Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi defensif
jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis.
Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat
mengungkapkan secara langsung kepada objek atau orang/pribadi yang
dimaksud.
Rasional : Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang
tidak mengancam dapat membantu pasien sampai kepada hubungan dengan
persoalan-persoalan yang belum terpecahkan.
5. Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola
voli,dll).
Rasional : Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif
untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam.
6. Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang
berhubungan dengan setiap tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa
perasaan seperti rasa bersalah dan marah terhadap konsep kehilangan adalah
perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses berduka.
Rasional : Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar yang
berhubungan dengan berduka yang normal dapat menolong mengurangi
beberapa perasaan bersalah menyebabkan timbulnya respon-respon ini.
7. Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan.
Rasional : Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu
menerima baik aspek positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum
proses berduka selesai seluruhnya.

8. Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis merupakan hal yang dapat


diterima.
Rasional : Menggunakan sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat
untuk kebanyakan pasien.
9. Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk
menentukan metoda-metoda koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman

kehilangan. Berikan umpan balik positif untuk identifikasi strategi dan


membuat keputusan.
Rasional : Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong
pengulangan perilaku yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai