Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ANESTESI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2018


UNIVERSITAS MUHAMMADIAH MAKASSAR

MANAJEMEN ANESTESI SPINAL PADA PASIEN SECTIO


CAESARIA DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun Oleh:

Tiara Geminita, S.Ked

1055 0540 0117

Pembimbing:

dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Anestesi

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Tiara Geminita, S.Ked

NIM : 1055 0540 0117

Judul Laporan Kasus : Manajemen Anestesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria

Dengan Preeklampsia Berat

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka tugas kepaniteraan

klinik pada Bagian Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, November 2018

Pembimbing

dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

Segela puji bagi Allah SWT Sang Pemilik kehidupan yang Maha Pengasih
dan Penyayang atas segala limpahan Rahmat dan nikmatNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan lancar. Sholawat serta salam untuk
Rasulullah Muhammad SAW, sang pembawa cinta yang membimbing manusia
menuju surga serta mengajarkan kepada manusia untuk saling mengasihi.

Alhamdulillah berkat hidayah dan rahmat-Nya, penulis dapat


menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul “Manajemen Anestesi Spinal
Pada Pasien Sectio Caesaria Dengan Preeklampsia Berat” dalam rangka
Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Dalam Penyelesaian laporan kasus ini, peneliti mengucapkan banyak


terima kasih atas semua bantuan, doa, serta motivasi dari pihak yang ikut memberi
andil dalam penyelesaian tugas ini, terutama kepada dosen pembimbing dr.
Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing, memberikan arahan dan koreksi hingga laporan kasus ini dapat
terselesaikan dengan baik.

Penulis sadar bahwa penulisan ini sangat jauh dari kata sempurna, maka
dari itu penulis berharap kepada para pembaca untuk memberi kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan laporan kasus ini.

Demikian, semoga laporan kasus ini bisa bermanfaat untuk penulis dan
para pembaca, Insya Allah, Amin.

Makassar, November 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ………………………………………………….……... i


Lembar Pengesahan ……………………………………………………... ii
Kata Pengantar ……………………………………..……………. ………iii
Daftar Isi ………………………………………………………………….. iv
BAB I : Pendahuluan ……………………………………………………. 1
BAB II : Laporan Kasus ………………………………………………… 2
A. Identitas Pasien ………………………………………………..2
B. Anamnesis……………………………………………............. 2
C. Pemeriksaan Fisik.……………………………………………. 3
D. Pemeriksaan Penunjang………………………………………..4
E. Diagnosa Kerja ……………………………………………….. 4
F. Penatalaksanaan …………………..………………………….. 4
G. Laporan Anestesi……………………………………………… 5
BAB III : Diskusi dan Pembahasan …………………………………….. 9
A. Anestesi Spinal…………………………………………........... 10
B. Preeklampsia…………………………………………………… 12
a. Definisi……………………………………………...………12
b. Epidemiologi………………………………………………. 12
c. Etiopatogenesis…………………………………………….. 12
d. Diagnosis……………………………………………………15
e. Penatalaksanaan……………………………………………..16
f. Komplikasi…………………………………………………. 19
g. Pencegahan………………………………………………….19
BAB IV : Kesimpulan……………………………………………………..20
Daftar Pustaka……………………………………………………………. 21

4
BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan kematian


maternal serta perinatal.1 Insiden preeklampsia di dunia 2-8% dari seluruh
kehamilan. Di Amerika Serikat frekuensi preeklampsia naik dari 3,4% pada tahun
1980 menjadi 3,8% pada tahun 2010. Insiden preeklampsia di Indonesia berkisar
antara 3-19% dengan 3,95% menyebabkan kematian ditahun 2001 dan 55,56%
ditahun 2002.2,3 Preeklampsia merupakan hipertensi dalam kehamilan disertai
proteinuria yang ditandai dengan disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.4,5

Preeklampsia dapat menyebabkan beberapa keadaan seperti kelahiran


prematur, merusak plasenta yang dapat menyebabkan asfiksia hingga kematian
bayi, serta menyebabkan koma bahkan kematian pada ibu. Oleh sebab itu
diperlukan tindakan sektio caesaria segera untuk menghindari keadaan atau
komplikasi selama persalinan.6,7

Jika tindakan operasi diambil maka diperlukan tindakan anestesi baik


menggunakan teknik anestesi umum ataupun regional. Pada pasien dalam laporan
kasus ini, tindakan anestesi yang digunakan adalah anestesi regional spinal/ SAB
(Subarachnoid Block). Anestesi spinal atau subarachnoid block adalah salah satu
jenis anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi
lokal ke dalam ruang subarachnoid melalui tindakan pungsi lumbal. Penggunaan
teknik regional anestesi masih menjadi pilihan untuk bedah sesar, operasi daerah
abdomen, dan ekstermitas bagian bawah karena teknik ini membuat pasien tetap
dalam keadaan sadar sehingga masa pulih lebih cepat dan dapat dimobilisasi lebih
cepat.8

5
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jeniskelamin : Perempuan
TanggalLahir/Usia : 05 Desember 2000/17 tahun
Agama : Islam
Suku : Makassar
Pekerjaan : IRT
Alamat : Manyampa
No. RM : 51 77 36

B. ANAMNESIS
KeluhanUtama : Nyeri Perut Tembus ke Belakang
Anamnesis Terpimpin : Seorang pasien perempuan berusia 17
tahun masuk RSUD Syekh Yusuf Gowa rujukan dari Puskesmas
Palangga dengan GIP0A0 inpartu 1 cm, ket (+), portio tipis, keluar
lendir dan darah, his 3x10, DJJ : 138x/menit. Gravid posterm,
diputuskan dilakukan operasi Sectio Caesarea. Ini merupakan
kehamilan yang pertama dan tidak pernah keguguran sebelumnya.
Nyeri perut tembus kebelakang dirasaakn sejak pukul 03.00 WITA.
Keluar air dari jalan lahir dirasakan sejak pukul 05.00 WITA. Riwayat
ANC 8 kali. Riwayat injeksi TT 2 kali. Keluhan demam (-), mual (-),
muntah (-), batuk (-), dan sesak (-).

Riwayat terdahulu : Riwayat asma (-)


Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat penyakit diabetes melitus (-)
Riwayat alergi makanan (-) dan obat (-)

6
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalisata : Sakitsedang/Gizibaik/Composmentis GCS 15
(E4M6V5)
2. Tanda Vital :
Tekanan darah : 190/100 mmHg
Nadi : 80x/menit, regular
Suhu : 36,70C
Pernapasan : 20x/menit, spontan
SpO2 : 99%

a. B1 (Breath) :
Airway : bebas, gerak leher bebas, tonsil (T 1-T1), faring hiperemis (-),
frekuensi pernapasan : 20 kali/menit, suara pernapasan : vesikular
(+/+), suara pernapasan tambahan ronchi (-/-), wheezing (-/-), skor
Mallampati : 2, massa (-), gigi ompong (-), gigi palsu (-).
b. B2 (Blood) :
Akral hangat pada ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+),
tekanan darah : 190/100 mmHg, denyut nadi : 80 kali/menit, reguler,
kuat angkat, bunyi jantung S1/S2 murni regular.
c. B3 (Brain) :
Kesadaran : Composmentis, Pupil : isokor dextra/sinistra, defisit
neurologi (-), suhu: 36,70C.
d. B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan. Sebelum dilakukan operasi, pasien
dipasangkan kateter.
e. B5 (Bowel) :
Abdomen : tampak cembung, stria gravidarum (+), peristaltik (+)
kesan normal, massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
f. B6 Back & Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-),
edema ekstremitas bawah (-/-).

7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal


Hematologi (18 November 2018)
Hemoglobin 11.9 11,5-16,0 g/dL
Leukosit 15.6 4000-10.000/L
Hematokrit 37.9 37-47%
Eritrosit 5.55 3,80-5,80x106/L
Trombosit 243.000 150.000-500.000/L
MCV 68.3 80-100 µm3
MCH 21.4 27,0-32,0 pg
MCHC 31,4 32,0-36,0 g/dl
CT 8.10” 4-12 menit
BT 2.20” 1-4 menit
Kimia Klinik (18 November 2018)
GDS 75 70-140 mg/dL
Seroimmunologi (15 Agustus 2018)
HbsAg Negatif Negatif

E. DIAGNOSA KERJA
G1P0A0, Gestasi Posterm, Inpartu Kala 1, Fase Laten dengan
Preeklampsia Berat.

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yaitu :
a. Intravena fluid drip (IVFD) RL 24 tpm
b. Informed Consent Operasi
c. Konsul ke Bagian Anestesi
d. Informed Consent Pembiusan

G. LAPORAN ANESTESI

8
1. Diagnosis Pra Bedah

G1P0A0, Gestasi Posterm, Inpartu Kala 1, Fase Laten dengan

Preeklampsia Berat.

2. Status Operative : ASA 2

3. Pre Operasi

 Informed consent (+)

 Pasien puasa sejak pukul 00.00 wita

 Sudah terpasang kateter.

 Sudah terpasang cairan infuse RL.

 Keadaan umum : Composmentis

 Tanda vital :

- Tekanan darah : 190/100 mmHg

- Nadi : 80 x/menit

- Suhu : 36,7°C

- Pernafasan : 20 x/menit

4. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis Pembedahan : Sectio Caesarea

b. Jenis Anestesi : Anestesi Spinal (SAB)

c. Memastikan alat-alat dan medikasi yang dibutuhkan selama

proses anestesi sudah lengkap seperti :

- Kassa steril

- Povidon Iodine

- Plester

- Jarum spinocaine no. 27

9
- Bupivacaine 4 ml

- Spuit 5 cc

- Sarung tangan steril

- Lampu

- Monitor tanda vital

- Alat-alat resusitasi

5. Intra Operative

Pukul 11.00 wita, pasien mulai di anestesi spinal menggunakan


spinocaine, dan spuit 5 cc yang didalamnya sudah terdapat
bupivacaine 4 ml. Tampak pada layar monitor tanda vital pasien
seperti pernafasan (21 x/m), nadi (82 x/m), suhu (36,6oC), dan
saturasi O2 (99 %) , tekanan darah (189/97 mmHg). Setelah itu,
dilakukan tes terhadap pasien untuk mengetahui apakah obat
anestesinya sudah bekerja. Setelah itu dilakukanlah prosedur sectio
caesaria. Saat bayi telah lahir, maka dialirkan cairan Nacl+oxytocin
2 amp 10 tpm.

6. Post Operative
 Pukul 11.50 wita, pasien selesai dilakukan operasi sectio

caesaria.

 Tanda vital Monitor :

- TD : 179/90 - Saturasi O2 : 99 %

mmHg - GCS : 15 (E4M6V5)

- Nadi : 86 x/m Composmentis

- Pernafasan : - Motorik kaki : belum

23x/m bisa digerakkan

- Suhu : 36,30 C

10
- Sensorik kaki : belum

bisa dirasakan

 Pukul 12.10 wita, pasien dipindahkan ke ICU.

S/ Pasien baru Post OP SC

O/

- TD: 168/90 - Saturasi O2 : 99 %

mmHg - GCS : composmentis

- Nadi : 80 x/m - Motorik kaki : belum

- Pernafasan : bisa digerakkan

20x/m - Sensorik kaki : belum

- Suhu : 36,5 0C bisa dirasakan

A/ Post OP SC

P/

- IVFD RL

- IVFD Nacl + Oxtocyn 2 amp

- Inj Cefoperazone 1gr/12jam

- Inj. Ranitidine 1amp/8 jam

- Inj. Ketorolac 1amp/8jam

- Asam Tranexamat 1 amp/8 jam

- Inj. MgSO4 40% /bolus IV

- Terpasang kateter

- Terpasang monitor

11
 Pukul 19.00 wita, telah ada hasil lab Hb post SC yaitu 10,9

g/dl.

S/ Pasien mengeluh nyeri di daerah bekas operasi.

O/

- Tanda vital - GCS : 15 (E4M6V5)

Monitor : Composmentis

- TD : 157/84 mmHg - Hb post SC : 10.9 g/dl

- Nadi : 89 x/m - Motorik kaki : sudah

- Pernafasan : 21 bisa digerakkan.

x/m - Sensorik kaki : sudah

- Suhu : 36,60 C bisa terasa.

- Saturasi O2 : 99 %

A/ Post OP SC

P/

- IVFD RL 24 tpm

- Inj Cefoperazone 1gr/12jam

- Inj. Ranitidine 1amp/8 jam

- Inj. Ketorolac 1amp/8jam

- Asam Tranexamat 1 amp/8 jam

- Inj Lasix 1 amp/12 jam/IV bolus.

Boleh pindah ruangan, kontrol TTV

12
BAB III

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 17 tahun masuk RSUD Syekh Yusuf Gowa
rujukan dari Puskesmas Palangga dengan GIP0A0 inpartu 1 cm, ket (+), portio tipis,
keluar lender dan darah, his 3x10, DJJ : 138x/menit. Gravid posterm, diputuskan
dilakukan operasi Sectio Caesarea.
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 190/100 mmHg;
nadi 80x/menit; respirasi 20x/menit; suhu 36,7OC. Dari pemeriksaan laboratorium
hematologi didapatkan hasil: Hb 11.9 g/dL ; WBC : 15.6x103/µL, PLT 243x103/µL dan
HBsAg (-). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA II.
Pasien masuk ke kamar operasi pukul 10.45, kemudian dilakukan persiapan pada
pasien dengan tanda – tanda vital awal : TD 189/97 mmHg, HR 82x/ menit, RR 21x/
menit, Sp O2 99%. Setelah pasien dan instrumen untuk pembedahan telah siap, pukul
11.00 dilakukan persiapan untuk anestesi. Pasien dalam posisi berbaring miring ke
kiri (Left Lateral Decubitus/LLD), kepala menunduk, dengan lutut menekuk (fleksi
maksimal), kemudian menentukan lokasi penyuntikkan di L3-L4, yaitu di atas titik
hasil perpotongan antara garis yang menghubungkan crista iliaca dekstra dan sinistra
dengan garis vertical tulang vertebra yang berpotongan di vertebral lumbal IV.
Kemudian dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis dengan kassa steril dan povidon
iodine. Lalu dilakukan penyuntikkan di titik L3-L4 paramediana yang sudah ditandai
sebelumnya dengan menggunakan jarum spinal no.27G, kemudian jarum spinal
dilepaskan hingga tersisa kanulnya, lalu dipastikan bahwa LCS yang berwarna jernih
mengalir melalui kanul (ruang subarachnoid), kemudian obat anestesi, yaitu Regivell®
(Bupivacaine HCl 0,5%) sebanyak 4 mL (20 mg) disuntikkan dengan terlebih dahulu

13
melakukan aspirasi untuk memastikan kanul spinal masih tetap di ruang
subarachnoid. Setelah bupivacaine disuntikkan setengah volumenya kembali
dilakukan tindakan aspirasi LCS untuk memastikan kanul tidak bergeser, lalu
Bupivakain disuntikkan semua. Setelah itu luka bekas suntikan ditutup dengan kasa
steril dan selanjutnya pasien dibaringkan di meja operasi pada posisi supine.
Dilakukan pemeliharaan anestesi dengan pemberian oksigen 3 liter permenit.
Pukul 11.10 operasi berlangsung, dilakukan pemantauan monitor untuk tanda-tanda
vital pasien. Pukul 11.50 operasi selesai, TTV terakhir : TD 179/90 mmHg HR 86x/
menit RR 23x/ menit, Suhu 36,30C Sp O2 99%.

PEMBAHASAN

A. Anestesi Spinal

Anestesi spinal atau subarachnoid block adalah salah satu jenis anestesi

regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam

ruang subarachnoid melalui tindakan pungsi lumbal. Penyuntikan obat anestesi lokal

tersebut langsung ke dalam cairan serebrospinal (CSF), di ruang subarachnoid.

Lokasi penyuntikan anestesi spinal dilakukan di ruang subaraknoid pertengahan

bawah lumbal, biasanya melalui sela L4-L5 atau L3-L4.10

Untuk mencapai ruang subarachnoid, jarum suntik spinal akan menembus kulit

kemudian subkutan, kemudian berturut-turut ligamentum interspinosum, ligamentum

flavum, ruang epidural, duramater, dan ruang subarachnoid. Tanda dicapainya ruang

subarachnoid adalah dengan keluarnya liquor serebrospinalis (LCS). Langkah

pertama dalam prosedur anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, atau

14
subarachnoid) adalah menentukan daerah yang akan diblokade, kemudian pasien

diposisikan tidur miring (lateral decubitus) atau duduk. Posisi tidur miring biasanya

dilakukan pada pasien yang sudah kesakitan dan sulit untuk duduk, misalnya pada ibu

hamil, hemoroid, dan beberapa kasus ortopedi. Setelah diposisikan, pasien diberikan

anestetik local yang telah ditentukan kedalam ruang subarachnoid.

Obat yang diberikan untuk anestesi berupa anestetik local. Obat ini

menghasilkan blokade konduksi atau blokade kanal natrium (sodium channel). Pada

dinding saraf secara sementara sehingga menghambat transmisi impulsif disepanjang

saraf yang berkaitan jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Setelah pengaruh

anestetik local menghilang dari saraf, akan diikuti pulihnya konduksi saraf secara

spontan dan lengkap tanpa diikuti kerusakan struktur saraf.

Mekanisme kerja anestetik adalah dengan bekerja pada reseptor spesifik

disaluran natrium (sodium channel), kemudian mencegah peningkatan permeabilitas

sel saraf terhadap ion natrium dan kalium sehingga terjadi depolarisasi pada

membrane sel saraf dan berakibat tidak terjadi konduksi saraf. Contoh anestetik local

yang bisa digunakan adalah kokain, prokain, kloroprokain, lidokain, dan

bupivakain.12

Indikasi anestesi regional antara lain bedah ekstremitas bawah, bedah panggul,

tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, dan

bedah abdomen bawah.12

15
B. Preeklampsia Berat

a. Definisi

Preeklampsia merupakan gangguan kehamilan yang dicirikan oleh adanya


hipertensi dan proteinuria yang umumnya terjadi pada usia kehamilan ≥20 minggu.
Kadar protein urin ≥300 mg dalam 24 jam atau terbaca positif 2 (++) pada
pengukuran urin pancar tengah (midstream) dengan menggunakan dipstick.1,7

b. Epidemiologi
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan kematian
maternal serta perinatal, 2-3% dari seluruh kehamilan. Insidens preeklampsia di dunia
sekitar 2-8% dari seluruh kehamilan. Di Amerika Serikat, prevalensi preeklampsia
naik dari 3,4% pada tahun 1980 menjadi 3,8% pada tahun 2010; insidens eklampsia
diperkirakan 1 per 3250 kelahiran pada tahun 1998. Di Indonesia, pendataan
preeklampsi-eklampsia, terutama di tingkat nasional masih terbatas. Insidens
preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3-10%, dengan 39,5% menyebabkan
kematian di tahun 2001 dan 55,56% di tahun 2002.2,3

c. Etiopatogenesis

Hingga saat ini etiologi preeklampsia belum diketahui pasti. Beberapa teori
yang diduga berkaitan dengan kejadian preeklampsia, yaitu13:

- Iskemia plasenta
- General vasospasm
- Abnormalitas hemostasis diikuti dengan aktivasi sistem koagulasi
- Kerusakan endotel vaskular
- Abnormalitas nitric oxide (NO) dan metabolisme lipid
- Aktivasi leukosit

16
- Perubahan sitokin yang berkaitan dengan resistensi insulin

Plasenta menerima aliran darah dari beberapa arteri uteroplasenta yang


terbentuk dari migrasi interstitial dan trofoblas endovaskular ke dinding arteriol
spiralis. Perubahan ini menyebabkan arteri uteroplasenta memiliki resistensi rendah,
tekanan rendah, dan aliran tinggi. Pada kehamilan normal, trofoblas menginduksi
perubahan pembuluh darah dari ruang intervili hingga arteriol spiralis awal.
Perubahan ini terjadi dua tahap, yaitu konversi segmen desidua pada arteriol spiralis
oleh migrasi trofoblas endovaskular pada trimester pertama dan segmen miometrium
pada trimester kedua.13,14
Pada kehamilan dengan preeklampsia, respons plasentasi pembuluh darah ibu
tidak adekuat. Perubahan pembuluh darah hanya ditemukan pada segmen desidua
arteri uteroplasenta, sedangkan segmen miometrium arteriol spiralis terus
menunjukkan karakteristik muskuloelastiknya, sehingga sangat responsive terhadap
pengaruh hormon. Kejadian iskemia plasenta yang menimbulkan gejala klinis
preeklampsia dikatakan berkaitan dengan produksi faktor plasenta yang memasuki
sirkulasi ibu, sehingga menyebabkan disfungsi sel endotel.13,14
Plasenta menghasilkan protein, yaitu soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFIt-
1). Protein ini bekerja dengan berikatan di reseptor vascular endothelial growth
factor (VEGF) serta placental like growth factor (PLGF). Jika kadar protein ini
meningkat dalam sirkulasi ibu, kadar VEGF dan PLFG bebas menurun. Hal ini
menyebabkan disfungsi sel endotel. Biasanya kadar sFIt-1 meningkat di dalam serum
ibu dan plasenta pada preeklampsia dibandingkan kehamilan normal. Peningkatan
kadar sFIt-1 berkaitan dengan derajat penyakit.13,14
Pada kehamilan, produksi prostanoid meningkat pada jaringan ibu dan
fetoplasenta. Prostasiklin dihasilkan oleh endotel pembuluh darah serta korteks ginjal.
Prostasiklin merupakan vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit. Sedangkan
tromboksan A2 (TXA2) dihasilkan oleh trombosit dan trofoblas, merupakan
vasokonstriktor kuat dan agregator trombosit. Ketidakseimbangan produksi

17
prostanoid atau katabolisme ini berkaitan dengan preeklampsia. Peroksida lipid dan
radikal bebas juga berkaitan dengan patogenesis preeklampsia.13,14

Gambar 1. Hipotesis Penyebab dan Patogenesis Preeklampsia.16

18
d. Diagnosis

Kriteria Diagnosis Preeklampsia5:

- Hipertensi: Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90


mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama.
- Protein urin: Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik
> positif 1.

Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:
- Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / microliter
- Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal lainnya
- Gangguan Liver: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
- Edema Paru
- Gejala Neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
- Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta
- Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya
absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

19
Kriteria Preeklampsia berat (diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika
didapatkan salah satu kondisi klinis dibawah ini5:

- Hipertensi: Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110


mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
- Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / microliter
- Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal lainnya
- Gangguan Liver: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
- Edema Paru
- Gejala Neurologis :Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
- Gangguan Sirkulasi
- Uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

e. Penatalaksanaan

Beberapa rekomendasi dalam menangani preeklampsia ataupun hipertensi


dalam kehamilan17:
- Pemantauan ketat pada pasien hipertensi gestasional atau preeklampsia tanpa
perburukan, dengan penilaian serial gejala ibu dan gerakan janin (setiap hari
olehpasien), pengukuran serial tekanan darah (dua kali seminggu), serta
penilaian jumlah trombosit dan enzim hati (mingguan).
- Untuk pasien hipertensi gestasional, pemantauan tekanan darah setidaknya
sekali seminggu dengan penilaian proteinuria.

20
- Untuk pasien hipertensi gestasional ringan atau preeklampsia dengan tekanan
darah terus-menerus kurang dari 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik, obat antihipertensi tidak disarankan.
- Pasien hipertensi gestasional atau preeklamsia tanpa tanda perburukan tidak
perlu tirah baring.
- Untuk pasien preeklampsia tanpa tanda perburukan, USG disarankan untuk
menilai pertumbuhan janin dan uji antenatal untuk menilai status janin.
- Jika terdapat tanda bukti pertumbuhan janin terhambat, dianjurkan penilaian
fetoplasenta yang mencakup velocimetry arteri Doppler sebagai uji antenatal
tambahan.
- Untuk pasien preeklampsia dengan tekanan darah sistolik kurang dari 160
mmHg dan diastolik kurang dari 110 mmHg dan tanpa gejala, magnesium
sulfat untuk pencegahan eklampsia tidak disarankan.
- Untuk pasien preeklampsia berat pada atau di luar 34 minggu lengkap
kehamilan, dan pada kondisi ibu atau janin tidak stabil terlepas dari usia
kehamilan, dianjurkan persalinan setelah stabilisasi ibu.
- Untuk pasien preeklampsia berat kurang dari 34 minggu lengkap kehamilan
dengan kondisi ibu dan janin stabil, dianjurkan kehamilan dilanjutkan,
persalinan hanya pada fasilitas perawatan intensif ibu dan bayi yang memadai.
- Untuk pasien preeklampsia berat, manajemen konservatif kehamilan pada 34
minggu atau kurang dari usia kehamilan, kortikosteroid dianjurkan untuk
kematangan paru janin.
- Untuk pasien preeklampsia dengan hipertensi berat selama kehamilan (sistolik
tekanan darah minimal 160 mmHg atau diastolik minimal 110 mmHg
berkelanjutan), dianjurkan terapi antihipertensi.
- Untuk pasien preeklampsia, keputusan terminasi kehamilan tidak harus
didasarkan pada jumlah proteinuria atau perubahan jumlah proteinuria.
- Untuk pasien preeklampsia berat dan janin belum viable, terminasi kehamilan
dianjurkan setelah stabilisasi ibu.

21
- Manajemen konservatif kehamilan tidak dianjurkan.
- Kortikosteroid disarankan diberikan dan terminasi kehamilan ditangguhkan
selama 48 jam jika kondisi ibu dan janin tetap stabil pada pasien preeklamsia
berat dan janin viable di usia kehamilan kurang dari 34 minggu lengkap
dengan salah satu dari berikut: Ketuban pecah dini, preterm, In partu, Jumlah
trombosit rendah (<100.000), Kadar enzim hati abnormal terusmenerus (dua
kali atau lebih dari nilai normal), Pertumbuhan janin terganggu (kurang dari
persentil lima), Oligohidramnion berat (AFI <5 cm), Reverse end diastolic
pada studi, Doppler arteri umbilikalis, Onset baru disfungsi ginjal.
- Kortikosteroid disarankan diberikan jika janin viable dan pada usia kehamilan
kurang dari 34 minggu lengkap, tetapi terminasi kehamilan tidak dapat
ditunda setelah kondisi ibu stabil tanpa memandang usia kehamilan atau untuk
pasien preeklampsia berat yang disertai: Hipertensi berat tak terkendal,
Eklampsia, Edema paru, Solusio plasenta, Disseminated intravascular
coagulation, Kematian janin intrapartum.
- Untuk pasien preeklampsia, cara persalinan disarankan tidak perlu sesar. Cara
terminasi kehamilan harus ditentukan oleh usia kehamilan, presentasi janin,
status serviks, dan kondisi janin dan ibu.
- Untuk pasien preeklampsia berat, dianjurkan administrasi magnesium sulfat
intra- dan post-partum untuk mencegah eklampsia.
- Untuk pasien preeklampsia yang menjalani sesar, dianjurkan administrasi
intraoperatif magnesium sulfat secara parenteral untuk mencegah eklampsia.
- Untuk pasien hipertensi gestasional,preeklampsia, atau preeklampsia
superimposed, tekanan darah disarankan dipantau di rumah sakit atau
pengawasan rawat jalan dilakukan minimal 72 jam post-partum, hingga 10
hari pada pasien yang bergejala.16

22
f. Komplikasi
Hipertensi gestasional dan preklampsia/eklampsia berhubungan dengan risiko
hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada masa yang akan datang. Pada tahun
1995, Nissel mendapatkan riwayat kehamilan dengan komplikasi hipertensi
dibandingkan dengan kelompok kontrol, berhubungan dengan risiko hipertensi kronik
7 tahun setelahnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Jose, dkk menunjukkan kejadian hipertensi 10
tahun setelahnya terdapat pada 43,1% wanita dengan riwayat preeklampsia
dibandingkan 17,2% pada kelompok kontrol (OR 3,32; 95% CI 2,26 – 4,87).
Shammas dan Maayah menemukan mikroalbuminuria yang nyata dan risiko penyakit
kardiovaskular pada 23 % wanita dengan preeklampsia dibandingkan 3% pada wanita
dengan tekanan darah normal selama kehamilan.
Irgens, dkk melakukan studi kohort retrospektif pada 626.272 kelahiran hidup
di Norway antara tahun 1967 – 1992. Dari studi tersebut didapatkan risiko kematian
akibat penyakit kardiovaskular pada wanita dengan preeklampsia 8,12 x lebih tinggi
dibandingkan kontrol (wanita tanpa riwayat preeklampsia).5

g. Pencegahan
Pemberian antioksidan vitamin C dan E dianggap tidak efektif. Suplementasi
kalsium mungkin berguna pada populasi dengan asupan kalsium yang rendah. Aspirin
dosis rendah (60 sampai 80 mg) dapat dimulai pada akhir trimester pertama mungkin
sedikit mengurangi risiko preeklampsia. Tirah baring dan pembatasan garam tidak
terbukti bermanfaat.17

23
BAB IV
KESIMPULAN

Anestesi spinal atau subarachnoid block adalah salah satu jenis anestesi
regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam
ruang subarachnoid melalui tindakan pungsi lumbal. Penyuntikan obat anestesi lokal
tersebut langsung ke dalam cairan serebrospinal (CSF), di ruang subarachnoid.
Lokasi penyuntikan anestesi spinal dilakukan di ruang subaraknoid pertengahan
bawah lumbal, biasanya melalui sela L4-L5 atau L3-L4.
Pada laporan kasus ini dilakukan anestesi regional spinal/subarachnoid block
pada pasien sectio caesaria dengan preeklampsia berat. Preeklampsia dapat
menyebabkan beberapa keadaan seperti kelahiran prematur, merusak plasenta yang
dapat menyebabkan asfiksia hingga kematian bayi, serta menyebabkan koma bahkan
kematian pada ibu. Oleh sebab itu diperlukan tindakan sektio caesaria dan
penanganan anestesi yang tepat. Menurut beberapa penelitian, anestesi spinal
mempunyai beberapa keuntungan yaitu menghindari kesulitan intubasi pada anestesi
umum dan mencegah gejolak hemodinamik, onset yang cepat, lebih mudah
dikerjakan, dan mempunyai resiko yang lebih kecil dalam menyebabkan trauma di
ruang epidural sehingga menurunkan resiko hematom.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Wright D, Syngelaki A, Akolekar R, Poon LC, Nicolaides KH. Competing


Risk Model In Screening For Preeclampsia By Maternal Characteristics And
Medical History. Am J Obstet Gynecol. 213:62. e1-10. 2015.

2. Opitasari C, Andayasari L. Parity. Education Level And Risk For Pre-


Eclampsia In Selected Hospitals In Jakarta. Health Science Indonesia. 1:35-9.
2013.

3. Sulistyowati S, Abadi A, Wijiati. Low Class Ib (HLA-G/Qa-2) MHC Protein


Expression Againts Hsp-70 And VCAM-1 Profile On Preeclampsia. Indonesia
J Obstet Gynecol. 34-3:103-7. 2010.

4. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas


Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Jakarta; p. 4,8,111-5. 2013.

5. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Diagnosis dan Tatalaksana


Preeklampsia. Jakarta; h 6-9. 2016.

6. Sumelung V, Kundre R, dan Karundeng M. Faktor – Faktor Yang Berperan


Meningkatnya Angka Kejadian Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Umum
Daerah Liun Kendage Tahuna. Manado; Ejournal Vol 2 (1). 2014.

7. Ariani Y & Juliarti W. Gambaran Faktor Indikasi Ibu Bersalin Sectio


Ceasarea Di Rsud Arifin Achmad. Pekan Baru. Ejournal Vol 1 (2). 2017.

8. Budiono U, Leksana E, & Wijayanto N. Pengaruh Anestesi Regional Dan


General Pada Sectio Cesaria Pada Ibu Dengan Pre Eklampsia Berat
Terhadap Apgar Score. Jurnal Anestesiologi Indonesia. Semarang. Vol 4 (2).
2012.

25
9. Majid A, Mendri K N, & Mashitoh D. Lama Operasi Dan Kejadian Shivering
Pada Pasien Pasca Spinal Anestesi. Jogjakarta. E-journal Vol IV (1). 2018.

10. Yaqin N A M, Tambajong F H, & Kambey I B. Perbandingan Perubahan


Kadar Gula Darah Sebelum Pembedahan, 30 Menit dan 60 Menit Saat
Pembedahan dengan Anestesi Umum dan Anestesi Spinal. Manado: Jurnal e-
Clinic Vol 5 (2). 2017.

11. Ahmad O, Ezra O, & Tatang B. Perbandingan Kombinasi Bupivakain 0,5%


Hiperbarik dan Fentanil dengan Bupivakain 0,5% Isobarik dan Fentanil
terhadap Kejadian Hipotensi dan Tinggi Blokade Sensorik pada Seksio
Sesarea dengan Anestesi Spinal. Departemen Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan
Sadikin. Bandung: V4(2). 2016.

12. Pramono Ardi. Buku Kuliah Anestesi. Yogyakarta. h. 35-37. 2016.

13. Arias F, Daftary SN, & Bhide AG. Hypertensive Disorders In Pregnancy.
Practical Guide To High-Risk Pregnancy And Delivery: A South Asian
Perspective. Edisi 3. New Delhi: Elsevier; p. 397-435. 2008.

14. Sibai BM. Hypertension. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, Landon MB,
Galan HL, Jauniaux ERM, et al. Obstetrics Normal And Problem
Pregnancies.Philadelphia: Elsevier;. p. 780-824. 2012.

15. Sibai B, Dekker G, & Kupferminc M. Pre-eclampsia. Lancet.;


365(9461):785-99. 2005.

16. American College of Obstetcians and Gynecologists. Hypertension In


Pregnancy. Washington: The American College Of Obstetricans And
Gynecologists; p. 22. 2013.

26

Anda mungkin juga menyukai