Disusun Oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Laporan Kasus : Manajemen Anestesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria
Makassar.
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Segela puji bagi Allah SWT Sang Pemilik kehidupan yang Maha Pengasih
dan Penyayang atas segala limpahan Rahmat dan nikmatNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan lancar. Sholawat serta salam untuk
Rasulullah Muhammad SAW, sang pembawa cinta yang membimbing manusia
menuju surga serta mengajarkan kepada manusia untuk saling mengasihi.
Penulis sadar bahwa penulisan ini sangat jauh dari kata sempurna, maka
dari itu penulis berharap kepada para pembaca untuk memberi kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan laporan kasus ini.
Demikian, semoga laporan kasus ini bisa bermanfaat untuk penulis dan
para pembaca, Insya Allah, Amin.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jeniskelamin : Perempuan
TanggalLahir/Usia : 05 Desember 2000/17 tahun
Agama : Islam
Suku : Makassar
Pekerjaan : IRT
Alamat : Manyampa
No. RM : 51 77 36
B. ANAMNESIS
KeluhanUtama : Nyeri Perut Tembus ke Belakang
Anamnesis Terpimpin : Seorang pasien perempuan berusia 17
tahun masuk RSUD Syekh Yusuf Gowa rujukan dari Puskesmas
Palangga dengan GIP0A0 inpartu 1 cm, ket (+), portio tipis, keluar
lendir dan darah, his 3x10, DJJ : 138x/menit. Gravid posterm,
diputuskan dilakukan operasi Sectio Caesarea. Ini merupakan
kehamilan yang pertama dan tidak pernah keguguran sebelumnya.
Nyeri perut tembus kebelakang dirasaakn sejak pukul 03.00 WITA.
Keluar air dari jalan lahir dirasakan sejak pukul 05.00 WITA. Riwayat
ANC 8 kali. Riwayat injeksi TT 2 kali. Keluhan demam (-), mual (-),
muntah (-), batuk (-), dan sesak (-).
6
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalisata : Sakitsedang/Gizibaik/Composmentis GCS 15
(E4M6V5)
2. Tanda Vital :
Tekanan darah : 190/100 mmHg
Nadi : 80x/menit, regular
Suhu : 36,70C
Pernapasan : 20x/menit, spontan
SpO2 : 99%
a. B1 (Breath) :
Airway : bebas, gerak leher bebas, tonsil (T 1-T1), faring hiperemis (-),
frekuensi pernapasan : 20 kali/menit, suara pernapasan : vesikular
(+/+), suara pernapasan tambahan ronchi (-/-), wheezing (-/-), skor
Mallampati : 2, massa (-), gigi ompong (-), gigi palsu (-).
b. B2 (Blood) :
Akral hangat pada ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+),
tekanan darah : 190/100 mmHg, denyut nadi : 80 kali/menit, reguler,
kuat angkat, bunyi jantung S1/S2 murni regular.
c. B3 (Brain) :
Kesadaran : Composmentis, Pupil : isokor dextra/sinistra, defisit
neurologi (-), suhu: 36,70C.
d. B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan. Sebelum dilakukan operasi, pasien
dipasangkan kateter.
e. B5 (Bowel) :
Abdomen : tampak cembung, stria gravidarum (+), peristaltik (+)
kesan normal, massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
f. B6 Back & Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-),
edema ekstremitas bawah (-/-).
7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
E. DIAGNOSA KERJA
G1P0A0, Gestasi Posterm, Inpartu Kala 1, Fase Laten dengan
Preeklampsia Berat.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yaitu :
a. Intravena fluid drip (IVFD) RL 24 tpm
b. Informed Consent Operasi
c. Konsul ke Bagian Anestesi
d. Informed Consent Pembiusan
G. LAPORAN ANESTESI
8
1. Diagnosis Pra Bedah
Preeklampsia Berat.
3. Pre Operasi
Tanda vital :
- Nadi : 80 x/menit
- Suhu : 36,7°C
- Pernafasan : 20 x/menit
4. Penatalaksanaan Anestesi
- Kassa steril
- Povidon Iodine
- Plester
9
- Bupivacaine 4 ml
- Spuit 5 cc
- Lampu
- Alat-alat resusitasi
5. Intra Operative
6. Post Operative
Pukul 11.50 wita, pasien selesai dilakukan operasi sectio
caesaria.
- TD : 179/90 - Saturasi O2 : 99 %
- Suhu : 36,30 C
10
- Sensorik kaki : belum
bisa dirasakan
O/
A/ Post OP SC
P/
- IVFD RL
- Terpasang kateter
- Terpasang monitor
11
Pukul 19.00 wita, telah ada hasil lab Hb post SC yaitu 10,9
g/dl.
O/
Monitor : Composmentis
- Saturasi O2 : 99 %
A/ Post OP SC
P/
- IVFD RL 24 tpm
12
BAB III
DISKUSI
Seorang pasien perempuan berusia 17 tahun masuk RSUD Syekh Yusuf Gowa
rujukan dari Puskesmas Palangga dengan GIP0A0 inpartu 1 cm, ket (+), portio tipis,
keluar lender dan darah, his 3x10, DJJ : 138x/menit. Gravid posterm, diputuskan
dilakukan operasi Sectio Caesarea.
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 190/100 mmHg;
nadi 80x/menit; respirasi 20x/menit; suhu 36,7OC. Dari pemeriksaan laboratorium
hematologi didapatkan hasil: Hb 11.9 g/dL ; WBC : 15.6x103/µL, PLT 243x103/µL dan
HBsAg (-). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA II.
Pasien masuk ke kamar operasi pukul 10.45, kemudian dilakukan persiapan pada
pasien dengan tanda – tanda vital awal : TD 189/97 mmHg, HR 82x/ menit, RR 21x/
menit, Sp O2 99%. Setelah pasien dan instrumen untuk pembedahan telah siap, pukul
11.00 dilakukan persiapan untuk anestesi. Pasien dalam posisi berbaring miring ke
kiri (Left Lateral Decubitus/LLD), kepala menunduk, dengan lutut menekuk (fleksi
maksimal), kemudian menentukan lokasi penyuntikkan di L3-L4, yaitu di atas titik
hasil perpotongan antara garis yang menghubungkan crista iliaca dekstra dan sinistra
dengan garis vertical tulang vertebra yang berpotongan di vertebral lumbal IV.
Kemudian dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis dengan kassa steril dan povidon
iodine. Lalu dilakukan penyuntikkan di titik L3-L4 paramediana yang sudah ditandai
sebelumnya dengan menggunakan jarum spinal no.27G, kemudian jarum spinal
dilepaskan hingga tersisa kanulnya, lalu dipastikan bahwa LCS yang berwarna jernih
mengalir melalui kanul (ruang subarachnoid), kemudian obat anestesi, yaitu Regivell®
(Bupivacaine HCl 0,5%) sebanyak 4 mL (20 mg) disuntikkan dengan terlebih dahulu
13
melakukan aspirasi untuk memastikan kanul spinal masih tetap di ruang
subarachnoid. Setelah bupivacaine disuntikkan setengah volumenya kembali
dilakukan tindakan aspirasi LCS untuk memastikan kanul tidak bergeser, lalu
Bupivakain disuntikkan semua. Setelah itu luka bekas suntikan ditutup dengan kasa
steril dan selanjutnya pasien dibaringkan di meja operasi pada posisi supine.
Dilakukan pemeliharaan anestesi dengan pemberian oksigen 3 liter permenit.
Pukul 11.10 operasi berlangsung, dilakukan pemantauan monitor untuk tanda-tanda
vital pasien. Pukul 11.50 operasi selesai, TTV terakhir : TD 179/90 mmHg HR 86x/
menit RR 23x/ menit, Suhu 36,30C Sp O2 99%.
PEMBAHASAN
A. Anestesi Spinal
Anestesi spinal atau subarachnoid block adalah salah satu jenis anestesi
regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam
ruang subarachnoid melalui tindakan pungsi lumbal. Penyuntikan obat anestesi lokal
Untuk mencapai ruang subarachnoid, jarum suntik spinal akan menembus kulit
flavum, ruang epidural, duramater, dan ruang subarachnoid. Tanda dicapainya ruang
14
subarachnoid) adalah menentukan daerah yang akan diblokade, kemudian pasien
diposisikan tidur miring (lateral decubitus) atau duduk. Posisi tidur miring biasanya
dilakukan pada pasien yang sudah kesakitan dan sulit untuk duduk, misalnya pada ibu
hamil, hemoroid, dan beberapa kasus ortopedi. Setelah diposisikan, pasien diberikan
Obat yang diberikan untuk anestesi berupa anestetik local. Obat ini
menghasilkan blokade konduksi atau blokade kanal natrium (sodium channel). Pada
saraf yang berkaitan jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Setelah pengaruh
anestetik local menghilang dari saraf, akan diikuti pulihnya konduksi saraf secara
sel saraf terhadap ion natrium dan kalium sehingga terjadi depolarisasi pada
membrane sel saraf dan berakibat tidak terjadi konduksi saraf. Contoh anestetik local
bupivakain.12
Indikasi anestesi regional antara lain bedah ekstremitas bawah, bedah panggul,
15
B. Preeklampsia Berat
a. Definisi
b. Epidemiologi
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan kematian
maternal serta perinatal, 2-3% dari seluruh kehamilan. Insidens preeklampsia di dunia
sekitar 2-8% dari seluruh kehamilan. Di Amerika Serikat, prevalensi preeklampsia
naik dari 3,4% pada tahun 1980 menjadi 3,8% pada tahun 2010; insidens eklampsia
diperkirakan 1 per 3250 kelahiran pada tahun 1998. Di Indonesia, pendataan
preeklampsi-eklampsia, terutama di tingkat nasional masih terbatas. Insidens
preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3-10%, dengan 39,5% menyebabkan
kematian di tahun 2001 dan 55,56% di tahun 2002.2,3
c. Etiopatogenesis
Hingga saat ini etiologi preeklampsia belum diketahui pasti. Beberapa teori
yang diduga berkaitan dengan kejadian preeklampsia, yaitu13:
- Iskemia plasenta
- General vasospasm
- Abnormalitas hemostasis diikuti dengan aktivasi sistem koagulasi
- Kerusakan endotel vaskular
- Abnormalitas nitric oxide (NO) dan metabolisme lipid
- Aktivasi leukosit
16
- Perubahan sitokin yang berkaitan dengan resistensi insulin
17
prostanoid atau katabolisme ini berkaitan dengan preeklampsia. Peroksida lipid dan
radikal bebas juga berkaitan dengan patogenesis preeklampsia.13,14
18
d. Diagnosis
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:
- Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / microliter
- Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal lainnya
- Gangguan Liver: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
- Edema Paru
- Gejala Neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
- Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta
- Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya
absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
19
Kriteria Preeklampsia berat (diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika
didapatkan salah satu kondisi klinis dibawah ini5:
e. Penatalaksanaan
20
- Untuk pasien hipertensi gestasional ringan atau preeklampsia dengan tekanan
darah terus-menerus kurang dari 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik, obat antihipertensi tidak disarankan.
- Pasien hipertensi gestasional atau preeklamsia tanpa tanda perburukan tidak
perlu tirah baring.
- Untuk pasien preeklampsia tanpa tanda perburukan, USG disarankan untuk
menilai pertumbuhan janin dan uji antenatal untuk menilai status janin.
- Jika terdapat tanda bukti pertumbuhan janin terhambat, dianjurkan penilaian
fetoplasenta yang mencakup velocimetry arteri Doppler sebagai uji antenatal
tambahan.
- Untuk pasien preeklampsia dengan tekanan darah sistolik kurang dari 160
mmHg dan diastolik kurang dari 110 mmHg dan tanpa gejala, magnesium
sulfat untuk pencegahan eklampsia tidak disarankan.
- Untuk pasien preeklampsia berat pada atau di luar 34 minggu lengkap
kehamilan, dan pada kondisi ibu atau janin tidak stabil terlepas dari usia
kehamilan, dianjurkan persalinan setelah stabilisasi ibu.
- Untuk pasien preeklampsia berat kurang dari 34 minggu lengkap kehamilan
dengan kondisi ibu dan janin stabil, dianjurkan kehamilan dilanjutkan,
persalinan hanya pada fasilitas perawatan intensif ibu dan bayi yang memadai.
- Untuk pasien preeklampsia berat, manajemen konservatif kehamilan pada 34
minggu atau kurang dari usia kehamilan, kortikosteroid dianjurkan untuk
kematangan paru janin.
- Untuk pasien preeklampsia dengan hipertensi berat selama kehamilan (sistolik
tekanan darah minimal 160 mmHg atau diastolik minimal 110 mmHg
berkelanjutan), dianjurkan terapi antihipertensi.
- Untuk pasien preeklampsia, keputusan terminasi kehamilan tidak harus
didasarkan pada jumlah proteinuria atau perubahan jumlah proteinuria.
- Untuk pasien preeklampsia berat dan janin belum viable, terminasi kehamilan
dianjurkan setelah stabilisasi ibu.
21
- Manajemen konservatif kehamilan tidak dianjurkan.
- Kortikosteroid disarankan diberikan dan terminasi kehamilan ditangguhkan
selama 48 jam jika kondisi ibu dan janin tetap stabil pada pasien preeklamsia
berat dan janin viable di usia kehamilan kurang dari 34 minggu lengkap
dengan salah satu dari berikut: Ketuban pecah dini, preterm, In partu, Jumlah
trombosit rendah (<100.000), Kadar enzim hati abnormal terusmenerus (dua
kali atau lebih dari nilai normal), Pertumbuhan janin terganggu (kurang dari
persentil lima), Oligohidramnion berat (AFI <5 cm), Reverse end diastolic
pada studi, Doppler arteri umbilikalis, Onset baru disfungsi ginjal.
- Kortikosteroid disarankan diberikan jika janin viable dan pada usia kehamilan
kurang dari 34 minggu lengkap, tetapi terminasi kehamilan tidak dapat
ditunda setelah kondisi ibu stabil tanpa memandang usia kehamilan atau untuk
pasien preeklampsia berat yang disertai: Hipertensi berat tak terkendal,
Eklampsia, Edema paru, Solusio plasenta, Disseminated intravascular
coagulation, Kematian janin intrapartum.
- Untuk pasien preeklampsia, cara persalinan disarankan tidak perlu sesar. Cara
terminasi kehamilan harus ditentukan oleh usia kehamilan, presentasi janin,
status serviks, dan kondisi janin dan ibu.
- Untuk pasien preeklampsia berat, dianjurkan administrasi magnesium sulfat
intra- dan post-partum untuk mencegah eklampsia.
- Untuk pasien preeklampsia yang menjalani sesar, dianjurkan administrasi
intraoperatif magnesium sulfat secara parenteral untuk mencegah eklampsia.
- Untuk pasien hipertensi gestasional,preeklampsia, atau preeklampsia
superimposed, tekanan darah disarankan dipantau di rumah sakit atau
pengawasan rawat jalan dilakukan minimal 72 jam post-partum, hingga 10
hari pada pasien yang bergejala.16
22
f. Komplikasi
Hipertensi gestasional dan preklampsia/eklampsia berhubungan dengan risiko
hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada masa yang akan datang. Pada tahun
1995, Nissel mendapatkan riwayat kehamilan dengan komplikasi hipertensi
dibandingkan dengan kelompok kontrol, berhubungan dengan risiko hipertensi kronik
7 tahun setelahnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Jose, dkk menunjukkan kejadian hipertensi 10
tahun setelahnya terdapat pada 43,1% wanita dengan riwayat preeklampsia
dibandingkan 17,2% pada kelompok kontrol (OR 3,32; 95% CI 2,26 – 4,87).
Shammas dan Maayah menemukan mikroalbuminuria yang nyata dan risiko penyakit
kardiovaskular pada 23 % wanita dengan preeklampsia dibandingkan 3% pada wanita
dengan tekanan darah normal selama kehamilan.
Irgens, dkk melakukan studi kohort retrospektif pada 626.272 kelahiran hidup
di Norway antara tahun 1967 – 1992. Dari studi tersebut didapatkan risiko kematian
akibat penyakit kardiovaskular pada wanita dengan preeklampsia 8,12 x lebih tinggi
dibandingkan kontrol (wanita tanpa riwayat preeklampsia).5
g. Pencegahan
Pemberian antioksidan vitamin C dan E dianggap tidak efektif. Suplementasi
kalsium mungkin berguna pada populasi dengan asupan kalsium yang rendah. Aspirin
dosis rendah (60 sampai 80 mg) dapat dimulai pada akhir trimester pertama mungkin
sedikit mengurangi risiko preeklampsia. Tirah baring dan pembatasan garam tidak
terbukti bermanfaat.17
23
BAB IV
KESIMPULAN
Anestesi spinal atau subarachnoid block adalah salah satu jenis anestesi
regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam
ruang subarachnoid melalui tindakan pungsi lumbal. Penyuntikan obat anestesi lokal
tersebut langsung ke dalam cairan serebrospinal (CSF), di ruang subarachnoid.
Lokasi penyuntikan anestesi spinal dilakukan di ruang subaraknoid pertengahan
bawah lumbal, biasanya melalui sela L4-L5 atau L3-L4.
Pada laporan kasus ini dilakukan anestesi regional spinal/subarachnoid block
pada pasien sectio caesaria dengan preeklampsia berat. Preeklampsia dapat
menyebabkan beberapa keadaan seperti kelahiran prematur, merusak plasenta yang
dapat menyebabkan asfiksia hingga kematian bayi, serta menyebabkan koma bahkan
kematian pada ibu. Oleh sebab itu diperlukan tindakan sektio caesaria dan
penanganan anestesi yang tepat. Menurut beberapa penelitian, anestesi spinal
mempunyai beberapa keuntungan yaitu menghindari kesulitan intubasi pada anestesi
umum dan mencegah gejolak hemodinamik, onset yang cepat, lebih mudah
dikerjakan, dan mempunyai resiko yang lebih kecil dalam menyebabkan trauma di
ruang epidural sehingga menurunkan resiko hematom.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
9. Majid A, Mendri K N, & Mashitoh D. Lama Operasi Dan Kejadian Shivering
Pada Pasien Pasca Spinal Anestesi. Jogjakarta. E-journal Vol IV (1). 2018.
13. Arias F, Daftary SN, & Bhide AG. Hypertensive Disorders In Pregnancy.
Practical Guide To High-Risk Pregnancy And Delivery: A South Asian
Perspective. Edisi 3. New Delhi: Elsevier; p. 397-435. 2008.
14. Sibai BM. Hypertension. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, Landon MB,
Galan HL, Jauniaux ERM, et al. Obstetrics Normal And Problem
Pregnancies.Philadelphia: Elsevier;. p. 780-824. 2012.
26