Anda di halaman 1dari 27

Agustus 2020

TUTORIAL

Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
Fikri Akbar Mustamar N 111 19 022
Tri Utami Wahyuningsih N 111 19 048
Nur Endang Sari N 111 19 055
Sintia Bahar N 111 19 067
Rani Yati N. Sapil N 111 19 012

Pembimbing Klinik
dr. Andi Soraya Tenri Uleng, M. Kes, Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSU ANUTAPURA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Huntara Petobo
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pendidikan : SMA
Tanggal Pemeriksaan : 8 Agustus 2020
Tempat Pemeriksaan : Ruangan Rajawali RSU Anutapura Palu

I. LAPORAN PSIKIATRI
A. RIWAYAT PENYAKIT
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang perempuan 43 tahun datang ke RSU Anutapura Palu, pada tanggal
6 Agustus 2020 di antar oleh keluarganya dengan keluhan gelisah. Keluhan yang
dialami disertai dengan kesulitan tidur di malam hari dan pasien juga mengalami
nafsu makan berkurang. Pasien sering merasa sedih bahkan sampai menangis
karena memikirkan masalahnya. Pasien juga sulit untuk berkonsentrai terhadap
sesuatu dan pasien sering merasa lemas dan mudah lelah serta kurang
bersemangat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien sering berpikir untuk
mengakhiri hidupnya dengan mengiris tangan namun pasien masih dapat berpikir
jernih bahwa yang pasien pikir adalah hal yang salah. Keluhan pasien sudah
dirasakan sejak 3 minggu yang lalu.
Keluhan pasien dirasakan setelah sempat berdebat dengan anak dan mantan
suami yang menyebabkan pasien marah. Setelah kejadian itu pasien mulai
memendam emosinya dan muncul gejala-gejala yang mengganggu tersebut.

2
Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati hingga terasa sampai ke punggung
belakang.
Pasien berkata bahwa pasien di paksa oleh keluarganya menikah dengan
mantan suaminya yang ke tiga. Pasien berpisah dengan mantan suaminya
dikarenakan tidak ada kecocokan. Pernikahan dengan mantan suami ke tiganya
hanya bertahan sekitar 3 bulan. Pasien berkata semenjak pisah dengan mantan
suaminya, mantan suaminya itu sering menceritakan kejelekannya kepada orang
banyak. Pasien juga sudah tidak pernah kontak dengan mantan suaminya
dikarenakan ada masalah. Pasien juga berkata bahwa pasien mudah emosi tanpa
sebab. Pasien juga sering curiga jika suami pasien keluar rumah. Jika pasien
melihat orang-orang berkumpul pasien sering merasa bahwa ia di ceritai oleh
orang-orang itu.
Pasien juga merasa mudah tersinggung terhadap perkataan tetangga dan
merasa kurang nyaman dalam keramaian dikarenakan takut untuk dijadikan bahan
perbincanngan. Dari keterangan keluarganya pasien sering mengalami gelisah
sudah sejak beberapa tahun yang lalu setelah bercerai dengan suami pertamanya.
pasien juga sering berdebat dengan mantan suami dan anak. Namun keluhan baru
dirasakan mengganggu sejak tiga minggu yang lalu setelah berdebat dan pasien
meluapkan emosinya.

2. Hendaya/disfungsi :
- Hendaya sosial (+)
- Hendaya pekerjaan (+)
- Hendaya pengggunaan waktu senggang (+)

3. Riwayat Gangguan Sebelumnya


a) Riwayat Medis
1) Infeksi pada otak (meningitis, encephalitis,
malaria cerebral dll) (-)
2) Penyakit Jantung (-)
3) Gangguan neurologi:
Trauma capitis (-)

3
Kejang (epilepsy) (-)
Tumor (-)
Stroke (-)
b) Riwayat penggunaan NAPZA, alkohol dan riwayat zat lainnya
a) NAPZA (-)
b) Merokok (-)
c) Alkohol (-)
d) Obat-obatan lainnya (-)
c) Riwayat Psikiatri :
Riwayat pengobatan psikiatri (-)

4. Riwayat Kehidupan Pribadi


a) Riwayat Prenatal dan perinatal
Pasien lahir normal. Pasien lahir tanpa penyulit apapun dalam
persalinan, pasien mendapatkan ASI.
b) Riwayat masa kanak awal (1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan usia dan pasien
mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya.
c) Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja awal (4-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan baik sesuai dengan anak seusianya.
Kemudian pasien disekolahkan di Sekolah Dasar (SD) dan pasien juga dapat
menulis, menghitung dan membaca dengan baik. Pasien juga bisa
bersosialisasi dengan teman sekolah dan lingkungan sekitarnya, pasien
memiliki banyak teman.
d) Riwayat Masa Remaja Akhir (12-18 tahun)
Pasien melanjutkan sekolah di tingkat SMP dan SMA. Hubungan
dengan teman semasa sekolah baik. Pasien memiliki banyak teman.
e) Riwayat Masa Dewasa (>18 tahun)
Pasien merupakan seorang istri yang mempunyai suami dan dua orang
anak. Pasien mempunyai tiga mantan suami. Menurut pasien hubungan pasien
dengan suami, anak-anak dan saudaranya baik.

4
5. Riwayat Kehidupan Keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan yang di
alami oleh pasien.
6. Situasi Sekarang
Pasien tenang dan kooperatif saat dilakukan anamnesis, pasien menjawab
pertanyaan yang diajukan dengan tepat. Saat ini pasien dirawat di ruangan
perawatan Rajawali RSU Anutapura Palu.

7. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya


Pasien sadar bahwa dirinya sakit.

II. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT


Pemeriksaan Fisik:
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg,
 Denyut Nadi : 85 x/menit, reguler
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,5°C.
 Kepala : Normocepal
 Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-),
 Leher : Pembesaran KGB (-/-)
 Dada : Jantung : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur
(-).Paru : Bunyi paru vesikuler (+/+), Rh (-/-), wh
(-/-),
 Perut : Kesan datar, ikut gerakan nafas, bising usus (+)
 Anggota Gerak : Akral hangat, oedem pretibialis (-)
Status Lokalis
 GCS : E4V5M6
Status Neurologis
 Meningeal Sign : (-)
 Refleks Patologis : (-/-)
 Hasil Pemeriksaan nervus cranial : Tidak dilakukan pemeriksaan

5
 Pemeriksaan sistem motorik : Normal
 Kordinasi gait keseimbangan : Normal
 Gerakan-gerakan abnormal : (-)

III. STATUS MENTAL


1. Deskripsi Umum
a. Penampilan : Seorang perempuan memakai daster motif garis-garis berwarna
hitam dan abu-abu, terlihat rapih, penampilan sesuai dengan usianyanya.
Perawatan diri terlihat baik.
b. Kesadaran : compos mentis
c. Perilaku dan aktivitas psikomotor : tenang saat pemeriksaan dan wawancara
d. Pembicaraan : Spontan, Lancar, Artikulasi Jelas, dan Volume suara sedang.
e. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

2. Keadaan Afektif, Perasaan dan Empati:


1. Mood : Depresi
2. Afek            : Depresi
3. Keserasian     : Serasi
4. Empati   : Dapat diraba rasakan

3. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai dengan
pendidikannya
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi
- Waktu    : Baik
- Tempat   : Baik
- Orang     : Baik
4. Daya ingat:
- Segera                : Baik
- Jangka pendek   : Baik
- Jangka panjang  : Baik

6
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi                : Tidak ada
b. Ilusi                          : Tidak ada
c. Depersonalisasi        : Tidak ada
d. Derealisasi                : Tidak ada
5. Proses Berpikir
1. Arus pikiran:
 Produktivitas     : Cukup ide
 Kontiniuitas         : Relevan
 Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran :
 Preokupasi        : Ada (Pasien merasa ingin bunuh diri dan berada didunia
lain)
 Gangguan isi pikiran : Tidak ada
6. Pengendalian Impuls : Baik
7. Daya Nilai
1. Norma sosial            : Baik
2. Uji daya nilai             : Baik
3. Penilaian realitas       : Baik
8. Tilikan (insight)
Tilikan 5: Pasien menyadari penyakitnya dan faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya.

9. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Seorang perempuan 43 tahun datang ke RSU Anutapura Palu, pada tanggal 6
Agustus 2020 di antar oleh keluarganya dengan keluhan gelisah. Keluhan yang
dialami disertai dengan kesulitan tidur di malam hari dan pasien juga mengalami

7
nafsu makan berkurang. Pasien sering merasa sedih bahkan sampai menangis
karena memikirkan masalahnya. Pasien juga sulit untuk berkonsentrai terhadap
sesuatu dan pasien sering merasa lemas dan mudah lelah serta kurang bersemangat
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien sering berpikir untuk mengakhiri
hidupnya .
 Keluhan pasien sudah dirasakan sejak 3 minggu yang lalu.
 Pasien berkata bahwa pasien di paksa oleh keluarganya menikah dengan mantan
suaminya yang ke tiga. Pasien berpisah dengan mantan suaminya dikarenakan
tidak ada kecocokan. Pernikahan dengan mantan suami ke tiganya hanya bertahan
sekitar 3 bulan. Pasien berkata semenjak pisah dengan mantan suaminya, mantan
suaminya itu sering menceritakan kejelekannya kepada orang banyak. Pasien juga
berkata bahwa pasien mudah emosi tanpa sebab. Pasien juga sering curiga jika
suami pasien keluar rumah. Jika pasien melihat orang-orang berkumpul pasien
sering merasa bahwa ia di ceritai oleh orang-orang itu.
 Pada status mental didapatkan kesadaran pasien compos mentis, ada Perilaku dan
aktivitas psikomotor tenang, pembicaraan sesuai dengan pembicaraan, mood
depresi, afek depresi, keserasian: serasi. Proses berpikir terdapat adanya
preokupasi yaitu pasien merasa ingin bunuh diri dan berada didunia lain. Tilikan
5: Pasien menyadari penyakitnya dan faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya.

V. UNFAMILIAR TERMS
1. Mood eutimia
Suasa perasaan dalam rentang normal, yakni individu mempunyai penghayatan
perasaan yang luas dan serasi dengan irama hidupnya.
2. Pre okupasi
Kondisi fikiran seseorang dalam jangka waktu lama hanya terpusat pada satu titik.
Merupakan gangguan isi pikir.
3. Depersonalisasi
Gangguan persepsi (sebuah proses mental) dimana pada pasien meruakan kondisi
patologis yang timbul dari perasaan subjektif. Contoh : Merasa asing pada dirinya.

8
suatu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan subyektif
dengan gambaran seseorang mengalami atau merasakan diri sendiri (atau
tubuhnya) sebagai tidak nyata.
4. Mood Hipotimia
Hipotimia adalah suasana perasaan yang secara pervasif diwarnai dengan
kesedihan dan kemurungan. Individu secara subjektif mengeluhkan tentang
kesedihan dan kehilangan semangat. Secara objektif tampak dari sikap murung
dan perilakunya yang lamban.
5. Tilikan
Tilikan yaitu kemampuan seseorang untuk memahami sebab sesungguhnya dan
arti dari suatu situasi. Tilikan terganggu artinya kehilangan kemampuan untuk
memahami kenyataan obyektif akan kondisi dan situasi dirinya.
- Tilikan 1 penyangkalan total terhadap penyakitnya.
- Tilikan 2 Amivalensi terhdp penyakitnya.
- Tilikan 3 Menyalahkan faktor lain sebgai penyebab dari penyakitnya.
- Tilikan 4 Menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak.
- Tilikan 5 Menyadari penyakitnya dan memahami penyakitnya namun tidak
menerapkan dalam perilakunya.
- Tilikan 6 Pasien menyadari tentg situasi dirinya, danya kemauan pasien
untuk sembuh.

VI. DAFTAR MASALAH


1. Apakah pasien ini sudah termaksud gangguan jiwa atau masih gejala ?
Jawaban :
Berdasarkan alloanamnesa dan autoanamnesa didapatkan ada gejala klinik
bermakna dan menimbulkan penderitaan (distress) berupa gelisah, sulit tidur, nafsu
makan berkurang, sedih bahkan sampai menangis, mudah marah, sulit berkonsentrasi,
lemas dan kurang bersemangat dalam melakukan aktivitasnya dan menimbulkan
(disabilitas) berupa hendaya yaitu hendaya penggunaan waktu senggang karena
pasien mengalami kesulitan untuk tidur, hendaya dalam bersosialisasi karena
hubungan pasien dengan tetangganya kurang baik sehingga pasien jarang keluar
rumah dan bergaul dengan tetangga sekitar rumahnya dan hendaya pekerjaan karena

9
pasien sudah tidak dapat mengerjakan pekerjaaan rumah yang biasa dia lakukan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan Jiwa.

Sumber :
Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

2. Diagnosis Banding ?
Jawaban :
Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik
a. Semua 3 gejala utama depresif harus ada.
b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya
harus berintensitas berat.
c. Bila ada gejala penting (misalnya agitas atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresif berat masih dapat di berikan.
d. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih di benarkan
untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
e. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali taraf yang sangat terbatas.

Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik
Untuk menentukan diagnosis pati :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik, dan
b. Harus ada sekurag-kurangya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau.

Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi


a. Mood diforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1 bulan.

10
b. Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan
:
- Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
- Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau gelisah tidur
tidak puas)
- Lelah atau energi rendah
- Iritabilitas
- Khawatir
- Mudah menangis
- Hipervigilance
- Antisipasi hal terburuk
- Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)
- Harga diri yang rendah atau tidak berharga
c. Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya
dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain.
d. Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth. Penyalahgunaan
obat atau pengobatan) atau keadaan medis umum.
e. Semua hal berikut ini :
- Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan
distimik; gangguan panik, atau gangguan ansietas menyeluruh
- Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas lain
(termasuk gangguan ansietas atau gangguan mood dalam remisi parsial)
- Gejala tidak lebih mungkin di sebaban gangguan jiwa lain.

Gangguan Cemas Mnyeluruh


a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan timbul hampir setiap hari,
sepanjang hari, sekurang-kurangnya selama 6 bulan, tentg sejumlah aktifitas
b. Pasien merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
c. Kecemasan dan kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala :
kegelisahan, merasa mudah lelah, sulit berkonsentrasi, iritabilitas, ketegangan
otot, gangguan tidur.

11
Gangguan Distimik
a. Mood terdelresi sepanjang hari lebih banyak hari hari mengalami mood terdepresi
dibandingkan tidak terdepresi, diperoleh dari penjelasan subjektif atau sekurang
kurangnya 2 minggu.
b. Saat mood terdepresu ditemukan 2 atau lebih gejala berikut : nafsu makan
menurun atau berlebih, insomnia atau hipersomnia, energi menurun atau lelah,
harga diri menurun, kurang konsentrasi atau sulit mengambil keputusan,rasa
putus asa.
c. Selama periode 2 tahun gangguan mereka tidak pernah bebas gejala kriteria A
dan b selama lebih dari 2 bulan pada suatu waktu.
d. Tidak pernah ada episode depresi berat selamat 2 tahun pertama gangguannya
tidak dalam bentuk gangguan depresi berat kronis ataupun gangguan depresi berat
dalam remisi parsial.
e. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran atau episode hipomanik
dan tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan siklotimik.
f. Gangguan tidak terjadi bersamaan dengan gangguan psikotik kronik, seperti
skizofrenia atau gangguan waham.
g. Gejala bukan merupakan efek fisiologi langsung dari zat (obat disalahgunakan
atau suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
h. Gejala menyebabkan penderitaan atau gangguan yang bermakna secara klinis
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya

Sumber :
Elvira H. Buku Ajar Psikiatri. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2015.
Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

3. Diagnosis Multiaksial ?
Jawaban :
AXIS I

12
a) Berdasarkan alloanamnesa dan autoanamnesa didapatkan ada gejala klinik
bermakna dan menimbulkan penderitaan (distress) berupa gelisah, sulit tidur,
nafsu makan berkurang, sedih bahkan sampai menangis, mudah marah, sulit
berkonsentrasi, lemas dan kurang bersemangat dalam melakukan aktivitasnya dan
menimbulkan (disabilitas) berupa hendaya yaitu hendaya penggunaan waktu
senggang karena pasien mengalami kesulitan untuk tidur, hendaya dalam
bersosialisasi karena hubungan pasien dengan tetangganya kurang baik sehingga
pasien jarang keluar rumah dan bergaul dengan tetangga sekitar rumahnya dan
hendaya pekerjaan karena pasien sudah tidak dapat mengerjakan pekerjaaan
rumah yang biasa dia lakukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami Gangguan Jiwa.
b) Pada pasien tidak terdapat hendaya berat dalam menilai realita, sehingga pasien
didiagnosa Sebagai Gangguan Jiwa Non Psikotik.
c) Berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status internus, tidak
adanya kelainan yang mengindikasi gangguan medis umum yang menimbulkan
gangguan fungsi otak serta dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita
pasien ini, sehingga pasien didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Non Psikotik Non
Organik
d) Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
gangguan suasana perasaan (gangguan afektif/mood). Pasien pada kasus ini
merupakan pasien dengan gangguan depresi berat. Adapun gejala utama pada
episode depresif yaitu: Afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah. Gejala lainnya pada episode depresi yaitu Konsenrasi dan
perhatian berkurang, gagasan atau perbuatan membahayakan diri, tidur
terganggu, nafsu makan berkurang. Keluhan ini dirasakan sudah sejak 3 minggu
yang lalu. Kriteria gangguan depresi berat dapat ditegakkan berdasarkan kriteri
DSM-IV dengan memenuhi kriteria yaitu tiga gejala utama berupa pasien
mengalami afek depresi, kehilangan minat dan kesenangan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
muda lelah dan berlangsung sejak 3 minggu yang lalu. Ditambah dengan 4 gejala
lainnya. Gejala juga tidak memenuhi kirteri campuran serta bukan merupakan

13
efek dari zat maupun kondisi medis umum dan menimbulkan hendaya dalam
bersosialisasi, hendaya pekerjaan dan hendaya penggunaan waktu senggang.
Sehingga pasien dapat digolongkan dalam Gangguan Depresi Mayor berdasarkan
kriteria DSM-IV dan Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik berdasarkan
kriteria PPDGJ-III
AXIS II
Ciri kepribadian emosional tak stabil
AXIS III
GERD
AXIS IV
Masalah dengan primary support group (keluarga) dimana hubungan dengan mantan
suaminya yang kurang baik dikarenakan suaminya menceritakan kejelekannya kepada
orang-orang dan pasien memiliki kepribadian yang tidak dapat menyendiri dilihat dari
jarak pasien pisah dengan mantan suaminya dan jarak dia menikah kembali.
AXIS V
GAF saat masuk : 50-41 (gejala berat (serious), disabilitas berat).

Sumber :
Elvira H. Buku Ajar Psikiatri. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2015.
Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

4. Penatalaksanaan
Jawaban :
 Farmakologi
Antidepresan golongan Trisiklik : Amitryptilin 25 mg (3x1) dimana dosis
anjurannya adalah 75-300 mg/hari
Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat
minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan pada berbagai
kondisi medik), spektrum ofek anti depresan luas dan gejala putus obat sangat
minimal, serta “lethal dose” yang tinggi (>6000 mg) sehingga relatif aman.

14
Jika telah diberikan dengan sosis yang adekuat dalam jangka waktu yang
cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua, golongan
trisiklik, yang spektrum anti depresinya juga luas tetapi efek sampingnya relatif
lebih berat.
Step 1 = Golonga SSRI (Fluoxetin)
Step 2 = Golongan Trisiklik (Amitryptilin)
Step 3 = Golongan Tetrasiklik (Meprotilin)
Golongan Atypical (Trazodone)
Golongan MAOI Reversible (Moclobemid)

 Non-Farmakologi
a. Terhadap pasien
Terapi Kognitif Perilaku
Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir,
merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa,
memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Tujuan terapi
kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan
emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan
dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan
kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan
pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung.
Psikoterapi suportif 
 Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
 Persuasif
Psikotrapi yang dilakukan dengan menerangkan secara masuk
akal tentang gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara
berpikir, perasaan dan sikap terhadap masalah yang dihadapi.
 Reassurance
Psikoterapi yang berusaha meyakinkan kembali kemampuan
pasien bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya.

15
 Sugestif
Psikoterapi yang berusaha menanamkan kepercayaan pada
pasien bahwa gejala gangguannya akan hilang.
b. Terhadap keluarga pasien
 Meminta keluarga untuk tetap memastikan pasien tetap berada dalam
pengawasan keluarga
 Memberikan pengertian dan dukungan kepada keluarga akan
pentingnya peran keluarga pada perjalanan penyakit
 Meminta keluarga untuk tetap memberikan perhatian penuh terhadap
pasien dan mengawasi pasien dalam meminum obat teratur serta
mengenali gejala-gejala kekambuhan.
 Memberikan psiko-edukasi yaitu menyampaikan informasi kepada
keluarga mengenai kondisi pasien dan menyarankan untuk senantiasa
memberikan dukungan selama masa pengobatan.

Sumber :
Elvira H. Buku Ajar Psikiatri. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2015.
Maslim, R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga.
Jakarta

5. Prognosis
Jawaban :
Dubia ad Malam. Kemungkinan indikator untuk prognosis buruk, dikarenakan
pada pasien mempunyai episode depresi yang berat, dukungan sosial yang kurang
dikarenakan hubunan pasien dengaan tetangganya dan mantan suaminya kurang baik,
fungsi keluarga yang buruk dikarenakan pasien tinggal bersama suaminya yang
pernah mengalami gangguan jiwa, dan lemahnya ekonomi keluarga.
Dilihat juga dari indokator premorbid dari psikosis pasien, diantaranya adalah
tidak ada riwayat psikiatri pada keluarga, riwayat prenatal, dan komplikasi obstetrik
dan defisit neurologis. Faktor premorbid lain adalah hubungan sosial pasien yang
kurang baik dengan tetangga dan mantan suaminya.

16
Sumber :
Elvira H. Buku Ajar Psikiatri. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2015.

6. Etiologi
Jawaban :
1) Faktor Bilogis
Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin
biogenicseperti asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat
(HVA) dan 3 metoksi-4-hdroksifenilglikol (MHPG) di dalam darah, urine dan
cairan serebrospinalis pasien dengan gangguan mood. Laporan data ini paling
konsisten dengan hipotesisi bahwa gangguan mood disebabkan oleh
disregulasi heterogen amin biogenic
2) Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik yang signifikan
terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik terjadi
melalui mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh
psikososial tetapi faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif
didalam timbulnya gangguan mood pada beberapa orang. Komponen genetik
memiliki peranan yang bermakna didalam gangguan bipolar I daripada
gangguan depresi berat.
3) Faktor Psikososial
Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode
gangguan mood yang megikuti. Hubungan ini telah dilaporkan untuk pasien
gangguan depresif berat dan gangguan depresif I. sebuah teori yang diajukan
untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stress yang menyertai
episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama didalam
biologi otak.perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan perubahan
keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan system pemberian sinyal
interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup hilangnya neuron dan
berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki
resiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa
stressor eksternal.

17
Berdasarkan etiologi diatas, kemungkinan pada pasien ini disebabkan oleh
faktor psikososial dimana pasien mempunyai masalah dalam hidupnya yang
membuatnya sangat tertekan sehingga pasien mengalami depresi dan ini sesuai
dengan teori bahwa dalam Faktor Psikososial ini Peristiwa hidup dan penuh tekanan
lebih sering timbul mendahului episode gangguan mood yang megikuti. Hubungan ini
telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan depresif I.
sebuah teori yang diajukan untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stress
yang menyertai episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama
didalam biologi otak.perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan system pemberian sinyal
interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya
kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki resiko tinggi
mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor eksternal.

Sumber :
Elvira H. Buku Ajar Psikiatri. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2015.

7. Efek samping dari penatalaksanaan yang akan diberikan kepada pasien ?


Jawaban :
Efek samping obat anti depresan dapat berupa :
1) Sedasi (rasa ngantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,
kemampuan kognitif menurun, dll)
2) Efek anti kolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, kontipasi,
sinus takikardia, dll)
3) Efek anti-adrenergik alfa (Penurunan EKG, Hipotensi)
4) Efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitas, insomnia)
Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita), biasanya
berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama.
Obat anti depresan golongan Trisiklik (Amitriptyline, Imipramine) = efek
samping sedatif, otonomik, kardiologi relatif besar diberikan pada pasien usia muda
(young healthy) yang lebih besar toleransi terhadap efek samping tersebut, dan
bermanfaat untuk meredakan “agitated depression”.

18
Sumber :
Maslim, R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga.
Jakarta

8. Bagaimana peran faktor psikosisal dari pasien ?


Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan
adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun tidak semua orang
mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbulah
keluhan – keluhan antara lain stres, cemas dan depresi.
Sebuah teori yang diajukan untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa
stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama
didalam biologi otak. perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan system pemberian sinyal
interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya
kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki resiko tinggi
mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor eksternal.
DSM IV-TR mendefinisikan stresor psikososial sebagai “setiap peristiwa
hidup atau perubahan hidup yang mungkin terkait secara temporal (dan mungkin
kausal) dengan onset, peristiwa, atau eksaserbasi gangguan mental. Masalah
psikososial dalam PPGDJ III dikategorikan dalam aksis IV yang terdiri dari masalah
dengan “primary support group” atau keluarga, masalah dengan lingkungan sosial,
masalah pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, masalah akses ke pelayanan
kesehatan, masalah yang berkaitan dengan hukum/ kriminal dan lainnya
Hubungan antar sesama (perorangan/individual) yang tidak baik dapat
merupakan sumber stress. Seperti yang terjadi pada pasien, hubungan dengan mantan
suaminya kurang baik, hubungan pasien dengan tetangganya juga kurang baik. Yang
menyebabkan pasien mengalami hendaya dalam bersosialisasi akibat hubungannya
yang kurang baik tersebut.

Sumber :

19
Elvira H. Buku Ajar Psikiatri. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2015.
Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; et al, 2017. Mood Disorders in
Comprehensive. Textbook of Psychiatry, Volume I/II, 10th edition.
Philadelphia : Wolters Kluwer. pp:4099-4403

9. Pada pemeriksaan status mental, gangguan apa saja yang di dapatkan pada pasien ?
Pada pasien ini mengalami gangguan depresi dimana pasien merasakan sedih
bahkan sampai menangis karena memikirkan masalahnya, pasien juga kesulitan tidur
di malam hari dan nafsu makan yang berkurang, pasien sulit untuk berkonsentrasi
terhadap sesuatu, sering merasa lemas, mudah lelah dan kurang bersemangat dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien sering berpikir untuk mengakhir hidupnya
(bunuh diri) dan pasien mudah emosi tanpa alasan yang jelas, dan selalu berpikir
negatif dan selalu merasa orang-orang sekelilingnya berpikir yang tidak-tidak
terhadap dirinya atau sensitif terhadap sesuatu. Hal ini dialami karena banyaknya
masalah hidup yang dialami pasien diantaranya karena mantan suaminya.
Sesuai dengan teori bahwa, Depresi ditandai dengan gejala yang umumnya
terbagi dalam dua kategori: psikologis, dan somatik (atau fisik). Yang pertama
dicirikan oleh kesedihan yang terus-menerus, yang disebut "dysphoria," dan keadaan
yang terus-menerus kekurangan kenikmatan atau kesenangan biasa dalam kegiatan
yang sebelumnya menyenangkan, disebut "anhedonia." Awalnya dikembangkan di
Inggris dan sedang diselidiki di Universitas Columbia di New York City, depresi
atipikal mengacu pada kelelahan yang ditumpangkan pada sejarah kecemasan dan
fobia somatik, bersama dengan tanda vegetatif terbalik (suasana yang lebih buruk di
malam hari, insomnia, kecenderungan untuk tidur nyenyak dan makan berlebihan).
Pengalaman menunjukkan bahwa tanda vegetatif terbalik lainnya meningkatkan minat
dan / atau hasrat seksual, meskipun tetap tidak terdeskripsikan dalam literatur ini.
Tidur terganggu pada paruh pertama malam pada banyak orang dengan gangguan
depresi atipikal, dan iritabilitas, hipersomnolen, dan kelelahan siang hari.
Temperamen pasien-pasien ini dicirikan oleh sifat-sifat yang sensitif.
Pada pasien mempunyai pikiran untuk bunuh diri, dimana pada teori
menyatakan bahwa gangguan depresi mayor adalah salah satu gangguan depresi yang
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada individu di semua usia

20
dan ras. Global Burden of Disease (GBD) of theWorld Health Organitation (WHO)
telah menunjukkan terjadinya masalah yang sama di seluruh dunia bahwa gangguan
depresi mayor, meningkatkan risiko terjadinya percobaan bunuh diri yang jika tidak
ditangani dengan benar akan menyebabkan tindakan bunuh diri (complete suicide)
yang memakan banyak korban jiwa yang sia-sia.
Kebanyakan orang yang depresi secara otomatis menafsirkan pengalaman dari
perspektif negatif, dan aksesnya ke memori negatif. Keadaan depresi yang lebih
parah, kognisi dan keterampilan pemecahan masalah semakin lengkapi dengan
konsentrasi yang buruk dan menurunnya kemampuan untuk menggunakan pemikiran
abstrak. Sebuah monolog virtual pikiran dan gambar negatif tampaknya berjalan
dengan autopilot, dan, tidak seperti keadaan normal kesedihan, ventilasi ke orang
kepercayaan memiliki sedikit efek yang menguntungkan. Pada kasus yang lebih
ekstrim, delusi atau halusinasi, atau keduanya, benar-benar mendistorsi pengujian
realitas. Perubahan neurokognitif ini menunjukkan disfungsi yang melibatkan
hipokampus, korteksprefrontal(PFC), amigdala dan struktur limbik lainnya.
Karakteristik depresi berdasarkan biologis lainnya melibatkan penurunan
minat dan hilangnya reaktivitas suasana hati: Aktivitas yang spontan, tujuan yang
disutradarai menurun, dan peristiwa yang seharusnya meningkatkan suasana perasaan
memiliki sedikit atau tidak berpengaruh sama sekali. Satu berkorelasi kehilangan
minat adalah penurunan arti penting penguatan. Bahkan fungsi dasar seperti nafsu
makandan libido berkurang dalam depresi berat. Anhedonia dan penurunan titik
perilaku nafsu makan untuk disfungsi sirkuit saraf yang terlibat dalam antisipasi dan
penyempurnaan penghargaan, yang melibatkan thalamus, hipotalamus, nukleus
akumbens, anterior cingulate, dan PFC.

Sumber :
Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; et al, 2017. Mood Disorders in
Comprehensive Textbook of Psychiatry, Volume I/II, 10th edition.
Philadelphia : Wolters Kluwer. pp: 4099-4403
Friedman, Edward S.; Anderson, Ian M, 2014. Handbook of Depression, second
Edition. London : Springer Healthcare, a part of Springer Science+Business
Media.pp:1-29

21
10. Patofisiologi dari kasus ? (neurotransmiter hubungan dengan pasien)
Perubahan dalam aktivitas saraf dan dalam efisiensi pemrosesan informasi
dalam masing-masing dari sebelas daerah otak yang ditunjukkan di sini dapat
menyebabkan gejala episode depresi besar. Fungsionalitas di setiap wilayah otak
secara hipotesis dikaitkan dengan konstelasi gejala yang berbeda. PFC, korteks
prefrontal; BF, otak depan basal; S, striatum; NA, nucleus accumbens; T, talamus;
Hy, hipotalamus; A, amygdala; H, hippocampus; NT, pusat neurotransmitter batang
otak; SC, sumsum tulang belakang; C, serebelum.(Stahl, 2013)(Sadock, 2017)
Pada kasus yang lebih ekstrim, delusi atau halusinasi, atau keduanya, benar-
benar mendistorsi pengujian realitas. Perubahan neurokognitif ini menunjukkan
disfungsi yang melibatkan hipokampus, korteksprefrontal(PFC), amigdala dan
struktur limbik lainnya. Neuron dari daerah hipokampus dan amygdala biasanya
menekan aksis hipotalamus- hipofisis-adrenal, jadi jika stres menyebabkan neuron
hippokampus dan amigdala menjadi atrofi, dengan hilangnya input penghambatan ke
hipotalamus, ini dapat menyebabkan untuk overaktivitas sumbu HPA. (Sadock, 2017)

Gambar 1. Gejala Depresi dan Sirkuit di Otak (Sadock, 2017)

22
Stressor

Hipothalamus:
-Tiroid Releasing Hormon
-Corticotropin Releasing Hormon
-Gonadotropin Releasing Hormon
-Growth Hormon Releasing Hormon
-Prolactin Releasing Hormon
-dll

Pitutary Anterior:
-Tyroid Stimulating hormon (TSH) Pituitary posterior:
-Adenocroticotropin Hormon (ACTH) -Vasopresin
-Growth Hormon -Oksitosin
-Follicle Stimulating hormon
-Luteinizin Hormon
-Prolaktin

Vasopresin Oksitosin
Prolaktin ACTH TSH LH & FSH

Ginjal Arteriol Uterus


Mammae Kelenjar
Adrenal Tiroid Gonad
mammae

Kortisol

Gambar 2. Huhungan Hipotalamus dan Pituitary (Sadock, 2017)


Saat seseorang mengalami stres,akan terjadi rangsangan yang akan dibawa
menuju hipotalamus di otak sehingga melepaskan corticotrophin releasing factor
(CRF). CRF menstimulasi pelepasan adenocorticotrophin hormon (ACTH) sehingga
merangsang kelenjar adrenalin untuk menghasilkan beberapa hormon salah satunya
adalah hormon kortisol. Produksi hormon kortisol akan meningkat saat stres. Pada

23
lambung, pengaruh produksi hormon kortisol yang tinggi dapat meningkatkan
produksi asam lambung.
Selain ACTH-Kortisol, sistem hormon lain berperan kunci dalam respon stres,
yaitu : Hormon epinefrin yang berperan dalam regulasi glukosa dan asam lemak
darah. Epinefrin dan glukagon yang kadar dalam darahnya meningkat saat stres,
mendorong glikogenolisis di hati dan (bersama kortisol) glukoneogenesis di hati.
Namun insuliin yang berperan menurunkan glukosa darah, tertekan sekresinya selama
stres. Jika insulin tidak dengan sengaja dihambat selama stress, hiperglikemia yang
ditimbulkan oleh stres akan merangsang sekresi insulin penurun glukosa. Akibatnya,
peningkatan glukosa darah tidak dapat dipertahankan. Respon- respon hormon terkait-
stres juga mendorong pembebasan asam lemak karena epinefrin, glukagon dan
kortisol mendorong sementara insulin menghambatnya.

Sumber :
Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; et al, 2017. Mood Disorders in

th
Comprehensive Textbook of Psychiatry, Volume I/II, 10 edition.
Philadelphia : Wolters Kluwer. pp: 4099-4403
Sheerwood, L. 2014. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke SIstem. EGC: Jakarta

11. Psikodinamik sehingga adanya gangguan pada pasien ini ?


Jawaban :
Orang dengan beberapa gangguan kepribadian seperti, obsesifkompulsif,
histeris, dan yang ada pada garis batasnya, mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk terkena depresi dari pada orang dengan kepribadian antisosial atau paranoid.
Pada pengertian psikodinamik depresi dijelaskan oleh Sigmund Freud dan
dikembangkan oleh Karl Abraham yang diklasifikasikan dalam 4 teori:
1) gangguan pada hubungan bayi dan ibu selama fase oral (10- 18 bulan awal
kehidupan) sehinga bisa terjadi depresi;
2) depresi dapat dihubungkan dengan kehilangan objek secara nyata atau
imajinasi;
3) Introjeksi dari kehilangan objek adalah mekanisme pertahanan dari stress yang
berhubungan dengan kehilangan objek tersebut
24
4) karena kehilangan objek berkenaan dengan campuran cinta dan benci,
perasaan marah berlangsung didalam hati.
Pada pasien, tidak ada gangguan pada hungan bayi dan ibu selama fase oral
yang mengakibatkan terjadinya depresi. Psikodinamik terjadi introjeksi dari
kehilangan objek adalah mekanisme pertahanan dari stress yang berhubungan
dengan kehilangan objek tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa pasien ini
memiliki tiga orang mantan suami yang hubungannya dengan pasien kurang baik.
Di tambah lagi anak pasien di ambil oleh mantan suaminya yang pertama, yang
menyebakan pasien menjadi stress. Pasien juga berkata bahwa pasien dipaksa oleh
orang tuanya untuk menikah dengan mantan suaminya yang ke tiga. Setelah pisah
mantan suaminya menceritakan kejelekan pasien ini kepada orang-orang yang
membuat paien menarik diri dari lingkungan sosialnya.

Sumber :
Elvira H. Buku Ajar Psikiatri. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2015.
Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; et al, 2017. Mood Disorders in

th
Comprehensive Textbook of Psychiatry, Volume I/II, 10 edition.
Philadelphia : Wolters Kluwer. pp: 4099-4403

12. Mekanisme ego tranger pada pasien jika mendapatan masalah ?


Jawaban :
Ego strength adalah kualitas yang ektif melekat membawa berbagai bentuk
energi dan getaran pada orang selama kehidupan (Sadock, 2010). Ego strength ini
mencerminkan inti dari jiwa dan akhirnya membangun komitmen yang solid menuju
ideal, kepercayaan, orang lain yang signifikan dan masyarakat yang lebih luas.
Ego strength terdiri dari kemampuan untuk mengerti, mengartikan dan
melakukan hubungan langsung, kontrol diri dan apa yang akan dilakukan, konsistensi,
koheren dan harmoni, rekognisi dari potensi.
Pada teori Erikson, terdapat delapan krisis perkembangan yang harus
dinegosiasikan seseorang untuk perkembangan yang sehat dan ego yang kuat. Catatan
tentang suatu krisis menyiratkan bahwa perkembangan normal tidak berlangsung
secara mulus, tetapi lebih cenderung menyatakan bahwa ego hanya dapat berkembang
25
melalui pemecahan serangkaian konflik. Meskipun terdapat beberapa titik pada siklus
kehidupan di mana krisis tertentu akan menjadi lebih signifikan dibanding yang lain,
semua krisis ada di sepanjang kehidupan seseorang.
Yang penting untuk Erikson, konflik-konflik ini ditentukan oleh masyarakat
dan budaya tempat orang itu tinggal. Namun sementara tantangan sosial ini
bersamaan dengan aspek tertentu perkembangan psikologis, mereka lebih tepat
dipahami sebagai konflik emosional. Jika dinegosiasikan dengan baik, konflik akan
menghasilkan pencapaian ego strength tertentu, yang dapat dipahami sebagai kualitas
adaptif primer yang mengarahkan pada peningkatkan sensasi kekuatan internal dan
koherensi dalam diri seseorang.
Pada pasien terjadi suatu krisis yang gagal dinegosiasikan, sehingga antipati
ego strength tersebut terjadi, dan akan tidak produktif terhadap perkembangan.
Namun, sementara tingkat antipati yang tinggi akan menghasilkan derajat ego
strength yang lebih rendah, sejumlah antipati akan diperlukan untuk bertahan hidup,
karena baik hal-hal positif dan negatif secara bersamaan akan berkontribusi pada
kapasitas adaptif seseorang.

Sumber :
Butcher, et al. 2001. MMPI-2 (Minessota Multiphasic personality Inventory-2).
Tersedia di: www.pearsonassessments.com/test/mmpi-2.html
Schneider,V. 2005. Chapter three: Ego strength The next key aspect of the present.

26
DAFTAR PUTAKA

Butcher, et al. 2001. MMPI-2 (Minessota Multiphasic personality Inventory-2).


Tersedia di: www.pearsonassessments.com/test/mmpi-2.html
Elvira H. Buku Ajar Psikiatri. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2015.
Friedman, Edward S.; Anderson, Ian M, 2014. Handbook of Depression, second
Edition. London : Springer Healthcare, a part of Springer Science+Business
Media.pp:1-29
Maslim, R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga.
Jakarta.
Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; et al, 2017. Mood Disorders in

th
Comprehensive Textbook of Psychiatry, Volume I/II, 10 edition.
Philadelphia : Wolters Kluwer. pp: 4099-4403 .
Schneider,V. 2005. Chapter three: Ego strength The next key aspect of the present.
Sheerwood, L. 2014. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke SIstem. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai