Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

GANGGUAN ANXIETAS YTT (F41.9)

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. K

No. Rekam Medik : 492045

Tanggal Lahir : 01-07-1976

Usia : 42 tahun

Alamat : Kampung Beru

Agama : Islam

Suku : Bugis

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Pendidikan : pendidikan terakhir SMP

Pekerjaan : IRT

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 10 Juli 2018

Tempat Perawatan : Poli Jiwa RSUD Syekh Yusuf Gowa

Nama / No. Telp. Keluarga :-

LAPORAN PSIKIATRIK

Diperoleh dari autoanamnesis dari pasien itu sendiri.

1
II. RIWAYAT PSIKIATRI

1. Keluhan Utama

Sulit Tidur

2. Riwayat Gangguan Sekarang

a) Keluhan dan Gejala :

Seorang pasien perempuan usia 42 tahun datang ke poli jiwa

RSUD Syekh Yusuf dengan keluhan sulit tidur sejak 5 bulan yang lalu.

Pasien mengatakan sulit untuk memulai tidur walaupun pasien

mengantuk. Pasien juga sering terbangun ketika sedang tertidur, dan

sering merasa kaget tanpa penyebab yang jelas. Sewaktu ingin

mencoba untuk tidur lagi pasien juga tidak dapat memulai untuk tidur

kembali. Hal ini dialami saat malam hari. Ketika pasien bangun pagi

atau setelah tidur, pasien merasa kurang nyaman atau tidak puas

dengan tidurnya. Selain itu pasien juga merasa jantungnya sering

berdebar-debar, berkeringat dingin dan rasa tertekan pada dada.

Sebelum mengalami sulit tidur, pasien mengatakan pernah berobat

di Poliklinik Penyakit Dalam di RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan

keluhan nyeri ulu hati dan sakit kepala. Tidak ada riwayat tekanan

darah tinggi, diabetes maupun keluhan atau penyakit lainnya. Pasien

tidak memiliki masalah dengan keluarga ataupun tetangganya. Pasien

selalu merasa gelisah tanpa penyebab atau masalah yang jelas.

2
b) Hendaya/Fungsi

Hendaya dalam bidang sosial (-)

Hendaya dalam bidang pekerjaan (-)

Hendaya dalam waktu senggang (+)

c) Faktor Psikososial

Pasien tidak memiliki masalah psikososial

d) Hubungan gangguan, sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan

psikis sebelumnya :

 Riwayat infeksi (-)

 Riwayat trauma (-)

 Riwayat kejang (-)

 Riwayat merokok (-)

 Riwayat Alkohol (-)

3. Riwayat Gangguan Sebelumnya :

1. Riwayat penyakit fisik : Dispepsia (+), Hipertensi (-),

2. Riwayat penggunaan NAPZA : tidak ada

3. Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya : tidak ada

4. Riwayat Kehidupan Pribadi :

a) Riwayat Prenatal dan Perinatal

Menurut pernyataan pasien, pasien pernah diberitahu dulu lahir

normal dirumah dibantu oleh dukun.

3
Riwayat Masa Kanak-kanak Awal- Pertengahan

 Usia 1- 3 tahun

Lupa

 Usia 3-5 tahun

Lupa

 Usia 6-11 tahun

Lupa

b) Riwayat Masa Kanak-kanak Akhir dan Remaja

Pasien dikenal dengan anak yang baik dan penurut. Pasien sering

bermain bersama saudara ataupun tetangga dan teman-teman

sekolahnya dulu. Pasien tidak pernah terlibat dalam perkelahian

ataupun tidak pernah bermasalah selama disekolah baik SD dan

SMP.

c) Riwayat Masa Dewasa

 Riwayat pendidikan : Pendidikan terakhir SMP

 Riwayat pekerjaan : IRT

 Riwayat pernikahan : Sudah menikah

 Riwayat kehidupan beragama : Pasien memeluk agama islam

 Riwayat kehidupan keluarga :

1. Pasien merupakan anak pertama dari delapan

bersaudara (♂,♀,♀,♀,♂,♂,♀,♀)

2. Hubungan dengan keluarga baik

4
3. Pasien sudah menikah 1 kali. Hubungan dengan suami

dan anak-anak pasien baik.

d) Situasi sekarang : Pasien adalah seorang IRT. Kegiatan sehari-hari

pasien adalah memasak, mencuci, dan mengerjakan beberapa

pekerjaan rumah lainnya. Saat ini pasien tinggal bersama dengan

suami dan beberapa anaknya. Pasien juga sering bersilaturahmi

dengan para tetangganya.

e) Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya : Pasien menyadari

bahwa pasien sulit tidur namun tidak tau apa yang pasien pikirkan.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

 Penampilan :

Pasien merupakan seorang perempuan, tampak wajah sesuai

dengan usianya. Dandanan pada wajah pasien terlihat wajar tidak

ada sesuatu yang terlihat mencolok. Perawakan tidak terlalu tinggi

tidak terlalu pendek, tidak kurus dan tidak gemuk. Pasien tampak

rapi dan bersih, memakai baju terusan warna hitam dan jilbab

panjang berwarna hitam. Pasien terlihat memakai sandal berwarna

cokelat.

 Kesadaran :

Kualitatif : Kesadaran baik, tidak berubah

Kuantitatif : E4M6V5 (Compos Mentis)

5
 Perilaku dan aktivitas psikomotor :

Saat wawancara pasien tampak tenang, tidak ada aktifitas

psikomotor yang meningkat ataupun menurun.

 Sikap terhadap pemeriksaan : Pasien kooperatif. Dapat

bekerjasama dengan baik saat diwawancarai.

B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, dan empati, perhatian :

 Mood : Dalam rentang normal, pasien tidak menunjukkan

adanya perasaan atau emosi yang melambung ataupun

menurun/depresi.

 Afek : Emosi yang terlihat baik tidak tampak adanya

penurunan, peningkatan ataupun terlihat datar.

 Keserasian : Sesuai. Apa yang diceritakan pasien sesuai dengan

emosi pasien.

 Empati : Normal, masih dapat diraba rasakan

C. Fungsi Intelektual (kongnitif) :

1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : sesuai

dengan tingkat pendidikan

2. Orientasi

 Waktu : Pasien dapat mengorientasiskan waktu saat

itu, yang ditanyakan oleh pemeriksa.

6
 Tempat : Pasien dapat mengorientasikan tempat

dengan baik.

 Orang : Pasien dapat mengorientasikan orang-orang

disekeliling pasien saat itu.

3. Daya ingat

 Jangka panjang : Pasien dapat menceritakan dengan

detail tentang pekerjaan pasien, dan tentang anak-anak

pasien.

 Jangka sedang : Pasien dapat menceritakan tentang

keluhan pasien beberapa bulan terkahir.

 Jangka pendek : Normal

 Jangka segera : Baik

4. Konsentrasi dan Perhatian : Baik

5. Pikiran Abstrak : Baik

6. Bakat Kreatif :Baik. Pasien senang membuat kue.

7. Kemampuan menolong diri sendiri : Dari skala indeks Barthel

yang menggunakan 10 indikator ADL (Activities of Daily Living),

skor pasien adalah 20 yang artinya pasien masuk dalam kategori

mandiri.

7
D. Gangguan Presepsi :

1. Halusinasi :

a. Halusinasi auditorik : Tidak ada

b. Halusinasi visual : Tidak ada

2. Ilusi : Tidak ada

3. Depersonalisasi : Tidak ada

4. Derealisasi : Tidak ada

E. Pikiran

1. Arus pikiran : Arus pikiran pasien relevan dan koheren

karena dapat menjawa pertanyaan dengan baik dan dapat menceritakan

keadaannya dengan baik.

2. Isi pikiran : Normal. Tidak terdapat adanya kemiskinan

ide atau gagasan, dan tidak ada waham atau keyakinan palsu.

3. Hendaya berbahasa : tidak ada hendaya dalam berbahasa

F. Pengendalian Impuls :

Pasien dapat mengendalikan implus dengan baik. Tidak ada tanda-tanda

adanya impulsive.

8
G. Daya nilai dan Tilikan

 Norma sosial : Sesuai dengan norma yang ada

 Uji daya nilai : Baik

 Penilaian realitas : Baik

 Tilikan (insight) : Pasien sadar bahwa terdapat adanya

gangguan pada dirinya. Pasien berada pada tingkat tilikan ke-6

karena adanya kesadaran emosional tentang motif dan perasaan

didalam diri pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya,

yang dapat menyebabkan perubahan dasar dalam perilaku.

H. Taraf dipercaya : Dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI

1. Status Internus

a. Keadaan umum : Baik

b. Kesadaran : Compos mentis, tidak berubah

c. Tanda vital

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Nadi : 84x/menit

- Suhu : 36.4°C

- Pernapasan : 20x/menit

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan abdomen

dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.

9
2. Status Neurologi

a. GCS : GCS 15 ( E4M6V5)

b. Tanda rangsang meninges : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Pupil: : bulat, isokor, diameter 2.5 mm/2.5 mm

d. Nervus kranialis : dalam batas normal

e. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam batas normal

f. Tidak ditemukan tanda bermakna dari pemeriksaan neurologis

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA :

Seorang pasien perempuan usia 42 tahun datang ke poli jiwa

RSUD Syekh Yusuf dengan keluhan sulit tidur sejak 5 bulan yang lalu.

Pasien mengatakan sulit untuk memulai tidur walaupun pasien

mengantuk. Pasien juga sering terbangun ketika sedang tertidur, dan

sering merasa kaget tanpa penyebab yang jelas ketiga tiba-tiba

terbangun. Sewaktu ingin mencoba untuk tidur lagi pasien juga tidak

dapat memulai untuk tidur kembali. Hal ini dialami saat malam hari.

Ketika pasien bangun pagi atau setelah tidur, pasien merasa kurang

nyaman atau tidak puas dengan tidurnya. Selain itu pasien juga merasa

jantungnya sering berdebar-debar, berkeringat dingin dan rasa tertekan

pada dada.

Sebelum mengalami sulit tidur, pasien mengatakan pernah berobat

di Poliklinik Penyakit Dalam di RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan

keluhan nyeri ulu hati dan sakit kepala. Tidak ada riwayat tekanan

darah tinggi, diabetes maupun keluhan atau penyakit lainnya. Pasien

10
tidak memiliki masalah dengan keluarga ataupun tetangganya. Pasien

selalu merasa gelisah tanpa penyebab atau masalah yang jelas.

Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan pasien

merupakan seorang perempuan, tampak wajah sesuai dengan usianya.

Dandanan pada wajah pasien terlihat wajar tidak ada sesuatu yang

terlihat mencolok. Perawakan tidak terlalu tinggi tidak terlalu pendek,

tidak kurus dan tidak gemuk. Pasien tampak rapid dan bersih, memakai

baju terusan warna hitam dan jilbab panjang berwarna hitam. Pasien

terlihat memakai sandal berwarna cokelat.

Pada pasien tidak terdapat hendaya sosial, pekerjaan dan waktu

senggang. Mood baik, afek baik, dan empati normal, masih bisa diraba

rasakan. Kemampuan menolong diri sendiri baik. Gangguan persepsi

tidak ada. Gangguan isi pikir tidak ada.

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL :

 Aksis I:

Dari autoanamnesis ditemukan gejala klinis yang bermakna berupa

sulit memulai tidur dan ketika tidur suka terbangun dan kaget, dan

ketika pagi pasien merasa kurang nyaman atau tidak puas dengan

tidurnya, pasien mengatakan tidak ada yang ia pikirkan. Didapatkan

pula gejala kecemasan seperti jantung berdebar-debar, berkeringat

dingin dan rasa tertekan pada dada.

11
Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan pasien

merupakan seorang perempuan, tampak wajah sesuai dengan usianya.

Dandanan pada wajah pasien terlihat wajar tidak ada sesuatu yang

terlihat mencolok. Perawakan tidak terlalu tinggi tidak terlalu pendek,

tidak kurus dan tidak gemuk. Pasien tampak rapid dan bersih, memakai

baju terusan warna hitam dan jilbab panjang berwarna hitam. Pasien

terlihat memakai sandal berwarna cokelat. Kesadaran pasien baik tidak

berubah-ubah, GCS 15 (komposmentis). Perilaku dan aktifitas

psikomotor normal tidak ada peningkatan atau penurunan. Sikap

terhadap pemeriksa kooperatif. Pada pasien tidak terdapat hendaya

sosial, pekerjaan dan waktu senggang. Mood baik, afek baik, dan

empati, masih bisa diraba rasakan. Orientasi terhadap waktu, orang dan

tempat baik. Daya ingat jangka panjang, sedang, pendek, dan segera

baik. Kemampuan menolong diri sendiri baik. Pikiran abstrak dan

bakat kreatif baik. Gangguan presepsi tidak ada. Gangguan isi pikir

tidak ada. Pengendalian impuls pasien baik. Daya nilai dan tilikan

baik, dimana skala tilikannya 6. Pada pemeriksaan status internus dan

pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan yang

mengindikasikan gangguan medis umum yang dapat menimbulkan

gangguan otak, sehingga penyebab organik dapat disingkirkan

sehingga dapat dikategorikan gangguan jiwa non psikotik non organik.

12
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan status mental pasien,

didapatkan gejala-gejala yang mengarah pada anxietas atau gangguan

kecemasan umum, yaitu:

 Penderita harus menunjukkan gejala anxietas sebagai gejala primer

yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu

sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol

pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya mengambang).

 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:

(a) kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung

tanduk, sulit konsentrasi, dsb),

(b) ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak

dapat santai); dan

(c) overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat,

jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing

kepala, mulut kering, dsb).

 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa

hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama

gangguan anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak

memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan

anxietas fobik, gangguan panic, atau gangguan obsesif-kompulsif.

Sehingga menurut PPDGJ III, pasien ini dapat di kategorikan ke

dalam diagnosis Gangguan Anxietas YTT (F41.9).

13
 Axis II

Dari hasil autoanamnesis pada pemeriksaan status mental, tidak

didapatkan ciri kepribadian yang mengarah ke salah satu gangguan

kepribadian. Sehingga digolongkan sebagai ciri kepribadian tidak khas.

 Axis III

Terdapat riwayat dispepsia

 Axis IV

Tidak didapatkan masalah psikososial

 Axis V

GAF scale 90-81 : Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih

dari masalah harian biasa.

VII. RENCANA TERAPI :

 Psikofarmakoterapi :

- R/ clobazam 10 mg 1x1

- R/ fluoxetine 20 mg 1x1

 Psikoterapi supportif :

- Ventilasi : Memberi kesempatan kepada pasien untuk

mengungkapkan isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.

- Konseling : Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien

tentang penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya, dan

memahami cara menghadapinya, serta memotivasi pasien agar tetap

minum obat secara teratur.

14
VIII. PROGNOSIS :

 Ad Vitam : dubia ad bonam

 Ad Functionam : dubia ad bonam

 Ad Sanationam : dubia ad bonam

 Faktor pendukung :

- Pasien sadar dirinya mengalami gangguan mood dan mau menjalani

terapi

- Tidak terdapat kelainan organik dan neurologic

 Faktor penghambat:

- Pasien dating sendiri dan tidak ada keluarga yang menemani sehingga

edukasi agar mendapat dukungan dari keluarga sulit di nilai.

Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien dengan

gangguan kecemasan umum, perjalanan klinis dan prognosis gangguan sukar

diperkirakan. Namun demikian, beberapa data menyatakan bahwa peristiwa

kehidupan adalah berhubungan dengan onset gangguan kecemasan umum;

terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negative secara jelas meningkatkan

kemungkinan akan terjadinya gangguan.

15
XI. PEMBAHASAN

Gangguan ansietas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang paling

sering ditemukan. National comorbidity study melaporkan bahwa satu di antara

empat orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan ansietas.2

Ansietas dapat terjadi pada semua umur dengan stresor yang berbeda-beda.1

Ansietas merupakan kebingungan atau kekwatiran pada sesuatu yang

terjadi dengan penyebab tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak

menentu dan ketidakberdayaan sebagai hasil penilaian terhadap suatu obyek

(Stuart, 2013). Ansietas merupakan keadaan emosi yang dirasakan secara

subyektif dengan obyek tidak jelas dan terlihat dalam hubungan interpersonal

(Asmadi, 2008).2

Kecemasan merupakan respon terhadap situasi tertentu yang mengancam,

dan merupakan hal normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,

pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan

identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami

siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan

akan menghambat fungsi seseorang dalam kehiduoannya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan menurut Adler dan

Rodman adalah4:

1. Pengalaman negatif pada masa lalu

Sebab utama dari timbulnya rasa cemas kembali pada masa kanak-kanak,

yaitu timbulnya rasa tidak menyenangkan mengenai peristiwa yang dapat

terulang lagi pada masa mendatang, apabila individu menghadapi situasi

16
yang sama dan juga menimbulkan ketidaknyamanan, seperti pengalaman

pernah gagal dalam mengikuti tes.

2. Pikiran yang tidak rasional

Pikiran yang tidak rasional terbagi dalam empat bentuk, yaitu:

a. Kegagalan ketastropik, yaitu adanya asumsi dari individu bahwa

sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya. Individu mengalami

kecemasan serta perasaan ketidakmampuan dan ketidaksanggupan

dalam mengatasi permasalahannya.

b. Kesempurnaan, individu mengharapkan kepada dirinya untuk

berperilaku sempurna dan tidak memiliki cacat. Individu menjadikan

ukuran kesempurnaan sebagai sebuah target dan sumber yang dapat

memberikan inspirasi.

c. Persetujuan

d. Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan, ini

terjadi pada orang yang memilik sedikit pengalaman.

Kecemasan merupakan respon dari persepsi terancam yang diterima oleh

Sistem Saraf Pusat (SSP) akibat adanya rangsangan berupa pengalaman masa lalu

dan faktor genetik. Rangsang tersebut kemudian akan dipersepsikan oleh panca

indra, diteruskan, dan direspon oleh cortex cerebri menuju ke system limbik ke

reticular activating system kemudian ke hipotalamus yang memberikan impuls ke

kelenjar adrenal yang akan memacu sistem saraf otonom melalui mediator yang

lain. Kecemasan menyeluruh menunjukkan adanya gangguan pada reseptor

17
serotonin, 5 HT-1A. Sistem limbik terletak di diensefalon yang merupakan

sentrum integrasi emosi (Mudjadid,2007).5

Kriteria diagnostic untuk Gangguan Kecemasan Umum menurut dari DSM-IV

adalah6:

A. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan (harapan yang

mengkhawatirkan), yang lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi

selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah kejadian atau aktivitas

(seperti pekerjaan, prestasi sekolah).

B. Orang merasa sulit mengendalikan ketakutan.

C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah disertai oleh tiga (atau lebih) dari

enam gejala berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak

terjadi dibandingkan tidak terjadi selama 6 bulan terakhir).

- Kegelisahan atau perasaan bersemangat atau gelisah

- Merasa mudah lelah

- Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

- Iritabilitas

- Ketegangan otot

- Gangguan tidur (sulit tidur atau tetap tidur, atau tidur yang gelisah

dan tidak memuaskan).

D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak terbatas padan gangguan

aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang

menderita suatu serangan panic, merasa malu didepan public,

terkontaminasi, merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat,

18
penambahan berat badan, menderita keluhan fisik berganda, atau

menderita penyakit serius, serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi

semata-mata selama gangguan stress pascatraumatik.

E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan

yang bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi social, pekerjaan,

atau fungsi penting lain.

F. Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat

(misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum

(misalnya, hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu

gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan

pervasif.

Pada pasien tersebut ditemukan gejala-gejala anxietas namun tidak

memenuhi untuk ganggaun cemas menyeluruh, gangguan campuran

axietas-depresi, gangguan anxietas campuran, dan gangguan anxietas

lainnya maka diagnosis pasien menurut PPDGJ III digolongkan sebagai

Anxietas YTT (F 41.9).

Terapi yang diberikan pada pasien dengan gangguan kecemasan

menyeluruh dapat berupa farmakoterapi dan psikoterapi. Untuk

farmakoterapi dapat diberikan golongan Benzodiazepin yang merupakan

pilihan obat pertama. Pemberian Benzodiazepin dimulai dengan dosis

terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi. Penggunaan

sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah

terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-

19
6 minggu, dilanjutkan dengan masa taperingoff selama 1-2 minggu.

Diazepam, alprazolam, klordiazepoksid dan klobazam memiliki aksi kerja

lambat. Golongan yang memiliki masa kerja yang lebih pendek seperti

lorazepam dan oksazepam dapat digunakan pada pasien dengan gangguan

fungsi hati, tetapi memiliki risiko yang besar terhadap munculnya gejala

putus obat.8,10

Selain golongan benzodiazepine, buspiron juga efektif pada 60-

80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam emperbaiki gejala

kognitif disbanding gejala somatik pada GAD. Kekurangannya adalah

efeknya baru terasa setelah 2-3 minggu. Dapat dilakukan penggunaan

bersama antara benzodiazepine dengan buspiron kemudian dilakukan

tapering benzodiazepine setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspiron

sudah mencapai maksimal. Dapat pula ditambahkan golongan SSRI

(selective serotonin re-uptake inhibitor) seperti setralin dan paroxetine

yang dianggap pilihan lebih baik dibandingkan dengan fluoxetine.

Pemberian fluoxetine dapat meningkatkan axietas sesaat. SSRI selektif

terutama pada pasien dengan riwayat depresi.8

Beberapa penelitian juga membuktikan efektivitas terapi kognitif

perilaku untuk mengatasi gangguan kecemasan seperti gangguan obsesif

kompulsif (Abramowitz, Taylor, & McKay, 2005; Whittal & O’Neill,

2003), hipokondriasis (Greeven, Balkom, Visser, Merkelbach, Rood,

Dyck, et al., 2007), somatisasi (Allen, Woolfok, Escobar, Gara, & Hamer,

2006), serangan panik (McClanahan & Antonuccio, 2002), gangguan

20
kecemasan menyeluruh (Anderson, 2004), bahkan untuk remaja dengan

gangguan diabetes dan depresi (Rosello & Chavey, 2006). Juga terapi

untuk mengatasi gangguan stres pasca trauma (Sijbrandi, Olff, Reitsma,

Carlier, Devries, & Gersons, 2007). Terapi Kognitif Perilaku digunakan

karena dari berbagai temuan yang ada terbukti adanya komponen kognitif

yang kuat dalam fobia sosial. Umumnya, individu yang menderita fobia

sosial mempersepsikan ketidakmampuan diri mereka secara lebih negatif

daripada orang lain (Beidel, Turner, & Dancu; Hartman; Rapee, dalam

Feeney, 2004). Dari sisi behavioral, keberadaan situasi yang ditakuti

menjadi suatu reinforcement negative pada fobia sosial. Beberapa teknik

terapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah restrukturisasi kognitif,

relaksasi, dan exposure. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh

Antony dan Swinson (2000) yang menyatakan bahwa strategi utama dalam

pemberian Terapi Kognitif Perilaku adalah mengubah pemikiran dan

keyakinan irrasionalnya dengan pemikiran dan keyakinan rasional yang

lebih sehat dan positif. Selanjutnya dihadapkan langsung ada situasi yang

membuatnya tidak nyaman (exposure), dan terakhir menambahkan dengan

ketrampilan-ketrampilan sosial.6

Gangguan anxietas suatu keadaan kronis yang mungkin

berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi

gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi.

Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien dengan

gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan prognosis

21
gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan. Namun demikian,

beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan berhubungan

dengan onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya beberapa peristiwa

kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan

terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan

kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur

hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga

dapat mengalami gangguan depresi mayor.6

Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh,

perlu diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini

berhubung dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya

yang begitu kompleks. Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan

dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan

prognosis gangguan cemas menyeluruh.6

Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya

telah menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau

dalam interaksi sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada

penderita yang sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam pergaulan,

kurang percaya diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain.

Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang

dalam menanggapi kenyataan-kenyataan, keseimbangan dalam

memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan-tuntutan

masyarakat, integrasi perasaan dengan perbuatan, kemampuan

22
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan lain sebagainya. Semakin

matang kepribadian premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas

menyeluruh juga semakin baik.6

Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi

maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula dengan situasi

tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan

situasinya, maka hasilnya akan lebih baik dan akan mempengaruhi

prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum gejala-gejala

menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan

misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari

tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala sudah merupakan alat untuk

mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka kemauan pasien

untuk sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek.6

Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas.

Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas relatif

ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan lebih

mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita, sikap

orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap

yang mengejek akan memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang

membangun akan meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau

masalah yang menimpa penderita misalnya kehilangan orang yang

dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang besar akan

memperjelek prognosisnya.6

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Diniari S & Widyartini W. 2016. Tingkat Anxietas Siswa Yang Akan

Menghadapi Ujian Nasional Tahun 2016 di SMA Negeri 3 Denpasar.

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana. E-Jurnal Medika, Vol 5 No. 6; 1-5.

2. Putri E, Keliat H, & PH Livana. 2016. Penurunan Tingkat Ansietas Klien

Penyakit Fisik Dengan Terapi Generalis Ansietas di rumah Sakit Umum

Bogor. Fakultan Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Kendal. Jurnal Keperawatan, Vol 8 No. 2; 64-73.

3. Komarudin U, Kurniawati E, Ningsih C, & Humaida R. 2016. Diagnosis

Dan Terapi Pada Pasien Gangguan Ansietas Menyeluruh Pria Usia 60

Tahun. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Jurnal Medula Unila,

Vol 6 No. 1; 149-153.

4. Ifdil & Annisa F. 2016. Konsep Kecemasan Pada Lanjut Usia. Universitas

Negeri Padang. Diakses dari http://ejournal.unp.ac.id/index/php/konselor.

5. Hapsari D. 2012. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Ansietas Pada

Penderita Asma Bronkhiale. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret. Diakses dari perpustakaan.uns.ac.id.

6. Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed.

Lippincott Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2010.

7. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III

dan DSM V. PT Nuh Jaya. Jakarta, 2013.

24
8. Elvira D. Sylvia, Hadisukanto.G .2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua.

Jakarta: FKUI.

9. Asrori A. 2015. Terapi Kognitif Perilaku Untuk Mengatasi Gangguan

Kecemasan Sosial. Head of Child Development Center, PT. ABDI

(Hearing Solution Group). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol 3 No, 1;

90-94.

10. Pusat Informasi Obat Nasional. 2015. Benzodiazepin. Diakses dari

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/41-hipnosis-dan-

ansietas/412-ansietas/benzodiazepin.

25
LAMPIRAN

AUTO ANAMNESIS (9 Juli 2018)

DM : Dokter Muda

P : Pasien

DM : Assalamualaikum

P : Walaikumsalam wr wb

DM : Saya Dokter Muda yang bertugas disini, nama saya Gina, Siapa

namata pak ?

P : Ny. K

DM : berapa umurta ?

P : 42 tahun dok

DM : apa keluhanta pak ?

P : ini dok saya susah tidur, kalau saya tidur sering terbangun dok,

pas mau tidur kembali susah dok.

DM : sudah berapa lama itu pak ?

P : adami 5 bulan kayaknya dok

DM : itu susah tidurnya bagaimana pak? Seringki bangun-bangun atau

pas awal mau masuk tidur yang susah pak ?

P : pokoknya saya nda bisa tidur dok, biar sudah saya coba, susah

dok, biar saya mengantuk tapi saya susah tidur

DM : malam saja kita susah tidur pak ?

P : iye dok.

26
DM : nda ada kah sesuatu yang kita pikirkan makanya susahki tidur ?

P : nda ada dok, cuma kadang terada berdebar jantungku sama nyeri

ulu hatiku. Terasa tertekan ki dadaku kurasa. Sudah ma dari poli penyakit

dalam, dibilang maagku ji.

DM : Oh, kalau masalah nda ada ji masalah ta dikeluarga atau tetangga?

Atau ada sesuatu yang mengganggu pikiranta?

P : nda ada ji dok. Nda kutau juga, tapi nda ada ji kayaknya.

DM : sebelumnya pernah mi kita rasakan keluhan seperti ini ?

P : baru kali ini dok, itumi waktu 5 bulan yang lalu pas saya susah

tidur.

DM : oh iye pak

DM : ada lagi keluhan ta yang lain pak ?

P : Iye nda ada ji dok.

DM : Oke kalau begitu pak. Cukupmi saya tanya-tanyaki pak, jangan

mki teralu banyak kita pikirakan di supaya tidak stres ki, supaya

enak juga tidur ta. Nanti dikasih obat juga untuk susah tidurnya.

P : Iya dok terimakasih dok.

DM : Iye sama-sama pak semoga cepat sembuh. Assalamualikum pak

P : Wa’alaikumsalam dok

27

Anda mungkin juga menyukai