Anda di halaman 1dari 18

Analgesik opioid

MAULIDINAH UMAR
Analgesik

 Analgetik adalah suatu senyawa atau obat yang dipergunakan


untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri

mekanis

kimiawi

fisis
Kerusakan
Pelepasan -Baradikinin
jaringan
mediator radang -prostaglandin

Merangsang reseptor
nyeri di saraf perifer
dan diteruskan ke
otak

 Analgesik : analgetik non narkotik dan analgetik narkotik


opioid

 Opioid adalah kelompok obat yang sering dipergunakan pada


penanganan pasien dengan nyeri yang berat. Berawal dari
tumbuhan Papaver somniferum atau opium yang diekstrak dan
digunakan secara luas pada peradaban kuno Persia, Mesir dan
Mesopotamia. Kata opium sendiri berasal dari bahasa yunani yang
berarti jus. Telah dicatat bahwa penggunaan opium yang pertama
kali adalah pada salah satu teks kuno bangsa Sumeria pada tahun
4000 SM

 Opioid adalah semua zat baik sintetik atau alami yang dapat
berikatan dengan reseptor morfin. Opioid disebut juga sebagai
analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk
mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri paska
pembedahan
 Opium merupakan campuran bahan kimia yang mengandung
gula, protein, lemak, air, lilin nabati alami, lateks, dan beberapa
alkaloid.

kodein (1%-3%)

alkaloid
Morfin (10%-15%),

thebain (1%-2%)

papaverin (1%-3%)

noskapin (4%-8%)
 Obat-obat opioid yang biasanya digunakan dalam anastesi antara
lain adalah morfin, petidin dan fentanil. Analgesik opioid
merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium
maupun morfin. Meskipun mempelihatkan berbagai efek
farmakologik yang lain, golongan obat ini digunakan terutama
untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Klasifikasi opioid
senyawa sintetik yang berefek
seperti morfin

Efek klinik
Opioid lemah

obat yang berasal dari opium-


morfin

Opioid kuat

senyawa semisintetik morfin


Opioid alami

Resptor kerja opiod


Agonis opioid (morfin, papaveretum,
• morfin, kodein, pavaperin, dan petidin (meperidin, demerol), fentanil,
tebain alfentanil, sufentanil, remifentanil,
kodein, alfaprodin

Opioid semisintetik Antagonis opioid


(nalokson)
• heroin, dihidro morfin/morfinon,
derivate tebain
Agonis-antagonis opioid
(pentazosin, nabulfin,
sintetik butarfanol, bufrenorfin)

o petidin, fentanil, alfentanil,


sufentanil dan remifentanil
Mekanisme kerja
Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas diseluruh jaringan system saraf pusat,
tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbic, thalamus,
hipothalamus corpus striatum, sistem aktivasi retikuler dan di korda spinalis yaitu
substantia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf usus

Molekul opioid dan polipeptida endogen (metenkefalin,


beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor
morfin dan menghasilkan efek
Reseptor opioid di sel otak
•µ -1, analgesia supraspinal, sedasi.
Reseptor µ •µ -2, analgesia spinal, depresi nafas, euphoria, ketergantungan fisik, kekakuan otot.
(mu)

•disforia, halusinasi, stimulasi jantung


Reseptor s
(sigma)

•Reseptor k (kappa)
•k-1, analgesia spinal
Reseptor d •k-2 tak diketahui
(delta). •k-3 analgesia supraspinal

•Respon hormonal
Reseptor e
(epsilon)
Efek sentral
Efek perifer
 Menurunkan persepsi nyeri dengan stimulasi
(pacuan) pada reseptor opioid (efek  Menunda pengosongan lambung
analgesi).
dengan kontriksi pilorus.
 Pada dosis terapik normal, tidak
mempengaharui sensasi lain.  Mengurangi motilitas
 Mengurangi aktivitas mental (efek sedative). gastrointestinal dan menaikkan
 Menghilangkan kecemasan (efek tonus (konstipasi spastik).
transqualizer).
 Kontraksi sfingter saluran empedu.
 Meningkatkan suasana hati (efek euforia),
walaupun sejumlah pasien merasakan  Menaikkan tonus otot kandung
sebaliknya (efek disforia).
kencing.
 Menghambat pusat respirasi dan batuk
(efek depresi respirasi dan antitusif).  Menurunkan tonus vaskuler dan
 Pada awalnya menimbulkan mual-muntah menaikkan resiko reaksi ortostastik.
(efek emetik), tapi pada akhirnya
menghambat pusat emetik (efek  Menaikkan insidensi reaksi kulit,
antiemetik). urtikaria dan rasa gatal karena
 Menyebabkan miosis (efek miotik). pelepasan histamin, dan memicu
 Memicu pelepasan hormon antidiuretika bronkospasmus pada pasien
(efek antidiuretika). asma.
 Menunjukkan perkembangan toleransi dan
dependensi dengan pemberian dosis yang
berkepanjangan.
Obat opioid yang umum digunakan
morfin Agonis kuat
Efek kerja relatif selektif, yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa
raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi
nyeripun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi
Mekanisme kerja -morfin meninggikan ambang rangsang nyeri
-morfin dapat mempengaruhi emosi
-morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri
meningkat
Farmakodinamik -depresan
-stimulasi
farmakokinetik Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang
luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat melewati sawar dan
mempengaruhi janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil
morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat
indikasi Infark miokard, Neoplasma, Kolik renal atau kolik empedu ; Oklusi akut
pembuluh darah perifer, pulmonal atau coroner, Perikarditis akut, pleuritis dan
pneumotorak spontan, Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan
nyeri pasca bedah
petidin Agonis kuat

Farmakodinamik Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor m (mu).
Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi,
euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5
jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi leih tinggi dari kodein.
Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan
morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
farmakokinetik Absorbsi meperidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan
tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar
puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang
dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV,
kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama,
kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin
dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati
indikasi Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai
obat preanestetik, untuk menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan
morfin, meperidin kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin
Efek samping Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing,
berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan
penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.
dosis Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25
mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar
pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-
1,8 mg/kg BB
fentanyl Agonis kuat

farmakodinamik Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai


suatu analgesik, fentanil 75-125 kali lebih potendibandingkan dengan
morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan
kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan
morfin

farmakokinetik Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif


hampir sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru
ketika pertama kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati
dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa
metabolismenya dikeluarkan lewat urin

indikasi Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3
/kg BB analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya
dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca
bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia
dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan
inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia
adalah suntikan 50 mg/ml.

Efek samping Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang
sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat
mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, rennin,
aldosteron dan kortisol
Golongan antagonis

codein

Kodein mempunyai analgesic yang kurang poten disbanding morphin, tetapi


mempunyai kemanjuran peroral yang lebih tinggi. Obat ini mempunyai
potensi penyalahgunaan yang lebih rendah daripada morfin. Kodein sering
digunakan dalam kombinasi aspirin atau asetaminofen

propoksifen
Efek analgesic : untuk menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.
Efek samping : Pada dosis toksik, akan menimbulkan depresi pernafasan,
konvulsi, halusinasi, dan bingung. Propoksifen dapat menimbulkan mual,
anoreksia, dan konstipasi.
Golongan agonis-antagonis
Nalbufin (alkaloid semi sintetik)
Nalbufin adalah agonis-antagonis opioid yang secara kimia mirip dengan
oksimorfon dan nalokson. Nalbufin dimetabolisme terutama di hepar. Efek
samping yang paling sering adalah sedasi pada pemberian nalbufin

Pantozosin, Opioid sintetik (derivate benzomorfan)


Pentazosin merupakan agonis dan antagonis reseptor opioid yang
lemah pada reseptor k dan d dengan potensi sekitar 1/5 dari obat
nalorfin.

Butorfanol (opioid sintetik, derivate morfinian)


Butorfanol adalah agonis dan antagonis opioid yang menyerupai
pentazosin. Efek agonisnya 20 kali lebih besar dan efek antagonisnya
10 hingga 30 kali lebih besar jika dibandingkan dengan pentazosin
kesimpulan
 Pengaruh dari berbagai obat golongan opioid sering dibandingkan
dengan morfin, dan tidak semua obat golongan opioid yang
dipasarkan di Indonesia. Terbatasnya peredaran obat tersebut tidak
terlepas pada kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan obat.
 Obat golongan obat yang agonis yang sering digunakan didalam
anastesia antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.
 Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat
berikatan dengan reseptor morfin, opioid disebut juga sebagai
analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk
mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri paska
pembedahan.
 Sedangkan berdasarkan kerjanya pada reseptor opioid maka obat-
obat opioid dapat digolongkan menjadi : agonis opioid, antagonis
opioid, agonis-antagonis (campuran) opioid.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai