Anda di halaman 1dari 25

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSUD Madani

Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

MINI CEX

Disusun Oleh :

M N 111 22 018

Nurlathifah Bahdad N 111 22 033

PEMBIMBING:

dr. Merry Tjandra, M.Kes, Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

RSD UNDATA PALU


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muslimin Patara (N 111 22 018)

Nurlathifah Bahdad (N 111 22 033)

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Tutorial : Gangguan Bipolar, Episode Depresi

Bagian : Ilmu Kesehatan Jiwa

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa

RSD Undata Palu

Program Studi Pendidikan Dokter


Palu, November 2022

Pembimbing

dr. Andi Soraya T. Uleng, Sp.KJ., M.Kes

MINI CEX

IDENTITAS PASIEN

 Nama : Nn. Maimunah

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Usia : 28 Tahun

 Status Perkawinan : Belum Menikah

 Warga Negara : WNI

 Pendidikan : SMP

 Pekerjaan :-
 Agama : Islam

 Alamat : morowali

 Tanggal Pemeriksaan : 4 maret 2023

 Tempat Pemeriksaan : Rg. Anggur RSUD Madani

I. LAPORAN PSIKIATRI
A. RIWAYAT PSIKIATRI
1. Keluhan Utama :

Gelisah dan Mengamuk

2. Riwayat Gangguan Sekarang :

Pasien perempuan usia 28 tahun datang diantar keluarga dengan


keluhan gelisah kurang lebih 1 minggu yang lalu yang naik turun yang
dirasakan hilang timbul. Keluhan disertai dengan mengamuk dan melukai
diri sendiri yang dirasakan secara tiba-tiba yang muncul dari dalam hatinya
sejak 5 tahun terakhir. Pasien juga mengeluhkan, cemas, sedih, merasa tidak
bergairah, kehilangan minat, sulit konsentrasi dan sulit tidur, dan perasaan
sedih yang muncul tiba-tiba selama kurang lebih 2 minggu terakhir. Sebulan
lalu, pasien memiliki perasaan yang menggebu-gebu dan senang tanpa ada
alasan yang jelas selama tiap hari. Perubahan mood ini di akui pasien
berulang ulang, naik turun tanpa sebab yang jelas. 3 tahun yang lalu, pasien
pernah dirawat di RSUD Madani dengan keluhan yang sama dan di
diagnosis Gangguan Bipolar. Pasien rutin mengkonsumsi obat yang
diberikan, akan tetapi sejak putus obat, keluhan yang sama muncul kembali.
Dari hasil wawancara dengan pasien didapatan bahwa sebelum muncul
keluhan ini, pasien memiliki masalah keluarga yang tidak dapat diceritakan.

Dari hasil alloanamnesis bersama keluarga pasien, keluarga


mengatakan kalau biasanya penyakitnya timbul jika pasien menyendiri
diketahui bahwA sehari sebelumnya pasien berusaha untuk melukai dirinya
karena kegelisahan dalam hatinya sendiri dengan cara mencungkel matanya.
3. Hendaya / Disfungsi

Hendaya sosial : (+)

Hendaya pekerjaan : (-)

Hendaya waktu senggang : (-)

4. Faktor Stresor Psikososial


Masalah Keluarga
5. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a) Riwayat Medis
Gastritis
b) Riwayat Alkohol dan riwayat zat lainnya
a. Merokok (-)
b. Alkohol (-)
c. Narkotika (-)
c) Riwayat Psikiatri
3 tahun lalu, pasien dirawat di RSUD madani dengan keluhan serupa,
dokter mendiagnosis Gangguan Bipolar

6. Riwayat Kehidupan Sebelumnya


 Riwayat prenatal dan perinatal

Pasien lahir normal pervagina, cukup bulan dibantu oleh bidan.


Saat lahir pasien langsung menangis dan bernafas secara spontan. Pasien
merupakan anak ke-8 dari 12 bersaudara. Trauma jalan lahir (-), perawatan
tali pusar baik (+), riwayat infeksi neonatus (-), kelainan kongenital (-),
ikterus patologis (-), dan tidak ada kelainan yang ditemukan selama
kehamilan dan setelah pasien lahir.
 Riwayat masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)

Pada masa ini pasien tumbuh dengan baik dan pasien mendapat kasih
saying dari orang tua. Pada saat kanak-kanak pasien diberikan ASI dan
untuk pola makannya sendiri baik.
 Riwayat masa kanak-kanak pertengahan (4-11 tahun)

Pasien tumbuh dengan baik dan bergaul seperti anak-anak biasa.


Pasien dibesarkan dengan baik oleh orang tuanya. Hubungan pasien
dengan keluarga, adik perempuan, kerabat, dan teman bermain pasien
baik.

 Riwayat masa kanak-kanak akhir/pubertas/remaja (12-18 tahun)

Pada masa ini pasien tumbuh dengan baik, pasien bersekolah di salah
satu SMP namun terhenti di kelas VIII dikarenakan biaya yang tidak
cukup.

7. Riwayat Kehidupan Keluarga

Pasien merupakan anak ke-8 dari 12 bersaudara. Diketahui ada masalah


keluarga setahun lalu yang tidak dapat diceritakan. adik pasien pernah
mengalami keluhan yang sama.

8. Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal bersama kakaknya, dikarenakan??


9. Persepsi Pasien Tentang Diri Dan Kehidupan
Pasien mengetahui bahwa dirinya sakit dan mau berobat ke rumah sakit.

II. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT

Pemeriksaan Fisik:

 Tekanan Darah : 114/81


 Denyut Nadi : 98
 Pernapasan : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Suhu : 37,1
 SpO2 : 97
 Kepala : Normocephal

Status Lokalis

 GCS : E4V5M6

Status Neurologis

 Meningeal Sign : Tidak dilakukan pemeriksaan


 Refleks Patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Hasil Pemeriksaan nervus cranial : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pemeriksaan sistem motorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Kordinasi gait keseimbangan : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Gerakan-gerakan abnormal : (-)

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


1. Deskripsi Umum
a. Penampilan

Tampak seorang perempuan muda dengan perawakan sedang


berpenampilan baik mengenakan baju lengan panjang berwarna putih
dengan celana berwarna pink. Perawakan baik, kulit sawo matang, wajah
tampak pucat, dan penampilan yang sesuai dengan usianya.

b. Kesadaran

Compos mentis

c. Perilaku dan aktivitas psikomotor

Baik

d. Pembicaraan

Pasien berbicara spontan, lancar, volume cukup dan artikulasi jelas.

e. Sikap terhadap pemeriksa


Kooperatif

2. Keadaan Afektif
a. Mood : Depresif
b. Afek : terbatas
c. Keserasian : Serasi
d. Empati : Dapat diraba rasakan
3. Fungsi Intelektual
a. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai
b. Daya konsentrasi : Baik
c. Orientasi :
- Waktu    : Baik
- Tempat   : Baik
- Orang     : Baik
d. Daya ingat:
- Segera                : Baik
- Jangka pendek   : Baik
- Jangka panjang  : Baik
e. Pikiran abstrak : Baik
f. Bakat kreatif : Tidak ada
g. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : Halusinasi Auditorik (Pasien mendengar
suara berbisik ditelinganya menyuruhnya untuk
melompat sejak satu hari yang lalu, keluhan
tidak dirasakan sebelumnya)
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
5. Proses Berpikir
a. Arus pikiran
- Produktivitas : Cukup ide
- Kontinuitas : Relevan
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
b. Isi pikiran
- Preokupasi : Tidak ada
- Gangguan isi pikir : Tidak ada
6. Pengendalian Impuls : Baik
7. Daya Nilai
a. Norma sosial : Baik
b. Uji daya nilai : Baik
c. Penilaian realitas : Baik
8. Tilikan
Derajat 6: Pasien menyadari dirinya sakit dan mau berobat
9. Taraf Dapat Dipercaya

Dapat dipercaya

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

 Pasien perempuan usia 28 tahun datang diantar keluarga karena gelisah


disertai mengamuk di rumah dan ingin melukai diri sendiri yang
dirasakan secara tiba-tiba yang muncul dari dalam hatinya sejak 5 tahun
terakhir.

 Pasien juga mengeluhkan, cemas, sedih dan perasaan marah yang muncul
tiba-tiba selama kurang lebih 2 minggu terakhir. Sebulan lalu, pasien
memiliki perasaan yang menggebu-gebu dan senang tanpa ada alasan
yang jelas selama tiap hari. Perubahan mood ini di akui pasien berulang
ulang, naik turun tanpa sebab yang jelas.

 Pasien tampak tidak memiliki gairah, hilang minat keusulitan


konsentrasi, mengeluhkan susah tidur, dan didapatkan percobaan melukai
dirinya sendiri.

 3 tahun yang lalu, pasien pernah dirawat di RSUD madani dengan


keluhan yang sama dan di diagnosis Gangguan Bipolar. Pasien rutin
mengkonsumsi obat yang diberikan, akan tetapi sejak putus obat, keluhan
yang sama muncul kembali.

 Dari hasil wawancara dengan pasien didapatan bahwa sebelum muncul


keluhan ini, pasien memiliki masalah keluarga yang tidak dapat
diceritakan.

 Pasien memiliki riwayat gastritis

 Pasien mengeluhkan adanya halusinasi auditorik sejak sehari yang lalu


berupa suara yang menyuruhnya untuk melompat, keluhan yang sama
tidak pernah dirasakan sebelumnya

 Dari hasil alloanamnesis bersama keluarga pasien, diketahui bahwa


kemarin pasien berusaha untuk melukai dirinya sendiri dengan cara
mencungkel matanya.

 Pada pemeriksaan status mental didapatkan Tampak seorang perempuan


dengan perawakan sedang berpenampilan baik mengenakan baju lengan
panjang berwarna putih dengan celana berwarna pink. Perawakan baik,
kulit sawo matang, wajah tampak pucat, dan penampilan yang sesuai
dengan usianya. Selama wawancara pasien tenang, kooperatif mood
depresif dan afek terbatas. Fungsi intelektual baik, penilaian realita dan
pengendalian impuls baik, tilikan pasien 6 pasien menyadari dirinya sakit
dan mau berobat
TUTORIAL

STEP 1 : Identifikasi Terminologi yang Tidak Diketahui

1. Apa itu bipolar?

Bipolar adalah gangguan mood yang ditandai dengan episode yang berulang
dari menik dan depresif. Episode manik berlangsung selama 1 minggu terakhir
setiap/hamper tiap hari dan di ikuti fase depresif selama setidaknya 2 minggu atau
lebih.

STEP 2 : Identifikasi Masalah

1. Epidemiologi kasus gangguan bipolar

2. Etiologi bipolar

3. Penegakkan diagnosis dari bipolar

4. Diagnosis banding

5. Klasifikasi gangguan bipolar

6. Tatalaksana farmakologi dari gangguan bipolar

7. Tatalaksana non-farmakologi / psikoterapi dari gangguan bipolar

8. Prognosis dari gangguan bipolar

9. Patofisiologi dari gangguan bipolar

10. Factor resiko gangguan bipolar

11. Pencegahan bipolar

12. Diagnosis multiaksial sesuai skenario

STEP 3 : Curah Pendapat

4. Diagnosis Banding
 Gangguan Depresi Mayor: Episode depresi yang diamati pada MDD dan BD
dapat dibedakan, dan dengan demikian sejarah longitudinal sangat penting.
Mereka dengan bipolar disorder akan melaporkan episode manik atau
hipomanik, yang tidak termasuk diagnosis gangguan depresi mayor.
 Skizofrenia: Gangguan pikiran dapat memiliki ciri suasana hati yang terlihat
seperti gangguan afektif bipolar; namun, simptomatologi suasana hati hanya
bermanifestasi dalam pengaturan gangguan pikiran dan tidak sering.
 Gangguan Bipolar yang diinduksi zat: Mania dan depresi keduanya dapat
memicu dalam pengaturan penggunaan zat. Evaluasi laboratorium
menyeluruh harus mengesampingkan kemungkinan penggunaan zat untuk
mempersempit perbedaan.

` 3. Penegakkan Diagnosis

a. Ditandai dengan episode manik dan depresif yang memiliki beberapa episode /
berulang (min 2 episode).

b. Episode manik terjadi selama 1 minggu setiap hari dan disusul episode
depresif selama 2 minggu atau lebih

c. Adanya gejala episode manik yang khas seperti perasaan menggebu-gebu,


banyak bicara, tidak bias diam, aktivitas meningkat, kebutuhan tidur
berkurang, grandiositas, sulit focus, dan tidak dapat mengambil keputusan
(indiscreation)

d. Terdapat episode depresif selama setidaknya 2 minggu atau lebih dengan


gejala gejala mayor depresif seperti anhedonia, anenergi, afek depresif dan
gejala minor seperti merasa bersalah atau tidak berguna,
insomnia/hypersomnia, nafsu makan menurun, konsentrasi menurun,
kehilangan percaya diridan percobaan bunuh diri

e. Adanya disabilitas dalam menjalani kehidupan sehari-hari

2. Etiologi gangguan bipolar

a. Disebabkan karena factor genetic


b. Kegagalan homeostasis pengatur mood (amigdala)

c. Adanya defek pada pengaturan neurotransmitter meski konsisten, gejala


bergantung lingkungan

d. Abnormalitas dari konsentrasi noradrenergic dan metapolitnya yaitu MHPG

e. Penurunan volume SSP dan jumlah sel, neuron, dan atau glial

10. Faktor resiko

a. Penyalahgunaan zat psikoaktif /NAPZA

b. Adanya stress emosional yang sangat tinggi

c. Lingkungan

5. Klasifikasi Bipolar

a. Bipolar Tipe 1 ditandai dengan gejala manik yang berlangsung selama 1


minggu dan episode depresif selama 2 minggu

b. Bipolar Tipe 2  ditandai dengan episode depresif yang terjadi selama 2


minggu dan disusul dengan episode hipomania yang berlangsung selama 4
hari

c. Siklotimik  Yaitu ditandai dengan episode setengah manik dan setengah


depresif yang terjadi secara berulang-ulang. Disebut juga dengan gangguan
mood menetap

d. Distimia  yaitu perasaan mood setengah depresif yang berulang-ulang


berlangsung selama lebih dari 2 tahun

6. Tatalaksana Farmakologi

 Pemberian Mood stabilizer. Dalam hal ini pemberian lithium carbonate 600
mg

 Pada episode manik: berikan antipsikotik dosis rendah Haloperidol 0,5 mg

 Pada episode depresif, berikan obat antidepressant  SSRI (Fluoxetin,


Cetralin)
7. Tatalaksana non farmakologi/psikoterapi

 Terapi kognitif seperti CBT

 Terapi suportif; Ventilasi, Konseling, dan terapi keluarga

 Terapi fisik  ECT (Electroconvulsive Therapy)

 Rawat inap jika ditemukan ada ide untuk bunuh diri

12. Diagnosis Multiaksial

 AXIS I:

o Berdasarkan Gejala klinik, berupa perubahan mood naik turun sejak 1


tahun terakhir. Keadaain ini menimbulkan distress dan disability
dalam aktivitas sehari hari di lingkungan social sehingga dapat
sisimpulkan pasien mengalami Gangguan Jiwa

o Pada pemeriksaan status mental, ditemukan adanya halusinasi


auditorik seperti suara berbisik ditelinga pasien yang baru muncul
sejak sehari yang lalu, tapi belum memenuhi kriteria gangguan
psikotik. Sehingga pasien digolongkan dalam Gangguan Jiwa Non-
Psikotik

o Pada riwayat penyakit sebelumnya, dan pemeriksaan status nterna dan


neurologis, didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat asma dan
gastritis tapi tidak bermanifestasi ke keluhan yang dirasakan pasien
dan tidak ada dampak pada otak. Sehingga pasien didiagnosis
Gangguan Jiwa Non Psikotik Non Organik

o Berdasarkan kriteria diagnostic PPDGJ III, pasien memiliki gejala khas


berupa mood yang naik turun sejak 1 tahun terakhir, pernah
didiagnosis sebelumnya dengan gangguan bipolar. Dan 2 minggu
terakhir pasien mengeluhkan sulit konsentrasi, sulit tidur, tidak
bergairah, dan sedih karena masalah keluarga hingga didapatkan
percobaan bunuh diri, sehingga pasien didiagnosis dengan Gangguan
Bipolar, Episode Depresi Ringan atau Sedang (F31.3)
 AXIS II : Tidak ada ciri kepribadian khas

 AXIS III : Asma dan Gastritis

 AXIS IV : Masalah keluarga

 AXIS V : 80-71 (Gejala sementara, dapat diatasi, disabilitas ringan)

STEP 4 : Analisis Masalah

6. Tatalaksana Farmakologi

Dikarenakan pasien memiliki riwayat asma dan gastritis dan saat


difollow up mengeluhkan nyeri ulu hati, maka pemberian obat Lanzoprazole
10 mg diberikan untuk menghilangkan gejala dan pemberian Salbutamol 2 mg
bila terdapat serangan asma

11. Pencegahan Bipolar

a. Jangan menghentikan pengobatan secara tiba-tiba karena dapat


menyebabkan rebound phenomena yaitu gejala muncul kembali

b. Hindari konsumsi zat psikoaktif /NAPZA

c. Hindari stressor dengan menyibukkan diri dengan melakukan aktivitas


yang bermanfaat

3. Penegakkan diagnosis bipolar

Untuk episode depresif, berdasarkan tingkat keparahannya dibagi


menjadi 3 bagian:

a. Ringan  2 gejala mayor + 2 gejala minor + 2 minggu

b. Sedang  2 gejala mayor + 3 atau 4 gejala minor + 2 minggu

c. Berat  3 gejala mayor + 4 gejala minor + 2 minggu

STEP 5 : Penentuan Learning Objective

1. Epidemiologi gangguan bipolar


2. Prognosis gangguan bipolar

3. Fisiopatologi (biologi dan pikosisial)

4. Psikodinamik gangguan bipolar

5. Mekanisme ego strength yang digunakan

STEP 6 : Belajar Mandiri


STEP 7 : Diskusi

1. Apakah pasien pada kasus ini termasuk gangguan jiwa?


Pasien memiliki gejala khas berupa mood yang naik turun sejak 1 tahun
terakhir, pernah didiagnosis sebelumnya dengan gangguan bipolar. Dan 2 minggu
terakhir pasien mengeluhkan sulit konsentrasi, sulit tidur, tidak bergairah, dan sedih
karena masalah keluarga hingga didapatkan percobaan bunuh diri. Keadaan ini
menimbulkan distress dan disability dalam aktivitas sehari hari di lingkungan sosial
sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami Gangguan Jiwa

2. Diagnosis banding
 Gangguan Depresi Mayor: Episode depresi yang diamati pada gangguan
depresi mayor dan bipolar dapat dibedakan. Mereka dengan bipolar disorder
akan melaporkan episode manik atau hipomanik, yang tidak termasuk
diagnosis gangguan depresi mayor.
 Skizofrenia: Gangguan pikiran dapat memiliki ciri suasana hati yang terlihat
seperti gangguan afektif bipolar; namun, simptomatologi suasana hati hanya
bermanifestasi dalam pengaturan gangguan pikiran dan tidak sering.
 Gangguan Bipolar yang diinduksi zat: Mania dan depresi keduanya dapat
memicu dalam pengaturan penggunaan zat. Evaluasi laboratorium
menyeluruh harus mengesampingkan kemungkinan penggunaan zat untuk
mempersempit perbedaan.

Sumber:
Jain, A., Mitra, P. Bipolar Affective Disorder. [Updated 2022 Nov 5]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.

3. Diagnosis multiaksial

AXIS I : Gangguan Bipolar, Episode Depresi Ringan atau Sedang (F31.3)

AXIS II : Tidak ada ciri kepribadian khas

AXIS III : Asma dan Gastritis

AXIS IV : Masalah keluarga


AXIS V : 80-71 (Gejala sementara, dapat diatasi, disabilitas ringan)

4. Epidemiologi

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2016,


terdapat sekitar 60 juta orang mengalami gangguan bipolar di dunia.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gangguan mental
emosional mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk di
Indonesia (Wirasugianto, 2021). Saat ini prevalensi gangguan bipolar dalam
populasi cukup tinggi, mencapai 1,3-3%. Bahkan prevalensi untuk seluruh
spektrum bipolar mencapai 2,6-6,5%. Tujuh dari sepuluh pasien pada
awalnya misdiagnosis. Prevalensi antara laki-laki dan perempuan sama
besarnya terutama pada gangguan bipolar I, sedangkan pada gangguan
bipolar II, prevalensi pada perempuan lebih besar. Depresi atau distimia yang
terjadi pertama kali pada prapubertas memiliki risiko untuk menjadi
gangguan bipolar (Fithriyah, 2018).

Sumber:

Fithriyah, I., Margono, H.M. (2018). Gangguan Afektif Bipolar Episode Manik
dengan Gejala Psikotik, Fokus pada Penatalaksanaan. Jurnal Unair.

Wirasugianto, J., dkk. (2021). Gambaran Karakteristik Gangguan Bipolar di Rumah


Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, Bali. Jurnal Medika Udayana. Vol 10 (11).
Diakses pada 9 Feb 2023.

5. Fisiopatologi (biologi dan psikososial)


 Faktor Biologis
 Faktor Genetik: Risiko gangguan bipolar adalah 10-25% bila salah satu orang
tua memiliki gangguan mood. Studi kembar telah menunjukkan tingkat
kesesuaian 70-90% pada kembar monozigot. Kromosom 18q dan 22q
memiliki bukti terkuat keterkaitan dengan gangguan bipolar. Gangguan
bipolar 1 memiliki hubungan genetik tertinggi dari semua gangguan kejiwaan.
 Neuroanatomi: Korteks prefrontal, korteks cingulate anterior, hippocampus,
dan amigdala adalah area penting untuk regulasi emosi, pengondisian respons,
dan respons perilaku terhadap rangsangan.
 Pencitraan Struktural dan Fungsional: Hiperintensitas abnormal di daerah
subkortikal, terutama talamus, ganglia basal, dan daerah periventrikular pada
gangguan bipolar, menunjukkan episode berulang dan menunjukkan
degenerasi saraf. Pasien dengan depresi berat atau riwayat keluarga gangguan
mood menunjukkan peningkatan metabolisme glukosa di daerah limbik
dengan penurunan metabolisme korteks serebral anterior.
 Amina Biogenik: Disregulasi neurotransmiter yang terlibat dalam gangguan
ini meliputi dopamin, serotonin, dan norepinefrin; namun, data belum menyatu
untuk mengungkap asosiasi yang valid.
 Second messegers: Protein G atau nukleoprotein pengikat guanin adalah target
untuk penstabil suasana hati. Mereka berinteraksi dengan reseptor membran
dan membentuk pembawa pesan kedua seperti siklik adenosin monofosfat
(cAMP) dan siklik guanosin monofosfat (cGMP). Pembawa pesan kedua
mengatur saluran membran saraf.
 Ketidakseimbangan Regulasi Hormon: Hiperaktivitas adrenokortikal diamati
pada mania. Stres kronis menurunkan neurokinin brain-derived neurotrophic
factor (BDNF), yang merusak neurogenesis dan neuroplastisitas. Hormon
pertumbuhan dilepaskan setelah stimulasi dari dopamin dan norepinefrin dan
pelepasannya dihambat oleh somatostatin. Peningkatan kadar somatostatin
CSF diamati pada mania.
 Faktor Imunologis: Peningkatan kronis sitokin dan interleukin terkait dengan
keparahan klinis.

 Faktor Psikososial
 Stresor kehidupan yang signifikan dapat menyebabkan perubahan saraf seperti
tingkat neurotransmiter, perubahan pensinyalan sinaptik, serta hilangnya
neuron. Ini terlibat dalam episode pertama gangguan mood, serta pengulangan
episode berikutnya.
 Mereka yang memiliki ciri-ciri kepribadian histrionik, obsesif-kompulsif, atau
batas yang hidup berdampingan dalam pengaturan bipolar disorder lebih
rentan terhadap pengendapan episode depresi.

Sumber:

Jain, A., Mitra, P. Bipolar Affective Disorder. [Updated 2022 Nov 5]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.

6. Psikodinamik
Teori psikodinamika klasik mengenai depresi meyakini bahwa depresi dari
Freud (1917/1957) dan para pengikutnya (misalnya Abraham, 1916/1948) meyakini
bahwa depresi mewakili kemarahan yang diarahkan ke dalam diri sendiri dan bukan
terhadap orang-orang yang dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada diri setelah
mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman dari orang-orang yang
dianggap penting.

Freud mempercayai bahwa berduka atau rasa berkabung yang normal adalah
proses yang sehat karena dengan berduka seseorang akhirnya dapat melepaskan
dirinya sendiri secara psikologis dari seseorang yang hilang karena kematian,
perceraian, atau alasan lainnya. Namun, rasa luka yang patologis tidak mendukung
perpisahan yang sehat. Malahan hal ini akan menumpuk menjadi depresi yang tak
berkesudahan. Rasa duka yang patologis cenderung terjadi pada orang yang memiliki
perasaan ambivalen dan negatif (marah, permusuhan), terhadap orang yang telah pergi
atau ditakutkan kepergiannya.

Menurut teori psikodinamika, gangguan bipolar mewakili dominasi yang


berubah-ubah dari kepribadian individu antara ego dan superego. Dalam fase depresi,
superego adalah dominan, memproduksi kesadaran yang lebih atas kesalahan-
kesalahan dan membanjiri individu dengan rasa bersalah dan ketidakberhargaan.
Setelah beberapa waktu, ego muncul kembali dan mengambil alih supremasi,
memproduksi perasaan girang dan self confidence yang menandai fase manik.
Exhibisi ego yang berlebihan nantinya akan memicu kembalinya rasa bersalah, sekali
lagi menenggelamkan individu ke dalam depresi.
Model psikodinamika berfokus pada isu-isu yang berhubungan dengan
perasaan individual akan self-worth atau self-esteem. Suatu model, yang
mengalokasikan proses atensi mereka setelah kehilangan. Menurut model ini, orang
yang mudah terkena depresi mengalami suatu periode self examination yang intens
setelah terjadinya suatu kehilangan atau kekecewaan yang besar.

Pada kasus ini, pasien didapatkan dengan gangguan bipolar episode depresi
yang artinya superego yang ada dalam diri pasien lebih mendominasi sehingga adanya
rasa keasalahan-kesalahan yang muncul membuat pasien merasa dalam perasaan
bersalah berlebihan dan muncul perasaan ketidakberhargaan oleh pasien.

Sumber:

Widiyawati, W. (2020). Keperawatan Jiwa. Penerbit: Literasi Nusantara

7. Mekanisme egotisme yg digunakan

Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan untuk menjelaskan proses


alam bawah sadar seseorang yang mengacu pada pertahanannya terhadap ansietas
atau kecemasan. Mekanisme ini melindunginya dari ancaman-ancaman eksternal atau
adanya impuls-impuls yang timbul dari ansietas internal dengan mendistorsi realitas
dengan berbagai cara. Mekanisme pertahanan ego adalah cara kerja ego untuk
menekan kecemasan apabila id tidak terpenuhi. Mekanisme pertahanan ego terjadi
apabila id dan ego tidak seimbang, apabila id lebih besar dari ego maka menimbulkan
kecemasan. Maka dari itu, ego melakukan mekanisme pertahanan untuk
meminimalisir atau mengurangi sedikit kecemasan, atau dialihkan kecemasannya.

Mekanisme pertahanan mempunyai dua karakteristik umum, yaitu


menyangkal atau mengaburkan realita dan bertindak tak terkendali di alam bawah
sadar. Adapun bentuk mekanisme pertahanan ego yang menjadi fokus kajian
penelitian ini adalah sebagai berikut:

 Represi (Repression)

Golongan mekanisme pertahanan paling kuat adalah represi. Tekanan


merupakan sebutan lain bagi represi. Hal seperti ini mendorong impuls id untuk
keluar dari alam bawah sadar ke alam sadar. Memori menyakitkan yang pernah
dialami oleh individu dapat dimunculkan kembali oleh impuls id tersebut. Freud
menjelaskan represi sebagai suatu tindakan menghapuskan sesuatu secara tidak
sengaja dari kesadaran.

 Reaksi Formasi (Reaction Formation)

Reaksi formasi adalah suatu bentuk perlawanan yang obsesif atau berlebihan,
hal ini dikarenakan dorongan kecemasan ditekan ke dalam alam bawah sadar
dengan melakukan hal yang bertolak belakang dengan dorongan tersebut. Bentuk
reaksi formasi ego adalah mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari
ancaman di lingkungan sekitarnya.

 Pengalihan (Displacement)

Mengalihkan perasaan tidak senang terhadap suatu objek ke objek lain yang
lebih memungkinkan, merupakan upaya dari ego melakukan pengalihan. Semisal
ada impuls-impuls agresif dapat digantikan sebagai kambing hitam terhadap
individu ataupun objek lainnya. Objek-objek tersebut bukanlah merupakan
sumber frustasi melainkan sebagai sasaran pertahanan ego. Bagi Freud,
perpindahan adalah sarana utama yang digunakan dalam distorsi mimpi yang
harus diserahkan oleh pikiran-mimpi di bawah pengaruh sensor.

 Rasionalisasi (Rationalization)

Rasionalisasi merupakan dorongan yang dilarang oleh superego. Dorongan


tersebut dinalar sehingga seolah dapat dibenarkan. Hal tersebut merupakan usaha
seseorang untuk memutar-balikkan fakta yang mengganggu ego dengan berbagai
alasan yang dirasa masuk akal. Dengan kata lain, menyelewengkan realitas yang
mengancam ego melalui alasan tertentu yang rasional sehingga hal itu tidak lagi
mengancam ego.

Bentuk mekanisme pertahanan ego yang dialami pasien pada kasus ini yaitu
mekanisme pertahanan bentuk represi. Hal ini dikarenakan pasien memiliki ingatan
masa lalu yang tidak diterimanya dan dapat menimbulkan kegelisahan dalam
kehidupan pasien. Pada pertahanan represi ini, pertahanan diri pasien berupaya untuk
membuang memori menyakitkan yang pernah dialaminya sehingga pasien bisa
menjalani kehidupan tanpa kegelisahannya lagi.

Sumber:

Solihah, I.F., Ahmadi, A. (2022). Mekanisme Pertahanan Ego Tokoh Utama Dalam
Kumcer Sambal dan Ranjang Karya Tenni Purwanti (Tinjauan Psikoanalisis Sigmund
Freud). Bapala Jurnal Unesa. Vol 9 (2). Diakses pada 09 Feb 2023.

8. Tatalaksana
 Farmakologis:
Antidepresan  Fluoxetin 10 mg (2x1)

 Non farmakologis:
Family Therapy  Stressor pada gangguan psikis pasien adalah masalah
keluarga, maka cara menyelesaikan permasalahan stressor tersebut kembali
kepada keluarga pasien. Pasien dihantui dengan masalah orang tuanya yang akan
berpisah, oleh sebab itu diperlukan pembicaraan langsung kepada orang tua
pasien untuk memberi pengertian mengenai kondisi pasien saat ini, mengingat
pasien juga masih berada di usia dalam pengawasan orang tua atau belum
dewasa.

9. Prognosis

Gangguan bipolar 1 biasanya memiliki prognosis yang buruk. 50% pasien


mengalami episode kedua dalam waktu dua tahun setelah episode pertama. Prognosis
buruk dikaitkan dengan:

 Ketergantungan zat
 Fitur psikotik
 Gejala depresi
 Depresi antar episode
 Jenis kelamin laki-laki
Pasien dengan gangguan afektif bipolar memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
keinginan dan upaya bunuh diri, yang menyebabkan prognosis yang lebih buruk.

Sumber:

Jain, A., Mitra, P. Bipolar Affective Disorder. [Updated 2022 Nov 5]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.

Anda mungkin juga menyukai