Anda di halaman 1dari 23

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSD Madani Palu


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

TUTORIAL KLINIK

Disusun Oleh :
Sri Naharindah N 111 21 118

Muhammad Syafi’i N 111 21 086

Muhammad Rifal Aulia N 111 21 082

Shafa Nurul Ramadhani N 111 21 099

Wisnu Yusron Muhlasin N 111 21 089

Hilda Sari Wahyuni N 111 21 059

PEMBIMBING:
dr. Dewi Suryani A, M.Kes, Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSD UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Sri Naharindah (N 111 21 118)


Muhammad Syafi’i (N 111 21 086)
Muhammad Rifal Aulia (N 111 21 082)
(N 111 21 099)
Shafa Nurul Ramadhani
(N 111 21 089)
Wisnu Yusron Muhlasin (N 111 21 059)
Hilda Sari Wahyuni
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Tutorial : Gangguan Somatoform
Bagian : Ilmu Kesehatan Jiwa

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa

RSD Undata Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Palu, Desember 2022

Pembimbing

dr. Dewi Suryani A, M.Kes, Sp.KJ


TUTORIAL KLINIK

IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. MA
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Usia : 39 Tahun
 Status Perkawinan : Sudah Menikah
 Warga Negara : WNI
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Petani
 Agama : Islam
 Alamat : Kasimbar
 Tanggal Pemeriksaan : 19 Desember 2022
 Tempat Pemeriksaan : Poliklinik Kesehatan Jiwa RS Woodward Palu

I. LAPORAN PSIKIATRI
A. RIWAYAT PSIKIATRI
1. Keluhan Utama :

Sering pusing dan menggigil

2. Riwayat Gangguan Sekarang :


Pasien laki-laki berusia 39 tahun datang ke poliklinik jiwa dengan
keluhan utama yaitu sering merasa pusing dan menggigil sejak 10 hari
terakhir. Pusing dirasakan saat pasien sedang bekerja, perasaan menggigil
serta batuk dirasakan bersamaan dengan keluhan pusingnya. Karena sering
merasa pusing sehingga pasien juga mengeluhkan susah tidur. Salain itu
pasien mengeluhkan nyeri uluhati yang hilang timbul, keluhan ini dirasakan
kurang lebih sejak 5 tahun terakhir. Paien juga mudah merasa emosi
terutama bila ada selisih pendapat. Pada saat diajak berbicara pasien tampak
tidak nyaman dan hanya menjawab seperlunya. Pasien tidak mampu
menjelaskan perjalanan penyakitnya.
Alloanamnesis:
Menurut keterangan dari istri pasien saat ini, akhir-akhir ini pasien sering
merasa rindu dengan anak dari istri pertamanya. Riwayat cerai dengan istri
pertamanya sejak 3 tahun yang lalu dan memili 1 anak usia 7 tahun. anak
pasien ikut dengan isteri pertamanya. Pasien juga terkadang menangis saat
menelpon anaknya. Pasien sudah 2 tahun bersama dengan istri keduanya
dan hinggga saat ini belum dikaruniakan anak. Istri pasien mengatakan
memiliki riwayat kista ovarium dan sudah ditangani, namun saat ini juga
usia istri pasien sudah 39 tahun sehingga sudah sulit untuk memiliki anak.
Istri pasien juga mengatakan bahwa pasien sering marah tanpa diketahui
penyebabnya.

3. Hendaya / Disfungsi
Hendaya sosial : (-)
Hendaya pekerjaan : (+)
Hendaya waktu senggang : (+)
4. Faktor Stresor Psikososial
Pasien memiliki permasalahan rindu dengan anak dari istri pertamanya yang
sudah diceraikan dan belum mempunyai anak dari istri saat ini.
5. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a) Riwayat Medis
a. Gangguan neurologi (trauma kapitis(-), kejang(-), tumor(-), stroke(-))
b. Infeksi pada otak (meningitis, ecenphalitis, malaria cerebral) (-).
b) Riwayat Alkohol dan riwayat zat lainnya
a. Merokok (+)
b. Alkohol (+)
c. Narkotika (-)
c) Riwayat Psikiatri
Pasien belum pernah melakukan pemeriksaan maupun pengobatan di
bagian psikiatri sebelumnya, dan saat ini baru pertama kali masuk ke poli
kesehatan jiwa RS Woodward Palu.
6. Riwayat Kehidupan Sebelumnya
 Riwayat prenatal dan perinatal
Tidak diketahui.

 Riwayat masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)


Tidak diketahui.
 Riwayat masa kanak-kanak pertengahan (4-11 tahun)

Pasien tumbuh dengan baik dan bergaul seperti anak-anak biasa.


Pasien dibesarkan dengan baik oleh orang tuanya. Hubungan pasien
dengan keluarga, saudara, kerabat, dan teman bermain pasien baik.
 Riwayat masa kanak-kanak akhir/pubertas/remaja (12-18 tahun)

Pada masa ini pasien tumbuh dengan baik, pasien bersekolah hingga
SMA. Pasien mengeluhkan sulit tidur di usia ini. Hubungan pasien dengan
teman temannya baik.
7. Riwayat Kehidupan Keluarga

Pasien tinggal bersama istri. Pasien merupakan anak pertama dari 4


bersaudara. Hubungan pasien dengan keluarganya baik.
8. Situasi Sekarang
Pasien tidak kooperatif saat dilakukan wawancara, pasien hanya
menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan.
9. Persepsi Pasien Tentang Diri Dan Kehidupan
Pasien mengetahui bahwa dirinya sakit dan mau berobat ke rumah
sakit.

II. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT

Pemeriksaan Fisik:
 Tekanan Darah : 130/40 mmHg
 Denyut Nadi : 72 kali/menit
 Pernapasan : 20 kali/menit
 Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
 SpO2 : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Kepala : Normocephal
Status Lokalis
 GCS : E4V5M6
Status Neurologis
 Meningeal Sign : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Refleks Patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Hasil Pemeriksaan nervus cranial : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pemeriksaan sistem motorik : Normal
 Kordinasi gait keseimbangan : Normal
 Gerakan-gerakan abnormal : (-)

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


1. Deskripsi Umum
a. Penampilan

Pasien mengenakan baju kemeja warna dominan biru tua, celana panjang
berwarna hitam. Perawatan diri bagus, kulit sawo matang, berbadan kurus,
dan penampilan tampak sesuai umur.
b. Kesadaran

compos mentis
c. Perilaku dan aktivitas psikomotor

Pasien tampak tidak nyaman saat diwawancara.


d. Pembicaraan

Pasien berbicara spontan, menjawab seperlunya.


e. Sikap terhadap pemeriksa

Tidak kooperatif

2. Keadaan Afektif
a. Mood : Disforia & iritabel
b. Afek : luas
c. Keserasian : Serasi
d. Empati : Tidak dapat diraba-rasakan
3. Fungsi Intelektual
a. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai
b. Daya konsentrasi : Baik
c. Orientasi :
- Waktu    : Baik
- Tempat   : Baik
- Orang     : Baik
d. Daya ingat:
- Segera                : Baik
- Jangka pendek   : Baik
- Jangka panjang  : Baik
e. Pikiran abstrak : Baik
f. Bakat kreatif : Tidak ada
g. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : Halusinasi Auditorik (suara hentakan kaki mengikuti dia
)
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
5. Proses Berpikir
a. Arus pikiran
- Produktivitas : cukup ide
- Kontinuitas : relevan
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
b. Isi pikiran
- Preokupasi : tidak ada
- Gangguan isi pikir : tidak ada
6. Pengendalian Impuls : Baik
7. Daya Nilai
a. Norma sosial : tidak jelas
b. Uji daya nilai : tidak jelas
c. Penilaian realitas : tidak jelas
8. Tilikan
Tilikan derajat 4 yaitu menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak
memahami penyebab sakitnya
9. Taraf Dapat Dipercaya

Tidak dapat dipercaya

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Pasien Laki-Laki berusia 39 tahun dating ke poliklinik jiwa RS
Woodward dengan keluhan utama yaitu sering merasa pusing.
 Keluhan dirasakan sejak 10 hari.

 Pasien juga merasa sering menggigil dan batuk

 Pasien merasa susah tidur yang telah dialami sejak 10 hari terakhir.

 Pasien mudah emosi terutama bila ada selisih pendapat.

 Pasien sering merasa rindu dengan anaknya hingga menangis saat


menelpon.
 Pasien ingin memiliki anak dari istrinya saat ini, namun setelah 2 tahun
bersama istrinya hingga saat ini belum mempunya anak lagi.

V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL AXIS I

1. Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya gejala klinik bermakna berupa sering


pusing, perasaan menggigil, sulit tidur, batuk, nyeru uluhati, sering merasa emosi.
Keadaan ini menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability (hendaya)
dalam pekerjaan pasien, sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami Gangguan
Jiwa.

2. Pada pemeriksaan status mental tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai
realitas, sehingga digolongkan dalam Gangguan Jiwa Non Psikotik.

3. Pada riwayat penyakit sebelumnya, dan pemeriksaan status interna dan neurologis
pasien pernah menderita penyakit maag namun hilang timbul. Selain dari itu, tidak
ditemukan lagi adanya kelainan yang mengindikasikan gangguan medis umum,
seperti infeksi berat, trauma, tumor otak, kejang, maupun penggunaan NAPZA dan
alkohol yang dapat menimbulkan gangguan fungsi otak dan gangguan jiwa sehingga
pasien didiagnosis dengan Gangguan Jiwa Non Psikotik Non Organik.

4. Berdasarkan kriteria diagnostik DSM V-TR, pasien memiliki gejala khas seperti
pasien mengalami pusing, nyeri ulu hati, sulit tidur,penurunan nafsu makan yang
diikuti penurunan berat badan, merasa lemah, merasa kurang berguna dan
berkurangnya konsentrasi sehingga menyebabkan distress (penderitaan) dan
hendaya pekerjaan. Sehingga pada pasien didiagnosis Gangguan somatoform
AXIS II

Ciri kepribadian tidak khas


AXIS III

Penyakit gastrointestinal (dispepsia)


AXIS IV

Tidak ada
AXIS V
GAF Scale 70-61, beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum masih baik.

VI. DAFTAR PROBLEM


1. Organobiologik

Ditemukan adanya gangguan, diduga terdapat ketidakseimbangan


neurotransmitter sehingga pasien membutuhkan terapi psikofarmaka.
2. Psikologi

Ditemukan adanya gangguan cemas pada pasien sehingga membutuhkan


psikoterapi untuk memperbaiki daya tahan mental dan kemampuan beradaptasi.
3. Sosiologi

Tidak ditemukan adanya masalah mengenai psikososial pada pasien.

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Gangguan Somatisasi

2. Gangguan Cemas Depresi Campuran


VIII. RENCANA TERAPI
1. Psikofarmaka

Pasien diberikan obat:

(merlopam 0,5 mg + Trifluoperazine 1,5 mg) 2 x 1


Kalxetin 20 mg 1 x 1
Ambroxol 3 x 1C
Sucralfate 3 x 1C
Vastigo 2x 1
2. Non psikofarmaka

Ada beberapa hal yang perlu diberikan secara Nonpsikofarmaka pada pasien
ini,yaitu :
a. Terapi Kognitif

b. Terapi Suportif : ventilasi, konseling, dan sosioterapi.

Pasien ini diberikan rencana terapi berupa psikofarmaka dan non psikofarmaka
seperti yang telah dicantumkan di atas..

IX. PROGNOSIS
Faktor yang mempengaruhi :
1. Faktor yang memperingan

a. Belum pernah sakit seperti ini

b. Keinginan untuk punya anak

2. Faktor yang memperberat

a. Belum mampu mengontrol rasa emosional dalam dirinya

Berdasarkan beberapa faktor yang memengaruhi di atas, maka prognosis pasien


secara menyeluruh adalah Dubia ad Bonam.

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya, serta
menilai efektifitas terapi dan kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang
diberikan.

TUTORIAL

TERMINOLOGI

1. Mood Disforia
- Suasana perasaan yang tidak menyenangkan, seringkali diungkapkan sebagai
perasaan jenuh, jengkel atau bosan

- Perasaan/suasana hati yang berubah-ubah bisa berupa cemas, khawatir

2. Afek luas

- Normal (saat senang ekspresi gembira, saat sedih ekspresi sedih)

KLASIFIKASI MASALAH

1. Apa etiologi dari gangguan tidur pada pasien?

Jawab

Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur, di mana seseorang merasa


sulit untuk ingin tidur. Kesulitan tidur ini bisa menyangkut lamanya waktu tidur
(kuantitas), atau kelelapan (kualitas) tidur. Insomnia dapat mempengaruhi pekerjaan,
aktivitas sosial dan status kesehatan penderitanya. Dari sekian banyak penyebab dari
insomnia salah satunya diantaranya adalah kecemasan, dimana seseorang merasa
gelisah yang mendalam karena memikirkan masalah yang sedang dihadapinya. Ada
tiga jenis gangguan insomnia, yaitu: susah tidur (sleep onset insomnia), selalu
terbangun di tengah malam (sleep maintenance insomnia), dan selalu bangun jauh
lebih cepat dari yang diinginkan (early awakening insomnia). Penyebab insomnia
meliputi faktor psikologi (stres dan depresi); stres yang berkepanjangan sering
menjadi penyebab dari insomnia menjadi kronis, sakit fisik, faktor lingkungan, gaya
hidup, usia, jenis kelamin; wanita secara psikologis memiliki mekanisme koping
yang lebih rendah dibandingkan dengan lakilaki.

Dengan adanya gangguan secara fisik maupun psikologis tersebut maka


wanita akan mengalami suatu kecemasan. Banyak ahli menyatakan, gangguan tidur
tidak langsung berhubungan dengan menurunnya hormon. Namun, kondisi
psikologis dan meningkatnya kecemasan, gelisah, dan emosi yang sering tak
terkontrol akibat menurunnya hormon estrogen, bisa menjadi salah satu sebab
meningkatnya risiko gangguan tidur. Patofisiologi insomnia belum bisa dijelaskan
secara pasti tetapi insomnia dihubungkan dengan hipotesis peningkatan arousal.
Arousal dikaitkan dengan struktur yang memicu kesiagaan di ARAS (ascending
reticular activating system), hipotalamus, basal forebrain yang berinteraksi dengan
pusat-pusat pemicu tidur pada otak di anterior hipotalamus dan thalamus.
Hyperarousal merupakan keadaan yang ditandai dengan tingginya tingkat kesiagaan
yang merupakan respon terhadap situasi spesifik seperti lingkungan tidur. Data
psikofisiologi dan metabolik dari hyperarousal pada pasien insomnia meliputi
peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi dan penurunan variasi periode
jantung selama tidur. Kecepatan metabolik seluruh tubuh dihitung melalui
penggunaan O2 persatuan waktu ternyata lebih tinggi pada pasien insomnia
dibandingkan pada orang normal.

Diketahui bahwa pada hari terjadi gangguan tidur, maka sebagai kompensasi
dibutuhkan pengganti waktu tidur yang lebih lama (tekanan homeostasis tidur).
Sistem homeostasis menentukan lama waktu tidur yang kita butuhkan, sedangkan
sistem sirkadian mengoptimalkan waktu terbaik untuk tidur. Berdasarkan usia, pada
orang lanjut usia penurunan tekanan homeostasis tidur menurunkan jumlah
gelombanglambat tidur. Selain itu, penurunan sinyal sirkadian pada lanjut usia
menyebabkan penurunan suhu tubuh inti dan fase bangun dan waktu tidur.

Terdapat bukti dari penelitian pada hewan coba dan studi pada manusia yang
menyatakan amplitudo osilasi pada pacemaker sirkadian di nukleus
suprakiasmatikus hipotalamus menurun selama proses penuaan. Proses penuaan
mempengaruhi berbagai irama fisiologis yang mempengaruhi tidur, seperti suhu
tubuh, sekresi melatonin, dan fluktuasi sistem neuroendokrin (penurunan sekresi
luteinizing hormone, growth hormone, dan thyroidstimulating hormone, rendahnya
kadar serotonin).

2. Bagaimana patofisiologi gangguan keseimbangan (pusing) yang dikeluhkan


pasien?

Jawab

Gangguan keseimbangan adalah keadaan yang terjadi pada saat seseorang


merasa tidak stabil. Proses ibi terjadi perubahan komponen keseimbangan sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan
dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada sistem neurologis atau saraf
pusat,sistem sensorik terutama system visual, provioseptip dan vestibuler serta
ditambah dengan sistem muskuloseletal. Perubahan pada sistem neurologis dapat
menyebabkan perubahan psikososial diantaranya adalah kerusakan kognitif,
kecemasan dan ketakutan. Faktor resiko internal dan eksternal juga dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan. Faktor resiko internal dapat berupa
gangguan patologis atau penyakit yang diakibatkan oleh perubahan fisiologis dan
psikososial. Selain itu karasteristik seperti usia, jenis kelamin dan pekerjaan, riwayat
jatuh yang dapat menyebabkan takut jatuh, aktivitas fisik, nutrisi, serta medikasi
dapat menjadi faktor resiko gangguan keseimbangan.

3. Jelaskan patofisiologi sakit kepala yang dikeluhkan pasien?

Jawab :

Patofisiologi nyeri kepala secara garis besar dijelaskan karena adanya


perangsangan terhadap struktur peka nyeri di kepala. Rangsangan nyeri kepala bisa
disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, pergeseran /displacement maupun proses
kimiawi seperti infeksi –inflamasi. Ada 3 pembagian besar dari struktur yang peka
nyeri di kepala : 1) Struktur Intrakranial yang terdiri dari : sinus kranialis dan vena
aferen (sinus venosus, dan vena-vena yang mensuplai sinus- sinus tersebut); Arteri
dari duramater (arteri meningea media); Arteri di basis kranii yang membentuk
sirkulus willisi dan cabang-cabang besarnya; sebagian dari duramater yang
berdekatan dan pembuluh darah besar terutama yang terletak di basis fossa krenii
anterior dan posterior dan meningens. 2) Struktur Ektrakranial yang terdiri dari:
Kulit, scalp, otot, tendon, fascia daerah kepala dan leher ; mukosa sinus paranasalis
dan kavum nasi; gigi geligi; telinga luar dan tengah; tulang tengkorak terutama supra
orbita, temporal, dan oksipital bawah, rongga orbita beserta isinya; rrteri ekstra
kranialis. 3) Saraf yang terdir : n. Trigeminus (n. V), n. Facialis (n. VII), n.
Glossofaringeus (n. IX), n. Vagus (n.X) dan Saraf spinalis servikalis 1,2,3 (C1,C2,
C3). tentorium serebelum terangsang, maka rasa nyeri akan timbul menjalar pada
daerah di depan batas garis vertikal yang ditarik dari kedua telinga kiri dan kanan
melewati puncak kepala (daerah frontotemporal dan parietal anterior). Rasa nyeri ini
ditransmisikan oleh nervus trigeminus (N.V). Sedangkan rangsang nyeri terhadap
struktur yang peka terhadap nyeri di bawah tentorium (yaitu terletak pada fossa
kranii posterior), radiks servikalis bagian atas dengan cabang-cabang saraf perifer
akan menimbulkan nyeri pada daerah di belakang garis tersebut, yaitu pada daerah
oksipital, area suboksipital dan servikal bagian atas. Rasa nyeri ini akan ditransmisi
oleh saraf kranial IX, X dan saraf spinal C1,C2 dan C3.
Transmisi nyeri dari perifer ke kortek serebri tergantung pada proses
integrasi dan proses sinyal di medula spinalis, batang otak dan serebrum. Informasi
transduksi rangsangan mekanik, kimiawi maupun termal diterima oleh masing-
masing reseptor khusus yang terdapat pada bangunan peka nyeri di kepala. Neuron
orde pertama atau pseudounipolar neurons terletak pada ganglion radik dorsalis
(DRG) atau pada ganglion trigeminalis. Pada kornu dorsalis, neuron orde kedua
berlanjut (sesudah menyilang komissura anterior) dan berjalan asenden melalui
traktus spinotalamikus. Neuron orde ketiga terletak di talamus dan berlanjut ke
kortek somatosensoris primer.

4. Bagaimana hubungan nyeri ulu hati dengan kasus

Stressor psikososial berkaitan dengan faktor psikologis yang memengaruhi


kondisi medis yang menyebabkan gangguan psikis dan somatik yang menonjol.
Gangguan fisik yang terjadi dapat disebabkan oleh gangguan psikis dan sebaliknya,
gangguan-gangguan psikis dapat disebabkan oleh kondisi somatik medis pasien.

Pasien yang menderita nyeri akut yang berat akan mengalami gangguan
kecemasan, rasa takut dan gangguan tidur. Hal ini disebabkan karena
ketidaknyamanan pasien dengan kondisinya, dimana pasien menderita dengan rasa
nyeri yang dialaminya kemudian pasien juga tidak dapat beraktivitas. Dengan
bertambahnya durasi dan intensitas nyeri, pasien dapat mengalami gangguan depresi,
kemudian pasien akan frustasi dan mudah marah terhadap orang sekitar dan dirinya
sendiri. Kondisi pasien seperti cemas dan rasa takut akan membuat pelepasan
kortisol dan katekolamin, di mana hal tersebut dapat berdampak pada sistem organ
lainnya. Gangguan sistem organ yang terjadi kemudian akan membuat kondisi
pasien bertambah buruk dan psikologi pasien akan bertambah parah (John
Butterworth, 2013). Intensitas nyeri yang tinggi pada pasien akan menyebabkan
kepekaan dan meningkatkan kekhawatiran pasien terhadap fisiknya, menurunkan
ambang batas untuk mendeteksi sensasi fisik atau sebagai bentuk untuk
mengungkapkan kesusahan dan hal yang menyakitkan bagi mereka.

5. Apa saja ciri-ciri Depresi

Jawab
Depresi menurut Diagnostic And Statistical Manual OfMental Disorder, Fifth
Edition(DSM-5),yang menggunakan istilah Major Depressive Disorder (MDD) atau
selanjutnya disebut Gangguan Depresi Mayor (GDM) yaitu harus memenuhi
kriteria:

A. Lima atau lebih dari gejala dibawah ini yang sudah ada bersama-sama selama 2
minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi dari sebelumnya; minimal terdapat 1
gejala dari (1) mood yang depresi atau (2) hilangnya minat.

Catatan : Jangan memasukkan gejala yang merupakan bagian dari gangguan kondisi
medis lainnya.

1. Mood depresi sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukkan oleh baik
laporan subyektif (misalnya perasaan sedih, kosong, tidak ada harapan) atau
observasi orang lain (misalnya terlihat menangis). (Catatan : pada anak-anak
dan remaja, bisa mood yang iritabel).

2. Secara nyata terdapat penurunan minat atas seluruh rasa senang, aktifitas
harian, hampir setiap hari (yang ditandai oleh perasaan subyektif atau
objektif).

3. Kehilangan atau peningkatan berat badan yang nyata tanpa usaha khusus
(contoh : perubahan 5% atau lebih berat badan dalam 1 bulan terakhir), atau
penurunan dan peningkatan nafsu makan yang hampir terjadi setiap hari.
(catatan : Pada anak-anak, perhatikan kegagalan mencapai berat badan yang
diharapkan).

4. Sulit tidur atau tidur berlebih hampir setiap hari.

5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (teramati oleh orang
lain, bukan semata-mata perasaan gelisah atau perlambatan yang subyektif).

6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.

7. Perasaan tidak berguna atau rasa bersalah yang mencolok (bisa bersifat
waham) hampir setiap hari (bukan semata-mata menyalahkan diri atau rasa
bersalah karena menderita sakit).

8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau penuh keragu-


raguan hampir setiap hari (baik sebagai hal yang dirasakan secara subyektif
atau teramati oleh orang lain).

9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati), pikiran


berulang tentang ide bunuh diri dengan atau tanpa rencana yang jelas, atau
ada usaha bunuh diri atau rencana bunuh diri yang jelas.

6. Apa diagnosis banding pada pasien dalam kasus ini

Jawab

a. Gangguan Somatoform

lstilah somatoform berasal dari bahasa Yunani sona artinya tubuh; dan
gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda
serla geiala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan
ini mencakup interaksi pikiran-tubuh; di dalam interaksi ini, dengan cara yang
masih belum diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang memengaruhi
kesadaran pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam tubuh. Di
samping itu, perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi
dapat terjadi akibat mekanisme otak atau jirva yang tidak diketahui yang
menyebabkan penyakit.

Revisi teks edisi keempat the Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM-IV-TR) memasukkan lima gangguan somatoform spesifik: (1)
gangguan somatisasi, ditandai dengan banyak keluhan fisik yang mengenai
banyak sistem organ; (2) gangguan konversi, ditandai dengan satu atau dua
keluhan neurologis; (3) hipokondriasis, ditandai dengan lebih sedikit fokus
gejala daripada keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit
spesifik; (4) gangguan dismorfik tubuh, ditandai dengan keyakinan yang salah
atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuhnya cacat; dan (5)
gangguan nyeri, ditandai dengan ge.jala nyeri yang hanya disebabkan, atau
secara signifikan diperberat faktor psikologis. DSM-IV-TR juga memiliki dua
kategori diagnostik sisa untuk gangguan somatoform: (I) gangguan somatoform
yang tidak terinci, mencakup gangguan somatoform yang tidak dapat dijelaskan,
telah ada selama 6 bulan atau lebih, dan (2) gangguan somatoform yang tidak
tergolongkan, merupakan kategori untuk keadaan yang tidak memenuhi
diagnosis gangguan somatoform yang telah disebutkan di atas.
Kriteria Diagnostik Gangguan Somatisasi berdasarkan DSM-IV-TR :
A. Riwayat banyak keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi
selama suatu periode beberapa tahun dan menyebabkan pencarian terapi
atau hendaya fungsi social, pekerjaan, atau area fungsi penting lain yang
signifikan.
B. Masing-masing kriteria berikut ini harus dipenuhi, dengan setiap gejala
terjadi pada waktu kapanpun selama perjalanan gangguan :
(1) Empat gejala nyeri : Riwayat nyeri yang berkaitan dengan sedikitnya
empat tempat atau fungsi yang berbeda (cth; kepala, abdomen,
punggung, sendi, ekstremitas, dada, rectum, selama menstruasi, selama
hubungan seksual, atau selama berkemih)
(2) Gua gejala gastrointestinal : Riwayat sedikitnya dua gejala
gastrointestinal selain nyeri (cth; mual, kembung, muntah selain hamil,
diare, atau intoleransi terhadap beberapa makanan yang berbeda)
(3) Satu gejala seksual : Riwayat sedikitnya satu gejala atau reproduksi
selain nyeri (cth; ketidakpedulian terhadap seks disfungsi ereksi atau
ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan,
muntah sepanjang hamil)
(4) Satu gejala pseudoneurologis : Riwayat sedikitnya satu gejala atau deficit
yang mengesankan keadaan neurologis tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordnasi atau keseimbangan, paralisis atau
kelemahan local, kesulitan menelan atau benjolan di tenggorok, afonia,
retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan
ganda, buta, tuli, kejang, gejala disosiatif seperti amnesia, atau hilang
kesadaran selain pingsan)
C. Baik (1) atau (2):
(1) Setelah penelitian yang sesuai, setaip gejala kriteria B tidak dapat
dijelaskan secara utuh dengan keadaan medis umum yang diketahui atau
efek langsung suatu zat (cth; penyalahgunaan obat, pengobatan)
(2) Jika terdapat keadaan medis umum, keluhan fisik, atau hendaya social
atau pekerjaan yang diakibatkan jauh melebihi yang diperkirakan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
D. Gejala dihasilkan tanpa disengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau malingering)
Diagnosis Gangguan Somatoform Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa edisi III dan DSM-5 terdapat tujuh kategori penting dari gangguan
somatoform, yaitu gangguan somatisasi, gangguan somatoform tak terinci, gangguan
hipokondrik, disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap,
somatoform tidak terinci, gangguan somatoform lainnya.

a. Gangguan Somatisasi

Diagnosis pasti dalam gangguan somatisasi jika terdapat banyak keluhan-


keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar
adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun. Pasien
juga tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya. Pasien
mengalami disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

b. Gangguan Somatoform Tak Terinci

Pedoman diagnostik untuk kelainan ini yaitu keluhan fisik bersifat multipel,
bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap
dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi. Kelainan terjadi karna
kemungkinan ada ataupun tidak ada faktor penyebab psikologis yang belum
jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya

c. Gangguan Hipokondrik

Diagnosis pasti pada gangguan ini harus ada 2 kriteria ini, yaitu:

1. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit


fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun
pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan
fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap
kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan
fisiknya (tidak sampai waham);

2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari


beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas
fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.

d. Disfungsi Otonomik Somatoform

1. Pedoman diagnostik untuk kelainan ini memerlukan semua hal


berikut, yaitu: Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti
palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas/flushing, yang menetap
dan mengganggu;

2. Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu


(gejala tidak khas);

3. Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai


kemungkinan adanya gangguan yang serius (sering tidak begitu khas)
dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasil
pemeriksaan-pemeriksaan berulang, maupun penjelasan-penjelasan
dari para dokter;

4. Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada


struktur/fungsi dari sistem organ yang dimaksud.

e. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap

Pedoman diagnostik pada kelainan ini yaitu jika keluhan utama yang
dikeluhkan adalah nyeri berat, menyiksa, menetap yang tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan
fisik. Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau
problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam
mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut. Dampaknya adalah
meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis, untuk
yang bersangkutan.

f. Gangguan Somatoform Lainnya

Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom,


dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu. Hal ini
sangat berbeda dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatoform tak
terinci yang menunjukkan keluhan yang banyak dan berganti-ganti.
Diagnostik pada gangguan ini tidak didapatkan kaitan dengan adanya
kerusakan jaringan. Ganggguan-gangguan berikut juga dimasukkan
kelompok ini, yaitu:

 Globus hystericus yaitu perasaan ada benjolan di kerongkongan yang


menyebabkan disfagia dan bentuk disfagia lainnya;

 Tortikolis psikogenik dan gangguan gerakan spasmodic lainnya


(kecuali Tourette Syndrome);

 Pruritus psikogenik;
 Dismenore psikogenik;

 Teeth grinding

g. Gangguan Somatoform Tidak Terinci

b. Gangguan Cemas dan Depresi Campuran


Berdasarkan PPDGJ III untuk mendiagnosis pasien Gangguan Campuran
Anxietas dan Depresi (F41.2) harus memenuhi pedoman diagnostik, yaitu:

a) Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak


menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik, harus ditemukan walaupun
hasus tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.

b) Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.

c) Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan, dan
diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal
hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus
diutamakan.

d) Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas
maka harus digunakan kategori F.43.2 (gangguan penyesuaian).

7. Penatalaksanaan pada kasus ini

Pemeriksaan medis harus ditentukan berdasarkan penilaian dokter terhadap


gejala yang ada, bukan oleh permintaan pasien. Untuk penanganan yang efektif
diperlukan hubungan yang erat antara para dokter yang terlibat. Obat antidepresan
bermanfaat dalam sebagian besar kasus, terutama jika terdapat gejala-gejala depresi
atau ansietas yang mengganggu. Penggunaannya harus disertai penjelasan yang
memadai agar tidak dianggap mengada-ada. Meskipun begitu, hanya sedikit
penelitian yang menunjukkan efektifitas yang signifikan dari penggunaan obat-obat
untuk tatakalaksana gangguan somatoform. Terapi perilaku kognitif (CBT,
Cognitive Behavior Therapy) akan bermanfaat jika diadaptasi untuk keluhan yang
relevan dengan gejala somatis utama yang dikeluhkan pasien. Pasien mungkin perlu
dibantu untuk mengenali dan mengatasi stressor sosial yang dialami, juga perlu
didorong untuk kembali ke fungsi normal dan mengurangi perilaku sakit (illness
behavior) secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

Erna P., Yustisia DA. 2018. Kajian obat fluoxetin dan sertralin pasien depresi berat di
instalasi rawat inap rsjd dr. amino gondohutomo provinsi jawa tengah periode juli-
desember 2016. Vol 2(1).

Frank MP. 2017. Parasthesias : A practical Diagnostic Approach. Jurnal of University of


Alabama School of Medicine. Vol. 56 (9).

Hostiadi,M.,et al. 2017. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Frekuensi


Kekambuhan Keluhan Sesak Napas Pada Pasien Asma Bronkial Di SMF Paru RSD
DR. Soebandi Jember. jurnal of agromedicine and medical science, Vol 1(1). from
googleschoolar.co.id

Ilyas HS, Yulianti SR. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Mardilah, 2017. Identifikasi Gangguan Keseimbangan Tubuh PadaLansia Di Panti Sosial


Tresna Wherda Minaula Kendari. KEMENKES RI POLITEKNIK KESEHATAN
KENDARI

Sadock, B.J., Sadock, V.A. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikaitri Klinis, Edisi 2.
Jakarta: EGC.

Widjaja, D.K., et al. 2017. Gambaran Gangguan Irama Jantung Yang Disebabkan Karena
Hipertiroid. Jurnal Kedokteran Diponegoro, Vol 6(2). from
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/article/download/18559/17639

Anda mungkin juga menyukai