Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMUKEDOKTERAN JIWA Tugas Tutorial Klinik II

FAKULTAS KEDOKTERAN 07 Januari 2019


UNIVERSITAS ALKAIRAAT PALU

LAPORAN TUGAS TUTORIAL

Disusun Oleh:
Ahmad Irhamsyah Saputra, S.Ked
Ni Ketut Garnis, S.Ked
Asrini Muslima Sari, S.Ked
Arviah Riska Nabila R. Lataha, S.Ked
Rahmania, S.Ked
Putri Dwi Apriyanti, S.Ked

Pembimbing :
dr. Andi Soraya Tenri Uleng, M.Kes, Sp.KJ

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2019

STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
- Nama : Tn. S
- Umur : 42 Tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Alamat : Pengungsian Masjid Agung
- Pekerjaan : Kuli bangunan
- Agama : Islam
- Suku : Kaili
- Status Perkawinan : Menikah
- Pendidikan terakhir : SMP
- Tanggal Pemeriksaan: 03 Januari 2019
- Tempat Pemeriksaan : Ruangan Walet Bawah RSU Anutapura palu

LAPORAN PSIKIATRIK
I. Riwayat Psikiatri
A. Keluhan Utama
Cemas

B. Riwayat Gangguan Sekarang


Seorang laki-laki Tn. S dibawa oleh keluarganya di RSU Anutapura karena kondisi
medis yang dideritanya yaitu nyeri ulu hati sejak 2 hari yang lalu. Nyeri ulu hati
dirasakan setelah pasien minum air gula, pasien juga merasakan mual dan muntah satu
kali, dan adanya nyeri kepala. Pasien sudah sering mengalami hal seperti ini
sebelumnya, terutama saat pasien makan makanan pedas. Pasien juga mengeluh
cemas yang dirasakan sudah sejak tahun 2017 dan semakin memberat setelah gempa,
keluhan ini tidak dirasakan terus menerus (tidak setiap hari) namun timbul pada saat
seperti gempa, mendengar ada berita orang meninggal, dan menonton tv.
Pada saat pasien mengalami keluhan cemas, pasien juga merasakan rasa takut, rasa
sedih, karena memikirkan anak-anaknya. Selain itu pasien juga merasakan sulit tidur
beberapa hari ini tetapi sekarang pasien mengaku sudah bisa tidur setelah meminum
obat yang diresepkan oleh dokter, sebelumnya pasien juga pernah mengeluhkan
adanya jantung yang berdebar-debar serta sesak napas jika beraktivitas.
Pasien ini didiagnosis oleh dokter spesialis penyakit dalam RSU Anutapura Palu
dengan GERD.
a) Hendaya/ Disfungsi
Hendaya Sosial (-)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Penggunaan Waktu Senggang (-)
b) Faktor Stressor Psikososial : Penyakit medis yang diderita dan faktor keluarga
(anak-anaknya)

C. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Ada, sebelum gempa pasien pernah berobat ke poli jiwa RSU Anutapura Palu
2. Riwayat Gangguan Medis
- Riwayat kejang : Tidak ada
- Riwayat cedera kepala : Tidak ada
- Riwayat asma : Tidak ada
- Riwayat hipertensi : Tidak ada
- Riwayat diabetes melitus : Tidak ada
- Riwayat alergi : Tidak ada
- Riwayat Infeksi otak : Tidak ada
- Riwayat Trauma : Tidak ada

3. Riwayat Penyalahgunaan Zat


- Riwayat Napza : Tidak ada
- Riwayat meminum alkohol : Tidak ada
- Riwayat merokok : Ada

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Prenatal dan Perinatal
pasien lahir normal, cukup bulan dan dibantu oleh dukun. Ibu pasien tidak sakit
berat selama kehamilan.

2. Masa Kanak Awal (1 – 3 Tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai umur dan pasien mendapatkan
kasih sayang dari kedua orang tua.
3. Masa Anak Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan perkembangan baik,
pasien mudah bergaul dan memiliki banyak teman.
4. Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien hidup bersama keluarganya dan melanjukkan sekolah sampai SMP dan
memiliki banyak teman.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat agama
Pasien beragama islam dan merupakan pribadi yang taat beragama
b. Riwayat pendidikan
Pasien merupakan tamatan sekolah menengah pertama (SMP)
c. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai kuli bangunan
d. Riwayat Perkawinan
Pasien telah menikah dan memiliki 4 orang anak
e. Riwayat militer
Tidak ada riwayat militer ataupun tindakan kriminal

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien merupakan anak kedua dari 9 bersaudara. Hubungan pasien dengan bapak dan
ibunya baik. Hubungan dengan saudara baik.
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal di pengungsian Masjid Agung bersama istri dan ke-4 anaknya.
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Jika pasien sudah sembuh dan diperbolehkan pulang, pasien akan kembali bekerja.

II. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS


A. Sistem Internus :
 Keadaan Umum : Compos mentis
 Tanda-tanda vital : TD = 100/60 mmHg
N = 102 x/ menit
R = 22x/ menit
S = 36,6oC
 Kepala : Normocephal
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Leher : DBN (dalam batas normal)
 Dada : Jantung = bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-)
Paru = bunyi paru : Vesicular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
 Perut : Tampak normal, Nyeri tekan epigastrium (+)
 Anggota gerak : Akral hangat, tampak normal

B. Status Neurologis :
 GCS : E4M6V5
 Pemeriksaan motorik dan sensorik : N/N
 Fungsi Kortikal Luhur : dalam batas normal
 Fungsi koognitif : dalam batas normal
 Refleks cahaya langsung/tidak langsung (+)/(+)
 Pemeriksaan N.Cranialis & perifer : tidak dilakukan pemeriksaan
 Pemeriksaan tekanan intrakranial : tidak dilakukan pemeriksaan

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1) Penampilan
Tampak seorang laki-laki berusia 42 tahun, dengan tinggi sekitar 156 cm,
menggunakan baju kaos berwarna kuning dan terbaring diatas tempat tidur
dengan menggunakan sarung berwarna biru, kulit hitam, perawatan diri baik,
dan wajah tampak sesuai usia.
2) Kesadaran : Compos mentis
3) Perilaku dan aktivitas psikomotor : Tampak tenang
4) Pembicaraan : Spontan, relevan, intonasi sedang
5) Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. Keadaan Afektif dan Perasaan :


1) Mood : Eutimia
2) Afek : Serasi
3) Keserasian : Serasi
4) Empati : Dapat diraba rasakan
C. Fungsi Intelektual atau Kognitif
1) Taraf pendidikan : Sesuai dengan taraf pendidikan
2) Daya konsenterasi : Baik
3) Orientasi
Waktu : Baik
Tempat : Baik
Orang : Baik
4) Daya ingat
Jangka Panjang : Baik
Jangka Pendek : Baik
Segera : Baik
5) Pikiran abstrak : Baik
6) Bakat Kreatif : Tidak ada
7) Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

D. Gangguan Persepsi
1) Halusinasi : Tidak ada
2) Ilusi : Tidak ada
3) Depersinalisasi: Tidak ada
4) Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir
1) Arus Pikiran
- Produktivitas : Baik
- Kontinuitas : Relevan
- Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya berbahasa
2) Isi Pikiran
- Preokupasi : Tidak ada
- Gangguan isi pikiran : Tidak ada
F. Pengendalian Impuls
Baik (tenang)
G. Daya Nilai
1) Norma sosial : Baik
2) Uji daya nilai : Baik
3) Penilaian Realitas : Baik
H. Tilikan (insight)
Derajat 5 : Menyadari penyakitnya dan faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya, namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisinya.
I. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


- Seorang laki-laki berusia 42 tahun dikonsulkan ke bagian jiwa RSU Anutapura palu
dengan keluhan Cemas, sulit tidur, merasa takut dan mudah sedih karena
memikirkan anak-anaknya.
- Pasien memiliki riwayat penyakit GERD.
- Tampak seorang laki-laki berusia 42 tahun, dengan tinggi sekitar 156 cm,
menggunakan baju kaos berwarna kuning dan terbaring diatas tempat tidur dengan
menggunakan sarung berwarna biru, kulit hitam, perawatan diri baik, dan wajah
tampak sesuai usia.
- Derajat 5 : Menyadari penyakitnya dan faktor yang berhubungan dengan penyakitnya,
namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisinya.
TUTORIAL
1. KATA KUNCI

- Laki - laki 42 tahun


- Cemas
- Merasa ketakutan
- Sulit tidur
- Mudah sedih
- Pernah berobat kepoli jiwa sebelum kejadian bencana alam (gempa bumi)
- Stresor psikososial : faktor keluarga dan penyakit medis yang diderita
- Riwayat GERD

2. PERTANYAAN

1. Apakah pasien ini dapat dikatakan gangguan jiwa ?


2. Neurontransmiter apa yang bekerja pada kasus ini ?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pasien merasa cemas?
4. Bagaimana psikodinamika pada pasien ini?
5. Bagaimana diagnosis multiaksial pada kasus ini ?
6. Bagimana diferential diagnosis pada pasein ini ?
7. Bagaimana prognosis pada pasien ini ?
8. Bagaimana rencana terapi pada pasien ini ?
9. Bagaimana follow up pada pasien ini?
3. JAWAB
1. Apakah pasien ini dapat dikatakan gangguan jiwa ?
Berdasarkan autoanamnesis didapatkan gejala klinis yang bermakna
berupa cemas yang berlebihan, jantung berdebar-debar, sulit tidur, dan rasa nyeri ulu
hati. Gejala-gejala klinis tersebut menyebabkan timbulnya distress,dan disability
berupa hendaya sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga pasien
ini dapat dikatakan mengalami gangguan jiwa.

2. Neurontransmiter apa yang bekerja pada kasus ini ?


Cemas mengaktifkan sistem noreadrenergik di otak (paling jelas di
locus ceruleus) dan menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf
otonom. Stresor juga mengaktifkan sistem serotonergik di otak, seperti yang
dibuktikan dengan meningkatnya pergantian serotonin. Bukti terkini mengesankan
bahwa meskipun glukokortikoid cenderung meningkatkan fungsi serotonin secara
keseluruhan, mungkin terdapat perbedaan pengaturan glukokortikoid dengan
subtipe reseptor serotonin, yang dapat memiliki kaitan untuk fungsi serotonergik
pada depresi dan penyakit-penyakit terkait. Contohnya, glukokortikoid dapat
meningkatkan kerja serotonin yang diperantarai oleh 5-HT2, sehingga turut me-
nyebabkan penguatan kerja tipe reseptor ini, yang telah dikaitkan di dalam
patofisiologi gangguan depresif berat. Stres juga meningkatkan neurotransmisi
dopaminergik pada jaras mesoprefrontal.
Neurotransmiter asam amino dan peptidergik juga terlibat di dalam respons
stres. Sejumlah studi menunjukkan bahwa corticotropin-releasing factor (CRF)
(sebagai neurotransmiter, bukan sebagai pengatur hormonal fungsi aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal), glutamat (melalui reseptor N metil-D-aspartat
[NMDA]) dan y-aminobutiric acid (GABA) semuanya memainkan peranan
penting di dalam menimbulkan respons stres atau mengatur sistem yang berespons
terhadap stres lainnya seperti sirkuit otak dopaminergik dan noradrenergik
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pasien merasa cemas?
 Keluarga : pasien ini selalu merasa cemas dikarenakan pasien selalu
memikirkan anak-anaknya yang tidak mau mendengar dan selalu
memikirkan sesuatu yang belum terjadi.
 Lingkungan : pasien selalu merasa cemas dikarenakan teman-
temanya selalu bilang kalau pasien ini mempunyai penyakit yang dia
derita sekarang akan membuat pasien cepat mati..
4. Bagaimana psikodinamika pada pasien ini?
Kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa terdapat suatu dorongan
dari id yang tidak dapat diterima atau mendapat tekanan yang besar dari
super ego dalam merealisasikan dorongan tersebut sebagai suatu sinyal,
kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindak devensife terhadap
tekanan yang muncul dari dalam diri manusia. Pada pasien ini kecemasannya
naik tingkat terendah dari karakteristik fungsinya sebagai sinyal maka
kecemasan dapat timbul sebagai gangguan terhadap pasien. Id pada pasien
ini ingin sembuh tetapi ada kondisi yang menyebabkan pasien tidak membaik
sehingga menyebabkan super ego tidak dapat melakukan toleransi terhadap
keinginan untuk sembuh sehingga egonya terganggu yang menimbulkan
gangguan terhadap dalam bentuk cemas, sulit tidur, jantung berdebar, dan
nyeri ulu hati.
5. Bagaimana diagnosis multiaksial pada kasus ini ?
Aksis I: Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis, didapatkan gejala klinis
yang bermakna yaitu adanya keluhan telapak tangan dan kaki yang terasa dingin,
kadang disertai keringat, jantung berdebar-debar, dan sakit kepala. Dimana hal
ini menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien dan mempengaruhi kehidupan
pasien sehingga menyebabkan adanya hendaya dalam pekerjaan dan penggunaan
waktu tenggang. Berdasarkan hal tersebut, pasien ini dikatakan mengalami
gangguan jiwa. Pada pemeriksaan, tidak ditemukan adanya hendaya berat dalam
menilai realita, sehingga digolongkan dalam gangguan jiwa non-psikotik. Pada
pasien ditemukan tanda-tanda adanya waspada yang berlebihan, ketegangan
motorik seperti sakit kepala, dan hiperaktivitas otonom seperti jantung berdebar-
debar dan keringat dingin pada telapak tangan dan kaki, sehingga pasien ini
dikatakan mengalami gangguan anxietas. Keluhan ini tidak dirasakan terus-

1
menerus dan tidak dicetuskan oleh objek yang jelas maka berdasarkan PPDGJ III
pasien ini di diagnosis Gangguan Anxietas YTT (F41.9).
Axis II: Ciri kepribadian tertunda karena belum cukup data untuk
menentukannya.
Axis III: Tidak ditemukan kelainan organobiologik.
Axis IV: Stressor psikososial tidak jelas.
Axis V: GAF Scale 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik)

6. Bagimana diferential diagnosis pada pasein ini ?


 Gangguan anxietas YTT
Berdasarkan Kriteria Diagnostic DSM-IV-TR Gangguan Ansietas Yang Tidak
Tergolongkan;
 Gangguan campuran ansietas depresif: gejala ansietas dan depresi yang
secara klinis bermakna, tetapi tidak memenuhi kriteria gangguan mood
spesifik atau gangguan ansietas spesifik
 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
o Kecemasan (kekhawatiran akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk,
sulit berkonsentrasi, dsb).
o Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai)
o Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering).
 Situasi saat klinisi telah menyimpulkan bahwa terdapat gangguan ansietas
tetapi tidak mampu membedakan apakah gangguan tersebut primer, akibat
keadaan medis umum atau dicetuskan zat.
 Pada pasien tidak ditemukan hendaya dalam menilai realita. Pada pasien
ini didapatkan ketegangan motorik (mudah menjadi lelah) dan
overaktivitas otonomik (sesak) sehingga berdasarkan PPDGJ III
didiagnosis sebagai gangguan cemas YTT (F41.9)
 Gangguan cemas dan depresi campuran

Kecemasan adalah keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai
dengan keluhan somatik yang diperlihatkan dengan hiperaktifitas sistem saraf otonom.

2
Depresi adalah Keadaan seseorang mengalami perasaan gelisah atau cemas dengan
perasaan sedih dan memiliki gejala penyerta seperti perubahan pola tidur, nafsu
makan menurun, kelelahan, putus asa, ada keinginan ingin bunuh diri.

 Gangguan Somatisasi

Diagnosis gangguan somatisasi menurut DSM-IV-TR memberi syarat awitan


gejala sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan, keluhan pasien harus
memenuhi 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala seksual, dan 1 gejala
pseudoneurologik, serta tak satu pun dapat dijelaskan melalui pemeriksaan fisik

3
dan laboratorik. Berikut kriteria diagnosis gangguan somatisasi menurut DSM-IV-
TR:
A. Riwayat banyak keluhan fisik, yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang
terjadi selama periode lebih dari beberapa tahun dan menyebabkan pencarian
pengobatan atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting
lainnya.
B. Tiap kriteria berikut harus memenuhi, dengan gejala individual yang terjadi
kapan pun selama perjalanan dari gangguan:
1) 4 gejala nyeri: riwayat nyeri berkaitan dengan sedikitnya 4 tempat atau
fungsi yang berbeda (mis: kepala, abdomen, punggung, sendi, ekstremitas,
dada, rektum, selama menstruasi, selama berhubungan seksual, atau
selama buang air kecil)
2) 2 gejala gastrointestinal: sedikitnya 2 riwayat gejala gastrointestinal selain
nyeri (mis: mual, kembung, muntah bukan karena kehamilan, diare, atau
intoleransi beberapa makanan berbeda)
3) 1 gejala seksual: sedikitnya 1 riwayat gejala seksual atau reproduktif selain
nyeri (mis: indiferens seksual, disfungsi ereksi atau ejakulasi, haid tak
teratur, perdarahan haid berlebihan, muntah sepanjang kehamilan)
4) 1 gejala pseudoneurologik: sekurangnya 1 riwayat gejala atau defisit
pseudoneurologik yang memberikan kesan adanya kondisi neurologik tak
terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisis atau kelemahan lokal, sulit menelan atau merasa
ada gumpalan tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, kehilangan
sensasi rasa sakit dan raba, penglihatan kabur, buta, tuli, bangkitan; gejala
disosiatif seperti amnesia, hilang kesadaran bukan karena pingsan)
C. Baik 1 atau 2:
1) Setelah penelusuran yang sesuai, tiap gejala pada kriteria b tak dapat
sepenuhnya dijelaskan sebagai akibat kondisi medik umum atau
merupakan efek langsung dari zat (mis: penyalahgunaan zat, karena
mediksi)
2) Apabila terdapat konsisi medik umum yang terkait, keluhan fisik atau
hendaya sosial atau pekerjaan yang diakibatkannya melebihi daripada yang
diharapkan berdasarkan riwayat, penemuan fisik dan laboratorium
D. Gejala-gejalanya tanpa sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan
atau malingering).

4
Pada pasien ini memenuhi beberapa kriteria diagnostic yang ada pada
gangguan somatisasi yaitu terdapat banyaknya keluhan yang dikeluhkan oleh
pasien, termasuk adanya gejala nyeri abdomen, nyeri kepala dan terdapat juga
gejala gastrointestinal seperti nyeri ulu hati, mual, dan muntah.

 Gangguan cemas menyeluruh

Yaitu perasaan khawatir (cemas yg berat & menyeluruh & menetap (bertahan lama) &
disertai dengan gejala somatik (motorik & otonomik) yg menyebabkan gangguan
fungsi sosial dan / fungsi pekerjaan atau perasaan nyeri hebat, perasaan tak enak.

Gangguan cemas menyeluruh, menurut DSM-IV-TR, ditandai dengan pola yang


sering, kekhawatiran terus-menerus dan kegelisahan yang tidak sesuai dengan dampak
dari peristiwa atau keadaan yang merupakan fokus dari rasa khawatir. Perbedaan
antara gangguan cemas menyeluruh dan kecemasan yang normal ditekankan dalam
kriteria yang menggunakan kata-kata yang berlebihan dan sulit dikendalikan; dan
gejala yang menyebabkan penurunan yang signifikan.

a. Kecemasan yang berlebihan dan khawatir dapat terjadi harian atau minimal
selama minimal 6 bulan, atau pada beberapa acara atau kegiatan (seperti pekerjaan
atau saat aktivitas sekolah).

b. Orang yang mengalami kesulitan untuk mengontrol rasa khawatir.

c. Kecemasan dan kekhawatiran berkaitan dengan tiga (atau lebih) dari enam
gejala berikut (dengan setidaknya beberapa gejala ada selama 6 bulan terakhir).

Catatan: Hanya satu gejala saja yang diperlukan pada anak.

1) Kegelisahan atau perasaan tegang saat mendekati hari yang ditentukan.

2) Menjadi mudah lelah

3) Sulit berkonsentrasi atau pikiran akan kosong

4) Mudah marah

5) Ketegangan otot

6) Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai tidur, atau tidur tidak nyenyak)

d. Fokus dari kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada isi daripada
gangguan Axis I, misalnya, kecemasan atau kekhawatiran yang bukan tentang
serangan panik (seperti pada gangguan panik), menjadi malu bila muncul di depan
umum (seperti dalam fobia sosial), berada jauh dari rumah atau kerabat dekat (seperti
5
pada gangguan kecemasan perpisahan), kenaikan berat badan (seperti dalam anoreksia
nervosa), memiliki beberapa keluhan fisik (seperti pada gangguan somatisasi), atau
memiliki penyakit yang serius (seperti dalam hypochondriasis), dan kecemasan dan
kekhawatiran tidak terjadi secara eksklusif selama gangguan stres pasca trauma.

e. Kecemasan, khawatir, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang


bermakna secara klinis atau gangguan dalam social atau pekerjaan.

f. Gangguan itu bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara khusus selama gangguan mood, gangguan
psikotik, atau pervasive developmental disorder.

Kriteria menurut PPDGJ III

Penderita harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung


hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas
atau hanya menonjolpada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating”
atau “mengambang”.

 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut : a) Kecemasan


(khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb) b)
Ketegangan motoric (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan c)
Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, Overaktivitas otonomik
(kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan
kembung, pusing kepala, mulut kering, tung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan
kembung, pusing kepala, mulut kering, dsb).

 Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan


(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic brulang yang menonjol.

 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama. Gangguan anxietas menyeluruh, selama
hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresi (F32), gankap dari
episode depresi (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan panic (F41.0),
gangguan obsesif kompulsif (F42.)

6
7. Bagaimana prognosis pada pasien ini ?
Dubia et Bonam
Faktor pendukung
 Tilikan 5 : Pada pasien ini Menyadari penyakitnya dan faktor yang berhubungan
dengan penyakitnya, namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisinya.
 Tidak ada riwayat genetik : Menurut pasien, tidak ada sebelumnya keluarga
(terutama orang tua) yang mengalami hal serupa dengan pasien, sehingga tidak ada
pengaruh genetik secara langsung terhadap penyakit pasien, dan ini merupakan
faktor penunjung untuk mendukung terhadap kesembuhan penyakit pasien.
 Status pernikahan : pasien sudah menikah dan memiliki empat orang anak.
Hubungan pasien dengan keluarga harmonis sehingga hal ini merupakan salah satu
faktor pendukung dari keluarga terhadap penyakit pasien.

Faktor yang memperberat


 Onset kronik pada pasien ini sudah mengalami gangguan kecemasan kurang lebih
sejak 2 tahun yang lalu yaitu pada 2017 yang diakibatkan oleh kondisi medis
umum berupa GERD, diitambah lagi karena keluhan pasien timbul akibat keadaan
anaknya yang tidak mendengarkan perkataannya dan dipicu akibat kejadian
gempa bumi.

8. Bagaimana rencana terapi pada pasien ini ?


Axis I : diberikan golongan benzodiazepin yaitu Alprazolam 0,25 mg 2x1 (Dosis
anjuran 0,25-4 mg/hari). pada pasien diberikan alprazolam karena obat ini bereaksi
dengan reseptornya (benzodiazepim reseptor) akan meng-reinforce “The Inhibitory
Action Of GABA-ergic neuron (GABA reuptake Inhibitor). Alprazolam efektif untuk
anxietas antisipatorik, “onset of action” sehingga diharapkan efek obat dapat bereaksi
dengan cepat, menghilangkan gejala kecemasan pasien yang membuatnya cemas,
gelisah, sulit tidur dan jantung berdebar. Di mulai dari dosis yang paling rendah yaitu
0,25 mg, tujuannya karena semakin rendah dosisnya maka semakin kecil
kemungkinan efek samping yang di timbulkan, dan mengurangi kemungkinan
ketergantungan akibat obat tersebut. Obat golongan benzodiazepine memiliki efek
samping yaitu sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan bekurang, kinerja psikomotor

7
menurun, kemampuan kognitif melemah) dan relaksasi otot ( rasa lemas dan cepat
lelah). Sehingga harus dimulai dari dosis terendah.

Axis 2 : Psikoterapi

a. Psikoterapi individual

Axix 3 :

o Rehidrasi cairan dengan Ringer Laktat 50-200 ml/kgBB/24jam

o Loperamid untuk memperlambat motalitas saluran cerna tersedia dalam tab 2

mg dan sirup 1 mg/ 5mL dengan dosis anjuran 4-8 mg.

o Omeprazol untuk penghambat pompa proton. Diberikan 10 mg capsul dalam

setiap hari selama 8 minggu.

o Antasida dapat meredakan nyeri tukak lambung. Dan untuk obat dipilihkan

yang almunium fosfat 15-45 mL. Toksisitasnya dapat menyebabkan

konstipasi.

Axis 4 :

Psikoterapi suportif :

a. Pada pasien :

Menyarankan pasien untuk memperbanyak aktivitas agar dapat mengalihkan perasaan

cemas dan takutnya.

- Edukasi pada pasien pentingnya untuk kontrol rutin setiap bulan dan minum

obat secara teratur.

- Melakukan relaksasi seperti tarik napas dalam kemudian tahan sebentar dan

dibuang napas perlahan saat perasaan cemas dan takut pasien muncul.

8
- Menyarankan agar pasien lebih banyak berdoa dan mendekatkan diri kepada

Tuhan YME agar dirinya diberi ketenangan dalam menghadapi masalah yang

ada.

b. Pada keluarga

Edukasi tentang keadaan penyakit pasien dan kondisi pasien, mengingatkan pasien

untuk minum obat teratur, mengingatkan pasien untuk menjaga dan merawat diri

dengan baik.

Memberikan perhatian, dukungan, serta semangat penuh terhadap pasien.

Edukasi tentang keadaan penyakit pasien dan kondisi pasien, mengingatkan pasien

untuk minum obat teratur, mengingatkan pasien untuk menjaga dan merawat diri

dengan baik.

Memberikan perhatian, dukungan, serta semangat penuh terhadap pasien.

c. CBT (cognitive

9. Bagaimana Follow up pada pasien ini?

Memantau keadaan pasien dan perkembangan penyakitnya, efektivitas terapi


serta tanda-tanda munculnya efek samping obat yang diberikan.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi

Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher: Jakarta. 2010.

2. Maslim R (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta:

Bagian Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, PT Nuh Jaya; 2001.

3. UI, Fakultas Kedokteran : Farmakologi dan Terapi, (2005)

4. UI, Fakultas Kedokteran : Buku Ajar Psikiatri edisi 5

10

Anda mungkin juga menyukai