LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
AGUSTUS 2019
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
PEMBIMBING:
dr. Alamsyah Irwan,M.kes.,Sp.An
OLEH :
Khairul waldi
10542038812
NIM : 10542038812
Pembimbing,
AssalamualaikumWr. Wb.
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Besar
Dengan TMD 2 Cm” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya,
sebagai salah satu syarat untuk dalam menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian
Anestesiologi. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan
arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada
semua orang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam penilaian awal dan manajemen maupun pasien dengan sakit kritis, ABC
(Airway, Breathing dan circulation) adalah prioritas pertama. Hypoksia akan
mengawali menyebabkan cedera otak ireversibel dalam waktu sekitar 5 menit. Dengan
demikian manajemen jalan nafas harus mendahului perawatan lainnya. Kemampuan
untuk menjaga dan mempertahankan jalan napas terbuka pada pasien, dan kemampuan
untuk memastikan ventilasi dan oksigenasi memadai pasien, adalah keterampilan
penting bagi dokter. Tujuan "manajemen jalan nafas dasar" akan merujuk untuk
intervensi dasar yang mempertahankan terbukanya jalan napas dan membantu
ventilasi.
Ahli anestesi harus mempertahankan pertukaran gas yang adekuat pada
pasiennya dalam berbagai keadaan dan ini menuntut agar patensi jalan nafas atas
dipertahankan secara konstan. Insiden kesulitan intubasi dilaporkan di dalam beberapa
literature berbeda berdasarkan studi, dengan range 0.05 sampai 0.8 %.1,2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. PREOPERATIF/PREANESTESI
I. Identitas pasien
Nama : Nn. Tw
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 19 tahun
Berat Badan : 40 kg
Agama : Islam
Alamat : Taeng, Gowa
Diagnosis : Tonsilitis Kronik
II. Anamnesis
Keluhan utama : Keluhan rasa mengganjal di tenggorok dan susah
menelan
a) Riwayat penyakit sekarang :
Penderita datang ke poliklinik THT Rsud Syech Yusuf Gowa dengan
keluhan rasa mengganjal di tenggorok dan susah menelan yang dirasakan
sejak 2 bulan yang lalu, rasa mengganjal di tenggorok dirasakan terus
menerus dan semakin berat sejak 2 minggu terakhir. Penderita juga
mengeluhkan rasa sakit di tenggorok, nyeri menelan baik makanan padat
maupun cair, rasa kering, dan gatal pada tenggorokan, batuk, pilek dan
demam yang dirasakan pasien terutama ketika serangan. Pasien juga
mengeluhkan gangguan suara/suara serak, sukar membuka mulut, sejak 1
bulan oleh penderita. Selain itu pasien juga mengeluhkan saat tidur
mendengkur (ngorok), dan kadang terbangun tiba-tiba karena sesak nafas,
keluhan tersebut sudah dialami kira-kira 2 minggu terakhir.
Dalam 3 bulan ini, keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan
tersebut dirasakan terutama setelah Penderita mengkonsumsi gorengan,
makanan pedas atau minuman dingin dan terkadang keluhan tersebut akan
hilang sendiri tanpa pengobatan.
Sakit didaerah wajah dan rasa adanya cairan yang mengalir di
tenggorokan disangkal oleh pasien. Keluhan nyeri pada telinga, telingga
terasa mendengung dan rasa penuh di telinga disangkal oleh pasien. Mata
merah, mata berair, gatal-gatal dan kemerahan di kulit juga disangkal oleh
pasien. Demam tidak ada.
a) B1 (Breath) :
Airway : bebas, gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), potrusi mandibular (-),
buka mulut 5 cm, jarak mentohyoid 2 cm, jarak hyothyoid 2,3 cm, leher
pendek (+), gerak leher bebas, tonsil (T3-T3), faring hiperemis (-), frekuensi
pernapasan: 18 kali/menit, suara pernapasan: vesikular (+/+), suara
pernapasan tambahan ronchi(-/-), wheezing(-/-), skor Mallampati : 3,
massa (-), gigi ompong (-), gigi palsu (-).
b) B2 (Blood) :
Akral hangat pada ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+),
tekanan darah: 100/70 mmHg, denyut nadi : 80 kali/menit, reguler, kuat
angkat.
c) B3 (Brain) :
Kesadaran: Composmentis, Pupil: isokor Ø 2,5 mm/2,5mm, defisit
neurologi (-).
d) B4 (Bladder) :
Produksi urin normal tidak terpasang kateter.
e) B5 (Bowel) :
Abdomen: tampak cembung, stria gravidarum (-), peristaltik (+) kesan
normal, massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
f) B6 Back & Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-).
V. Diagnosis
Tonsilitis Kronis
VI. Penatalaksaan
Rencana : Tonsilektomi
Di Ruangan :
KIE (+), surat persetujuan tindakan operasi (+), surat persetujuan tindakan
anestesi (+),
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi Cefoperazone 1 gr/iv (Preoperatif)
Puasa Pukul 00.00 WITA
VII. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka:
Diagnosis Preoperatif : Tonsilitis Kronik
Status Operatif : PS ASA II, skor Mallampati 3
Jenis Tindakan : Pemasangan Endotracheal Tube
Jenis Anastesi : General Anestesi
B. PREINDUKSI
C. INTRAOPERATIF
1. Diagnosis pra bedah
Tonsilitis Kronik
2. Diagnosis pasca bedah
Tonsillitis Kronik
3. Penatalaksanaan anestesi
a. Jenis anestesi : General Anestesi
b. Lama anestesi : 10.10 – 10.40 (30 menit)
c. Lama operasi : 10.10 – 10.50 (40 menit)
d. Anestesiologi : dr. Ade Irna, Sp.An, M.Kes
e. Posisi : Supine
f. Infus : 1 line dengan connecta di tangan kanan
g. Teknik anastesi : General Endo Tracheal Anesthesia (GETA)
1) Mesin siap pakai
2) Cuci tangan
3) Memakai sarung tangan steril
4) Periksa balon pipa/ cuff ETT
5) Pasang macintosh blade yang sesuai
7) Beri oksigenasi O2 10 Lpm via jacksen rep
8) Masukkan obat-obat sedasi dan relaksan
9) Lakukan bagging sesuai irama pernafasan
10) Buka mulut dengan teknik cross finger dengan tangan kanan
11)Masukkan laringoskop dengan tangan kiri sampai terlihat epiglotis,
dorong blade sampai pangkal epiglotis
12)Berikan anestesi daerah laring dengan xylocain spray 10%
13)Masukkan ETT yang sebelumnya sudah diberi jelly dengan tangan
kanan
14)Sambungkan dengan bag/ sirkuit anestesi, berikan oksigen dengan
nafas kontrol 8-10 kali/ menit dengan tidal volume 8-10 ml/kgBB
15)Kunci cuff ETT dengan udara ± 4-8 cc, sampai kebocoran tidak
terdengar
16)Cek suara nafas/ auskultasi pada seluruh lapangan paru kiri kanan
17) Pasang OPA/NPA sesuai ukuran
18) Lakukan fiksasi ETT dengan plester
19) Lakukan pengisapan lendir bila terdapat banyak lendir
20) Bereskan dan rapikan kembali peralatan
21) Lepaskan sarung tangan, cuci tangan2
h. Premedikasi : Fentanyl 80 mcg
Midazolam 2 mg
i. Induksi : Propofol 80 mg/mL
j. Induksi : Rocuronium Bromida 25 inj
k. Maintanance : O2, N2O,sevoflurane
l. Respirasi : Terkontrol
m. Posisi : Supinasi
n. Cairan durante operasi : RL500 ml
D. POST OPERATIF
e. Pemeriksaan Fisik
f. Diagnosis
Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di
tenggorok. Kemudian berubah menjadi rasa nyeri di tenggorok
dan rasa nyeri saat menelan. Makin lama rasa nyeri ini semakin
bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak mau makan. Nyeri
hebat ini dapat menyebar sebagai referred pain ke sendi-sendi
dan telinga. Nyeri pada telinga (otalgia) tersebut tersebar
melalui nervus glossofaringeus (IX).
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat
tinggi sampai menimbulkan kejang pada bayi dan anak-anak.
Rasa nyeri kepala, badan lesu dan nafsu makan berkurang sering
menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar seperti
orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Keadaan ini
disebut plummy voice. Mulut berbau busuk (foetor ex ore) dan
ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri telan yang
hebat (ptialismus). Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil
yang udem, hiperemis dan terdapat detritus yang memenuhi
permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau
pseudomembran. Ismus fausium tampak menyempit. Palatum
mole, arkus anterior dan arkus posterior juga tampak udem dan
hiperemis. Kelenjar submandibula yang terletak di belakang
angulus mandibula terlihat membesar dan ada nyeri tekan.
g. Penatalaksanaan
Farmakologi : Non
Farmakologi :
-Antibiotik -Tirah baring
-Analgetik -Pemberian Cairan
adekuat
-Antipiretik -Diet ringan
Operatif:
-Tonsilektomi
2. Intubasi Endotrakeal
a. Definisi
Intubasi endotrakeal adalah penempatan tabung ke dalam
trakea, baik melalui oral maupun hidung untuk memanajemen
jalan napas. Tabung endotrakeal membentuk saluran terbuka di
saluran udara bagian atas. Sehingga mampu menjadi ventilasi
paru-paru, udara harus bebas masuk dan keluar paru-paru.11
b. Indikasi
1. Ketidakmampuan untuk menjaga jalan nafas terbuka
(dislokasi lidah ke arah faring, obstruksi dari saluran
pernapasan atas, apnea obstructive sleep apnea syndrom,
luka bakar).
2. Gagal melindungi jalan napas dari aspirasi (perdarahan yang
berasal dari oral dan hidung pada pasien trauma, perut
penuh, gastroesophageal relflux).
3. Kegagalan ventilasi (kelainan pada anatomi jalan nafas:
leher pendek, rahang bawah lebar, rahang atas di depan,
rahang bawah, mulut kecil, obesitas) dan kesulitan ventilasi
menggunakan mask yang disertai dengan kesulitan intubasi.
4. Insufisiensi oksigenasi (sianosis, insufisiensi gerakan
dinding dada, ada Induksi obstruksi pada saluran
pernapasan bawah pada auskultasi, saturasi bertahap,
pengukuran spirometri dan ekspirasi tidak memadai).
5. Kemungkinan kondisi yang dapat menyebabkan kegagalan
pernafasan (perubahan hemodinamik sebagai akibat dari
hipoksemia progresif dan hiperkarbia seperti takikardia-
hipertensi-aritmia).12
c. Tujuan
Intubasi endotrakeal memungkinkan adanya saluran buatan
antara udara dari luar dan trakea pasien untuk tujuan terjadinya
pertukaran gas di alveolus atau perlindungan paru-paru dari
substansi asing.13
d. Persiapan
Peralatan: Semua peralatan yang diperlukan untuk
intubasitermasuk obat harus tersedia di tangan.Daftar item
yang disarankan diberikan pada tabel 2. Peralatan harus layak
digunakan. Sinar cahaya laringoskop langsung harus terang.
Integritas dari manset tabung endotrakeal dan pilot balloon
harus diuji dengan menggunakan suntik 10 ml ke katup satu
arah pilot ballom dan kemudian mengembangkan manset
dengan sekitar 10 ml udara.
e. Teknik Intubasi
anastetik
terbuka.
lidah.
6. Cari epiglottis terlebih dahulu, setelah terlihat, tempatkan
ditekan).
bantu napas.
11. Jika pasien masih sadar, dapat diberikan obat induksi seperti
3. Kesulitan Intubasi
- Kelas III : Palatum molle, dan dasar uvula saja yang terlihat
dilakukan intubasi dibandingkan kelas III dan IV, kelas III dan IV
menghindari hasil positif palsu atau negative palsu, tes ini sebaiknya
kesulitan intubasi.
Grade I : >35°
Grade II : 22°-34°
Jarak mandibular
atau lebih dan ini juga tergantung anatomi termasuk posisi laring. Bila
dengan kepala ekstensi dan ini dipengaruhi oleh ekstensi leher. Jarak
sternomental 12,5 cm atau kurang diperkirakan akan sulit untuk
diintubasi.
kesulitan airway. 16
Kriteria Lemon
L = Lihat dari luar (trauma wajah, gigi seri besar, janggutatau kumis,
lidah besar)
peritonsillar, trauma).
dicapai dengan fleksi leher dan ekstensi kepala pada sendi atlanto-
KESIMPULAN
Kesulitan intubasi adalah suatu keadaan dimana lidah atau glottis tidak
tabung endtrakeal ke dalam trakea. Intubasi dikatakan sulit ketika dokter anestesi
membutuhkan lebih dari 3 kali dalam melakukan intubasi atau lebih dari 10 menit
pada pasien ini didapatkan TMD yang kurang dari 6 cm atau biasa pada
Selain itu pada pasien ini di dapatkan mallampati score, mallampati grade 3
sesuai dengan literature mallampati grade 3 dan 4 adalah suatu indikasi kesulitan
intubasi.
Oleh karena itu dibutuhkan penanggulangan yang cermat oleh Ahli
DAFTAR PUSTAKA
Kepala Leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
p 212-25.
4. Adams.G.L, Boies.L.R, Higler. P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 1997. p 330-44.
5. Ramsey, D.D. 2003.. Tonsilitis. Available at: http://www.illionisuniv.com.
Accesed on: Agustus 2019.
6. Lee, K.J. MD. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2003. McGraw-
Hill.
11. Samsoon GLT, Young JRB, Difficult tracheal intubation: A retrospective study,
14. Pramono Ardi. Buku Kuliah Anestesi. Jakarta. EGC : Penerbit Buku Kedokteran.
2014. p 22-17.
15. Swasono, dkk. Perbandingan antara Uji Mallampati Modifikasi dan Mallampati
17.