REFLEKSI KASUS
Disusun Oleh:
Pembimbing Klinik
dr. Dewi Suriany A, Sp.KJ
1
REFLEKSI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Kaili
Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : IRT
Alamat : Lemo Ampibabo
Tanggal masuk RS : 30 Juli 2020
Tanggal pemeriksaan : 1 Agustus 2020
I. LAPORAN PSIKIATRI
A. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama
Bicara-bicara sendiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang perempuan berusia 21 tahun datang ke RSUD Madani Palu pada tanggal 19
Juli 2020 diantar oleh keluarganya dengan keluhan bicara-bicara sendiri, gelisah, tidur
malam terganggu dan tidak mau makan. Keluhan di rasakan oleh pasien sudah kurang
lebih 3 hari yang lalu. Keluarga pasien juga berkata bahwa pasien pernah mendengar
bisikan yang menyalahkan dirinya dan pasien merasa seperti ada yang mengikutinya.
Pasien juga jadi sering marah-marah tanp sebab dan lebih suka menyendiri.
Keluarganya berkata bahwa pasien sering bicara-bicara sendiri seperti ada yang
menemaninya untuk berbicara. Keluarganya juga berkata bahwa pasien memang
merupakan seorang yang pendiam, lebih suka memenam jika terdapat permasalah.
Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga sekitar rumahnya baik. Dari keterangan
keluarga pasien, diketahui pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki
seorang anak yang berusia 4 bulan. Semenjak keluhan pasien muncul, pasien sudah
2
tidak mau melihat dan memngurusi bainya lagi. Pasien pernah berkata bahwa pasien
sulit menyesuaikan kehidupannya yang sekarang dalam mengurus suami dan bayinya.
Pasien berkata bahwa pasien tidak pernah ingin melukai bayinya, tetapi jika bayinya di
gendong oleh orang lain, pasien seperti merasa iri.
3. Hendaya/disfungsi :
- Hendaya sosial (+)
- Hendaya pekerjaan (-)
- Hendaya penggunaan waktu senggang (+)
4. Faktor stressor psikososial
Stres pasca melahirkan dan stres dalam menghadapi kehidupan berumah tangga.
5. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a) Riwayat Medis
Kejang (-), Penyakit infeksi otak (-), Riwayat Trauma Kepaala (-), Riwayat DM (-),
Riwayat Hipertensi (-).
b) Riwayat Alkohol dan riwayat zat lainnya
NAPZA (-), Merokok (-), Alkohol (-).
c) Riwayat Psikiatri :
Pasien belum pernah dirawat sebelumnya di bagian jiwa
6. Riwayat Kehidupan Pribadi
a) Riwayat Prenatal dan perinatal
Tidak ada masalah saat pasien dalam kandungan. Pasien lahir dengan persalinan
normal.
b) Riwayat masa kanak awal (1-3 tahun)
Pasien merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Pertumbuhan dan
perkembangan pasien sesuai dengan usia dan pasien mendapatkan kasih sayang yang
cukup dari orang tuanya.
c) Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja awal (4-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan baik, sesuai dengan anak seusianya. Pasien
masuk sekolah dasar dan pasien bisa menulis dan membaca dengan baik. Pasien juga
bisa bersosialisasi dengan teman sekolah dan lingkungan sekitar. Pasien memiliki
banyak teman.
3
d) Riwayat Masa Remaja Akhir (12-18 tahun)
Pasien bersekolah sampai S1
e) Riwayat Masa Dewasa (>18)
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki 1 orang anak.
7. Riwayat Kehidupan Keluarga
Hubungan dengan keluarga pasien baik. Di keluarga pasien belum ada yang
pernah mengalami hal yang sama dengan yang dialami pasien.
8. Situasi Sekarang
Pasien kooperatif saat dilakukan anamnesis, pasien dapat menjawab semua
pertanyaan yang diajukan.
9. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien merasa lebih baik dibandingkan sebelumnya. Pasien memiliki keinginan
untuk sembuh dan pasien rutin meminum obat.
4
Meningeal Sign : (-)
Refleks Patologis : (-/-)
Hasil Pemeriksaan nervus cranial : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan sistem motorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kordinasi gait keseimbangan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Gerakan-gerakan abnormal : (-)
5
- Segera : Baik
- Jangka pendek : Baik
- Jangka panjang : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Menyanyi
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : Halusinasi auditorik, pasien mendengar bisikan yang
menyalahkan dirinya.
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
5. Proses Berpikir
1. Arus pikiran:
a. Produktivitas : cukup ide
b. Kontiniuitas : relevan
c. Hendaya berbahasa : tidak ada
2. Isi pikiran :
a. Preokupasi : tidak ada
b. Gangguan isi pikiran : terganggu
6. Pengendalian Impuls
Baik selama pemeriksaan
7. Daya Nilai
1. Norma sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realitas : Terganggu
8. Tilikan (insight)
6
Derajat 1 : Penyangkalan total terhadap penyakitnya
V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
AXIS I :
1. Berdasarkan alloanamnesis didapatkan ada gejala klinik bermakna dan menimbulkan
penderitaan (distress) berupa, bicara sendiri, gelisah, marah-marah tidak jelas, mendengar
suara bisikan dan lebih suka menyendiri (disabilitas) membuat pasien mengalami hendaya
dalam bersosialisasi, hendaya pekerjaan dan hendaya penggunaan waktu senggang
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan Jiwa
7
2. Pasien mengalami gangguan isi pikiran dan kesulitasn dalam menilai realita, serta terdapat
halusinasi auditorik, sehingga pasien di diagnosis Gangguan Jiwa Psikotik
3. Berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status internus, tidak
didapatkan keluhan dan tidak ada kelainan yang mengindikasi gangguan medis umum yang
menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang
diderita pasien ini, sehingga pasien didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Psikotik Non
Organik
4. Berdasarkan kriteria diagnostik DSM IV, dari deskripsi kasus di atas pasien mengalami
gejala, agitas berupa marah-marah tidak jelas dan gelisah, gangguan tidur, halusinasi
auditorik, pasien juga jadi tidak mau melihat ataupun mengurus bayinya lagi. Keluhannya
muncul 4 bulan setelah pasien melahirkan anak petamaanya sehingga pasien dalam kasus
ini dapat didiagnosis dengan Psikosis Pasca Melahirkan Dengan Gambaran Psikosis
Akut Sementara
AXIS II
Ciri kepribadian tidak khas
AXIS III
Tidak ada
AXIS IV
Stres pasca melahirkan
AXIS V
Gaf scale 60 – 51 : Gejala sedang, atau kesulitan sedang dalam fungsi sosial, pekerjaan atau
sekolah
8
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang pekerjaan dan hendaya dalam bidang sosial
sehingga pasien butuh sosioterapi.
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan pasien serta menilai efektifitas
pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping obat yang diberikan.
9
psikosis postpartum merupakan penyakit psikiatri postpartum yang terberat. Kondisi ini
jarang dan terjadi pada 1-2 dari 1000 wanita setelah persalinan. Wanita yang paling beresiko
tinggi adalah yang memiliki riwayat gangguan bipolar atau episode psikosis postpartum
sebelumnya. Psikosis postpartum memilki onset yang dramatis, secepatnya terjadi pada 48-
72 jam pertama postpartum, atau pada umumnya terjadi sekitar 2 minggu pertama
postpartum. Kondisinya berupa episode manik atau campuran dengan gejala seperti
keletihan dan insomnia, mudah tersinggung, mood yang sangat mudah berubah, dan perilaku
yang tidak teratur. Ibu dapat mengalami delusi yang berhubungan dengan anaknya (seperti
anaknya diculik atau sekarat, anaknya setan atau Tuhan) atau mungkin mengalami halusinasi
pendengaran yang menyuruhnya untuk melindungi dirinya dari sang anak.
Postpsrtum psikosis merupakan keadaan dimana wanita mengalami tekanan jiwa yang
sangat hebat yang bias menetap sampai setahun. Gangguan kejiwaan ini juga bias selalu
kambuh setiap pasca melahirkan.
Postpartum psikosis merupakan gangguan mental berat pasca melahirkan yang memiliki
gejala-gejala yang mirip dengan postpstum depression ditambah penderita sering berkhayal,
berhalusinasi dan bingung hingga muncul pikiran ingin melukai bayinya dan dirinya sendiri,
tanpa menyadari bahwa pikiran-pikiran itu tidak masuk akal. Jadi resiko untuk bunuh diri
atau membunuh bayinya lebih besar dari pada postpartum depression.
EPIDEMIOLOGI
Insiden psikosis pascapartus sekitar i L000 kelahiran, meskipun beberapa laporan
menunjukkan bah insiden dapat sebesar 2 per 1.000. Sekitar 50-60 persen peremp vang
terkena psikosis tersebut baru saja melahirkan bayi pertun mercka, dan sekitar 50 persen
kasus melibatkan pelahiran yan disertai komplikasi perinatal nonpsikiatri. Sekitar s0 per
perempuan yang terkena mempunyai riwayat keluarga dengan gangguan mood. Meskipun
psikosis pascapartus pada dasanya adalah gangguan pada perempuan, beberapa kasus yang
langka menyerang ayah. Pada keadaan tersebut, seorang suami meraa digantikan oleh anak
dan dapat berkompetisi memperebutkan cinta dan perhatian ibu. Namun, laki-laki tersebut
mungkin telah mempunyai gangguan mental mayor yang kemudian dieksaser basi oleh stres
karena menjadi ayah.
10
ETIOLOGI
Data yang paling kuat menunjukkan bahwa episode depresif. Kerabal penderita psikusis
pascapartus mempune psikosis pascapartus pada dasarnya merupakan episode ganggun
mood, biasanya gangguan bipolar tetapi mungkin juga ganggum insiden gangguan mood
yang sama seperti insiden pada keluarg penderita gangguan mood Gangguan skizoafektif
dan gangg waham jarang menjadi diagnosis yang tepat. Keabsahan diagnsa gangguan mood
biasanya diverifikasi dalam setahun setelah me lahirkan, ketika dua pertiga pasien
mengalami episode ke gangguan yang mendasari. Proses pelahiran paling baik terla sebagai
stres nonspesifik yang menyebabkan perkemban episode gangguan mood mayor, mungkin
melalui mekan hormonal mayor.
Beberapa keadaan psikosis pascapartus disebabkan kondisi medis umum akibat peristiwa
perinatal, seperti infeksi, intoksikasi obat, misalnya skopolamin (Donnagel) dan meperidine
(Demerol toksemia, dan kehilangan darah. Penurunan mendadak konsentrasi estrogen dan
progesteron segera setelah melahirkan juga dapal menyebabkan gangguan tersebut, tetapi
pengobatan dengan hormon tersebut tidak efektif.
DIAGNOSIS
Diagnosis. Kriteria diagnostik spesifik tidak dimasukkan serjadi dalam waktu singkat
dengan kelahiran anak, meskipun dalam DSM-IV-TR. Diagnosis dapat ditegakkan bila
psikosis dingnosis gangguan mood menurut DSM-IV-TR harus diper- an dalam diagnosis
banding. Gejala khas mencakun n defisit kognitif, gangguan motilitas, kelainan mood d te-
kadang halusinasi. Ide psikotik berkisar mengenai ke hamilan dan menjadi ibu. DSM-IV-TR
juga memperhitungkan rnosis gangguan psikotik sementara dan gangguan mood de nan
awitan pascapartus
11
Awitan Pascamelahirkan.
DSM-IV-TR memungkinkan spesifikasi gangguan mood pascamelahirkan jika awitan gejala
terjadi dalam 4 minggu pascamelahirkan. Gangguan jiwa pascamelahirkan umumnya
meliputi gejala psikotik seperti halusinasi dan waham.
GAMBARAN KLINIS
Gejala psikosis pascapartus sering đi mulai dalam beberapa hari setelah persalinan
meskipun waktu rerata sampai awitan adalah 2-3 minggu dan hampir selalu dalam minggu
setelah persalinan. Biasanya, pasien mulai mengeluh lelah, insomnia, dan gelisah serta
mengalami episode penuh kesedihan dan labilitas emosi. Kemudian dapat timbul rasa
curiga, konfusi, iskoheren, pernyataan irasional, dan obsesif terhadap kesehatan bayi.
Waham dapat timbul pada 50 persen pasien dan halusinasi pada sekitar 25 persen. Keluhan
berkenaan dengan ketidakmampuan bergerak, berdiri, atau berjalan juga sering ditemukan.
Pasien dapat mempunyai perasaan tidak ingin merawat bayi- nya, tidak mencintai bayi,
dan pada beberapa kasus, ingin melukai bayi dan/atau dirinya sendiri. Materi waham dapat
melibatkan ide dan mengekspresikan pikiran bahwa dia tidak menikah, masih bahwa bayi
mati atau cacat. Pasien dapat menyangkal kelahiran tema yang sama dapat berupa suara
yang memberitahu perawan, tersiksa, dipengaruhi, atau suka melawan. Halusinasi de- pasien
agar membunuh bayinya.
12
dun tahun setelah melahirkan. Kehamilan berikutnya menyebabkan peningkatan risiko
episode lain, kadang-kadang sampai 50 persen.
PENGOBATAN
Psikosis pascapartus adalah suatu kegawat daruratan psikiatri. Antidepresan dan litium
(Eskalith), kadang kadang bersamaan dengan antipsikotik adalah pengobatan pilihan
Pemberian ASI mungkin dapat terganggu. Pasien yang mencoba bunuh diri mungkin perlu
dipindahkan ke unit psikiatri untuk membantu mencegah usaha bunuh diri Ibu biasanya
dibantu dengan cara melakukan kontak dengan bayinya jika ingin, tetapi kunjungan harus
dijaga ketat, terutama jika ibu dipenuhi pikiran untuk mencelukakan bayinya. Psikoterapi
diindikasikan setelah periode psikosis akut, dan terapi biasanya diarahkan di arca konflik
yang menjadi nyata selama evaluasi. Terapi termasuk membantu pasien menerima dan
memudahkan pasien berperan sebagai ibu. Perubahan faktor lingkungan juga dapat
diindikasikan Dukungan yang bertambah dari suami dan orang lain dalam lingkungan dapat
membantu mengurangi stres ibu. Sebagian besar studi melaporkan angka pemulihan dari
penyakit akut yang tinggi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
Kaplan H.I., Sadok B.J. 2010. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Edisi 2. EGC : Jakarta
14